Pengembangan Kawasan Pariwisata kintamani melalui

Pengembangan Kawasan Pariwisata melalui Pendekatan
Perencanaan Wilayah Partisipatif
Ely Triwulan Dani
Jurusan Ilmu Perencanaan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor

Abstrak
Pergeseran paradigma dalam pembangunan menuju pembangunan yang berpusat pada
manusia telah mewarnai pembangunan di Indonesia. Sehingga pembangunan yang
dimaknai sebagai proses perubahan ke arah yang lebih baik di dalam kehidupan sudah
semestinya melibatkan masyarakat sebagai unsur yang tidak terpisahkan. Selain dari sisi
pemerintah dan swasta, masyarakat sebaiknya tidak dipandang sebagai objek pembangunan
semata. Paradigma baru mengharapkan masyarakat dapat berperan sebagai subjek sekaligus
objek pembangunan. Peran semua stakeholder menjadi penting untuk tercapainya perencanaan
wilayah yang partisipatif. Pada konteks pengembangan kawasan pariwisata, dalam proses
perencanaan, implementasi, pengawasan dan evaluasi, pemerintah harus sejak awal melibatkan
semua pihak terkait, termasuk masyarakat lokal dan juga swasta.
Kata Kunci: Pergeseran Paradigma Pembangunan, Stakeholder, Perencanaan Wilayah
Partisipatif, Pengembangan Kawasan Pariwisata

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Potensi pariwisata di Indonesia sangatlah besar. Membentang dari Sabang
sampai Merauke dengan segala keaneka ragaman obyek pariwisata, berbagai seni
budaya yang menawan dan ketersediaan sarana dan prasara pendukung pariwisata.
(PNRI, 2010). Selain itu sub sektor pariwisata pun diharapkan dapat menggerakkan
ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana
dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Harapan ini
dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism
development (Raharjana, 2010) yang gencar digalakkan di Indonesia dan di daerahdaerah.
Wikipedia menyebutkan pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi
penting di Indonesia. Pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam
hal penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa
sawit. Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata
di Indonesia. Alamnya yang memiliki kombinasi iklim tropis, puluhan ribu pulau,
serta garis pantai terpanjang ketiga di dunia setelah Kanada dan Uni Eropa, serta
merupakan negara kepulauan terbesar dan berpenduduk terbanyak di dunia.
Beberapa organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism
Organization (WTO) mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak


1

terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan
ekonomi (Santosa, 2002).
Prospek pariwisata ke depan sangat menjanjikan dan berpeluang besar,
sehingga para pelaku pariwisata di Indonesia sudah seharusnya melakukan
perencanaan yang matang dan terarah untuk menangkap peluang tersebut.
Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “re-positioning”
keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi,
promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran
internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas (Santosa,
2002).
Pergesaran paradigma pembangunan yang mengarah kepada people center
development dengan memusatkan perhatian kepada keterlibatan dan pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan. Didukung dengan Lahirnya Undang-Undang No.
23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah menjadi langkah awal terjadinya perubahan kebijakan di tingkat nasional,
sistem pemerintahan negara yang semula bersifat sentralistik mulai bergeser ke arah
desentralisasi. Pemerintah pusat memberikan kewenangan dan keleluasaan yang

cukup besar kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah
yang nyata, lugas dan bertanggung jawab (Taslim, 2013), termasuk dalam hal
pengembangan kawasan pariwisata di daerah.
Pembangunan sektor kepariwisataan menurut Nirwandar (2006) harus
ditujukan untuk persatuan dan kesatuan bangsa, penghapusan kemiskinan,
pembangunan berkelanjutan, pelestarian budaya, pemenuhan kebutuhan hidup dan
hak azazi manusia, peningkatan ekonomi dan industri, serta pengembangan
teknologi, ditambah dengan perencanaan yang matang melalui penyiapan Rencana
Induk Pengembangan Pariwisata daerah di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota yang ditujukan untuk meningkatkan peran serta dan kesejahteraan
masyarakat seluas-luasnya.
Wearing (2001) dalam Dewi, et al. (2013) stakeholder atau pemangku
kepentingan dalam pengembangan pariwisata terdiri dari: (1) pemerintah, sebagai
fasilitator dan regulator; (2) masyarakat, sebagai tuan rumah, pelaksana/subjek; dan
(3) swasta, sebagai pelaksana/pengembang/investor. Ketiga stakeholder tersebut
harus mempunyai komitmen dalam perencanaan partisipatif yang mengutamakan
kebersamaan (Nugroho&Aliyah, 2013). Pemerintah mempunyai peran sentral
dalam menetapkan sebuah strategi kebijakan terkait pengembangan pariwisata
(Nurhadi, et al.). Bersama swasta, keterlibatan pemerintah sebatas memfasilitasi
masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kawasan pariwisata (Raharjana,

2010). Adiyoso (2009) dalam Dewi, et al. (2013) menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat menjadi komponen terpenting dalam upaya menumbuhkan
kemandirian dan proses pemberdayaan. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan, maka sangat penting menggagas sebuah pengembangan kawasan
pariwisata melalui pendekatan perencanaan wilayah partisipatif.

2

2. Perumusan Masalah
Tantangan pengembangan pariwisata di Indonesia sudah selayaknya dijawab
dengan perencanaan pengembangan kawasan pariwisata melalui sebuah
pendekatan yang mampu menjadikannya berkelanjutan. Keberhasilan sebuah
pembangunan harus dapat dirasakan semua pihak terutama masyarakat lokal
sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator sedangkan
swasta bergerak sebagai pendukung. Pengembangan pariwisata menurut
Joyosuharto (1995) dalam Nurhadi, et al. memiliki tiga fungsi, yaitu: 1)
menggalakkan ekonomi, 2) memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi
dan mutu lingkungan hidup, dan 3) memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa. Maka
sebagai bangsa yang kaya akan potensi pariwisata Indonesia harus mampu
menyelaraskan ketiga fungsi tersebut.

Kondisi wilayah yang beragam di Indonesia tentunya menjadi tantangan
tersendiri dalam pengembangan wilayah terutama yang berbasis pariwisata. Sudah
pasti metode yang digunakan tidak bisa diseragamkan, mengingat kondisi alam dan
juga masyarakat daerah yang unik. Perlu strategi cerdas dalam mengembangkan
kawasan pariwisata, semua pihak harus terlibat dan dilibatkan. Semua pendekatan
juga harus digunakan baik dari sisi top down maupun bottom up. Sudah bukan
masanya lagi masyarakat diabaikan, karena peran serta masyarakat menjadi
kekuatan tersendiri dalam pengembangan suatu wilayah, khususnya yang berbasi
pariwisata.
3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur
yang terkait dengan perencanaan wilayah partisipatif, selanjutnya menganalisa
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan suatu wilayah terutama dalam sektor
pariwisata, serta merumuskan suatu model pengembangan kawasan pariwisata yang
mengedepankan partisipasi masyarakat.
KERANGKA PEMIKIRAN
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah lahir sebagai salah satu bentuk hasil
dari Pergesaran paradigma pembangunan yang mengarah kepada people center

development yang mengarah pada desentralisasi dengan memusatkan perhatian
kepada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Di sisi lain
sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan tiap daerah dalam
mengembangkan wilayahnya.
Berbagai persepsi daerah dalam mengimplementasikan kebijakan terkait
otonomi daerah tersebut, termasuk dalam pengembangan kawasan pariwisata lokal.
Sebagian pemerintah daerah sudah menerapkan perencanaan partisipatif sedangkan
sebagian yang lain belum dan menerapkan cara pandang lama dengan
mengesampingkan peran serta masyarakat dan menganggapnya sebagai obyek
perencanaan. Sehingga selanjutnya yang terjadi adalah masyarakat luput dari

3

program pemberdayaan dan kelembagaan lokal tidak berkembang atau bahkan
tidak ada.
Sebagai bagian dari pemerintahan Indonesia yang mulai mencanangkan
perencanaan wilayah partisipatif, sudah seyogyanya pemerintah daerah juga
menerapkannya dalam pengembangan wilayah di daerah. Pengembangan
masyarakat juga harus menjadi konsen pemerintah daerah, bersama-sama dengan
masyarakat membangun daerah yang berkelanjutan. Agar dapat memahami

bagaimana perencanaan partisipatif itu dilaksanakan dan diintegrasikan dengan
pengembangan wilayah berbasis pariwisata maka perlu diketahui proses
perencanaan partisipatif. Pelaksanaan pengembangan pariwisata di daerah juga
dapat dianalisa dan dikaji sejauh mana perencanaan partisipatif dijadikan
pendekatan dalam pengembangan kawasan pariwisata. Hal ini dilakukan dengan
membandingkan 4 (empat) kasus pengembangan pariwisata berbasis partisipasi
masyarakat yang memiliki lokasi penelitian yang berbeda-beda. Selanjutnya ketika
sudah diperoleh gambaran pelaksanaannya dari analisa studi kasus, dibuat suatu
model Pengembangan Kawasan Pariwisata melalui Pendekatan Partisipatif.
ANALISA
1. Perencanaan Wilayah Partisipatif
Pembangunan merupakan upaya yang sistematis dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai altenatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi, 2011).
Selanjutnya Rustiadi juga mengatakan bahwa pembangunan merupakan proses
memanusiakan manusia. Dapat dikatakan bahwa pemabangunan tersebut harus
berkesinambungan dan berorientasi pada pengembangan kualitas hidup manusia.
Lebih lanjut Todaro (2000) dalam Rustiadi (2011), berpendapat pembangunan
harus dipandang sebagai suatu proses multidimensi yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi

institusi nasional disamping tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada
hakekatnya pembangunan tersebut harus mencerminkan perubahan total suatu
masyarakat atau perubahan suatu system social secara keseluruahan tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dasar masyarakat dan keinginan individual dan
kelompok-kelompok social yang ada dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu
kondisi kehidupan yang secara lebih baik dari segi material dan spiritual (Rustiadi,
2011).
Myrdal (1968) dalam Conyers (1994) mengatakan bahwa perencanaan yang
efektif memiliki harapan yang kecil jika tanpa didukung oleh masyarakat, dan
keterlibatan masyarakat tersebut merupakan kewajiban bagi perencanaan
demokratis. Saat inipun banyak istilah yang popular terkait pentingnya partisipasi
masyarakat diantaranya ‘bottom-up planning’ (perencanaan dari bawah),
keterlibatan pada ‘grass roots’ (sampai pada masyarakat paling bawah),
‘democratic planning’ (perencanaan demokratis) dan ‘parcipatory planning;
(perencanaan partisipatif). Conyers (1994) menyebutkan ada 3 (tiga) alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat memiliki peran penting, antara lain:

4


(1) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, jika hal tersebut
tidak ada maka proyek-proyek akan gagal;
(2) mayarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan saat
merasa dilibatkan dalam sebuah proses persiapan dan perencanaannya,
dikarenakan mereka mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan muncul rasa
memiliki pada proyek tersebut;
(3) adanya anggapan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
merupakan suatu hak demokrasi.
Conyers (1994) juga menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan
dalam proses perencanaan diantaranya: a) survai dan konsultasi lokal, b)
penggunaan petugas lapangan yang terampil, c) perencanaan yang bersifat
desentralisasi, d) pemerintahan daerah, dan e) pembangunan masyarakat. Namun
tidak ada jawaban yang pasti metode mana yang mungkin dapat dilaksanakan,
karena banyak hal yang tergantung pada struktur administrasi dan politik yang di
dalamnya para perencana harus melibatkan diri mereka, begitupun dengan masalah
sumber dana yang ada. Metode-metode yang disebutkan bukanlah satu-satunya
alternatif, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, yang belum
tentu akan sesuai untuk semua kondisi dan semua Negara.
Perencanaan partisipatif tidak hanya dilakukan pada salah satu proses dalam

pembangunan, namun merupakan kegiatan yang menyeluruh mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/monitoring, sampai evaluasi. Partisipasi
dan pemberdayaan masyarakat adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan dalam
proses pembangunan partisipatif, dengan tujuannya adalah mencapai pembangunan
yang berkelanjutan dalam aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Wacana baru
pembangunan berkelanjutan tidak berhenti pada tiga aspek tersebut, namun ada lagi
aspek yang penting dan tidak boleh terpisah yaitu kelembagaan, baik yang berupa
kebijakan maupun organisasi, baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat.
2. Analisa Pendekatan
Pariwisata

Partisipatif

dalam

Pengembangan

Kawasan

Dalam makalah ini dianalisa beberapa studi kasus yang terkait dengan

pengembangan kawasan pariwisata berbasi pasrtisipasi masyarakat. Ada 4 (empat)
kasus yang dianalisa, diantaranya:
1) Kasus 1
Tulisan berjudul “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat
Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali” yang ditulis oleh Made Heny
Urmila Dewi, Chafid Fandeli dan M. Baiquni.
2) Kasus 2
Tulisan berjudul “Pengelolaan Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat sebagai
Upaya Penguatan Ekonomi Lokal dan Pelestarian Sumber Daya Alam di
Kabupaten Karanganyar” yang ditulis oleh Purwanto Setyo Nugroho dan
Istijabatul Aliyah.

5

3) Kasus 3
Tulisan berjudul “Strategi Pengembangan Pariwisata oleh Pemerintah Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah. (Studi pada Dinas Pemuda, Olahraga,
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto)” yang ditulis oleh Febrianti
Dwi Cahya Nurhadi, Mardiyono dan Stefanus Pani Rengu
4) Kasus 4
Tulisan berjudul “Membangun Pariwisata Bersama Rakyat. Kajian Partisipasi
Lokal dalam Membangun Desa Wisata di Dieng Plateau” yang ditulis oleh
Destha Titi Raharjana.
Hasil analisa studi kasus disajikan pada Tabel 1. Dimana dapat disimpulkan
bahwa yang telah melaksanakan pengembangan kawasan pariwisata melalui
pendekatan partisipatif adalah kasus ke-2 dan ke-4. Sedangkan pada kasus ke-1 dan
ke-3 perencanaan partisipatif belum sepenuhnya dijalankan. Hal yang menjadi
catatan adalah karena masih dominannya peran pemerintah dan kurangnya sinergi
dengan pihak terkait lainnya dalam pengembangan kawasan pariwisata.

6

Tabel 1. Matriks Hasil Analisa Studi Kasus
NO MUATAN
KASUS 1
KASUS 2
JUDUL
Pengembangan Desa Wisata
Pengelolaan Kawasan Wisata
Berbasis Partisipasi
Berbasis Masyarakat sebagai
Masyarakat Lokal di Desa
Upaya Penguatan Ekonomi
Wisata Jatiluwih Tabanan,
Lokal dan Pelestarian Sumber
Bali
Daya Alam di Kabupaten
Karanganyar
HASIL ANALISA
1 Paradigma
Masyarakat belum menjadi
Pembangunan subjek pembangunan, tetapi
masih menjadi objek
pembangunan.
2

Pembangunan Tujuan kegiatan adalah untuk
Berkelanjutan pengembangan desa wisata
berkelanjutan

3

Pelibatan
Stakeholder

 Semua pihak dilibatkan,
yaitu pemerintah,
masyarakat lokal dan
swasta (dari LSM dan
Perguruan Tinggi)
 Peran pemerintah sangat
dominan.
 Pariwisata yang
dikembangkan di desa

Telah terjadi pergeseran
paradigma pembangunan
dengan mengutamakan
masyarakat sebagai fokus
pembangunan
Tiga aspek keberlanjutan sudah
diakomodasi, yaitu ekonomi
ekologi dan sosial yang
dibahasakan dengan
“kebersamaan”
Semua dilibatkan dalam model
yang dibuat (MODEL PIRBE),
yaitu: Pemerintah dalam hal
keberpihakan (program),
Swasta dalam kemitraan
(dukungan) dan Masyarakat
dalam keterlibatan (partisipasi)

KASUS 3
Strategi Pengembangan
Pariwisata oleh Pemerintah
Daerah terhadap Pendapatan
Asli Daerah. (Studi pada Dinas
Pemuda, Olahraga, Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten
Mojokerto)

KASUS 4
Membangun Pariwisata Bersama
Rakyat. Kajian Partisipasi Lokal
dalam Membangun Desa Wisata
di Dieng Plateau

Fokus kegiatan hanya pada
pengembangan PAD, terkait
dengan pengembangan
masyarakat sekitar kurang
mendapat perhatian
Hanya aspek ekonomi yang
dominan menjadi pembahasan
dalam tulisan

Adanya paradigma bottom up
planning mengharapkan
masyarakat dapat berperan
sebagai subjek sekaligus objek
pembangunan
Prinsip-prinsip pariwisata yang
berkelanjutan (sustainable
tourism) harus
mendasari pengembangan desa
wisata
Ada keterlibatan dari pihak dinas
pariwisata Provinsi, Dinas
Pariwisata Kabupaten & UPTD
Dieng, Kementerian Pusat,
Perguruan Tinggi, Pihak swasta
dan masyarakat

 Pemerintah melibatkan
masyarakat hanya pada tataran
pelaksanaan pengembangan
kawasan pariwisata.
 Belum melibatkan antar sektor
yaitu Perhutani dan Desa
terkait Status Kepemilikan
Lahan dengan yang Lain (PT.
Perhutani dan Desa)

7

NO

MUATAN

KASUS 1
wisata tersebut tidak pernah
di desain oleh masyarakat.
 Adanya keterlibatan
masyarakat lokal dalam
tahap perencanaan,
implementasi, dan
pengawasan
 Selama ini masyarakat
terbiasa menjalankan apa
yang diperintahkan oleh
pemerintah dan tidak
dibiasakan berpartisipasi.

4

Partisipasi
Masyarakat

5

Pemberdayaan Pariwisata yang
Masyarakat
dikembangkan didesain oleh
orang luar desa, sehingga

KASUS 2

 Pariwisata inti rakyat
menggarisbawahi partisipasi
masyarakat dalam berbagai
sektor.
 Bentuk partisipasi
masyarakat adalah dengan
memelihara lingkungan di
sekitar mereka dan rasa ikut
memiliki (sense of
belonging)
 terhadap beraneka sumber
daya alam dan budaya
sebagai aset pembangunan
pariwisata Masyarakat
diikutsertakan dalam
berbagai tahapan
pembangunan, mulai
perencanaan, pengembangan,
pengelolaan, pemantauan dan
penilaian keberhasilan
pembangunan pariwisata itu
sendiri
Mengikutsertakan masyarakat
dalam berbagai kegiatan
pariwisata

KASUS 3
 Pihak swasta belum terlibat
dalam kegiatan

KASUS 4

Masyarakat berpartisipasi
 Dilaksanakannya Pemetaan
dengan menyediakan
Partisipatif tentang Atraksi
penginapan, rumah makan, hotel
Wisata
dan souvenir
 Masyarakat melakukan
penyediaan fasilitas akomodasi
berupa rumah-rumah penduduk
(home stay), penyediaan
kebutuhan konsumsi wisatawan,
pemandu wisata, penyediaan
transportasi lokal, pertunjukan
kesenian, dan lain-lain.
 Masih dominannya pola pikir
sebagai petani dibandingkan
sebagai penyedia jasa.
 Belum memasyarakatnya sadar
wisata/ sapta pesona

Masyarakat belum diberdayakan
secara maksimal, hanya pada
taraf pelaksanaan saja, itupun

Masih terbatasnya kesempatan
mengikuti pelatihan-pelatihan
bidang
Pariwisata

8

NO

MUATAN

KASUS 1
masyarakat lokal
terpinggirkan

6

Pengembanga Karena masyarakat kurang
n Masyarakat diberdayakan maka
pengembangan masyarakat
menjadi tidak berjalan

7

Pengembanga Pengembangan wilayah telah
n Wilayah
dilaksanakan dan pemerintah
sangat dominan bergerak
secara top down

8

Kelembagaan
Lokal

Kerena masyarakat tidak
terlibat maka kelembagaan
sosial juga tidak berjalan

KASUS 2

KASUS 3
tanpa ada “pembagian wilayah
kerja” yang jelas

Dengan meningkatnya
pariwisata maka ekonomi lokal
sehingga memberikan
pendapatan tambahan kepada
masyarakat serta peluang
pekerjaan yang dapat
ditangkap oleh masyarakat
akan meningkat
 Dengan meningkatnya
pariwisata akan
meningkatkan ekonomi lokal
, yang antara lain berupa
devisa.
 Banyak sektor usaha di
bidang pariwisata seperti
usaha akomodasi, biro
perjalanan, transportasi dan
usaha-usaha terkait lainnya
yang dapat memberikan
kontribusi dalam memompa
perekonomian lokal, regional
maupun nasional.
Pembangunan dan pengelolaan
kawasan wisata di Kabupaten
Karanganyar berbasis

Pengembangan masyarakat
belum dapat terlaksana karena
komponen masih belum ada,
yaitu kelembagaan lokal dan
kapital sosial

KASUS 4

Belum adanya aturan hukum
atau peraturan daerah (PERDA)
yang mengatur khusus tentang
strategi pengembangan sektor
pariwisata di daerah Kabupaten
Mojokerto

 Tahun 2010 Kementerian pusat
Memberikan dukungan dalam
bentuk pemberian dana hibah
melalui PNPM Pariwisata.
 Melibatkan Dieng Kulon dalam
event di tingkat nasional

Belum adanya kelembagaan
lokal dalam pengembangan
pariwisata

 Semangat desentralisasi dan
pemberian kewenangan penuh
bagi warga untuk mengelola

9

NO

9

MUATAN

KASUS 1

Kapital Sosial Belum adanya sinergi dan
kepercayaan dari pemerintah
kepada masyarakat,
begitupun sebaliknya,
terbukti dengan
pengembangan kawasan
wisata yang tidak melibatkan
masyarakat.

KASUS 2
komunitas menekankan pada
upaya memberikan keuntungan
kepada penduduk setempat
baik secara langsung maupun
tidak langsung yang dapat
dipahami dan dirasakan oleh
masyarakat di kawasan
tersebut

Adanya kemitraan dari
dukungan swasta berupa
system “bapak angkat” yang
mensinergikan kekuatan atau
potensi yang dimiliki oleh
masyarakat

KASUS 3

Pemerintah dan masyarakat serta
pihak swasta belum bersinergi
secara maksimal, sehingga
kepercayaan belum terbentuk

KASUS 4
pariwisata di daerahnya
merupakan hal mutlak untuk
terwujudnya pariwisata berbasis
komunitas.
 Lembaga pengelola pariwisata
yang bernama Dieng Pandawa,
yaitu Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) berfungsi sebagai
mitra pemerintah dan menjadi
fasilitator dalam pelaksanaan
dan monitoring aktivitas
pariwisata
 Belum pahamnya pengelola di
pokdarwis akan tupoksinya
 Minimnya akses dan jejaring
yang dimiliki pengelola
 Ada “kesadaran kolektif” atas
potensi yang dapat
dikembangkan

10

NO MUATAN
KESIMPULAN

KASUS 1
Peran pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya
pariwisata terlihat dominan.
Padahal bila mengacu pada
pendekatan tata kelola
pemerintah yang bersih dan
berkelanjutan peran
pemerintah diharapkan
menjadi fasilitator dengan
memberikan peran dan
manfaat yang lebih besar
kepada masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa
pembangunan pariwisata
berbasis partisipasi
masyarakat belum terwujud
di wilayah ini. Masyarakat
belum menjadi subjek
pembangunan.

KASUS 2
Pengembangan Kawasan
Pariwisata telah menggunakan
pendekatan perencanaan
wilayah partisipatif

KASUS 3
Perencanaan wilayah partisipatif
belum menjadi pendekatan
dalam pengembangan kawasan
wisata di kabupaten Mojokerto,
sehingga perlu banyak perbaikan
agar pariwisata menjadi maju
dan berkelanjutan

KASUS 4
Adanya motivasi dan dorongan
secara kolektif dari sebagian
warga di desa Dieng untuk
mengelola pariwisata. Ditingkat
komunitas, sudah terbentuk
pengelola pariwisata berbasis
desa. Pelaksanaan pengembangan
kawasan pariwisata telah
menggunakan model perencanaan
partisipatif dengan potensi dan
permasalahan yang ada.

Sumber: Hasil Analisa Penulis (2015)

11

3. Model Pengembangan
Partisipatif

Kawasan

Pariwisata

melalui

Pendekatan

Hasil analisa sebelumnya menunjukkan ada beberapa kasus yang telah
menggunakan pendekatan partisipatif dalam pengembangan kawasan wisatanya,
namun ada juga yang masih belum. Hal tersebut karena paradigma lama yang
fokusnya pada ekonomi dengan mengesampingkan masyarakat dan lingkungan
serta pendekatan bersifat top down masih terjadi di beberapa daerah. Setelah
otonomi daerah tentunya pemerintah pusat menjadi terbatas dalam mengawasi
pengembangan wilayah di daerah yang telah terdesentralisasi.
Namun saat ini masyarakat telah banyak belajar dari pelaksanaan
pembangunan yang telah dilaksanakan, dan juga menganalisa dari pelaksanaan
pembangunan di daerah lain yang menyebabkan harapan masrayakat untuk
dilibatkan dalam pembangunan muncul dan menjadi kebutuhan karena rasa
“memiliki” terhadap daerahnya. Maka pemerintah daerah sebagai penanggung
jawab pelaksanaan pembangunan di daerah sudah seharusnya tidak mengabaikan
hal tersebut. Sudah bukan masanya masyarakat ditinggalkan dan dianggap tidak
mengerti akan pembangunan. Sehingga pembangunan di daerah harus melalui
pendekatan partisipatif, yang dimodelkan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Pengembangan Kawasan Pariwisata melalui Pendekatan Partisipatif

Gambar 1 menunjukkan integrasi antara pengembangan kawasan pariwisata
dengan perencanaan wilayah partisipatif. Dimana ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kawasan pariwisata dalam mendukung
pembangunan yang berkelanjutan, yaitu aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
Sedangkan kelembagaan lokal berasal dari perencanaan wilayah partisipatif yang
menjadi bagian dalam pengembangan masyarakat yang bersifat bottom up.

12

Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat menjadi hal yang utama sedangkan dari
sisi pemerintah adalah dikeluarkannya kebijakan dan insentif. Sinergi ketiga
stakeholder menjadi penting, yaitu antara pemerintah, masyarakat dan swasta.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dapat diambil beberapa simpulan,
diantaranya:
1) Perencanaan wilayah partisipatif menjadi pendekatan dalam pengembangan
kawasan pariwisata. Dimana perencanaan partisipatif tidak hanya dilakukan
pada salah satu proses dalam pembangunan, namun merupakan kegiatan yang
menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/monitoring,
sampai evaluasi.
2) Belum semua daerah menerapkan pendekatan perencanaan wilayah partisipatif
dalam pengembangan kawasan pariwisata. Namun ada beberapa yang sudah
menerapkan pendekatan tersebut.
3) Partisipasi dan Pemberdayaan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam perencanaan partisipatif. Peran dari semua stakeholder
menjadi kunci keberhasilan pengembangan wilayah.
Pendekatan partisipatif tidak hanya dilaksanakan untuk pengembangan
kawasan pariwisata saja, tapi untuk pengembangan seluruh sektor yang ada di
daerah. Agar perencanaan wilayah partisipatif dapat terlaksana maka pemerintah
pusat perlu melakukan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pengembangan
wilayah di daerah. Sehingga diharapkan kebijakan terkait perencanaan wilayah
partisipatif dalam pengembangan wilayah dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Conyers, D. 1994. Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga Suatu Pengantar .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press (Hal 153-184).
Dewi, MHU, Fandeli, C, Baiquni, M. 2013. Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali .
Kawistara No. 2, 17 Agustus 2013 (3): 117-226.
Nirwandar, S. 2006. Pembangunan Sektor Pariwisata di Era Otonomi Daerah.
Diakses 4 Juni 2015.
Nugroho, PS, Aliyah, I. 2013. Pengelolaan Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat
sebagai Upaya Penguatan Ekonomi Lokal dan Pelestarian Sumber Daya
Alam di Kabupaten Karanganyar . Cakra Wisata Vol. 13 (1): 26-38.
Nurhadi, FDC, Mardiyono, Rengu, SP. -------. Strategi Pengembangan Pariwisata
oleh Pemerintah Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. (Studi pada
Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Mojokerto). Jurnal Administrasi Publik Vol. 2 (2): 325-331.
13

Portal Nasional Republik Indonesia. 2010. Potensi Pariwisata .

Diakses tanggal 4 Juni 2015.
Raharjana, DT. 2010. Membangun Pariwisata Bersama Rakyat. Kajian Partisipasi
Lokal dalam Membangun Desa Wisata di Dieng Plateau . Yogyakarta (ID):
Prodi Kajian Pariwisata UGM.
Riyadi, Bratakusumah, Deddy Supriady. 2004. Perencanaan Pembangunan
Daerah Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah .
Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rustiadi, E, Saefulhakim, S, Panuju, DR. 2011. Perencanaan Pengembangan
Wilayah. Edisi Kedua. Bogor (ID): Laboratorium Perencanaan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Santosa, SP. 2002. Pengembangan Pariwisata Indonesia

Diakses tanggal 4 Juni 2015.
Sutarso, J. -------. Menggagas Pariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal.
Solo (ID): Program Studi Ilmu Komunikasi FKI UMS.
--------, 2015. Partisipasi Masyarakat.

Diakses tanggal 4 Juni 2015.
Taslim, 2013. PAD dari Industri Pariwisata dalam Menunjang Otonomi Daerah .

Diakses tanggal 4 Juni 2015.
Wikipedia Indonesia. Pariwisata di Indonesia .

Diakses tanggal 4 Juni 2015.

14

LAMPIRAN
Tulisan studi Kasus
1) Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa
Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali, ditulis oleh Made Heny Urmila Dewi, Chafid
Fandeli dan M. Baiquni.
2) Pengelolaan Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat sebagai Upaya Penguatan
Ekonomi Lokal dan Pelestarian Sumber Daya Alam di Kabupaten Karanganyar,
ditulis oleh Purwanto Setyo Nugroho dan Istijabatul Aliyah.
3) Strategi Pengembangan Pariwisata oleh Pemerintah Daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah. (Studi pada Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto), ditulis oleh Febrianti Dwi Cahya
Nurhadi, Mardiyono dan Stefanus Pani Rengu.
4) Membangun Pariwisata Bersama Rakyat. Kajian Partisipasi Lokal dalam
Membangun Desa Wisata di Dieng Plateau, ditulis oleh Destha Titi Raharjan

15