Pelaksanaan Perizinan Lingkungan Spbu (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) Nomor 54.633.18 Di Kabupaten Magetan

PELAKSANAAN PERIZINAN LINGKUNGAN SPBU (STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM) NOMOR 54.633.18 DI KABUPATEN MAGETAN

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh Arisendy Yulli Isnandini NIM.E0008296 FALKUTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

ABSTRAK

ARISENDY YULLI ISNANDINI, E0008296. 2012. PELAKSANAAN PERIZINAN LINGKUNGAN SPBU (STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM) NOMOR 54.633.18 DI KABUPATEN MAGETAN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), dan Apa faktor - faktor yang menghambat pelaksanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Magetan.

Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi penelitian di SPBU Nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan karena permasalah yang dibahas menyakut hal pelaksaan perizinan lingkungan yang ada di Kabupaten Magetan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data primer bersumber dari pemilik SPBU, dan badan lingkungan hidup. Data sekunder bersumber dari data sekunder di bidang hukum. Untuk jenis data primer, pengumpulan data dilakukan dengan cara wawacara (interview). Pengumpulan data sekunder bersumber dari literatur-literatur lain yang menunjang penelitian ini yang diperoleh dari studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan studi kepustakaan dengan teknik analisa data kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan, kesatu pelaku usaha dalam mendirikan usahanya wajib memiliki izin lingkungan sesuai dengan jenis besar/skala usaha yang akan didirikan dalam hal ini maka SPBU termasuk dalam usaha yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL. Kedua, terjadinya hambatan perizinan di kabupaten Magetan di kerenakan adanya para pihak yang tidak lagi memperdulikan tingkat kerugian secara immaterial, pemohon yang sebagian besar adalah pengusaha, yang hanya ingin selesai tanpa mengikuti proses yang berlaku dan tidak memahami apa kegunaan dari dibentuknya suatu peraturan. Kata Kunci : perizinan lingkungan, SPBU, AMDAL

ABSTRACT

ARISENDY YULLI ISNANDINI, E0008296. 2002. IMPLEMENTATION OF ENVIRONMENTAL PERMIT OF SPBU (GAS STATION) NUMBER 54.633.18 IN MAGETAN. Law Faculty, Sebelas Maret University.

This study aims to determine how the implementation of environmental permitting of SPBU (gas stations), and determine the factors that hinder the implementation of environmental permitting of SPBU (gas stations) in Magetan.

This research is a empirical research with descriptive nature. This study took place at the Gas Station No. 54.633.18 in Magetan because the problems discussed about implementation of environmental permits in Magetan. The data used in this study is primary and secondary data, primary data sourced from the owners of gas stations, and the Environment Agency. Secondary data was sourced from secondary data in the law field. For primary data types, data collection is done by an interview. The collection of secondary data derived from the literature that support this research was obtained from the literature study. Data collection techniques used was interviews and literature study with qualitative data analysis techniques.

Based on the research findings and discussion can be concluded, first, entrepreneurs in setting up their business must have an environmental permit in accordance with the type of large/ scale of business to be established in this case the gas stations that are not included in the bussiness that required to compile the EIA (AMDAL). Second, the licensing barriers in Magetan caused by the parties are no longer concerned with the rate of loss is immaterial, applicants who are mostly businessmen, who just want to finish without following due process and did not understand what purpose the establishment of a rule. Keywords: environmental permitting, gas stations, EIA/AMDAL

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Engkau. Dengan mengharap penuh keridhoan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul :

” PELAKSANAAN PERIZINAN LINGKUNGAN SPBU (STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM) NOMOR 54.633.18 DI KABUPATEN MAGETAN”.

Penulisan hukum ini disusun dan diajukan guna melengkapi syarat-syarat guna memperoleh derajat sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ada beberapa permasalahan dan hambatan baik secara langsung maupun tidak langsung yang penulis alami dalam menyusun penulisan hukum ini, namun akhirnya selesai juga berkat bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak baik materiil maupun non-materiil. Oleh karena itu dengan ketulusan hati dan ketulusan yang mendalam, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta;

2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. Selaku Ketua Bagian Hukum Adminitrasi Negara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu serta pikirannya, untuk memberikan ilmu, bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini;

3. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H. Selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberi izin

dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan jerih payah dan penuh keihklasan mendidik dan menuangkan ilmu sehingga mampu menjadi bekal untuk lebih memperdalam penguasaan ilmu hukum saat ini dan nantinya;

5. Bapak Andika Fajar S. Selaku pemilik SPBU Nomor 54.633.18 yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SPBU nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan;

6. Keluarga besar penulis, Kedua orang tua tercinta, Alm. Gimun dan Yulli Astuti, yang telah memberikan segalanya dalam kehidupan Penulis, Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa

(SPBU) ………………………………………………...

a. Pengertian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

(SPBU) ………………………………………….......

b. Syarat Pertamina Way .. ……………………………

c. sertifikasi PASTI PAS ……………………………...

3. Tinjauan tentang Perizinan..........................................

a. Pengertian Perizinan ……………………................

b. Unsur dalam Perizinan ……………………………..

4. Tinjauan tentang Lingkungan Hidup …………………..

a. Pengertian lingkungan hidup ………………………

b. Pengertian dari unsur pembentuk lingkungan …….

B. Kerangka Pemikiran ………………………………............. 24

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………… 27

A. Hasil Penelitian ..................................................................... 27

B. Pembahasan ..........................................................................

1. Pelaksanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan …………………………………….

2. Faktor - faktor yang menghambat pelaksanaan

perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan …................................................................

BAB IV PENUTUP……………………………………………………… 55

A. Simpulan …….....………………………………………...... 55

B. Saran ……………………………………………….............. 56

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Model Analisis Interaktif …..…………………………………. 9 Bagan 2. Kerangka Berfikir ……………………………………………… 24

Bagan 3. Prosedur Penyusunan AMDAL dan UKL UPL ……………….. 46

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rencana Kegiatan pelaksanaan studi kelayakan ………………… 32

Tabel 2. Peralatan yang diperlukan untuk Pembangunan (Konstruksi)…… 33

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 9 Tahun 2011

Lampiran 2. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 55 tahun 2012

Lampiran 3. Keputusan Bupati Magetan Nomor 541/218/403.202/2009 Lampiran 4. Permohonan Ijin Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya aktivitas perekonomian di Kabupaten Magetan, dibutuhkan sarana transportasi untuk menunjang kegiatan tersebut. Transportasi yang umum digunakan adalah kendaraan bermotor baik milik pribadi maupun kendaraan umum. Satu kenyataan bahwa kendaraan bermotor telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Tidak saja untuk sarana pergi ke kantor bagi pegawai, tetapi juga untuk ke tempat kerja lainya seperti ke lahan pertanian, pasar, dan lain sebagainya. Bertambah banyaknya kendaraan bermotor tersebut jelas membawa efek peningkatan pada kebutuhan bahan bakar. Untuk itu dipandang perlu dibangunnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) baru dengan lokasi yang mudah terjangkau.

Melalui pembangunan SPBU ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mendapaatkan bahan bakar minyak. Latar belakang pendirian SPBU ini adalah membantu penyediaan bahan bakar seperti solar, premium, pertamax maupun olie. Sehingga kebutuhan masyarakat akan bahan bakar yang terus meningkat dari hari ke hari dapat tercukupi.

Meski demikian untuk pembangunan ini harus benar-benar memperhatikaan masalah lingkungan dan karenanya didalam membangun harus dilengkapi dengan studi lingkungan dan menyediakan fasilitas yang mempunyai konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan ini diharapkan kualitas lingkungan disekitarnya tidak akan terganggu. Hal ini menjadi penting karena masalah lingkungan sekarang ini menjadi masalah utama, pencemaran lingkungan sudah sulit dikendalikan dan untuk mengatasi masalah itu sejak sekarang sudah ada upaya pencegahan dampak negatifnya.

Dalam pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) harus memenuhi beberapa kriteria yang sudah diatur dalam undang-undang dan berwujud peraturan yang memaksa dan harus dipenuhi akan tetapi tidak merugikan berbagai pihak, tentunya disini adalah pengusaha selaku pelaku ekonomi Nasional. Neil Gunningham mendefinisikan peraturan menurut pengertiannya (Neil Gunningham, 2009:181) :

”Regulation is a rather broader category and includes much more flexible, imaginative and innovative forms of social control which seek to harness not just governments but also markets (as with economic instruments), business and third parties” Yang artinya adalah : “Peraturan adalah suatu kategori yang luas dan juga lebih fleksibel, imajinatif dan inovatif, dalam bentuk kontrol sosial yang berusaha untuk memanfaatkan tidak hanya pemerintah tetapi juga pasar (seperti dengan ekonomi instrumen), bisnis dan pihak ketiga.” Berdasarkan peraturan perundang-undangan kelayakan, kelayakan lingkungan

dikaji melalui proses Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dengan demikian jika diprediksi tidak akan menimbulkan dampak signifikan, kelayakan lingkungan dapat dikaji lebih sederhana dan dituangkan dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Untuk penyusunan dokumen mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan salah satu kegiatan industri minyak dan gas yang rawan kebakaran, kecelakaan dan pencemaran lingkungan, jika sistem pengelolaannya serta pemantauannya tidak tepat, apabila dalam kegiatan operasinya tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan PERTAMINA. Dengan demikian SPBU harus melakukan tindakan pencegahan, penanggulangan dan pengendalian dampak negatif kegiatan kontruksi maupun operasionalnya. Sejalan dengan perundang-undangan tentang lingkungan yaitu Lingkungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja setiap SPBU harus memberikan prioritas aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan hidup dalam operasionalnya, untuk itu SPBU diwajibkan untuk :

1) Menerapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

2) Mematuhi peraturan dan ketentuan lingkungan yang berlaku.

3) Menggalakkan kegiatan perlindungan lingkungan dalam rangka memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif akibat adanya rencana kegiatan dan / atau usaha.

4) Menciptakan kondisi kerja yang aman, bebas dari kecelakaan, bahaya kebakaran dan penyakit akibat kerja.

5) Menggalang kemampuan dalam menanggulangi kejadian pencemaran, kecelakaan kerja atau keadaan darurat yang terjadi.

6) Mendidik dan melatih karyawan serta kontraktor tentang aspek LK3.

7) Menciptakan dan memelihara hubungan yang harmonis dengan masyarakat disekitar usaha, serta bersikap tanggap apabila timbul masalah yang berkaitan dengan dampak kegiatan usaha.

Sumber : Dokumen UKL - UPL SPBU Nomor 54.633.18 Dengan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusun menjadi sebuah skripsi dengan judul “PELAKSANAAN

PERIZINAN LINGKUNGAN SPBU (STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM) NOMOR 54.633.18 DI KABUPATEN MAGETAN”

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu pedoman untuk menganalisis persoalan yang diteliti, serta untuk mempermudah pembatasan permasalahan sehingga sasaran yang hendak dicapai lebih jelas dan terarah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan?

2. Apakah faktor - faktor yang menghambat pelaksanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 54.633.18 di Kabupaten Magetan?

C. Tujuan penelitian

Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai sebagai pemecahan atas berbagai masalah yang diteliti (tujuan obyektif) dan untuk memenuhi kebutuhan perorangan (tujuan subyektif). Tujuan penelitian ini diperlukan karena berkaitan erat dengan rumusan masalah untuk memberikan arah yang tepat dalam penelitian, sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki.

1. Tujuan obyektif

a) Untuk mengetahui perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Magetan.

b) Untuk mengetahui faktor – faktor yang menghambat pelakasanaan perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Magetan.

2. Tujuan subyektif

a) Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dibidang Hukum administrasi Negara, khususnya dalam pelaksanaan perizinan lingkungan.

b) Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a) Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Diharapkan dapat menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat dijadikan acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

c) Memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti.

2. Manfaat Praktis

a) Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b) Untuk lebih mengembangkan penalaran, dengan membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

c) Sebagai bahan yang diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam masalah yang diteliti.

d) Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian dalam ini.

E. Metode Penelitian

Agar suatu penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2008: 7).

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian Mengacu pada rumusan masalah dan tinjauan dari penelitian hukum, dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penulisan hukum empiris. Penulisan hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi.

2. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atas gejala-gejala lain. Maksud dari penelitian deskriptif ialah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat 2. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atas gejala-gejala lain. Maksud dari penelitian deskriptif ialah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat

3. Pendekatan penelitian Sehubungan dengan tipe penulisan yang digunakan yakni penulisan empiris maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain – lain, yang dilakukan secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk bahasa atau kata – kata.

4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah suatu tempat di mana penelitian dilaksanakan guna memperoleh keterangan-keterangan, informasi, dan data yang diperlukan dalam penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti. Penulis mengambil lokasi penelitian di SPBU Ds. Taman Arum Kecamatan Parang berada di jalan Parang – Lembeyan, Kabupaten Magetan.

5. Sumber Data Penelitian Sumber-sumber penelitian hukum ini terdiri dari:

a. Data primer Data primer adalah data yang langsung segera diperoleh dari sumber data untuk tujuan penelitian yang diperoleh dan mendapat hasil yang sebenarnya pada objek yang akan diteliti, dalam hal ini data yang diperoleh langsung dari survei studi lapangan terhadap perizinan lingkungan. Sumber data primer disini penulis melakukan wawancara langsung dengan pelaku usaha dan Pegawai Kantor Peizinan di Kabupaten Magetan.

b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan seperti peraturan perundang – undangan, literature, dokumen, buku ilmiah dan hasil penelitian terdahulu. Data sekunder dibagi tiga, yaitu :

1) Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang – undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 (UUPLH) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Lingkungan hidup

Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/ Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

2) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung data sekunder dari bahan hukum primer terdiri dari buku – buku, hasil penelitian hukum, artikel koran, dan bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yakni Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan sebagainya.

6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan yaitu dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a) Wawancara Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada sumber data primer mengenai masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan kepada pemilik SPBU Nomor 54.633.18 Di Kabupetan Magetan dan petugas Kantor Perizinan Terpadu sebagai subjek yang dipilih sebagai responden, dilakukan secara mendalam dan terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan agar diperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

b) Studi Kepustakaan Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder. Berbagai dokumen yang menjadi sumber data sekunder dikaji substansinya secara cermat dan mendalam, guna memperoleh data yang relevan dan dibutuhkan dalam penelitian. Data-data tersebut seperti halnya dokumen-dokumen, arsip-arsip, Undang-Undang, buku, literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

7. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul secara lengkap, maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Di tahap ini penulis harus melakukan penilaian data-data yang telah diperoleh dengan metode kualitatif. Penganalisisan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan kontruksi (Soerjono Soekanto, 2006 : 250-251) .

Dalam tahap analisis data ada tiga komponen pokok yang harus disadari oleh setiap peneliti. Menurut Miles dan Huberman sebagaimana dikutip H.B. Sutopo tiga komponen pokok tersebut adalah “reduksi data , sajian data, dan penarikan kesimpulan ” (H.B. Sutopo, 2006 : 113) . Ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Reduksi data Suatu bentuk analisis yang mempertegas, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b) Sajian data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis berdasarkan penelitian tersebut.

c) Penarikan kesimpulan Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Penarikan kesimpulan ini dilakukan sendiri oleh si penulis guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Model analisis interaktif (interactive model) dapat digambarkan sebagai berikut :

(H.B. Sutopo. 2006 : 120) Bagan 1 : Model Analisis Interaktif

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I

PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II

LANDASAN TEORI Bab ini berisi kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang akan diteliti meliputi tinjauan tentang Badan Usaha Milik Negara, tinjauan tentang Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, tinjauan tentang perizinan

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Kesimpulan/verivikasi

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, penulis mencoba menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, yaitu mengenai perizinan lingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) serta faktor – faktor yang menghambat pelakasanaan perizinan lingkungan di Kabupaten Magetan.

BAB IV

PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan hukum ini. Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang dapat disampaikan atas penulisan hukum ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berikut di bawah ini adalah penjelasan dari bentuk BUMN, yaitu persero dan perum beserta pengertian arti definisi :

a. Perum / Perusahaan Umum

Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.

Organ Perum yaitu dewan pengawas, menteri dan direksi. Contoh perum / perusahaan umum yakni : Perum Peruri / PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum Pegadaian, dll.

b. Persero Persero adalah BUMN yang bentuk usahanya adalah perseoran terbatas atau PT. Bentuk persero semacam itu tentu saja tidak jauh berbeda sifatnya dengan perseroan terbatas / PT swasta yakni sama-sama mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya / sebesar-besarnya.

Saham kepemilikan Persero sebagaian besar atau setara 51% harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero diharapakan dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero dituntut untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak keuntungan.

Organ Persero yaitu direksi, komisaris dan rups / rapat umum pemegang saham. Contoh persero yaitu : PT Pertamina, PT Jasamarga, Bank BNI, PT Asuransi Jiwasraya, PT PLN, dan lain sebagainya.

Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN (Purwoko, 2002:1).

Dalam konteks penulisan ini, yang dimaksud BUMN adalah PT. Pertamina selaku pihak yang berhubungan dengan pembangunan SPBU. PT Pertamina bekerjasama dengan pihak swasta guna membantu pemerintah dengan menyediakan bahan bakar seperti solar, premium, pertamax maupun olie. Sehingga kebutuhan masyarakat akan bahan bakar akan selalu tercukupi. Pihak swasta dalam hal ini adalah mitra bisnis yang telah diseleksi terlebih dulu oleh lembaga independen.

2. Tinjauan tentang Stasiun Pengisian Bakan Bakar Umum (SPBU)

Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) adalah tempat di mana kendaraan bermotor bisa memperoleh bahan bakar. Di Indonesia, Stasiun Pengisian Bahan Bakar dikenal dengan nama (SPBU) singkatan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Namun, masyarakat juga memiliki sebutan lagi bagi (SPBU). Misalnya di kebanyakan daerah, (SPBU) disebut Pom Bensin yang adalah singkatan dari Pompa Bensin. ( http://id.wikipedia.org/wiki/SPBU Di akses pada tanggal 15 April 2012)

SPBU PERTAMINA PASTI PAS menurut pasal 1 angka 17 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh pihak kedua (pengusaha SPBU) berdasarkan rancangan, desain, dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh pihak pertama (PERTAMINA) yang digunakan SPBU PERTAMINA PASTI PAS menurut pasal 1 angka 17 Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU adalah sebidang tanah dan fasilitas SPBU yang dimiliki atau dikuasai secara sah oleh pihak kedua (pengusaha SPBU) berdasarkan rancangan, desain, dan spesifikasi teknis yang telah disetujui oleh pihak pertama (PERTAMINA) yang digunakan

Program Pertamina Way merupakan standar baru yang diterapkan untuk seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU Pertamina) di seluruh Indonesia, dengan menempatkan konsumen sebagai stakeholder yang utama. Berbagai aspek juga ditingkatkan baik dari segi pelayanan, jaminan kualitas dan kuantitas termasuk kenyamanan di lingkungan SPBU. Penjabaran Pertamina Way adalah STAF (pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi), kualitas dan kuantitas, peralatan dan fasilitas, format fisik, dan produk dan pelayanan. Tiap SPBU yang telah menerapkan program tersebut berhak atas sertifikasi Pasti Pas.

Pengusaha yang berminat untuk menjalin kerjasama dengan PERTAMINA dengan mendirikan SPBU, sekaligus mengikuti program ”Pertamina Way” harus memenuhi persyaratan awal sebagai berikut:

a. Warga negara Indonesia

b. Memiliki modal berupa :

1) Penguasaan atau kepemilikan lahan untuk lokasi SPBU ( bukti-bukti kepemilikan atau penguasaan atas lahan yang ditunjukkan melalui Sertifikat Tanah, Surat Kontrak, dan dokumen pendukung lainnya ), dan

2) Modal investasi SPBU dan pembangunannya (dengan menyertakan bukti-bukti ketersediaan modal investasi dan operasional berupa fotocopy sertifikat deposito (dilegalisir),

giro, ataupun

fotocopy dokumen

pendukung lainnya)

3) Bersedia mengikat perjanjian dengan PERTAMINA

4) Bersedia mengelola dan mengendalikan SPBU sesuai

standar PERTAMINA.

Prosedur yang harus dilalui untuk permohonan pendirian SPBU yang telah disetujui ( approved ) adalah :

a. Pengusaha dapat menghubungi Region setempat dengan menunjukkan surat persetujuan yang diterima, yang selanjutnya oleh region setempat akan diterbitkan Surat untuk melengkapi berkas yang terdiri atas :

1) IMB

2) Surat izin timbun

3) SIUP, SITU

4) NPWP

5) UKL/UPL

6) Surat pernyataan tidak berkeberatan dari tetangga dan

lingkungan sekitar

7) Layout, gambar perspektif dan bestek sesuai dengan standar PT PERTAMINA (PERSERO)

b. Menyampaikan Kelengkapan Berkas kepada Region setempat, yang selanjutnya diterbitkan surat izin membangun SPBU baru.

c. Pelaksanaan pembangunan SPBU sesuai dengan ketentuan

PERTAMINA.

d. Pelaksanaan bisnis SPBU harus melalui prosedur audit sebagaimana telah ditentukan PERTAMINA. Persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi PASTI PAS adalah SPBU harus lolos audit kepatuhan standard pelayanan yang ditetapkan oleh PERTAMINA. Audit ini mencakup :

a. Standard pelayanan

b. Jaminan kualitas dan kuantitas

c. Kondisi peralatan dan fasilitas

d. Keselarasan format fasilitas

e. Penawaran produk dan pelayanan tambahan berhak mendapatkan sertifikasi (http://pastipas.pertamina.com diakses tanggal 15april 2012).

Seluruh proses sertifikasi dilakukan secara independen oleh institusi auditor independen internasional yang memiliki pengalaman Internasional untuk melakukan audit pelayanan SPBU. Setelah mendapatkan sertifikat pasti pas, SPBU akan tetap diaudit secara rutin. apabila tidak lolos audit, SPBU dapat kehilangan predikatnya sebagai SPBU pertamina pasti pas. kerjasama antara pertamina dengan pengusaha SPBU pertamina pasti pas diatur dalam suatu perjanjian yang dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama pengusahaan SPBU, dengan jangka waktu perjanjian yaitu selama dua puluh tahun. selain itu, pertamina juga menetapkan standar tertentu, yaitu ”standar pelayanan” yang harus dipatuhi oleh seluruh SPBU yang telah bersertifikasi pasti pas. selama masa perjanjian berjalan, SPBU pertamina pasti pas wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pertamina.

Pada Surat Perjanjian Kerjasama Pengusahaan SPBU diterangkan secara jelas bahwa dalam hal ini pihak – pihak yang mengikatkan diri diperjanjian tersebut adalah Pertamina atau dalam hal perjanjian ini menjadi Pihak Pertama, merupakan suatu perusahaan yang memproduksi atau menyediakan dan menjual Bahan Bakar Minyak(BBM), Bahan Bakar Khusus(BBK), serta Produk lain melalui SPBU dan sarana lainnya, sedangkan kedudukan pengusaha atau Pihak Kedua bermaksud menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain milik Pihak Pertama dan telah membangun dan memiliki SPBU beserta seluruh fasilitas dan perlengkapannya sesuai dengan ketentuan dan syarat yang ditetapkan oleh Pihak Pertamina. Maka bentuk kerjasama antara para pihak yaitu menyalurkan dan memasarkan BBM dan/atau BBK serta Produk Lain yang disediakan dan dijual oleh Piha Pertamina, melalui SPBU milik pihak Kedua. Adapun cara atau prosedurnya secara administrasi pendirian dan pengoperasian SPBU tersebut ditetapkan oleh pihak Pertamina.

Karakteristik dalam surat perjanjian kerjasama tersebut akan coba dijabarkan dengan membandingkan jenis – jenis perjanjian yang banyak digunakan dalam suatu perjanjian, antara lain : “perjanjian atau persetujuan adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain,atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, yang menimbulkan hubungan hukum yang dinamakan perikatan antara dua orang yang membuatnya dan bentuknya berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis” (R.Subekti,1996:1)

3. Tinjauan tentang Perizinan Definisi secara umum Izin adalah persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari larangan umum tersebut.

N. M. Spelt dan J. B. J. M ten Berge (dalam Ridwan HR, 2006:208) membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit yaitu sebagai berikut : ”Dalam artian luas, Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga”.

Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang- undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.

Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan- keadaan yang buruk. Tujuannya aialah mengatur tindakan-tindakan yang Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan- keadaan yang buruk. Tujuannya aialah mengatur tindakan-tindakan yang

Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu” (Ridwan HR, 2006 : 206).

Izin adalah sebagai perbuatan hukum bersegi satu yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal izin tidak mungkin diadakan perjanjian, karena tidak mungkin diadakan suatu persesuaian kehendak.

Unsur – unsur dalam perizinan sebagai berikut :

a. Instrumen Yuridis

Dalam negara hukum modern tugas dan kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Dalam mengupayakan tugas ini kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk ketetapan. Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis – jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Dengan demikian izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret.

b. Peraturan Perundang - undangan

Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. Menurut Marcus Lukman (dalam Ridwan HR, 2006:213) kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan

atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya :

1) Kondisi yang memungkinkan apakah suatu izin dapat diberikan kepada pemohon,

2) Bagaimana mempertimbangkan kondisi tersebut,

3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

4) Prosedur yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.

c. Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemrintahan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Dalam hal tertentu pemerintah mengeluarkan deregulasi, yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dianggap berlebihan. Deregulasi pada dasarnya mempunyai makna untuk mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutana di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemrintahan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Dalam hal tertentu pemerintah mengeluarkan deregulasi, yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dianggap berlebihan. Deregulasi pada dasarnya mempunyai makna untuk mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutana di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna

1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri.

2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial.

3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar peizinan.

4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas – asas umum pemerintahan yang layak.

d. Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat izinpun memiliki berbagai keragaman izin yang jenisnya beragam dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur programisai instansi yang menerbitkannya.

e. Prosedur Dan Persyaratan

Permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah dan juga harus memenuhi persyaratan - persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Menurut Soehino, syarat - syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat Permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah dan juga harus memenuhi persyaratan - persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Menurut Soehino, syarat - syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat

1) Mengarahkan aktifitas tertentu (Sturen).

2) Mencegah bahaya bagi lingkungan.

3) Keinginan melindungi objek tertentu.

4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit.

5) Mengarahkan dengan meyeleksi orang-orang dan aktivitas-

aktivitas.

Secara umum bentuk dan isi izin memuat hal-hal sebagai berikut :

1) Organ yang berwenang

Organ yang memberikan izin berbekal materi dan tugas yang bersangkutan.

2) Yang ditujukan

Izin yang ditujukan kepada pihak yang berkepentingan.

3) Diktum

Keputusan yang memuat izin yang diurai secara jelas tujuan dari pemberian izin tersebut.

4) Ketentuan, Pembatasan dan Syarat

Ketentuan ialah kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik hukum administrasi. Pembatasan dalam izin memberi kemungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan. Penetapan syarat untuk menggantungkan akibat-akibat hukum bila timbul suatu peristiwa di kemudian hari yang belum pasti.

5) Pemberian Alasan

Pemberian alasan memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.

6) Pemberitahuan Tambahan

Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin seperti sanksi yang diberi pada ketidakpatuhan.

4. Tinjauan tentang Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.

Dalam hukum lingkungan pengajuan tuntutan melalui jalur pidana dimungkinkan setelah pendekatan penyelesaian melalui hukum administrasi negara dan hukum perdata ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah lingkungan. Kejahatan lingkungan berupa pencemaran lingkungan dikategorikan sebagai tindak pidana administratif (administrative penal law) atau tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan masyarakat (public welfare offences). Tindak pidana tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagaimana telah diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Absori, 2008:223), yang telah diperbaharui dengan undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengertian hukum lingkungan yang termuat dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1982 Tentang ketentuan pokok-pokok lingkungan hidup yang telah diperbarui dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sama dengan pengertian istilah lingkungan itu sendiri. Dalam ketentuan pasal 1 tersebut Pengertian hukum lingkungan yang termuat dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1982 Tentang ketentuan pokok-pokok lingkungan hidup yang telah diperbarui dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sama dengan pengertian istilah lingkungan itu sendiri. Dalam ketentuan pasal 1 tersebut

Nour Mohammad membagi hukum lingkungan atas pengertiannya (Nour Mohammad, 2011:92) :

“environmetal law comprises those substantive, procedural and institusional rules of International law, which have as there primary objective the protection of the environment”. Yang artinya : Hukum lingkungan meliputi, aturan-aturan substantif dan prosedural

institusional dari hukum Internasional, yang memiliki tujuan utama bagi perlindungan lingkungan.

Dalam ilmu Lingkungan dijelaskan mengenai isi atau struktur dari lingkungan yaitu Ekologi, Ekosistem dan Daya Dukung Lingkungan. Berikut pengertian dari unsur pembentuk lingkungan :

1) Ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel seorang ahli ilmu hayat dalama pertengahan dasawarsa 1860-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu eikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu. Oleh karena itu, secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Ekologi adalah ilmu dasar untuk mempertanyakan, meyelidiki, dan memahamai bagaimana alam bekerja, bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan, apa yang mereka perlukan dari habitatnya untuk dapat melangsungkan kehidupannya, bagaimana dengan melakuakan semuanya itu dengan komponen lain dan spesies lain, bagaimna 1) Ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel seorang ahli ilmu hayat dalama pertengahan dasawarsa 1860-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu eikos yang berarti rumah dan logos berarti ilmu. Oleh karena itu, secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Ekologi adalah ilmu dasar untuk mempertanyakan, meyelidiki, dan memahamai bagaimana alam bekerja, bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan, apa yang mereka perlukan dari habitatnya untuk dapat melangsungkan kehidupannya, bagaimana dengan melakuakan semuanya itu dengan komponen lain dan spesies lain, bagaimna

2) Ekosistem berkaitan erat dengan ekologi maka menurut Otto Soemarwoto (dalam Supriyadi, 2010:1) Ekosistem adalah suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tidak hidup di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi oleh adanya arus antara komponen dalam ekosistem itu.

3) Daya dukung lingkungan diperlukan karena lingkungan hidup

melakukan proses kehidupannya. Menurut Otto Soemarwoto (dalam Supriyadi, 2010:3) daya dukung terlanjutkan oleh dua faktor, baik faktor biofisik maupun sosial-budaya-ekonomi. Kedua faktor ini saling mempengaruhi. Faktor biofisik untuk menentukan daya dukung yang terlanjutkan, yaitu proses ekologi yang merupakan sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumber daya gen. Faktor sosial budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dalam daya dukung terlanjutkan. Sebab akhirnya manusialah yang menentukan apakah pembangunan akan berjalan terus atau berhenti.

B. Bagan Kerangka Berfikir

Bagan 2 : Kerangka Berfikir

UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UKL – UPL Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86 Tahun 2002

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Izin Pelaksanaan SPBU

Izin Lokasi

Pelaku Usaha

Pelaksanaan perizinan lingkungan

Faktor penghambat pelaksanaan perizinan lingkungan

Peaturan Daerah Kabupaten Magetan No.55 tahun 2012