SISTEM PAKAR UNTUK MENENTUKAN JENIS GANG

SISTEM PAKAR UNTUK MENENTUKAN JENIS GANGGUAN
PERKEMBANGAN PADA ANAK KHUSUSNYA AUTISME
MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER-SHAFER
Fatmawati
Jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang Km 14 Yogyakarta 55510
Telp (0274) 895287 ext. 122, fax. (0274) 895007 ext. 148
13523264@students.uii.ac.id
Sistem pakar untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak
khususnya autisme dengan metode dempster-shafer adalah sebuah sistem yang dibuat
untuk membantu para orang tua dan pakar dalam menentukan jenis gangguan yang dialami
oleh anak. Namun, tidak hanya autisme, gangguan perkembangan pada anak ada beberapa
yang sering dijumpai seperti, keterbelakangan mental, conduct disorder , attentation deficit
hyperactive disorder (ADHD). Autisme gangguan perkembangan kompleks pada fungsi
otak yang disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan
yang luas. Khususnya anak autisme, dapat dideteksi sejak sebelum anak berumur 3 tahun,
yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata, dan tidak menunjukkan responsif
terhadap lingkungan (Rohman, Fauzijah, & Pakar, 2008). Penyebabnya bisa jadi karena
faktor genetik, dan juga faktor neurologis yaitu gangguan atau kelainan pada sel-sel otak
ketika dalam kandungan entah dari virus, jamur, oksigenasi, atau keracunan. Karena
kurangnya pengetahuan akan gejala dari autisme bagi orang tua, maka dibuat sebuah sistem

yang dapat membantu orang tua untuk mendiagnosis perkembangan pada anak. Serta dapat
mempermudah pakar untuk membantu orang tua dalam mendiagnosis gangguan
perkembangan pada anak.
Abstract.

Keyword: Autisme, Metode Dempster-Shafer , ADHD, Conduct Disorder ,
Keterbelakangan Mental, Genetik, Neurologis.

1.

Pendahuluan

1.1

Latar Belakang

Sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke
komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh
para ahli. Implementasi dari sistem pakar banyak digunakan dibanyak bidang, contohnya
bidang psikologi. Bidang psikologi sering digunakan karena sistem pakar dipandang

sebagai cara penyimpanan pengetahuan pakar dalam program komputer sehingga
keputusan dapat diberikan dalam melakukan penalaran secara cerdas. Umumnya,
pengetahuan didapatkan dari seorang pakar yang sesuai dengan domainnya.
Salah satu implementasi sistem pakar dalam bidang psikologi yaitu untuk
menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak. Anak-anak paling rentan dan sangat

perlu diperhatikan tumbuh kembangnya. Dampak dari terlewatnya satu tahapan atau fase
tumbuh kembang anak, akan berpengaruh untuk perkembangannya. Ada banyak macam
gangguan perkembangan anak, salah satunya adalah autisme. Autisme adalah gangguan
perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai dengan defisit intelektual dan
perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas. Autisme pada anak berbeda-beda
tarafnya, dari yang ringan sampai yang berat. Gejalanya sudah tampak saat anak berumur
3 tahun, antara lain, tidak adanya kontak mata, tidak responsif terhadap lingkungan sekitar.
Penyebabnya pun beragam, namun bisa disebabkan oleh gangguan neurobiologis pada
susunan syaraf pusat.
Oleh karena itu, dibangun sebuah sistem pakar yang dapat membantu para pakar
dan orang tua untuk menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak menggunakan
salah satu metode dari sistem pakar, yaitu Dempster-Shafer . Dempster-Shafer merupakan
perhitungan matematika untuk pembuktian berdasarkan kepercayaan dan pemikiran masuk
akal. Dengan metode ini diharapkan dapat menghasilkan diagnosa lebih tepat dan

mempunyai kepastian yang lebih kuat tanpa perubahan atau penambahan pengetahuan.

1.2

Perumusan Masalah

Kurangnya pengetahuan akan gejala dari penyakit autisme membuat para orang tua
tidak mengetahui jika anaknya mengalami gangguan perkembangan. Maka dari itu,
berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diteliti adalah bagaimana membuat
sebuah sistem yang digunakan untuk menentukan gangguan perkembangan pada anak,
khususnya autisme dengan menggunakan metode dempster-shafer .

1.3

Tujuan dan Manfaat

Tujuannya adalah menghasilkan sebuah sistem pakar yang dapat membantu untuk
mendiagnosis gangguan perkembangan pada anak, khususnya autisme. Sedangkan,
manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat menentukan jenis gangguan perkembangan
pada anak, khususnya autisme.


2.

Tinjuan Pustaka

2.1

Sistem Pakar

Sistem pakar adalah sistem yang menggunakan pengetahuan manusia, di mana
pengetahuan, tersebut dimasukkan ke dalam sebuah komputer, dan kemudian digunakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang biasanya membutuhkan kepakaran atau
keahlian manusia (Anak, 1978). Sistem pakar dirancang agar dapat menyelesaikan suatu
permasalahan tertentu dengan meniru kerja dari para ahli.
Sistem dikatakan suatu sistem pakar jika memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu
terbatasnya pada domain keahlian tertentu, dapat memberikan penalaran untuk data-data
yang tidak pasti, dapat mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikan dengan cara

yang dapat dipahami, berdasarkan pada kaidah atau rule tertentu, dirancang untuk
dikembangkan secara bertahap, output bersifat anjuran (Anak, 1978).

Struktur yang terdapat pada sistem pakar antara lain :
1. Antarmuka pengguna (user interface) merupakan mekanisme yang digunakan
oleh pengguna dan sistem pakar untuk berkomunikasi.
2. Basis pengetahuan. Basis pengetahuan mengandung pengetahuan untuk
pemahaman , formulasi, dan penyelesaian masalah berdasarkan fakta dan
aturannya.
3. Akuisisi pengetahuan adalah akumulasi, transfer, dan transformasi keahlian
dalam menyelesaikan masalah dari sumber pengetahuan ke dalam program
komputer.
4. Inference engine adalah program komputer yang memberikan metodologi
untuk penalaran dan untuk memformulasikan kesimpulan.
5. Workplace merupakan area dari sekumpulan memori kerja yang digunakan
untuk merekam kejadian yang berlangsung.
6. Fasilitas penjelasan, digunakan untuk melacak respon dan memberikan
penjelasan.
7. Perbaikan pengetahuan.

2.2

Dempster-Shafer


Metode dempster-shafer merupakan metode perhitungan untuk menentukan
besarnya tingkat kepercayaan dari bukti-bukti atau informasi yang ada, berdasarkan tingkat
kepercayaan dari bukti-bukti atau informasi yang ada (Siswoyo, n.d.). Secara umum,
dempster-shafer ditulis dalam suatu interval [Belief, Plausibility]. Di mana, belief (bel)
adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika
bernilai 0 maka tidak ada evidence , dan apabila bernilai 1 maka menunjukkan adanya
kepastian. Plausibility(PI) dinotasikan sebagai PI(s) = 1 – Bel(-s), di mana nilai Plausibility
juga bernilai 0 sampai 1.
Pada teori dempster-shafer dikenal dengan adanya frame of discrement yang di
notasikan dengan  (Shafer, 2013), frame ini merupakan semesta dari sekumpulan
hipotesis. Tujuannya adalah mengaitkan ukuran kepercayaan elemen-elemen . Namun,
tidak semua evidence secara langsung mendukung tiap-tiap elemen. Untuk itu diperlukan
adanya probabilitas fungsi denstitas, biasa disimbolkan dengan m. Nilai m tidak hanya
mendefinisikan elemen-elemen  saja, namun semua subset. Sehingga jika  berisi n
elemen, maka subset dari  semua berjumlah 2n. Jumlah semua m dalam subset  harus
sama dengan 1. Apabila tidak ada informasi apapun untuk memilih hipotesis, maka nilai :
m{} = 1,0 .
Apabila X diketahui nilai subset dari , dengan m1 sebagai fungsi densitas, dan Y juga
merupakan subset dari  dengan m2 sebagai fungsi densitasnya, maka didapatkan fungsi

kombinasi m1 dan m2 sebagai m3, yaitu :



2.3

=

Σ ∩ = �
− Σ ∩ =∅ �

.�

.�

Gangguan Perkembangan Pada Anak

Manusia pada umunya selalu mengalami perkembangan. Mulai dari dilahirkan
sebagai seorang bayi, lalu tumbuh dan berkembang menjadi seorang remaja, dewasa, tua.
Namun, dalam tumbuh kembang manusia tidak sedikit yang mengalami berbagai macam

gangguan dan permasalahannya, biasa disebut gangguan perkembangan. Perkembangan
yang terjadi akan sangat berpengaruh pada diri manusia. Maka dari itu, jika ada satu fase
saja yang terlewat pada saat pertumbuhan, khususnya tumbuh kembang anak, akan
menimbulkan masalah ke depannya. Anak-anak mempunyai fase yang paling rentan dan
sangat perlu diperhatikan satu per satu tahapan perkembangannya (Anak, 1978).

2.4

Definisi Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai
dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas. Autisme
pada anak berbeda-beda tarafnya, dari yang ringan sampai yang berat. Gejalanya sudah
tampak saat anak berumur sebelum 3 tahun. Gejalanya antara lain, tidak adanya kontak
mata, dan tidak menunjukkan responsif terhadap lingkungan (Rohman et al., 2008).
Karakteristik dari anak autisme sendiri prevalensi atau jumlah keseluruhan kasus yaitu 6,6
- 13,6 per 10.000 anak, di mana anak laki-laki kurang dari anak perempuan, dan 76 – 89%
IQ mereka di bawah 70. Autisme disebabkan oleh faktor genetik, atau neurologis
(gangguan atau kelainan pada sel-sel otak ketika dalam kandungan). Autisme tidak dapat
disembuhkan total, tetapi gejalanya dapat dikurangi dengan terapi (Rohman et al., 2008).


3.

Representasi Pengetahuan

Representasi pengetahuan adalah proses pembentukan suatu sistem pakar dengan
mengambil data dari seorang ahli atau dari narasumber yang kemudian diolah menjadi
suatu sistem pakar (Pratiwi & Wahyuni, 2016). Tujuan dari representasi pengetahuan
adalah untuk menangkap sifat-sifat penting suatu permasalahan dan membuat informasi
dapat diakses oleh prosedur pemecahan permasalahan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam representasi pengetahuan, yaitu fakta dan formula.
Untuk mengetahui seorang anak terkena autisme atau tidak, terlebih dahulu harus
diketahui apa saja keluhan yang dialami sebagai gejala. Gejala-gejalanya pun antara lain :

No.

Gejala

Kode
Gejala


1.

Tidak mampu menggunakan perilaku nonverbal
dalam berkomunikasi

G1

2.

Gagal menjalin hubungan dengan teman sebaya

G2

3.

Tidak mampu berkomunikasi secara spontan

G3


4.

Tidak mampu menjalin sosial/emotional reciprocity

G4

5.

Gangguan perkembangan bahasa

G5

6.

Tidak mampu mengawali atau memelihara
pembicaraan dengan orang lain

G6

7.

Menggunakan bahasa yang diulang-ulang

G7

8.

Tidak mampu meniru

G8

9.

Asyik bermain dengan diri sendiri dengan 1 atau lebih
pola stereotipik (perilaku yang diulang-ulang) yang
tidak normal

G9

10.

Tidak dapat fleksibel

G10

11.
12.

Melakukan gerakan stereotipik (perilaku yang
diulang-ulang)
Sangat senang/asyik dengan bagian dari sebuah benda

G11
G12

Tabel 1. Gejala-gejala Autisme
Dari tabel gejala-gejala di atas, sistem dapat memberikan informasi mengenai
gejala gangguan perkembangan anak khususnya autisme. Jika gejala yang dialami sesuai
dengan yang di masukkan, maka rules yang di dapatkan dapat menganalisis gangguan
perkembangan pada anak. Rules atau aturan-aturan yang di dapatkan berdasarkan
pengetahuan pakar dan digunakan dalam representasi pengetahuan, antara lain :
Rule 1 : IF jenis gejala G1 AND G2 AND G5 AND G9 THEN Autisme
Rule 2 : IF jenis gejala G1 AND G2 AND G6 AND G10 THEN Autisme
Rule 3 : IF jenis gejala G1 AND G2 AND G7 AND G11 THEN Autisme
Rule 4 : IF jenis gejala G1 AND G2 AND G8 AND G12 THEN Autisme
Rule 5 : IF jenis gejala G2 AND G3 AND G5 AND G9 THEN Autisme
Rule 6 : IF jenis gejala G2 AND G3 AND G6 AND G10 THEN Autisme
Rule 7 : IF jenis gejala G2 AND G3 AND G7 AND G11 THEN Autisme
Rule 8 : IF jenis gejala G2 AND G3 AND G8 AND G12 THEN Autisme
Rule 9 : IF jenis gejala G3 AND G4 AND G5 AND G9 THEN Autisme
Rule 10 : IF jenis gejala G3 AND G4 AND G6 AND G10 THEN Autisme
Rule 11 : IF jenis gejala G3 AND G4 AND G7 AND G11 THEN Autisme
Rule 12 : IF jenis gejala G3 AND G4 AND G8 AND G12 THEN Autisme
Rule 13 : IF jenis gejala G1 AND G2 AND G3 AND G4 AND G5 AND G6 AND
G7 AND G8 AND G9 AND G10 AND G11 AND G12 THEN Autisme

4.

Perancangan Sistem

4.1

Diagram Konteks

Diagram konteks adalah diagram yang terdiri dari suatu proses dan
menggambarkan ruang lingkung sistem. Diagram konteks merupakan level tertinggi dari
DFD atau Data Flow Diagram, yang menggambarkan seluruh masukkan dan keluaran dari
sistem. Aliran data dari diagram konteks di bawah ini bersumber dari pengetahuan dari
pakar berupa data pengguna dan data gejala. Pakar akan menerima informasi gejala apa
saja yang dimasukkan pengguna, serta informasi dari pengguna. Pengguna lainnya, yaitu
orang tua melakukan proses memasukkan data pengguna, dan data gejala yang dialami oleh
anak. Serta orang tua mendapatkan informasi gejala, serta informasi hasil akhir dari gejalagejala yang sudah dimasukkan. Diagram konteks sistem pakar ditampilkan pada gambar
dibawah ini.

Gambar 2. Diagram Konteks

5.

Pengujian Sistem

Pada contoh pengujian sistem akan dicari persentase kemungkinan anak
mengalami gangguan perkembangan anak khususnya autisme. Dalam pengujian, pengguna
harus memilih 4 gejala, dengan nilai ambang yang sudah ditentukan. Perhitungan pengujian
dengan gejala pada tabel di bawah ini.
No. Gejala
Kode Gejala Bobot
Tidak mampu menggunakan perilaku
1.
G1
0,92
nonverbal dalam berkomunikasi
Gagal menjalin hubungan dengan
2.
G2
0,83
teman sebaya
3. Gangguan perkembangan bahasa
G5
0,92
Asyik bermain dengan diri sendiri
4. dengan 1 atau lebih pola stereotipik
G9
0,9
yang tidak normal
Tabel 2. Contoh Gejala Pilihan Pengguna

Untuk menghitung nilai gangguan autisme yang dipilih menggunakan nilai believe yang
telah ditentukan.
• Langkah 1 : Menghitung nilai plausability pada gejala 1 (G1)
m1(ø) = 1 – Bel(s)
m1(ø) = 1 – 0,92
m1(ø) = 0,08












Langkah 2 : Menghitung nilai plausability pada gejala 2 (G2)
m2(ø) = 1 – Bel(s)
m2(ø) = 1 – 0,83
m2(ø) = 0,17
Langkah 3 : Telah didapatkan nilai m1(ø) dan m2(ø), maka m3 dapat dicari
dengan rumus
.�
Σ ∩ = �

=
− Σ ∩ =∅ �
.�
, ∗ ,

=
− , ∗ ,

= ,
Langkah 4 : Cari lagi nilai m3(ø)
m3(ø) = 1 – Bel(s)
m3(ø) = 1 – 0,75
m3(ø) = 0,25

Langkah 5 : Jika sudah didapatkan nilai m3(ø), maka dicari lagi nilai m4
, ∗ ,

=
− , ∗ ,

= ,
Langkah 6 : Cari kembali m4(ø)
M4(ø) = 1 – Bel(s)
m4(ø) = 1 – 0,67
m4(ø) = 0,33

Langkah 7 : Jika sudah didapatkan nilai m4(ø), maka dicari lagi nilai m5
, ∗ ,

=
− , ∗ ,

= ,

Maka, nilai densitas dari keempat gejala di atas adalah 0,504. Dengan nilai densitas
tersebut, maka anak dapat berpotensi terkena gangguan perkembangan anak yaitu
autisme.

6.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa :
1. Sistem pakar menentukan gangguan perkembangan pada anak khususnya
autisme berdasarkan gejala-gejala yang diberikan.
2. Sistem dapat memberikan persentase seberapa besar potensi anak terkena
autisme.
3. Sistem dapat menentukan apakah anak terkena gangguan perkembangan
berdasarkan persentase yang ada.

7.

Saran

Dikarenakan masih banyak kendala dan kurang dalam penelitian ini, maka penulis
menyarankan untuk melakukan pengembangan sebagai berikut :
1. Lebih banyak lagi gejala yang diberikan untuk sistem agar lebih akurat lagi.
2. Parameter input yang digunakan diperbanyak agar lebih spesifik dan akurat.
3. Gangguan pada anak tidak hanya difokuskan pada gangguan perkembangan
anak autisme, namun gangguan yang lain juga dimasukkan ke dalam sistem.
Karena gangguan perkembangan pada anak ada banyak sekali, tidak hanya
autisme.

8.

Pustaka

1.

Anak, P. P. (1978). Issn : 1978-6603 sistem pakar metode damster shafer untuk
menentukan jenis gangguan perkembangan pada anak.

2.

Pratiwi, A., & Wahyuni, E. G. (2016). SISTEM PAKAR DIAGNOSIS ISPA PADA
BALITA DENGAN Pendahuluan Tinjauan Pustaka, 1–13.

3.

Rohman, F. F., Fauzijah, A., & Pakar, S. (2008). PERKEMBANGAN PADA
ANAK, 6(1), 1–23.

4.

Shafer, M. D. (2013). GANGGUAN PERILAKU ABNORMAL ANAK DENGAN.

5.

Siswoyo, A. A. (n.d.). Sistem pakar deteksi status gizi dan psikologi anak
menggunakan metode dempster shafer, 1–7.