Sifat hakikat manusia menurut teori (1)

Adapun sifat hakikat manusia, pada dasarnya terbagi menjadi 8 (delapan) yaitu sebagai berikut:
1). Kemampuan menyadari diri sendiri
Manusia harus mampu menyadari dirinya sendiri. Bisa dikatakan bahwa manusia itu harus dapat
menjadi dirinya sendiri atau dalam istilah lain, be your self. Dalam artian yang lebih luas,
manusia harus mampu dan mengembangkan apa yang ada dalam dirinya demi kemanusiaannya.
Mampu mengembangkan aspek sosialitasnya dan mampu juga mengembangkan aspek
individualitasnya sehingga jika manusia dapat menyeimbangkan kedua aspek tersebut maka
dengan begitu manusia mampu mengekplorasi potensi-potensi yang ada serta membuat jarak
dengan yang lainnya.
2). Kemampuan bereksistensi
Bereksistensi menyatakan bahwa manusia itu ada dan mengetahui apa yang ada di luar dirinya.
Kemampuan bereksistensi berarti manusia mampu membuat jarak antara "aku" atau egonya
dengan "dirinya" sebagai obyektif. Oleh sebab itu, di mana pun dan dalam kondisi apa pun
manusia harus mampu menyatakan keeksistensiannya agar tidak terpengaruh dengan yang
lainnya.
Dengan kemampuan bereksistensi, manusia pun mampu melihat obyek sebagai "sesuatu".
Sesuatu di sini adalah dapat merubah obyek yang diamatinya menjadi sesuatu yang berguna
dengan akal pikirannya. Selain itu, manusia juga dapat menerobos ruang dan waktu tanpa harus
merubah segala hal yang ada pada dirinya.
3). Pemilikan kata hati (qalbu)
Manusia berbeda dengan binatang dan makhluk lainnya karena manusia memiliki kata hati atau

qalbu yang dapat memberikan penerangan tentang baik dan buruknya perbuatan sebagai
manusia. Jika ada sesuatu yang salah maka kata hati akan berbicara, begitu pun sebaliknya.
Dengan memiliki kata hati, manusia dapat memberikan bentuk pengertian yang menyertai
perbuatan atau membenarkan apa yang dilakukannya tanpa harus terpengaruh oleh hal-hal lain di
luar dirinya, namun harus dalam konteks kebenaran umum atau nilai-nilai positif dalam
kehidupan.
4). Moral (etika)
Secara garis besar, moral (etika) adalah nilai-nilai yang mengatur manusia. Nilai-nilai itu sendiri
mencakup dua hal, yaitu nilai dasar yang bersifat universal (nilai-nilai kemanusiaan secara
umum) dan nilai instrumental yang bersifat bahagian dari nilai-nilai dasar tersebut. Nilai
instrumental lebih menekankan kepada cara atau hal yang nampak dalam keumuman nilai dasar.
Dengan memiliki moral (etika), manusia mampu membuat jarak antara kata hati dengan moral.
Jadi, moral manusia itu sendiri terjadi karena adanya dorongan dari kata hati. Jika kata hati
berkata baik maka moral manusia itu pun dapat menghadirkan nilai-nilai yang baik. Dengan
begitu, dengan pendidikan berarti manusia dapat menumbuhkembangkan etiket (sopan santun)
dan etika (nilai-nilai kehidupan).
5). Tanggung jawab

Tanggung jawab manusia di dunia ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tanggung jawab kepada
diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan. Namun

demikian, tanggung jawab itu bermuara kepada Tuhan sebab manusia diciptakan adalah sebagai
bukti pengabdian manusia kepada Tuhannya untuk menjaga atau sebagai khalifah di muka bumi.
Tanggung jawab itu sendiri berasal dari moral manusia yang dihadirkan oleh kata hatinya.
6). Rasa kebebasan
Rasa kebebasan di sini memiliki arti "merdeka". Kebebasan itu sendiri bukan berarti manusia
harus bebas dari segala tuntutan dalam kehidupan, melakukan semua hal sesuai dengan
keinginan dirinya sendiri, namun bebas di sini adalah bebas yang dibatasi oleh rasa.
Rasa kebebasan itu pun harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, mampu merubah ikatan
luar yang membelenggu menjadi ikatan dalam yang menggerakkan hatinya. Jadi, semua tuntutan
yang ada dalam kehidupan harus mampu menyatu dengan dirinya sendiri sehingga manusia
dapat bebas menurut kodratnya.
Oleh sebab itu, dalam rasa kebebasan (kemerdekaan) manusia dapat mengendalikan kata hatinya
agar dapat menciptakan moral yang baik sehingga dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya sesuai dengan rasa kebebasan tersebut.
7). Kewajiban dan Hak
Manusia dilahirkan Tuhan ke dunia karena memiliki hak hidup sejak manusia itu masih berada di
dalam rahim. Namun, hak itu harus dibarengi oleh kewajiban yang merupakan keniscayaan bagi
dirinya sebab jika kewajiban tidak ada maka hak adalah sesuatu yang kosong.
Kita tak perlu menuntut hak lebih awal jika kewajiban yang dituntut belum dijalankan. Hak itu
ada karena kewajiban ada.

8). Menghayati kebahagiaan
Puncak dari sifat hakikat manusia adalah menghayati kebahagiaan. Menghayati kebahagiaan
berarti memadukan antara pengalaman yang menyenangkan dengan yang pahit melalui sebuah
proses, di mana hasil yang didapat adalah kesediaan menerima apa adanya. Jadi, kebahagiaan itu
muncul ketika kejadian atau pun pengalaman sudah dipadukan di dalam hati dan kita mampu
menerimanya dengan apa adanya tanpa harus menuntut sedikit pun.

Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam
Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai
pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia dicirikan oleh sebuah
intelegensi sentral atau total bukan sekedar parsial atau pinggiran. Manusia dicirikan oleh
kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan,
binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki
kepekaan tentang yang sakral.
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai
alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali keMaha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Dalam
memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya, manusia menjadi mampu
memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah
dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut
pandangan Islam:

1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru,
sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam
nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang
bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri.
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
‫فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة لنبين لكم‬
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani
menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak
berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa hanya
manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan
dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui
perantaraan seorang ibu dan dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang
dipertemukan dengan sel telur di dalam rahim.

Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya sebagai ciptaan
Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan merupakan alam nyata yang konkrit
sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan
ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.

2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri individu
yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing.
Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam kesatuan. Setiap individu
mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga mereka menyadari
bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
‫هو الذي خلقكم من نفس واحدة‬
“Dialah yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam merealisasikan
dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia yang mampu mensyukurinya
dan menjadi beriman.
Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas
yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
“Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti mencintai dirinya
sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia
mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan
manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT. Selain itu
manusia merupakan suatu kaum (masyarakat) dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan

dengan kaum (masyarakat) yang lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus
menyadari bahwa pemeluk agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain.
3. Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik sebagai satu
diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat melepaskan diri dari

berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau keterbatasan itu merupakan hakikat
manusia yang melekat dan dibawa sejak manusia diciptakan Allah SWT. Keterbatasan itu
berbentuk tuntutan memikul tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk
lainnya. Tanggung jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat
berada dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan
menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat 172 sebagai
berikut:
‫واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا‬
“Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi manusia sebagai
individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah selain Allah SWT. Bersaksi akan
menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu

selain Allah SWT, yang sebagai perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya
menjadi makhluk yang terkutuk dan dimurkaiNya

a. Pandangan Islam
Islam memandang hakikat manusia bukan berdasar pandangan pribadi atau individu orang yang
memandang, akan tetapi pandangan yang berdasarkan atas ayat-ayat tuhan yang terkandung di
dalam Al Qur’an atau pandangan yang disampaikan nabi Muhammad SAW. Atas pandangan
tersebut, hakikat manusia dalam islam dapat dijelaskan sebagai berikut :


Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan > tuhan sebagai pencipta (khaliq) dan selain
tuhan disebut makhluk.



Hakikat manusia sebagai khalifa “manager” > tuhan YME memposisikan manusia pada
tempat paling tinggi dari semua makhluknya yaitu untuk sebagai khalifa “pemimpin”
untuk mengatur ala mini, berdasarkan aturan tuhan.

b. Pandangan Ilmuan Barat

1)

Pandangan Pisiko Analitik “ S. Freud “

Menurut freud dan Akta Mangajar V oleh Universiats Terbuka, secara hakiki kepribadian
manusia ada 3 komponen :
Id atau Das Es ialah peliputan berbagai jenis keinginan, dorongan, kehendak, instink manusia
yang mendasari perkembangan individu, yang sering juga disebut libido sexsual atau dorongan
untuk mencapai kenikmatan hidup. Didalam Id terdapat 2 unsure yang paling utama yaitu
unsure sexsual dan sifat agresif sebagai pengerak jiwa / tingkah laku.
Ego atau Das Ich ialah jembatan Id dengan dunia luar dari individu itu. Sehingga yang muncul
kedunia luar dari perbuatan individu adalah egonya. Ego mengatur gerak gerik Id dalam
memuaskan libidonya, dengan cara tidak memunculkan semua dorongan yang
Superego atau Uber Ich ialah pengawasa tingkah laku individu dalam interaksi dengan
lingkungan. Superego tumbuh dan berkembang berkat interaksi antara individu dengan
linkungannya yang bersifat mengatur nilai moral, adat, tradisi, hokum dan norma yang sejenis
lainnya.
2)

Pandangan Humanistik


Pandangan humanistic ditokohi oleh: Roger, Hansen, Adlet, dan Martin Buber (UT 1985).
Human artinya manusia yaitu memahami secara hakiki keberadaan manusia, oleh manusi dari
manusia berdasarkan ratio (pemikiran manusia). Pandangan tersebut ialah :
Dalam batas tertentu manusia punya otonomi untuk menentukan nasibnya.
Manusia bukan makhluk jahat atau baik, tetapi memiliki potensi untuk ke2nya.
Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas perbuatannya.
Manusia makhluk yang senantiasa akan menjadi dan tak pernah sempurna.
3)

Pandangan Behavioristik

Pandangan ini menjelaskan bahwa Behavior (tingkah laku) ditentukan oleh pengaruh linkungan
yang dialami oleh individu yang bersangkutan. Lingkungan adalah penentu tunggal dari
Behavior manusia. Jika ingin merubah tingkah laku manusia, perlu di persiapkan kondisi
lingkungan yang mendukung kearah itu.