Faktor Faktor Penyebab Rendahnya Minat M

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Minat Masyarakat dalam Menyekolahkan
Anak di Madrasah Aliyah Negeri Malili Kab. Luwu Timur
Baderiah, Dodi Ilham
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang membahas tentang masalah
faktor-faktor penyebab rendahnya minat masyarakat menyekolahkan anaknya di
MAN Malili. Masalah pokok yang diangkat di dalam pembahasan penelitian ini
adalah Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala rendahnya minat masyarakat
dalam menyekolahkan anaknya di MAN Malili Luwu Timur. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa: terdapat dua faktor penyebab rendahnya minat masyarakat
dalam menyekolahkan anaknya di MAN Malili yakni: 1) faktor eksternal, MAN
Malili dalam pandangan masyarakat Malili dianggap sebagai sekolah yang dipenuhi
oleh peserta didik bermasalah, 2) faktor internal, sumber daya manusia dan sarana
prasarana yang dimiliki oleh MAN Malili masih kurang memadai dalam menghadapi
sekolah lain di kota Malili yang ditopang dengan sarana dan prasarana yang telah
mapan; upaya MAN Malili dalam menyelesaikan masalah rendahnya minat
masyarakat dalam menyekolahkan anaknya di MAN Malili dengan melakukan
beberapa pembenahan yaitu: 1) peningkatan kompetensi & kualifikasi guru (SDM)
yang diwujudkan dengan mengikutsertakan para guru dan staf pegawai dalam
berbagai program peningkatan mutu, seperti penataran guru bidang studi, lokakarya,
pelatihan pengelolaan laboratorium Bahasa atau MIPA, Lomba Guru Teladan; 2)

Pembenahan dan peningkatan sarana dan prasarana pembelajaran baik dari segi
pengadaan sarana dan rehabilitasi serta perbaikan yang memerlukan perhatian dari
pemerintah maupun masyarakat dalam menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai
dengan standar pendidikan. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh oleh MAN
Malili dalam menyelesaikan masalah rendahnya minat masyarakat dalam
menyekolahkan anaknya di MAN Malili dengan melakukan beberapa pembenahan
yaitu: 1) Melakukan sosialisasi langsung ke sekolah-sekolah yang berada di bawah
naungan Kementerian Agama di Kabupaten Luwu Timur; 2) Promosi tidak langsung
melalui media dan alat peraga berupa pamflet, brosur, serta spanduk dan baligho.
Kata-Kata Kunci: Faktor-Faktor Penyebab, Minat Masyarakat, MAN Malili
Pendahuluan
Salah satu kekeliruan kebijakan pendidikan Nasional yang berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja pendidikan (educational
performance) Indonesia adalah kurang diperhitungkannya lembaga pendidikan Islam
dalam sistem pendidikan Nasional.1 Secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya
minat para orang tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke
madrasah atau pesantren (notabene Islam). Biasanya mereka tidak menjadikan
Arief Efendi, Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia, Jurnal ElTharbawi, no.1, Vol. I, 2008.
1


1

2

lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk menyekolahkan anakanak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk bersekolah di madrasah, pesantren
ataupun sekolah Islam biasanya itu dilakukan karena terpaksa (karena tidak lulus di
sekolah umum, misalnya). Ironi sekali, sebagai bangsa besar dengan penduduk
ratusan juta jiwa dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.2
Madrasah3 adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang penting selain
pesantren. Keberadaaanya begitu penting dalam upaya meningkat kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) dan menciptakan kader-kader bangsa yang memiliki wawasan
keislaman dan nasionalisme yang tinggi. Madrasah berupaya mengintegrasikan ilmu
agama dan umum. Menyeimbangkan keduanya untuk menggapai kebahagiaan dunia
dan akhirat, sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. Al-Qasas (28): 77:
              
               

Terjemahnya:
dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.4
2

Mastuhu dalam bukunya Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam menyebutkan bahwa
sistem pendidikan Islam di Indonesia menghadapi tantangan mendasar. Pertama, mampukah sistem
pendidikan Islam di Indonesia menjadi center of excellence bagi pengembangan iptek yang tidak
bebas nilai yakni mengembangkan iptek sesuai ajaran Qur’an dan Sunnah, dan yang kedua,
mampukah sistem pendidikan Islam di Indonesia menjadi pusat pembaharuan pendidikan Islam yang
benar-benar mampu merespon tantangan zaman tanpa mengabaikan aspek dogmatis yang wajib
diikuti. Lihat, Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam: Strategi Budaya Menuju
Masyarakat Akademik, (Cet. 2; Jakarta: Logos Wacana Ilmu , 1999), h. 37-38.
3
Madrasah, berasal dari akar kata darasa belajar, yang berarti nama atau tempat proses
belajar mengajar ajaran Islam secara formal yang mempunyai kelas dengan sarana antara lain meja,
bangku, dan papan tulis dan kurikulum dalam bentuk klasikal, kata madrasah dalam bahasa Indonesia
semakna dengan sekolah. Apabila dilihat dari pengertian bahasa Arab di atas menunjukkan bahwa
tempat belajar tidak mesti di suatu tempat tertentu, tetapi bisa dilaksanakan di mana saja, di rumah,

surau, langgar, atau di masjid. Dalam perkembangan selanjutnya, kata madrasah secara tekhnis
mempunyai arti atau konotasi tertentu, yaitu suatu gedung atau bangunan tertentu lengkap dengan
segala sarana dan fasilitas yang menunjang proses belajar agama. Kata atau istilah Madrasah bisa
juga berarti aliran atau mazhab, yaitu sebutan bagi kelompok ahli yang mempunyai pandangan atau
faham yang sama dalam ilmu-ilmu ke Islaman, seperti bidang fiqh (hukum Islam).
4

h. 561.

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004),

3

Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah baru terjadi sekitar abad
ke-20. Meski demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak lepas dari dua
faktor, yaitu: Pertama; semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Islam pusat
(Timur Tengah) dan kedua; merupakan respon pendidikan terhadap kebijakan
pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan sekolah.
Berdirinya madrasah tidak terlepas dari adanya kekhawatiran terhadap sekolahsekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda yang tidak memasukkan pelajaran
agama. Para penulis sejarah pendidikan Islam di Indonesia agaknya sepakat dalam

menyebut beberapa madrasah pada periode pertumbuhan, khususnya di wilayah
Sumatera dan Jawa.5
Dalam perkembangannya, sistem pendidikan madrasah mengalami perubahan
tidak menggunakan sistem pendidikan yang sama dengan pendidikan Islam
pesantren. Karena madrasah mulai memasukkan pelajaran-pelajaran umum dan
metode yang digunakan tidak lagi dengan metode sorogan atau bandongan,
melainkan mengikuti sistem pendidikan modern dengan model klasikal. Dengan
demikian, madrasah merupakan sub sistem pendidikan pesantren, semisal yang
dilakukan di Tebu Ireng. Pembaharuan sistem tersebut menyebar ke beberapa
pesantren semisal di Kediri, Demak, Kudus, Cirebon dan Banten.6.
Selanjutnya, perkembangan pendidikan Islam terus mengalami peningkatan
dekade 60-an, madrasah sudah tersebar di berbagai daerah di hampir seluruh
propinsi Indonesia. Dilaporkan bahwa jumlah madrasah tingkat rendah pada masa
itu sudah mencapai 13.057. dengan jumlah ini, sedikitnya 1.927.777 telah terserap
untuk mengenyam pendidikan agama. Laporan yang sama juga menyebutkan jumlah
madrasah tingkat pertama (tsanawiyah) yang mencapai 776 buah dengan jumlah
murid 87.932. Adapun jumlah madrasah tingkat Aliyah diperkirakan mencapai 16
madrasah dengan jumlah murid 10.881. Dengan demikian, berdasarkan laporan ini,
jumlah madrasah secara keseluruhan sudah mencapai 13.849 dengan jumlah murid
sebanyak 2.017.590. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sudah sejak awal,

pendidikan madrasah memberikan sumbangan yang besar bagi kemajuan
pendidikan di Indonesia pada saat itu. 7
Meskipun pemerintah melalui Departemen Agama telah melakukan
perubahan dan perubahan kebijakan dalam berbagai segi untuk memajukan
madrasah, namun hal itu belum terlalu berhasil dibandingkan dengan sekolahsekolah umum yang dikelola oleh Departemen Pendidikan. Realitas ini dapat
dicermati hingga periode tahun 90-an masih mempunyai sense of interest yang
5

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 22.
6
Ibid., h. 22., Lihat juga Khoirul Umam, Madrasah dan Globalisasi. http://pendis.depag.
go.id/madrasah/ (diakses pada hari Minggu 6/1/2013).
7

Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan.
Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, (Cet. I; Bandung: Nuansa, 2003), h. 45.

4


tinggi untuk masuk ke sekolah-sekolah umum yang dinilainya mempunyai prestise
yang lebih baik daripada madrasah / sekolah Islam (Islamic School).8
Realita yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur ialah para peserta didik lebih
memilih untuk bersekolah pada sekolah-sekolah umum ketimbang ketimbang masuk
ke madrasah atau sekolah Islam seperti Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Malili.
Madrasah Aliyah Malili yang berdiri sejak tahun 2000 dan beralih status menjadi
Madrasah Aliyah Negeri Malili pada tahun 2009, memiliki permasalahan yakni
kurangnya minat para peserta didik untuk menempa ilmu di sekolah tersebut. Para
peserta didik di wilayah Kec. Malili lebih condong untuk masuk ke sekolah umum
atau sekolah kejuruan yang ada di wilayah tersebut. Banyak yang beralasan bahwa,
dengan masuk ke sekolah-sekolah umum, masa depan peserta didik akan lebih
terjamin dan ada anggapan dari sebagian masyarakat bahwa lulusan-lulusan
madrasah tidak mampu bersaing dengan lulusan- lulusan dari sekolah-sekolah
umum. Lulusan madrasah hanya mampu menjadi seorang guru agama atau ustdaz.
Sedangkan lulusan dari sekolah umum mampu masuk ke sekolah-sekolah umum
yang lebih dan mempunyai jaminan lapangan pekerjaan yang pasti.9
Madrasah Aliyah Negeri Malili Luwu Timur, yang selanjutnya disingkat
MAN Malili sebagai sekolah berbasis agama Islam, walaupun tergolong masih baru,
memiliki beberapa kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh sekolah umum,
kejuruan, dan sekolah agama sejenis di Kabupaten Luwu Timur10. Contohnya,

sekolah ini menggratiskan segala biaya penyelenggaraan sekolah baik berupa
pengadaan peralatan peserta didik (buku-buku, baju seragam dan olahraga hingga tas
sekolah), dan biaya pendidikan seperti sumbangan pembangunan (spp) dan uang
komite sekolah. Akan tetapi dari realita yang terlihat di lapangan, berdasarkan data
penerimaan peserta didik baru selama kurun waktu tiga tahun terakhir, sekolah ini
hanya mampu memperoleh maksimal sekitar 25 orang peserta didik pertahun.
Jumlah peserta didik yang diterima pada tahun 2012 ialah sebanyak 23 orang
sedangkan pada tahun 2011, Madrasah ini hanya mendapatkan peserta didik
sebanyak 15 orang. Jumlah keseluruhan peserta didik di MAN Malili Luwu Timur
sebanyak 165 orang, sekitar 60 % merupakan peserta didik pindahan dari sekolahsekolah lainnya yang ada disekitar wilayah tersebut, dengan berbagai macam alasan
kepindahan, salah satunya ialah sekolah sebelumnya tidak mampu lagi menangani

8

Ibid., h. 46.

9

Nurlinda, Kepala MAN Malili Luwu Timur, wawancara di Palopo tanggal 12 Januari 2013.
Kabupaten Luwu Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan,

Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu Utara yang disahkan dengan UU
Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25 Februari 2003. Malili adalah ibu kota dari Kabupaten Luwu
Timur yang terletak di ujung utara Teluk Bone. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km 2.
Kabupaten ini terdiri atas 11 Kecamatan yakni Kecamatan Malili, kecamatan Angkona, Tomoni,
Tomoni Timur, Kalena, Towuti, Nuha, Wasponda, Wotu, Burau dan Mangkutana. Lihat, http://
id.wikipedia.org /wiki/Kabupaten_Luwu_Timur.
10

5

masalah kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut. Selain itu sekitar 70
% siswa merupakan peserta didik yang orang tuanya berdomisili di luar Kec. Malili.
Faktor Penyebab Rendahnya Minat Masyarakat dalam Menyekolahkan Anaknya di
MAN Malili Luwu Timur
1.

Faktor Eksternal

Persepsi masyarakat tentang MAN Malili
MAN Malili11 merupakan lembaga pendidikan Islam yang bergerak dalam

pembinaan pendidikan secara struktural dan diselenggarakan secara terarah,
sistematis, dan komprehensif, kegiatan pendidikan disokong oleh materi pelajaran
(sumber belajar) yang memadai, tenaga pendidik yang kompeten, dan metode
pendidikan yang baik, serta sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini
dimaksudkan agar pesan-pesan ilmu dan keagamaan yang disampaikan dapat
diterima secara baik pula. Meskipun demikian, penyelenggaraan pendidikan yang
diselenggarakan di MAN Malili mendapat tanggapan dan reaksi baik positif dan
negatif dari masyarakat di sekitarnya. MAN Malili bagi sebagian masyarakat
khususnya para peserta didik dianggap sebagai momok yang menakutkan karena di
MAN Malili mayoritas peserta didiknya merupakan siswa bermasalah yang
dikeluarkan dari sekolah-sekolah lain di Kabupaten Luwu Timur. Masyarakat Malili
khususnya para orang tua peserta didik cenderung memiliki alasan-alasan dalam
menyekolahkan anaknya.
Namun secara garis besar, dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan tempat
tinggal merupakan salah satu faktor penentu dalam memilih sekolah. Kabupaten
Luwu Timur, khususnya Kota Malili yang didominasi oleh sektor industri yang
mana nampak dari menjamurnya perusahaan-perusahaan skala daerah, nasional
hingga internasional, membuat masyarakat tergiur dan membentuk pola konsumtif
dan materialistis bagi sebagian besar masyarakat di Kota Malili. Perjuangan yang
dilakukan oleh MAN Malili semenjak madrasah ini didirikan di awal tahun 2000

bukan perjuangan yang mudah. Banyak reaksi dan tanggapan-tanggapan serta
tantangan yang dihadapi oleh para pendiri sekolah ini. MAN Malili pada awalnya
11

Madrasah Aliyah Negeri Malili merupakan lembaga pendidikan Islam formal yang beralih
status menjadi negeri pada tahun 2009.11 Pada awalnya madrasah ini merupakan sekolah Islam swasta
yang didirikan oleh Mustamin Sitra pada tahun 2002. MAN Malili merupakan lembaga pendidikan
Islam yang berada di bawah naungan Kementrian Agama. Dalam usianya yang masih sangat muda
berkat semangat dan keinginan yang kuat MAN Malili saat ini sedang giat berbenah diri dalam
mengembangkan potensi dan kemampuan semua unsur yang ada demi tercapainya sebuah target
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa melalui metode pembelajaran KTSP. Keinginan yang kuat dari
lembaga MAN Malili adalah menghasilkan generasi yang memiliki IPTEK dan IMTAK sehingga
MAN Malili berusaha untuk membentuk pribadi-pribadi anak didik menjadi sosok yang tangguh,
percaya diri, memiliki keterampilan, dan setelah keluar dari MAN bisa bermanfaat dan berguna bagi
masyarakat di lingkungan mereka berada.

6

berdiri sebagai tanggapan atas kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan agama
Islam berstatus negeri di Kabupaten Luwu Timur. Dari hasil wawancara di atas,
dapat dilihat bahwa pembinaan agama dan pendidikan umum merupakan program
dan sasaran utama yang diselenggarakan di MAN Malili dengan tidak
mengesampingkan kondisi obyektif masyarakat Malili.
Lokasi, akses belajar dan latar belakang peserta didik
MAN Malili yang berlokasi di desa Puncak Indah, menempati lokasi strategis
di tengah kota Malili, letaknya yang berjarak 150 m dari jalan poros provinsi.
Namun sekolah ini masih kalah bersaing dari beberapa sekolah menengah lain di
sekitarnya. Masyarakat lebih cenderung memilih sekolah umum seperti SMA 1 dan
SMA 2 serta sekolah menengah kejuruan (SMK Negeri Malili) yang mereka anggap
lebih memberi jaminan di masa depan bagi anaknya. Umumnya para peserta didik
yang bersekolah di MAN Malili merupakan peserta didik yang berasal di luar
kecamatan Malili, seperti berasal dari kecamatan Nuha, Kecamatan Towuti,
Kecamatan Wasuponda, Kecamatan Wotu, hingga Kecamatan Burau. Para peserta
didik ini datang bersekolah di MAN Malili untuk melanjutkan jenjang sekolah
dikarenakan tidak adanya madrasah aliyah berstatus negeri di daerahnya masingmasing.
Umumnya peserta didik yang bersekolah di MAN Malili berasal dari luar
kota Malili dan memiliki latar belakang keluarga yang kurang mampu. Namun ada
juga peserta didik yang berasal dari keluarga mampu tetapi memiliki permasalahan
dari sekolah sebelumnya sehingga ia bersekolah di MAN Malili. Namun tidak semua
peserta didik yang pindah di MAN Malili akibat kenakalan, terdapat juga alasanalasan yang membuat peserta didik tersebut harus melakukan perbuatan melanggar
yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Banyak faktor-faktor yang melatarbelakangi
sehingga umumnya peserta didik yang bersekolah di MAN Malili lebih di dominasi
oleh peserta didik yang bermasalah ketimbang peserta didik yang pada awalnya
bersekolah dikarenakan keinginan murni untuk melanjutkan pendidikannya.
2.

Faktor Internal

SDM Pendidik
Sumber Daya Manusia khususnya tenaga profesional pendidik dan tenaga
kependidikan juga merupakan salah satu penunjang keberhasilan dan peningkatan
mutu kependidikan dalam sebuah lembaga pendidikan. Satuan pendidikan yang
memiliki tenaga yang terampil dan berkualifikasi pendidikan yang tinggi merupakan
salah satu daya tarik bernilai jual dalam menarik minat orang tua menyekolahkan
anaknya di sekolah tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan di MAN Malili, sekolah ini masih perlu
menambah kualitas dari pendidik terlebih lagi dari 22 tenaga pendidik yang ada di

7

MAN Malili, baru sekitar 50% yang telah mendapatkan sertifikasi pendidik.12 Selain
itu masih perlu peningkatan-peningkatan mutu pendidik melalui kegiatan workshop,
seminar pendidikan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang sejenis. Selain dari
penguatan internal, juga perlu adanya kerjasama dari pihak instansi terkait yakni
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur dan Kementerian Agama Luwu Timur. Hal ini
demi menunjang keberhasilan pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam sesuai
dengan visi dan misi pemerintah Kabupaten Luwu Timur di sektor pendidikan yakni
Wajib Belajar 12 Tahun. Upaya ini ditunjang dengan menggratiskan seluruh biaya
pendidikan baik pendidikan umum maupun pendidikan agama di seluruh Kabupaten
Luwu Timur.
Sarana & Prasarana Penunjang Kegiatan Pembelajaran
Sarana dan Prasarana merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan
pendidikan yakni keberhasilan proses belajar mengajar. Ketersediaan sarana dan
prasarana juga menjadi faktor pemikat para orang tua peserta didik dalam memilih
lembaga pendidikan atau sekolah. Sekolah yang memiliki fasilitas yang lengkap
tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi orang tua peserta didik dalam
menyekolahkan anaknya. Berdasarkan hasil pengamatan di MAN Malili, sekolah ini
masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam ketersediaan fasilitas sarana dan
prasarana.
Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang diselenggarakan di MAN Malili, mengacu kepada
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
yakni mencakup mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan
kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; serta jasmani, olahraga dan
kesehatan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sekolah ini telah mampu
menerapkan dalam bentuk mata pelajaran yang masing-masing diampu oleh guru
meskipun sebagian kecil tidak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dimilikinya.
Materi pembelajaran di MAN Malili memang lebih didominasi oleh mata
pelajaran agama ketimbang mata pelajaran umum, namun sebagai ciri khas sekolah
agama Islam hal ini justru menjadi nilai jual di masyarakat khususnya bagi
masyarakat Malili. MAN Malili sebagai sekolah yang berlabel agama bukan sebuah
kelemahan di mata masyarakat Malili melainkan diakibatkan masih kurangnya
kesadaran dan pemahaman masyarakat dalam menyekolahkan anaknya di sekolah
agama khususnya madrasah yang membuat MAN Malili terkesan kurang diterima di
masyarakat Malili.

12

Laporan Hasil Konteks MAN Malili, Tahun 2013-2014.

8

Upaya MAN Malili Luwu Timur dalam Menyelesaikan Masalah Rendahnya Minat
Masyarakat di Sekitarnya
Peningkatan Kompetensi & Kualifikasi Guru (SDM)
Peningkatan kompetensi dan kualifikasi guru menjadi salah satu tugas utama
yang kini diemban oleh MAN Malili dalam membenahi diri untuk mewujudkan visi
dan misi serta tujuan madrasah ini. Berbicara tentang peningkatan mutu dan
profesionalisme, Pendidik profesional disyaratkan untuk memiliki kompetensi dalam
bidang pendidikan yakni dalam tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi ini
meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional baik yang bersifat
pribadi, sosial maupun akademis.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan
dasar dan permulaan pengarahan yang menjadikan profesi guru sebagai jabatan
profesi13 sesuai Ketentuan Umum Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 1 (butir 1
dan 4) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik. Beberapa hal yang dilakukan oleh MAN Malili dalam meningkatkan
mutu tenaga pendidik dan kependidikannya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan yang
direncanakan secara komprehensif pada setiap akhir semester dengan mengacu
pada Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
b. Melakukan evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan meliputi
kesesuaian penugasan dengan keahlian, keseimbangan beban kerja, dan kinerja
pendidik dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas.
c. Melakukan evaluasi kinerja pendidik dengan memperhatikan pencapaian
prestasi dan perubahan-perubahan peserta didik.
Ketiga agenda di atas diwujudkan dengan mengikutsertakan para guru dan
staf pegawai dalam berbagai program peningkatan mutu, seperti penataran Guru
bidang studi, Lokakarya, pelatihan pengelolaan Laboratorium Bahasa atau MIPA,
Lomba Guru Teladan. Semua itu dilakukan untuk memacu diri dalam berkompetisi
dan berprestasi. Untuk membangun dan mengembangkan MAN kedepan, diperlukan
partisipasi dari berbagai pihak, baik dari Pemerintah maupun dari para pengusaha
selaku sponsor tetap, pelaku industri, para tokoh masyarakat, orang tua murid yang
memiliki kelebihan dana atau memberdayakan sumberdana yang ada di
sekolah/madrasah. Seperti pengadaan asrama guru dan siswa yang memadai, kantin
sekolah, koperasi sekolah, bengkel sekolah, ruang aula/ gedung serba guna yang
lengkap yang dapat dipersewakan untuk masyarakat umum.
Sumber dana sangat menentukan untuk pembiayaan, pengadaan sarana dan
prasarana belajar yang memadai. Untuk membantu kesejahteraan para guru dan staf
13

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Cet. VIII; Bandung:
Penerbit Citra Umbara, 2012), h. 2.

9

pegawai. Untuk mengadakan studi banding ke berbagai sekolah yang sudah maju dan
memiliki mutu pendidikan yang tinggi. Adanya sarana dan prasarana, fasilitas
belajar, seperti laboratorium yang lengkap, dan dengan guru dan staf pengelola yang
terjamin kesejahteraannya akan sangat membantu dalam mengakselerasikan
pencapaian tujuan pendidikan yang bermutu serta akan melahirkan siswa-siswi yang
berkualitas. Mereka tentu akan termotivasi dan terpacu oleh situasi dan kondisi
lingkungan sekolah/madrasah yang sangat menunjang. Semua itu akan dikelola
dalam manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada pemberdayaan semua
komponen sekolah. Dukungan semua komponen penunjang yang ada di atas akan
membawa MAN Malili berkiprah maju kedepan mengembangkan misinya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Pembenahan & Peningkatan Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Sarana dan prasarana dalam satuan pendidikan adalah syarat mutlak yang
harus dipenuhi, sesuai yang dinyatakan dalam PP.RI Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional pendidikan Bab VII pasal 42 disebutkan;
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang memiliki perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpus-takaan,
ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin,
instalasi daya dan jasa, tempat berolaraga, tempat beribadah, tempat bermain,
tempat berkreasi, dan ruang tempat lain yang diperlukan menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.14
Sarana dan prasarana yang terdapat pada MAN Malili yang peneliti langsung
amati meliputi; lahan sekitar 2 Ha. Yang di dalamnya terdapat halaman sekolah
sebagai tempat upacara yang sekaligus berfungsi sebagai lapangan olaraga seperti;
lapangan Voli, lapangan Basket, lapangan futsal, lapangan bulu tangkis yang
digunakan peserta didik MAN Malili dan juga guru-gurunya di luar jam belajar.
Meskipun demikian, MAN Malili masih perlu mengoptimalkan lahan yang
dimilikinya agar lebih berfungsi secara efektif dan efisien. Aspek sarana dan
prasarana pendidikan masih perlu mendapatkan perhatian baik dari segi pengadaan
sarana demikian pula rehabilitasi dan perbaikan yang memerlukan perhatian dari
pemerintah maupun masyarakat dalam menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai
dengan standar pendidikan.

14

RI., Direktur Jenderal Departemen Agama, Kumpulan Undang-Undang Dan Peraturan
Pemerintah RI Tentang Pendidikan ( Jakarta; Dirjend Depag, 2007),h. 163-164

10

Sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki MAN Malili dapat menjadi
salah satu faktor yang mendorong keberhasilan pembinaan yang dilaksanakan.
Ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang didukung dengan
fasilitas literatur, media, dan alat pembelajaran yang cukup akan memberikan andil
dalam menentukan keberhasilan pembinaan yang diharapkan.
Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Rendahnya Minat Masyarakat dalam
Menyekolahkan Anaknya di MAN Malili Luwu Timur
Sosialisasi Langsung ke Sekolah-Sekolah
Langkah yang ditempuh oleh MAN Malili dalam mempromosikan
sekolahnya berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan adalah melalui
sosialisasi langsung ke sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Luwu Timur.
Sosialisasi ini dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu khususnya
menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) hingga Penerimaan Siswa Baru (PSB).
Meskipun bentuk penggalangan dan sosialisasi masih bersifat sederhana, namun
kegiatan ini dianggap oleh MAN Malili cukup memberi dampak positif dalam
menambah jumlah peserta didiknya. Hal ini terbukti dari jumlah peserta didik yang
terdaftar melalui jalur Penerimaan Siswa Baru T.A. 2013-2014 berhasil
mendapatkan 50 orang peserta didik baru.
Promosi tidak langsung melalui Media dan Alat Peraga
Salah satu bentuk promosi lain yang dilakukan di MAN Malili adalah melalui
media peraga berupa pamflet, brosur, serta spanduk dan baligho. Media ini walaupun
dianggap masih baru penggunaannya oleh MAN Malili, namun juga dirasakan cukup
efektif dalam menarik minat peserta didik. MAN Malili tidak serta merta hanya
menunggu peserta didik untuk datang mendaftar bersekolah di madrasah ini.
Meskipun segenap elemen sekolah bekerja keras dalam menambah kuantitas peserta
didik, namun usaha-usaha yang mereka lakukan berdasarkan hasil pengamatan,
belum begitu maksimal dan masih kurang menerapkan strategi pemasaran. Hal ini
dapat terlihat dari biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pihak sekolah dalam
melakukan kegiatan dan hanya mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. MAN
Malili sebagai salah satu ujung tombak baru dalam menyiarkan Islam di wilayah
Kabupaten Luwu Timur, masih memerlukan berbagai saran dan masukan-masukan
serta dukungan dari berbagai elemen masyarakat khususnya mereka yang berada di
wilayah Kabupaten Luwu Timur.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan baik yang bersumber dari hasil
penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan yang dilaksanakan dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

11

1.

Terdapat dua faktor penyebab rendahnya minat masyarakat dalam
menyekolahkan anaknya di MAN Malili yakni:
a. Faktor Eksternal
MAN Malili dalam pandangan masyarakat Malili dianggap sebagai sekolah yang
dipenuhi oleh peserta didik bermasalah sehingga bagi sebagian masyarakat
khususnya para peserta didik dianggap sebagai momok yang menakutkan karena di
MAN Malili mayoritas peserta didiknya merupakan siswa bermasalah yang
dikeluarkan dari sekolah-sekolah lain di Kabupaten Luwu Timur.
b. Faktor Internal
Lokasi MAN Malili yang strategis di satu sisi merupakan keuntungan
disebabkan akses menuju sekolah ini tergolong lancar, namun di sisi lain, sekolah ini
harus berhadapan dan berjuang menarik minat masyarakat sekitarnya untuk
bersekolah di MAN Malili. Persaingan memperebutkan peserta didik dari tiap-tiap
sekolah lain menjadi tidak sehat karena sumber daya manusia dan sarana prasarana
yang dimiliki oleh MAN Malili masih kurang memadai dalam menghadapi sekolah
lain yang ditopang dengan sarana dan prasarana yang telah mapan.
2. Upaya MAN Malili dalam menyelesaikan masalah rendahnya minat
masyarakat dalam menyekolahkan anaknya di MAN Malili dengan
melakukan beberapa pembenahan yaitu:
a. Peningkatan Kompetensi & Kualifikasi Guru (SDM) yang diwujudkan dengan
mengikutsertakan para guru dan staf pegawai dalam berbagai program
peningkatan mutu, seperti penataran Guru bidang studi, Lokakarya, pelatihan
pengelolaan Laboratorium Bahasa atau MIPA, Lomba Guru Teladan. Semua itu
dilakukan untuk memacu diri dalam berkompetisi dan berprestasi.
b. Pembenahan dan peningkatan sarana dan prasarana pembelajaran baik dari segi
pengadaan sarana dan rehabilitasi serta perbaikan yang memerlukan perhatian
dari pemerintah maupun masyarakat dalam menyiapkan sarana dan prasarana
yang sesuai dengan standar pendidikan.
3. Langkah-langkah yang ditempuh oleh MAN Malili dalam menyelesaikan
masalah rendahnya minat masyarakat dalam menyekolahkan anaknya di
MAN Malili dengan melakukan beberapa pembenahan yaitu:
a. Melakukan sosialisasi langsung ke sekolah-sekolah yang berada di bawah
naungan Kementerian Agama di Kabupaten Luwu Timur. Sosialisasi ini
dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu khususnya menjelang
Ujian Akhir Nasional (UAN) hingga Penerimaan Siswa Baru (PSB). Selain dari
sosialisasi ke sekolah-sekolah MAN Malili juga melakukan sosialisasi melalui
event-event kegiatan pendidikan di Kabupaten Luwu Timur.
b. Promosi tidak langsung melalui media dan alat peraga berupa pamflet, brosur,
serta spanduk dan baligho.

12

DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Arief. Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia,
Jurnal El-Tharbawi, no.1, Vol. I, 2008.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Husain al-Munawar, Said Agil. Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Sistem
Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press, 2005.
HAR. Gibb. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden: EJ. Brill, 1961.
http://www.luwutimurkab.go.id/lutim2/index.php?option=com_jcalpro&Itemid=176
&extmode=day (diakses tanggal 25 Januari 2013).
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 489/U/1992. Umam, Khoirul.
Madrasah dan Globalisasi. http://pendis.depag. go.id/madrasah/ (diakses
pada hari Minggu 6/1/2013).
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam: Strategi Budaya Menuju
Masyarakat Akademik, Cet. 2; Jakarta: Logos Wacana Ilmu , 1999.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung. Nuansa 2003
________, dan Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya,
1993
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Cet. I: Jakarta: Gaung
Persada, 2009.
Nasution, S. Metode ResearchPenelitian Ilmiah, Cet. VIII; Jakarta: Bumi Aksara,
2006.
_________, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1996.
Nata, Abuddin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 2003.
Pirol, Abdul. Merespons Tantangan Zaman, dari Lokalitas hingga Globalitas.
Palopo: LPS STAIN Palopo Press, 2008.
Putra Daulay, Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.
_________, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia .
Jakarta: Kencana, 2004.
Redaksi, Dewan. (Ensiklopedi Islam (3), (Cet. IV; Jakarta; PT.Ikhtiar Baru, 1997
RI., Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit J-Art,
2004.

13

, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam, 2006
Saridjo, Marwan. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan Publik
Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Penamadani, 2010.
Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial Agama, Cet. I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001.
Suwito dan Fauzan (ed.). Perkembangan Pendidikan Islam di Nusantara: Studi
Perkembangan Sejarah dari Abad 13 Hingga Abad 20 M. Bandung: Angkasa,
2004.
Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
1991.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Cet. XI; Bandung:
Alfabeta, 2010.
J. Suprianto, Metode Riset Aplikasi dalam Pemasaran, Edisi 6, Jakarta: Fakultas
Ekonomi, 1997.
Ulwan, Abdullah Nashih. Tarbiyah al- Aulad fi al-Islam, Beirut: Dar al-Islam, 1981.
Usman, Husaini. dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Cet. III;
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1995.
Yusuf, Charul Fu’ad. dkk., (Pengantar) Revitalisasi Madrasah “Pengembangan Ilmu
dan Teknologi pada Madrasah di Indonesia” oleh Ki Supriyoko, (Cet. I:
Jakarta; Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2006.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung,
1996.