Qureta Arah Politik Pendidikan Indonesia

3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Rony K. Pratama (https://www.qureta.com/pro le/Ronykpratama)
Buruh
25 Oct 2017 · „ 165 views

static1.squarespace.com/static

D Pendidikan (/topik/pendidikan) · 2 4 menit baca

Arah Politik Pendidikan Indonesia
Simplifikasi persoalan pendidikan Indonesia dewasa ini pada ranah fenomenologi hanya akan
mendedah masalah makro (eksternal), sementara dimensi mirko (internal) cenderung

terbaikan, bahkan ditampik sebagai problem mayor. Keduanya perlu diposisikan secara
diametral sehingga tetap mengindahkan dua variabel terikat sebagai objek kajian.

Perspektif demikian memudahkan peneliti menganalisis gejala pendidikan secara inheren, baik
mendudukan politik, industri, maupun pendidikan sebagai tiga faktor yang terpaut atau

berkelindan.[1]

Pendidikan formal sebagai usaha pedagogik terencana yang dikonstruksi pemerintah tak

terlepas dari perseturuan politik di tingkat parlemen.[2] Arah pengembangannya ditentukan
oleh kebijakan penguasa, selain mengikuti konteks kebutuhan zaman.
https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

1/7

3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Karena itu, pada tataran politik kebijakan pendidikan di bawah Soekarno, sudah barang tentu
berbeda dari Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, hingga Jokowi. Kendati demikian,
luaran yang dikehendaki masing-masing orde relatif sama, yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Di luar negara, iklim percaturan global turut memengaruhi, walupun bersifat implisit dan


pragmatik. Kondisi itu menandakan bahwa dimensi pendidikan sangat bergantung pada
konstelasi internasional.[3]

Apalagi tatkala ketegangan Perang Dingin selama hampir empat dekade menggelayuti

bangsa-bangsa di dunia; pendidikan Indonesia mengalami ambivalensi, meskipun pada

praktiknya pemerintah condong netral karena mendeklarasikan diri sebagai wilayah nonblok.
Sejarah mencatat bahwa Pedang Dingin telah usai sejak Tembok Berlin dihancurkan pada

akhir 80-an. Secara simbolis dinyatakan berakhir, namun sebetulnya ia tengah berlangsung
dalam format baru di balik pragmatisme rekonsiliasi antarnegara.

Ia bisa dilacak dalam kerangka orientasi pendidikan internasional yang menuntut

keseragaman, baik ditandai oleh lembaga survei kompetensi siswa maupun standarisasi
kurikulum. Yang pertama diwakili beberapa institusi: PISA, PIRLS, OECD, dan TIMSS;

sedangkan kedua direpresentasikan oleh IPC serta ISCED di bawah payung UNESCO.[4]

Tumbuhnya kesadaran satu identitas dan sistem yang terintegrasi secara instruktif membuat
perencanaan pendidikan Indonesia—disadari atau tidak—mengikuti atmosfer internasional.
Kalaupun sepanjang dua puluh tahun terakhir Kemendikbud tercatat pernah mengganti
kurikulum sebanyak empat kali (Kurikulum 1994, KBK, KTSP, Kurikulum 2013).
Pergantian itu sebatas mekanisme pengajaran yang substansinya sama dan

diimplementasikan demi memenuhi tuntutan global abad ke-21.[5] Karenanya, politik

pendidikan Indonesia pada lingkup substansi dan kebijakan niscaya merujuk pada diskursus
internasional.

Industri Sekolah
Geliat semangat pembangunan menyodorkan gagasan klasik ihwal kalkulasi modal pada
setiap perhitungan apa pun. Implikasinya, nilai-nilai humanisme dikesampingkan atau
dimanipulasi atas nama kepentingan finansial.

Simtom ini mulai muncul seiring dengan Revolusi Industri Eropa pada akhir abad ke-18.

Sekolah pun, tak terkecuali, menjadi sasaran menggiurkan para cukong yang menghamba
pada Keuangan Yang Maha Esa.


Di tanah air, kiblat kapitalisme global mulai mengemuka sejak kejatuhan Soeharto.[6] Semula
Bapak Revolusi itu menutup rapat aliran dana investasi dari negara-negara Barat, namun

Soeharto membuka “katup-katup” itu sehingga penanaman modal mulai merekah di bawah
komandonya.

https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

2/7

3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Pada masa itu, Soeharto memfokuskan sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan sebagai

inti pembangunan. Oleh sebab itu, pada bidang pendidikan, ia mulai mendirikan Sekolah Dasar
Inpres sebagai bentuk terobosan pada Repelita I.[7]


Ariel Heryanto, seorang dosen di Monash University, meneliti situasi sosial di era Orde Baru
sarat akan dominasi militer pada setiap sektor politik dan ekonomi. Oleh karenanya, dalam

konteks pendidikan, ia menyebut keadaan itu sebagai “sebuah ritual propaganda dan produksi

slogan” yang secara perlahan berlangsung di tahun 1970-an dan 1980-an serta meletup hebat
pada tahun 1990-an karena “tuntutan industri kapitalisme global”.[8]

Hilir dari persoalan sosial-politik itu mengerucut pada peran dan keberadaan sekolah sebagai
produk masa industri Eropa: apakah ia (masih) relevan bagi konteks manusia Indonesia di
tengah eksistensi konsep pendidikan yang ditawarkan Ki Hadjar Dewantara seabad lalu.

Keduanya memiliki konteks historis yang berbeda. Pertama, mulanya sekolah berasal dari

bahasa Latin: skhole, scola, scolae, atau skhola yang berarti waktu senggang.[9] Karena itu,

sekolah hanya dianggap sebagai instrumen minor dalam peradaban.

Yang kedua, ide tamansiswa oleh Ki Hadjar Dewantara. Berbeda dari pandangan sekolah pada
abad Renaisans Eropa, konsep tamansiswa menitikberatkan bakat sebagai modal manusia

yang perlu dibina oleh pamong (guru).

Oleh karena itu, posisi guru bukan memposisikan siswa sebagai objek pasif, melainkan subjek
aktif yang harus diikuti perangainya—bukan malah dinegasikan melalui sikap acuh.[10] Selain
itu, pembeda antara tamansiswa dan sekolah bukan hanya metode pengajaran, melainkan
juga kurikulum, gaya pembelajaran, dan sistem pendidikan.

Perbedaan kontras lain yang menarik dicatat ialah sekolah mencetak manusia industri,

sedangkan tamansiswa mendidik manusia seutuhnya: penggagas dan penggerak. Dalam term
psikologi modern, orientasi pendidikan yang hendak Ki Hadjar Dewantara tempuh adalah
aspek afeksi: neng, ning, nung, dan nang.[11]

Penekanan dimensi emosi itu masih relevan bagi paradigma pendidikan Indonesia. Ide Ki
Hadjar perlu direvitalisasi, bukan hanya simbolisasi.
____________
[1] Tulisan ini saya uraikan secara singkat dengan didasarkan atas studi komparasi. Lebih lanjut baca
Whyte, N.F. 1976. Research Methods for Study of Consciousness and Cooperation. American Journal of
Sociology. Hal. 78.
[2] Hipotesis ini saya dapatkan ketika membaca kritis gagasan para pemikir pendidikan Amerika Latin. Lebih

lanjut: Freire, Paulo. 1972. Cultural Action for Freedom. London: Penguin. Selain itu, sidang pembaca bisa
mengulas lebih dalam pada Fromm, Erich. 1965. The Application of Humanist Psychoanalysis to Marxis
Theory. London: Penguin.
[3] Lihat Mintz, Ethan. 1999. The Complex World of Teaching: Perspectives form Theory and Practice.
Cambridge: Harvard Educational Review.
https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

3/7

3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

[4] Badan standar internasional tersebut didirikan agar memiliki kesamaan paradigma: pendidikan untuk
semua. PISA (Programme for International Student Assessment), PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study), OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study), IPC (The International Primary Curriculum), dan ISCED (The
International Standard Classification of Education). Lebih lanjut lihat UNESCO Institute for Statistics. 2012.
Montreal, Canada.
[5] Pratama, Rony K. dan Zidnie Ilma. 2015. Transformation in Indonesian Language Curriculum: Pros and

Cons between KTSP 2006 and Curriculum 2013 in Indonesia. Paper, Singapore. Hal. 1
[6] Gejala ini dipaparkan Ariel Heryanto dalam makalah populernya berjudul Industrialisasi Pendidikan:
Berkah, Tantangan, atau Bencana bagi Indonesia dalam bunga rampai “Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan” (Editor: Sindhunata). 2000.  Penerbit Kanisius.
[7] Kebijakan itu tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan
Pembangunan Gedung SD.
[8] Ibid Nomor 8. Hal. 44.
[9] James, S. Coleman. 1965. Education and Political Development. Princeton, N.J: Princeton University
Press.
[10] Dewantara, Ki. Hadjar. 1977.  Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
[11] Bapak Pendidikan Nasional itu menjelaskan konsep 4 N itu sebagai “Kesucian pikiran dan kebatinan,
yang didapat dengan ketenangan hati...” lihat Pengajaran Nasional dalam Wasita Jilid II No. 1-2  Edisi JuliAgustus 1930.

Subscribe Noti cation

TERPOPULER

https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

4/7


3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Ketika Abah Anton dan Ya’qud Ananda Terciduk KPK (https://www.qureta.com/post/ketika-abah-anton-dan-ya-qud-ananda-tercidukkpk)
„ 403 views

Mencintai Itu Susah! (https://www.qureta.com/post/mencintai-itu-susah)
„ 144 views

Memilih Pemimpin Cerdas Menuju Bonus Demogra (https://www.qureta.com/post/memilih-pemimpin-cerdas-menuju-bonusdemogra )
„ 130 views

Kisah Om Peter dan Hatinya yang Terpikat Papua Merdeka (https://www.qureta.com/post/peter-arndt-dan-hati-yang-terpikat-papuamerdeka)
„ 114 views

https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

5/7


3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Warga Negara Asing dalam Diplomasi Indonesia (https://www.qureta.com/post/orang-bule-dalam-diplomasi-indonesia)
„ 88 views

Hukuman Mati: Pro dan Kontra (https://www.qureta.com/post/hukuman-mati-pro-dan-kontra)
„ 83 views

KPK dan Pendidikan Antikorupsi: Konstruk Moralitas & Gaya Non-Korup (https://www.qureta.com/post/kpk-dan-pendidikanantikorupsi-konstruk-moralitas-gaya-non-korup)
„ 78 views

Menunggal (https://www.qureta.com/post/menunggal)
„ 73 views

https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

6/7


3/30/2018

Qureta - Arah Politik Pendidikan Indonesia

Dalam Kuasa Desas-Desus (https://www.qureta.com/post/dalam-kuasa-desas-desus-6)
„ 45 views

Mereka yang Gamang Berdemokrasi (https://www.qureta.com/post/mereka-yang-gamang-berdemokrasi)
„ 44 views

PENULIS FAVORIT (https://www.qureta.com/penulis-favorit)
Goenawan Mohamad (https://www.qureta.com/pro le/gm)
Sastrawan

ȡ Follow

(https://www.qureta.com/login)

Ludiro Madu (https://www.qureta.com/pro le/10159512091725646)
Dosen

ȡ Follow

(https://www.qureta.com/login)

Ayu Utami (https://www.qureta.com/pro le/ayuutami)
Novelis

ȡ Follow

(https://www.qureta.com/login)

Aura Asmaradana (https://www.qureta.com/pro le/aura asmaradana)
Mahasiswi

ȡ Follow

(https://www.qureta.com/login)

Tentang Qureta (https://www.qureta.com/page/tentang-qureta)  |  Tips Menulis (https://www.qureta.com/page/tips-menulis)  |  FAQ
(https://www.qureta.com/page/faq)  |  Kontak (https://www.qureta.com/page/kontak)
© Qureta.com (http://www.qureta.com) 2018

https://www.qureta.com/post/arah-politik-pendidikan-indonesia

7/7