Dampak sosial ekologi sosial dalam pers

BAB VI
DAMPAK SOSIAL EKOLOGI AKIBAT INDUSTRI MANUFAKTUR
6.1 Pendahuluan Dampak Sosial Ekologi
Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini akan memberikan
pengaruh buruk bagi lingkungan. Industri manufaktur adalah industri yang
mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Dalam pelaksanaannya mulai dari
bahan baku, proses pengolahan maupun hasil akhir yang berupa hasil produksi
dan hasil buanagn banyak diantaranya terdiri dari bahn-bahan yang dapat
mencemari lingkungan seperti bahan logam, bahan korosif, bahan organis, bahanbahan gas, dan lain-lain bahan yang berbahaya, baik untuk para pekerja maupun
masyarakat di sekitar proyek industri tersebut. Kampung Tangsi merupakan
kampung yang berada dekat dengan pabrik yang mengolah besi dan baja, yaitu PT
G. Hal ini yang menjadikan Kampung Tangsi banyak tercemar bahan-bahan
berbahaya.
Dahulu Kampung Tangsi merupakan daerah pedesaan yang berupa
persawahan sehingga jauh dari pencemaran baik air, udara maupun suara. Tetapi
semenjak masuknya industri di Desa Sukadanau, Kampung Tangsi menjadi salah
satu area yang digunakan untuk mengembangkan industri yaitu industri besi dan
baja. Semula lahan di Kampung Tangsi adalah sawah sekarang berubah menjadi
pabrik yang mengelola besi dan baja. Pada penelitian ini akan membahas
mengenai hasil buangan industri sehingga mempengaruhi sosial masyarakat dan
lingkungan seperti persepsi masyarakat mengenai kondisi air, kondisi udara,

tingkat kebisingan mesin produksi yang digunakan oleh perusahaan, tingkat
kebisingan akibat aktivitas kendaraan kontainer dan truk yang membawa hasil
produksi, tingkat kecelakan yang terjadi di Kampung Tangsi, tingkat kesehatan
masyarakat serta frekuensi pengobatan yang dilakukan masyarakat.
6.2 Persepsi Kualitas Air
Air merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh manusia, misalnya
digunakan untuk minum, mandi, cuci, dan kakus. Kehadiran industri baja di
Kampung Tangsi memberikan dampak buruk bagi kualitas air. Penduduk RT 04
RW 06 Kampung Tangsi sebagian besar menggunakan air sumur untuk memenuhi

63

kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi hadirnya industri baja membuat air disekitar
Kampung Tangsi tercemar logam berat. Kondisi air menurut responden Kampung
Tangsi sebelum adanya industri dalam persentase dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Persentase Pendapat Responden Mengenai Kondisi Air Sebelum
Adanya Industri Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 17 lebih dari 50 persen responden baik dari kategori
lapisan sosial bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas mengatakan tidak tahu.

Hal ini dikarenakan masyarakat Kampung Tangsi sebagian besar berasal dari luar
daerah atau berstatus sebagai pendatang yang tidak mengetahui keadaan
lingkungan sebelum hadirnya industri baja tersebut. Selanjutnya, menurut
penduduk asli Kampung Tangsi mengatakan kondisi air di kampung mereka
adalah jernih dan tidak bau. Seperti yang dikatakan oleh masyarakat lapisan
bawah bahwa air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
adalah jernih dan tidak bau sebesar 25 persen, masyarakat lapisan menengah
sebesar 31 persen, dan lapisan atas sebesar 29 persen. Dari seluruh responden
sebanyak 35 orang baik masyarakat asli maupun pendatang tidak ada yang
mengatakan bahwa air di kampung mereka berwarna dan bau. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kondisi air yang ada di Kampung Tangsi sebelum adanya
industri dalam keadaan baik-baik saja dan dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pada Gambar 18 disajikan persentase persepsi masyarakat

64

Kampung Tangsi mengenai kondisi air setelah adanya industri berdasarkan
lapisan sosial.

Gambar 18. Persentase Pendapat Responden Mengenai Kondisi Air Setelah

Adanya Industri Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Keseluruhan responden yang menduduki lapisan sosial atas mengatakan
bahwa air yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti mandi,
cuci, kakus atau MCK kondisinya berwarna dan bau. Sedangkan masyarakat
lapisan menengah sebesar 75 persen mengatakan kondisi airnya berwarna dan
bau, serta sebesar 25 persen mengatakan air jernih dan tidak bau. Selanjutnya
masyarakat lapisan bawah sebesar 33 persen mengatakan kondisi air di kampung
mereka berwarna dan bau, serta sebesar 67 persen mengatakan kondisi airnya
jernih dan tidak bau.
Masyarakat yang mengatakan bahwa kondisi air di Kampung Tangsi
setelah adanya industri jernih dan tidak bau disebabkan oleh tingkat pendidikan
mereka yang rendah. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan
masyarakat mengenai kondisi air yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup,
khususnya untuk minum. Meskipun begitu masyarakat tetap menggunakan air
tersebut baik masyarakat lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas.

65

Industri baja yang ada di Kampung Tangsi, sebenarnya memberikan
dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Seperti air yang ada di kampung

tersebut berbau logam berat dan berwarna keruh. Kondisi air tersebut penggunaan
air seharusnya dikurangi apalagi untuk dikonsumsi karena akan menggangu
kesehatan tubuh manusia, tetapi masyarakat RT 04 RW 06 Kampung Tangsi
sudah terbiasa menggunakan air tersebut untuk kebutuhan hidup.
“air disini memang buruk, itu karrna pengaruh dari pabrik.
Sebenarnya bahaya sekali kalau kita minum, tapi mau bagaimana
lagi. kita tidak mungkin selalu beli air untuk mandi, mencuci sama
yang lainnya. memang ada yang jual, tapi sayangkan kalau harus
selalu beli, kita pakai air setiap hari. Nanti yang ada uang kita habis
untuk beli air. Kalau untuk minum terkadang orang-orang pakai
aqua galon, ada juga yang masak sendiri. Kalau saya pakai duaduanya.” (Bapak WDD, 52 tahun)
Faktor lain penggunaan air di Kampung Tangsi terus berlangsung karena
kendala biaya yang tidak sedikit untuk membeli air setiap hari. Masyarakat
dirugikan atas aktivitas industri yang mencemari lingkungan tempat tinggal
mereka karena terjadi penurunan kualitas air. Hal inilah yang menyebabkan
masyarakat mengeluh pada pemerintah akan tetapi tidak ada pertimbangan dari
pihak perusahaan. Masyarakat Kampung Tangsi tidak dapat menggunakan air
selain daripada air sumur yang ada di rumah mereka karena tempat tinggal yang
jauh dari sumber air seperti pegunungan. Sebenarnya terdapat sungai yang
melintasi Desa Sukadanau, akan tetapi sungai tersebut jauh dari Kampung Tangsi

serta kotor dan mengandung bakteri yang membahayakan tubuh manusia sehingga
tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
6.3 Persepsi Kondisi Udara
Menurut Kristanto (2004), udara adalah suatu campuran gas yang terdapat
pada lapisan yang mengelilingi bumi. Unsur tepenting dari udara untuk kehidupan
makhluk hidup adalah oksigen. Apabila udara tersebut tercemar akan
membahayakan tubuh manusia. Persepsi kondisi udara sebelum adanya industri
pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak tahu apabila
responden tidak mengetahui keadaan lingkungan sebelum adanya industri. kondisi
udara buruk apabila udara panas, berdebu dan gersang. Kondisi udara baik apabila

66

udara sejuk dan tidak berdebu. Pada Gambar 19 disajikan persepsi responden
mengenai kondisi udara sebelum adanya industri berdasarkan lapisan sosial.

Gambar 19 Persentase Pendapat Responden Mengenai Kondisi Udara Sebelum
Adanya Industri Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 19 pendapat responden mengenai kondisi udara
sebelum adanya industri sama halnya dengan persepsi responden mengenai

kondisi air sebelum adanya industri. Sebagian besar responden khususnya para
pendatang mengatakan tidak mengetahui keadaan lingkungan sebelum adanya
industri. Masyarakat pendatang tinggal di Kampung Tangsi berdasarkan
panggilan kerja di perusahaan baja tersebut. Selanjutnya, responden yang
mengatakan bahwa udara di tempat tinggal mereka sejuk dan tidak berdebu adalah
masyarakat lokal. Sebesar 25 persen untuk kategori lapisan bawah, sebesar 31
persen untuk kategori lapisan menengah, dan 29 persen untuk kategori lapisan
atas yang mengatakan hal tersebut.
Kualitas udara sebelum adanya industri sangatlah terjamin. Hal ini
dibenarkan oleh ketua RT 04 RW 06 Kampung Tangsi yang berstatus sebagai
penduduk asli.
“iya, dahulu sebelum pabrik ini ada waktu saya kecil dingin sekali.
Karena dahulu disini banyak sawah, seperti di desa-desa. Sekarang

67

saja semenjak adanya pabrik ini udaranya panas. Berbeda sekali.”
(Bapak NMN, 48 tahun).
Perubahan yang terjadi di Kampung Tangsi sangatlah besar. Terlihat dari
pernyataan Bapak NMN bahwa dahulu sebelum adanya industri baja tersebut

lahan di wilayah Kampung Tangsi berupa persawahan sehingga menjamin
kualitas udara yang sejuk dan tidak berdebu. Berbeda halnya dengan persepsi
masyarakat mengenai kondisi udara setelah adanya industri berdasarkan lapisan
sosial dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Persentase Pendapat Responden Mengenai Kondisi Udara Setelah
Adanya Industri Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 20 memperlihatkan bahwa dari seluruh responden
sebanyak 35 orang mengatakan kondisi udara setelah adanya industri adalah
panas, berdebu dan gersang. Ini ditimbulkan oleh aktivitas industri dalam
memproduksi baja yang dilakukan setiap harinya. Hasil dari pembakaran baja
dikeluarkan melalui cerobong besar berupa asap dan bau sehingga meningkatkan
kadar polusi udara. Masyarakat yang setiap hari menghirup udara tersebut
mengeluh kepada pemerintah tetapi tidak ada pertimbangan dari pihak
perusahaan.

68

6.4 Tingkat Kebisingan
Pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatka oleh

bunyi atau suara yang mengganggu ketentraman makhluk hidup di sekitarnya.
Pencemaran suara diakibatkan suara-suara bervolume tinggi yang membuat
daerah sekitarnya menjadi bising dan tidak menyenangkan. Penilaian terhadap
suara yang muncul sebagai polusi atau tidak merupakan sesuatu yang subjektif.
Kerusakan yang diakibatkan pencemaran suara bersifat setempat, tidak seperti
polusi udara maupun polusi air.
Suara bising yang terus-menerus dengan tingkat kebisingan yang relatif
tinggi dapat mengakibatkan dampak yang merugikan kesehatan manusia. Ini dapat
berarti gangguan secara fisik maupun psikologis. Gangguan secara fisik antara
lain adalah kehilangan pendengaran yang merupakan perubahan ambang batas
sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen akibat
kebisingan, serta akibat-akibat fisiologis yang berupa perasaan tidak nyaman atau
stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, dan bunyi dering.
Gangguan psikologis akibat polusi suara dibagi menjadi tiga macam, yaitu
gangguan emosional, gaya hidup, dan pendengaran. Ganggguan emosional
ditandai dengan kejengkelan dan kebingungan. Gangguan gaya hidup berupa
gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja. Gangguan
pendengaran mengurangi kemampuan mendengarkann TV, radio, percakapan,
telpon, dan sebagainya.
6.4.1 Tingkat Kebisingan Mesin Produksi

Aktivitas yang dilakukan oleh PT G dalam memproduksi baja setiap
harinya menimbulkan kebisingan sehingga mengganggu kenyaman hidup
masyarakat yang tinggal disekitarnya. Kebisingan tersebut ditimbulkan oleh
mesin-mesin produksi yang dimiliki oleh perusahaan baja tersebut. Pada Gambar
21 disajikan persentase persepsi masyarakat mengenai tingkat kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin produksi berdasarkan lapisan sosial.

69

Gambar 21. Persentase Pendapat Responden Mengenai Tingkat Kebisingan Mesin
Produksi Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 20 menurut responden lapisan bawah, sebesar 76
persen penggunaan mesin oleh PT G menimbulkan tingkat kebisingan yang tinggi
dan sebesar 24 persen mengatakan hal tersebut sedang. Selanjutnya, responden
lapisan menengah mengatakan tinggi tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh
mesin produksi sebesar 83 persen dan 17 persen yang mengatakan sedang.
Responden lapisan sosial atas, sebesar 91 persen mengatakan tinggi dan 9 persen
mengatakan sedang mengenai tingkat kebisingan mesin produksi PT G. Kegiatan
memproduksi besi dan baja yang dilakukan oleh PT G dengan mesin yang
berteknologi tinggi mempengaruhi kebisingan di Kampung Tangsi. Mesin

tersebut berproduksi setiap hari dan mengeluarkan suara besar setiap jamnya
sehingga membuat kebisingan.
“waktu saya baru pindah kesini, seminggu saya tidak bisa tidur.
Berisik sekali. Saya pikir hanya saya saja, ternyata orang asli
kampung disini juga sama. Lagipula tempat tinggal kita dekat
sekali, wajar saja. Apalagi mesin produksi itu kerja setiap hari. Ya
selalu berisik.” (Bapak AUS, 40 tahun)
Bagi masyarakat pendatang yang tinggal diwilayah Kampung Tangsi,
seminggu adalah waktu yang digunakan untuk beradaptasi dengan kebisingan
yang di kampung tersebut. Aktivitas mesin yang digunakan secara terus menerus

70

menyebabkan polusi suara yang mengganggu kenyamanan hidup masyarakat
seperti istirahat dan berkomunikasi.
6.4.2 Tingkat Kebisingan Kontainer dan Truk
Aktivitas kendaraan kontainer dan truk di Desa Sukadanau dilakukan
setiap hari pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB dirasakan masyarakat
Kampung Tangsi sangatlah mengganggu. Kendaraan besar tersebut digunakan
oleh PT G untuk mengangkut besi dan baja yang telah diproduksi. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Persentase Pendapat Responden Mengenai Tingkat Kebisingan
Kendaraan Kontainer dan Truk Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 22 masyarakat dengan kategori lapisan sosial atas
seluruhnya atau sebesar 100 persen mengatakan bahwa kendaraan kontainer dan
truk yang melaju di jalan Desa Sukadanau sangatlah mengganggu. Masyarakat
lapisan sosial menengah sebesar 91 persen mengatakan bahwa kendaraan
kontainer dan truk yang melaju di jalan Desa Sukadanau sangat mengganggu, dan
sembilan persen mengatakan biasa saja. Selanjutnya masyarakat dengan kategori
lapisan sosial bawah sebanyak 78 persen mengatakan sangatlah mengganggu
dengan adanya kendaraan kontainer dan truk yang melintas. Sebanyak 22 persen
mengatakan biasa saja. Kendaraan besar seperti kontainer dan truk tidak
seharusnya melewati jalan utama Kampung Tangsi dikarenakan kecil. Jalan

71

tersebut menjadi jalan utama karena masyarakat dalam melakukan aktivitasnya
selalu menggunakan jalan tersebut. Selain itu, jalan utama Kampung Tangsi
terdapat sekolah

dasar

apabila

kontainer

dan

truk

melewatinya

akan

membahayakan jiwa anak-anak yang bersekolah.
“kontainer lewat setiap hari sudah biasa. Ini adalah jalanan umum,
wajar kalau mereka lewat. Kalau dibilang bahaya, ya bahaya. Tapi
tergantung kitanya saja bagaimana menanggapnya. Kalau banyak
yang bilang kecelakan sering terjadi, hal itu karna orang-orangnya
menggunakan jalan sembarangan. Mereka sudah tahu jalannya
kecil kontainer jangan dilewati. Kalau tiba-tiba berhenti yang
dibelakang bisa menabrak.” (Bapak MHI, 35 tahun).
Penggunaan jalan yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat
baik dari anak-anak hingga orang dewasa mengaharuskan kewaspadaan
akibat adanya laju kendaraan kontainer dan truk dalam mengangkut besi
dan baja. Besarnya kendaraan dengan luasnya jalan tidaklah sesuai
sehingga membahayakan pengguna jalan lain.
6.5 Tingkat Kecelakaan
Kecelakaan merujuk kepada peristiwa yang terjadi secara tidak sengaja.
Secara teknis, kecelakaan tidak termasuk dalam kejadian yang disebabkan oleh
kesalahan seseorang. Kendaraan besar yang melaju di wilayah Kampung Tangsi
mengharuskan waspada bagi pengguna jalan. Hal ini dikarenakan tidak sesuai
antara luas jalan dengan kendaraan yang melewatinya. Pada penelitian ini persepsi
responden mengenai tingkat kecelakaan yang terjadi di Kampung Tangsi
dikategorikan menjadi tiga, yaitu tidak pernah, jarang, dan sering. Berikut adalah
Gambar 22 yang menunjukkan persentase persepsi responden mengenai tingkat
kecelakaan berdasarkan lapisan sosial.

72

Gambar 23. Persentase Pendapat Responden Mengenai Tingkat Kecelakaan
Berdasarkan Lapisan Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 23 jalan utama yang sering dilalui oleh kendaraan
besar di Desa Sukadanau sangat membahayakan. Seperti kategori responden
lapisan bawah mengatakan sering terjadi kecelakaan sebesar 83 persen, lapisan
menengah yang mengatakan sering terjadi kecelakaan sebesar 87 persen, dan
lapisan atas yang mengatakan sering terjadi kecelakaan

sebesar 91 persen.

Sedangkan yang mengatakan jarang terjadi kecelakaan masing-masing responden
dengan kategori lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas adalah sebesar
17 persen, 13 persen, dan sembilan persen. Kecelakaan yang sering terjadi di jalan
utama Kampung Tangsi biasanya pengguna sepeda motor dengan kontainer yang
seharusnya tidak melewati jalan tersebut dikarenakan jalan yang kecil.
“di jalan ini sering sekali terjadi kecelakaan. Lihat saja mobil
besar-besar itu lewat dijalan yang kecil. Kontainer-kontainer ini
ingin lewat tol, sebenarnya ada jalan lain disamping kalimalang itu
tapi tidak ada yang lewat karna jalanannya rusak. Seharusnyakan
itu kewajiban perusahaan. Kalau lewat jalan ini karna jalannya
beton jadi tidak masalah. Tapi kan bahaya untuk orang-orang yang
sering lewat jalan ini. Selain itu juga banyak anak sekolah.” (Bapak
MSH, 42 tahun).
Kecelakaan yang sering terjadi di Kampung Tangsi disebabkan oleh
ketidaksesuaian luas jalan dengan besarnya kendaraan yang tidak seharusnya

73

melewati jalan tersebut. Hal ini dikarenakan banyak anak-anak yang melewati
jalan tersebut untuk bersekolah yang ada di sekitar wilayah industri. sebenarnya
ada jalan lain yang dapat dilalui kendaraan besar yang tidak sering pula dilalui
oleh masyarakat, yaitu jalan di samping aliran sungai kalimalang yang terus
sampai ke gerbang pintu tol Cibitung. Hal ini tidak dilakukan karena jalan tersebut
teksturnya yang buruk dan sering banjir dari luapan air sungai kalimalang.
Sedangkan jalan yang biasa dilalui merupakan jalan desa yang diperuntukkan oleh
siapa saja dan jalan terkuat di Desa Sukadanau.
6.6 Tingkat Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan.
6.6.1 Jumlah Masyarakat Pengidap Penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang
dipengaruhinya. Terjadinya berbagai perubahan khususnya dalam aspek ekologi
memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini dirasakan oleh
sebagian masyarakat di Kampung Tangsi. Pada Gambar 24 disajikan persentase
responden yang mengidap penyakit akibat adanya kegiatan industri berdasarkan
lapisan sosial.

74

Gambar 24. Persentase Tingkat Kesehatan Masyarakat Kampung Tangsi
Berdasarkan lapisan Sosial, 2011
Pada Gambar 24 menunjukkan bahwa sebesar 83 persen responden lapisan
bawah, 75 persen responden lapisan menengah, dan 86 responden lapisan atas
mengidap penyakit seperti sesak nafas dan gatal-gatal. Sedangkan sebesar 17
persen untuk lapisan bawah, 25 persen untuk lapisan menengah, dan 14 persen
lapisan atas tidak mengalami gangguan kesehatan. Penyakit tersebut yang terjadi
pada masyarakat diakibatkan oleh pencemaran limbah yang dikeluarkan oleh PT
G dalam memproduksi besi dan baja, baik pencemaran melalui air maupun
melalui udara.
“kalau kita sakit-sakit seperti gatal-gatal atau sesak napas, ada
pengobatan gratis dari perusahaan. Biasanya yang sakit-sakit itu
anak-anak, kan rentan sekali tubuhnya.” (Bapak KRA, 38 tahun).
Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pihak PT G kepada masyarakat
khususnya bagi para pekerja diberikan tunjangan kesehatan untuk mereka yang
sering mengalami gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan sesak napas.
Tunjangan kesehatan tersebut berupa pengobatan gratis yang disediakan oleh
pihak perusahaan.

75

6.6.2 Frekuensi Pengobatan Penyakit
Jenis penyakit ada dalam penelitian ini adalah jenis penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas industri. Jenis penyakit yang sering terjadi adalah
gatal-gatal dan sesak napas yang diakibatkan pencemaran air dan udara yang
dihasilkan dari proses produksi besi dan baja. Pencemaran pada air yaitu terdapat
kandungan logam berat yang menyebabkan gatal-gatal pada kulit apabila
digunakan untuk mandi. Sedangkan pencemaran pada udara yaitu terdapat asap
dan bau yang dikeluarkan melalui cerobong besar yang apabila dihirup oleh
masyarakat akan menyebabkan sesak napas. Apabila dalam jangka panjang terus
terjadi akan menyebabkan kerusakan pada organ tubuh manusia. Oleh karena itu,
masyarakat perlu pengobatan untuk mencegah timbulnya penyakit yang
berbahaya. Frekuensi pengobatan yang dilakukan masyarakat dikategorikan
kedalam tiga, yaitu tidak pernah, jarang, dan sering. Pada Gambar 25 disajikan
frekuensi pengobatan masyarakat Kampung Tangsi dalam persentase berdasarkan
lapisan sosial.

Gambar 25. Persentase Frekuensi Pengobatan Responden Berdasarkan Lapisan
Sosial, 2011
Berdasarkan Gambar 25 responden dengan kategori lapisan atas yang
sering melakukan pengobatan sebesar 62 persen sesuai dengan jumlah responden
yang mengidap penyakit. Responden dengan kategori lapisan menengah yang

76

sering melakukan pengobatan sebesar 44 persen dan reponden lapisan bawah yang
sering melakukan pengobatan adalah sebesaar 58 persen. Sedangkan responden
yang jarang melakukan pengobatan masing-masing berdasarkan lapisan sosial
bawah, menengah, dan atas adalah sebesar 25 persen, 31 persen, dan 24 persen.
Selanjutnya masyarakat yang tidak pernah melakukan pengobatan untuk
masyarakat lapisan sosial bawah sebesar 17 persen, masyarakat lapisan sosial
menengah sebesar 25 persen, dan masyarakat lapisan sosial atas sebesar 14
persen. Masyarakat lapisan atas dan lapisan menengah lebih besar persentase
responden yang sering melakukan pengobatan apabila sakit dikarenakan adanya
biaya yang dimiliki sehingga memungkinkan untuk berobat kemana saja. Lain
halnya dengan masyarakat lapisan bawah. Mereka menganggap hal tersebut biasa
sehingga tidak perlu melakukan pengobatan apabila terjadi gatal-gatal dan sesak
napas. Selain itu kendala biaya juga menjadi faktor yang menghambat masyarakat
untuk melakukan pengobatan. Bagi para pekerja yang bekerja di perusahaan
terdapat tunjangan kesehatan yang berupa pengobatan gratis.
6.7 Ikhtisar
Penelitian yang dilakukan di Kampung Tangsi, Desa Sukadanau
menunjukkan adanya perubahan dalam aspek sosial ekologi akibat hadirnya
industri baja. Perubahan tersebut ditimbulkan oleh kegiatan industri yang berdiri
sejak 25 tahun yang lalu. Kegiatan yang dilakukan setiap hari menimbulkan
banyak perubahan. Seperti perubahan kualitas air, perubahan kondisi udara,
terjadinya polusi suara akibat mesin produksi dan kendaraan yang mengangkut
hasil produksi, meningkatnya kecelakaan, tingkat kesehatan menurun serta
frekuensi pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagaimana hal tersebut
terangkum dalam Tabel 8. dibawah ini.

77

Tabel 8. Dampak Sosial Ekologi Akibat Aktivitas Industri Manufaktur Terhadap
Masyarakat Kampung Tangsi, Desa Sukadanau 2011
Aspek
Penelitian
Kualitas Air
Kondisi Udara

Industri Manufaktur
Sebelum
Sesudah
Air Jernih dan Tidak Bau
Air Berwarna dan Bau
Udara Sejuk dan Tidak
Udara Panas, Berdebu,
Berdebu
dan Gersang
Tinggi

Tingkat
Kebisingan
Mesin Produksi
Tingkat
Kebisingan
Kendaraan Kontainer dan
Truk
Tingkat Kecelakaan
Tingkat Kesehatan
Frekuensi Pengobatan
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2010

Tinggi

Tinggi
Buruk
Sering

Pada Tabel 8 dijelaskan bahwa di Kampung Tangsi terdapat perubahan
kualitas air sebelum dan sesudah adanya industri. sebelum adanya industri,
kualitas air di Kampung Tangsi jernih dan tidak bau sedngkan setelah hadirnya
industri kualitas air yang biasa digunakan oleh masyarakat berwarna dan bau. Hal
ini dikarenakan terdapat kandungan logam yang dicemarkan oleh perusahaan baja.
Selanjutnya dilihat dari kondisi udara, sebelum adanya industri lahan di Kampung
Tangsi berupa persawahan yang menjamin kualitas udara yaitu sejuk dan tidak
berdebu, tetapi setelah adanya industri, hasil buangan yang dihasilkan oleh
perusahaan baja mencemari udara di sekitar Desa Sukadanau sehingga udara
menjadi panas, berdebu dan gersang. Tingkat kebisingan di Kampung Tangsi
sangat tinggi. Hal ini diakibatkan suara yang dihasilkan dari mesin produksi.
Selanjutnya tingkat kebisingan dari kendaraan kontainer dan truk juga sangat
tinggi. Aktivitas yang dilakukan kendaraan tersebut setiap hari, sehingga
mengganggu kenyamanan hidup masyarakat Kampung Tangsi. Kendaraan yang
terus melaju di jalan Kampung Tangsi, mengakibatkan tingkat kecelakaan yang
tinggi. Hal ini juga disebabkan oleh para pengguna jalan yang tidak mengikuti
aturan berlalu lintas.
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh aktivitas industri manufaktur
sehingga membahayakan hidup manusia dianggap oleh sebagian masyarakat

78

Kampung Tangsi adalah hal biasa yang terjadi. Menurut sebagian masyarakat
dampak tersebut tidak mempengaruhi hubungan sosialnya terhadap pihak
perusahaan.

Hal

ini

dikarenakan

sebagian

dari

masyarakat

tersebut

menggantungkan hidupnya pada perusahaan. Apabila perusahaan tidak ada,
masyarakat belum tentu memiliki pekerjaan dengan upah sedemikian. Selain itu,
pihak perusahaan selalu memberikan satu ekor sapi setiap tahunnya sebagai
bentuk pertanggungjawaban pada masyarakat. Hal tersebut juga menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan hubungan masyarakat dengan pihak perusahaan
baik-baik saja.
Pencemaran yang terjadi di Kampung Tangsi, Desa Sukadanau menyebabkan
tingkat kesehatan masyarakat menurun. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa
penggunaan air dan udara yang tercemar akibat limbah pabrik oleh masyarakat.
Masyarakat yang mengalami penurunan kesehatan mengharuskan masyarakat
untuk melakukan pengobatan agar tidak membahayakan tubuh manusia dalam
jangka panjang.
6.8 Analisis Pembangunan Berkelanjutan Industri
Menurut Sumarwoto dalam Sugandhy dan Hakim (2007), pembangunan
berkelanjutan didefinisikan sebagai perubahan positif sosial ekonomi yang tidak
mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung
kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan, dan
proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada
dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya,
dan kegiatan dunia usahanya. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar, dan terencana dalam
proses pembangunan, berbasis lingkungan hidup untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Menurut Prof. Dr. Emil Salim dalam Utomo (tanpa tahun), pembangunan
berkelanjutan

(sustainable

development)

diartikan

sebagai

suatu

proses

pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber

79

daya manusia dengan menyerasikan sumber alam dan manusia dalam
pembangunan.
Menurut Salim, konsep pembangunan berkelanjutan didasari oleh lima ide
pokok besar yaitu pertama, proses pembangunan harus berlangsung secara
berlanjut, terus-menerus, dan kontinyu, yang ditopang oleh sumber daya alam,
kualitas lingkungan, dan manusia yang berkembang secara berlanjut pula. Kedua,
sumber daya alam (terutama udara, air, dan tanah) memiliki ambang batas, di
mana penggunaannya akan menurunkan kuantitas, dan kualitasnya. Ketiga,
kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Keempat, bahwa
pola penggunaan sumber daya alam saat ini seharusnya tidak menutup
kemungkinan memilih pilihan lain di masa depan. Kelima, pembangunan
berkelanjutan mengandaikan solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan
bagi generasi sekarang tidak mengurangi kemungkinan bagi generasi selanjutnya
untuk meningkatkan kesejahteraannya pula.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, industri yang berada di Kampung
Tangsi terlihat dari aspek ekonomi tidak memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat di sekitar kawasan. Hal ini disebabkan oleh kesempatan bekerja bagi
masyarakat asli tidak berhubungan dengan hadirnya industri, sedangkan untuk
masyarakat pendatang kesempatan bekerja di perusahaan sangat luas meskipun
pendapatan yang dihasilkan dari bekerja tidak mencukupi kebutuhan hidup seharihari. Pada aspek sosial, hadirnya industri tidak mempengaruhi hubungan sosial
masyarakat baik sesama masyarakat lokal maupun antar masyarakat lokal dengan
pendatang. Hal ini terlihat dari beberapa pendapat masyarakat yang mengatakan
hubungan antar sesama masyarakat lokal atau antar masyarakat lokal dengan
pendatang masih terjalin kontak dan komunikasi serta peduli dan masih suka
membantu. Meskipun terdapat kegiatan sosial seperti arisan, pengajian, dan
gotong royong membersihkan lingkungan, hal tersebut sudah terjalin sebelum
datangnya industri.
Pada aspek ekologi, industri yang berada di Kampung Tangsi
menghasilkan polutan yang mencemari lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan
dari hasil olahan besi dan baja dikeluarkan industri sehingga mencemari air tanah

80

di sekitar wilayah Kampung Tangsi, sehingga masyarakat tidak seharusnya
menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti
minum, mencuci, dan mandi. Selain itu, hasil dari olahan besi dan baja juga
menghasilkan asap dari pembakaran yang dilakukan dan dikeluarkan melalui
cerobong asap sehingga mengganggu udara di wilayah Kampung Tangsi.
Pengolahan besi dan baja tersebut juga menghasilkan suara yang mengganggu
pendengaran masyarakat Kampung Tangsi baik dalam melakukan aktivitas
ataupun dalam beristirahat. Polutan yang mencemari air, udara, maupun suara
tersebut sangat mengganggu kesehatan masyarakat Kampung Tangsi yang berada
di wilayah tersebut. Penyakit yang biasa terjadi pada masyarakat adalah gatalgatal dan sesak napas. Pencemaran tersebut apabila terus terjadi dalam hidup
manusia akan membahayakan kesehatan masyarakat untuk waktu yang akan
datang. Pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagian hanya dilakukan
oleh masyarakat yang pendapatannya tinggi dan masyarakat yang bekerja di
perusahaan yang mendapat tunjangan kesehatan seperti pengobatan gratis.