PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

PENATAAN
SISTEM PELAYANAN
KESEHATAN RUJUKAN

MEWUJUDKAN SISTEM PELAYANAN NASIONAL
YANG BERORIENTASI PELAYANAN PRIMER
DALAM MENUJU UNIVERSAL COVERAGE
DAN MEMENANGKAN PERSAINGAN DI ERA GLOBALISASI

IKATAN DOKTER INDONESIA
PENGURUS BESAR 2015-2018

KATA SAMBUTAN
KETUA UMUM PB IDI
Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
saya menyambut diterbitkannya buku Putih Penataan Sistem
Layanan primer di Era Jaminan Kesehatan Nasional. Seperti kita
ketahui sejak tanggal 1 januari 2014 sistem Pelayanan Kesehatan
Kita memasuki era baru dengan dimulainya Jaminan Kesehatan
Nasional yang nantinya secara bertahap, di tahun 2019 seluruh
rakyat Indonesia akan dijamin kesehatannya oleh sistem ini

(Universal Coverage). Dengan diterapkan Jaminan Kesehatan
Nasional artinya negara telah mengakui hak masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan walaupun kita semuanya tahu,
dalam pelaksanaannya berbagai hambatan dihadapi seperti jumlah
dan distribusi dokter yang belum tersebar merata, kompetensi
dokter belum seperti yang diharapkan, obat dan alat kesehatan
yang belum memadai, sarana dan prasarana yang masih terbatas
dan tentunya penghargaan terhadap jerih payah dokter yang masih
jauh dari harapan. Pelaksanaan JKN ini diharapkan menjadi titik
awal untuk menata kembali atau mereformasi sistem pelayanan
kesehatan nasional.
Buku Putih ini membahas berbagai hal yang berhubungan dengan
sistem rujukan. Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang
timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan
secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang
kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti
unit-unit yang setingkat kemampuannya sebagai suatu sistem
yang besar dan baru berlangsung dalam tempo yang masih relatif
singkat, implementasi BPJS terutama BPJS Kesehatan masih jauh

dari sempurna.Dalam monitoring dan evaluasi yang telah lakukan
oleh berbagai lembaga, masih banyak permasalahan di lapangan.
Dalam kaitan itu maka dalam sistem Pelayanan Rujukan akan terkait
berbagai elemen yang secara sistematik terlihat pada Man, Money,

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

i

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PB IDI

Machine, Material dan Method/Management, dan dari berbagai
keluhan nampaknya permasalahan pada 5 M ini merupakan hal
yang menonjol dalam penyelenggaraan JKN, dimana operatornya
adalah BPJS selama dua tahun ini.
Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang dengan baik,
maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: sosialisasi
yang terus-menerus, proses pertemuan lintas sektor secara proaktif
serta monitoring dan evaluasi yang juga terus menerus harus
dilakukan antar seluruh stakeholders, guna menamankan kesadaran

masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang dan Sinkronisasi
berbagai kebijakan.
Tentunya kita maklum bilamana yang ditulis di buku putih sistem
rujukan masih jauh dari sempurna, tentunya materi pada buku putih
akan selalu mengalami perbaikan setiap tahun sesuai perkembangan
dan dinamika yang terjadi di pelayanan. Kedepannya buku ini
menjadi kebijakan IDI dan acuan untuk mewujudkan penataan
sistem rujukan pada sistem kesehatan nasional yang berorientasi
pada pelayanan primer untuk meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat yang setinggi tingginya sekaligus meningkatkan harkat
dan martabat dokter

Jakarta, 25 September 2016
PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA
KETUA UMUM

Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG

ii


PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

KATA PENGANTAR
Di era JKN pola pelayanan kesehatan di Indonesia berubah. Berbagai
paradigma dalam pelayanan kesehatan harus berubah. Yang
terpenting adalah pola pelayanan berubah dari kuratif ke promotif
preventif agar kasus – kasus yang di rujuk sangat selektif sesuai
kebutuhan pasien. Dari pengamatan dan keluhan yang ada sistem
rujukan belum berjalan sesuai harapan baik bagi pasien maupun
pemerintah. IDI sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam
upaya peningkatan kualitas berupaya ikut terlibat dalam perbaikan
kualitas rujukan.
Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang di era JKN
perlu diadakan upaya perbaikan-perbaikan dalam pembenahan
sistem secara komprehensif dengan melibatkan para stake holder
untuk memberikan masukan kepada pemerintah dan Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan agar pelaksanaan JKN
khususnya dalam sistem rujukan dapat menjamin masyarakat
untuk
mendapatkan layanan kesehatan yang profesional berorientasi

dan mengutamakan keselamatan pasien.
Harapan IDI dengan penataan sistem rujukan yang ditinjau dari
sudut 5 M, permasalahan yang telah terjadi dalam pelaksanaan
JKN yang sudah berjalan 2 tahun ini sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi berbagai masalah terkait pelayana kesehatan.

Tim Penyusun

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

iii

iv

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................


v

Tim Penyusun .............................................................................. vii
Dasar Hukum ...............................................................................

ix

I.

Pendahuluan .........................................................................

1

II.

Permasalahan .......................................................................

2

III. Sistem Rujukan .....................................................................


6

IV. Permasalahan ........................................................................ 14
V.

Pemecahan Masalahnya ....................................................... 15

VI. Program Ikatan Dokter Indonesia ........................................ 17
VII. Rekomendasi ......................................................................... 23
VIII. Penutup .................................................................................. 26
Kata Penutup ............................................................................... 27

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

v

vi

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN


TIM PENYUSUN
Dr. Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD
Dr. Hj Noor Arida Sofiana, MBA
Dr. Chairulsyah Sjahruddin, Sp.OG, MARS
Dr. Eva Sri Diana, Sp.P
Dr. Mansyah, Sp.OG
Dr. Edy Rizal Sp.PD-KGER
Dr. Hendrarto, SpTHT-KL
Dr. Mohammad Baharuddin, Sp.OG,MARS
Dr. Devi Juniastuti, Sp.PD
Dr. Sudarsono, Sp.KFR
DR. Rulliyansyah, Sp.THT

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

vii

viii


PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

DASAR HUKUM
1. Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN
2. Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS
3. Pepres No 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas Pepres
No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
4. Permenkes No 001 tahun 2012 tentang sistem rujukan
pelayanan kesehatan perorangan.
5. Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada JKN
6. Permenkes No 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan
JKN
7.

Permenkes No 99 tahun 2015 tentang pelayanan kesehatan
pada JKN

8. KMK No 252 Tahun 2015 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan


PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

ix

x

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

PENATAAN SISTEM PELAYANAN
RUJUKAN KESEHATAN

I. PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya
cukup besar ketika berobat ke rumah sakit.Apalagi, jika sakit yang
dideritanya merupakan penyakit yang kronis atau tergolong berat.
Untuk memberikan keringanan biaya, pemerintah mengeluarkan
Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Program pelayanan
kesehatan yang merata dan tidak diskriminatif, diatur dalam
Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), kemudian diimplementasikan ke dalam

Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).
Kedua aturan itu, dimaksudkan untuk menjamin pemerataan dan
keadilan serta kemandirian masyarakat. Pada bidang kesehatan
akan dikelola dan dilaksanakan BPJS Kesehatan.
Dalam dua tahun pelaksanaan JKN yang dilaksanakan BPJS
Kesehatan sebagai operator, memang sudah berjalan relatif baik.
Namun upaya reformasi program jaminan sosial untuk memberikan
perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, masih
dihadapkan dengan berbagai permasalahan di lapangan.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

1

II. PERMASALAHAN
Sebagai suatu sistem yang besar dan baru berlangsung dalam
tempo yang masih relatif singkat, implementasi BPJS terutama
BPJS Kesehatan masih jauh dari sempurna.Dalam monitoring dan
evaluasi yang telah lakukan oleh berbagai lembaga, masih banyak
permasalahan di lapangan.Yang dimaksud dengan sistem adalah
setiap elemen yang terkait terlaksananya suatu aktifitas dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan itu maka
dalam sistem Pelayanan Rujukan akan terkait berbagai elemen
yang secara sistematik terlihat pada Man, Money, Machine, Material
dan Method/Management, dan dari berbagai keluhan nampaknya
permasalahan pada 5 M ini merupakan hal yang menonjol dalam
penyelenggaraan JKN, dimana operatornya BPJS selama dua tahun
ini.
Permasalahan ini harus dipahami sebagai koreksi positif bagi BPJS.
Sedangkan, DJSN dan Pemerintah terutama dari aspek regulasi dan
teknis operasional yang harus dibenahi dan disempurnakan. Karena
kalau tidak, SJSN ini akan rapuh. Penerapan pelayanan berjenjang,
sistem kapitasi, INA CBG’s dan standardisasi penggunaan obat
dan masalah lainnya berupa adanya ketidaksamaan pandang
antar stakehoders mutlak dilakukan penyempurnaan agar sistem
asuransi kesehatan sosial ini dapat berjalan baik, sesuai harapan
semua pihak.
Sejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki
beragam permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan
menjadi persoalan (5 M). Kurangnya sosialisasi dan perubahan
struktur di dalam BPJS sendiri, dinilai menjadi penyebab munculnya
permasalahan tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan
karena sebagai badan penyelenggara program JKN. Masalah itu,
justru muncul pada unsur pengaplikasiannya, seperti di rumah sakit
sekunder/tersier, dalam hal ini FKTL khususnya pada aspek rujukan,
biaya, dan prosedur pelaksanaan, banyak masyarakat yang belum

2

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

II. PERMASALAHAN

tahu teknis mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan main BPJS
Kesehatan. Dengan diberlakukannya BPJS Kesehatan, masyarakat
yang akan berobat ke rumah sakit umum pemerintah dengan kartu
BPJS harus mendapat rujukan dari dokter, klinik/puskesmas, atau
rumah sakit umum daerah. Kebanyakan masyarakat belum tahu
mengenai sistem rujukan. Inilah yang menjadi persoalan, ketika
sudah datang ke rumah sakit tersier/sekunder pasien akan dilayani
jika sudah mendapatkan rujukan dari peyanan kesehatan primer.
Sistem rujukan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No. 001/2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan (PMK).
Evaluasi penyelenggaraan JKN selama 2 tahun ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Belum optimalnya pelaksanaan sistem rujukan dan belum
efisiensinya pemanfaatan sumber daya :
a. Minat masyarakat masih spesialistik minded dan rendahnya
“trust”, persepsi fasyankes menolak pasien, rujuk balik
mengalami kendala (misalnya keterbatasan obat alkses di
FKTP dan apotik jejaring BPJS)
b. Rujukan dari FKTP dan FKRTL yang kurang tepat (belum
efektif dan efisien)
2. Belum optimalnya peran pemda : penetapan kebutuhan
tempat tidur, pelaksanaan kewenangan penetapan kelas RS
(dikaitkan dengan ketentuan kerjasama dengan BPJS) contoh
permasalahan keterbatasan perawatan intensive care (ICU,
HCU, NICU, PICU)
3. Sosialisasi yang belum optimal kepada masyarakat oleh BPJS
tentang sistem rujukan sehingga terjadi perbedaan persepsi

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

3

II. PERMASALAHAN

dalam melaksanakan kebijakan.
4. Kesiapan Fasyakes dalam pemenuhan standar sarana dan
prasarana serta ketersediaan obat obatan / alat kesehatan.
5. Penyebaran dan jumlah Yankes belum merata
6. Penumpukan dan antrian pasien di RS– RS tertentu
7.

Proses rujuk balik pasien dari FKRTL ke FKTP (rawat inap dan
rawat jalan) masih ada kendala diantaranya :
-

Pemeriksaan laboratorium lengkap dan radiologi yang tidak
bisa dilaksanakan di FKTP

-

tidak tersedianya obat-obatan di FKTP untuk kasus-kasus
tertentu yang harusnya ada di FKTP

-

Kontinuitas penyediaan obat prolanis yang belum konsisten

-

Dokter spesialis di FKRTL tidak merujuk balik ke FKTP untuk
pasien yang sudah stabil

8. Keterbatasan apotik jejaring BPJS sehingga mempersulit akses
pelayanan bagi masyarakat dalam pengambilan obat
9. Kurangnya sosialisasi tentang regulasi regulasi dimana para
stakeholders dilihat belum paham betul regulasi Jaminan
Kesehatan Nasional. Pedoman pelaksanaannya juga belum
dijabarkan secara lengkap dan jelas.
10. Belum optimalnya pelayanan hasil evaluasi DJSN meliputi
belum berjalan secara baik mekanisme rujukan, rujukan
berjenjang, rujukan parsial dan rujukan balik, belum memadai
kapasitas fasilitas kesehatan primer, belum optimal pelayanan
kepada peserta, dan belum lengkap obat dan alkes di e-katalog

4

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

II. PERMASALAHAN

2014. Bagi peserta sebagian besar merasakan kurang puas
akan pelayanan, seperti hak peserta askes dan jamsostek
dikurangi terkait berbedanya obat yang dapat diklaim dari
jamsostek ke BPJS. Tidak berlakunya jampersal di BPJS. Dalam
hal manfaat, DJSN melihat Jaminan Sosial Kesehatan oleh BPJS
justru berimbas pada penurunan manfaat yang dirasakan oleh
peserta lama (seperti peserta Jamsostek dan Askes).
11. Kekurangan pengetahuan terhadap sistem coding INA-CBG’s,
karena perekam medik dan dokter harus paham benar mengenai
apa itu International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems 9 ( ICD 9) dan ICD 10. Para dokter
dan perekam medik harus terampil dalam membuat klarifikasi
penyakit dan tindakan sesuai dengan ICD 9 dan ICD 10 sistem
BPJS dengan cepat dan tepat.
12. Permasalahan masih didominasi ketidaksiapan pemerintah dan
BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan jaminan sosial bagi
masyarakat Keterlambatan pembuatan regulasi operasional
seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan
Presiden, dan Peraturan Menteri Kesehatan berkontribusi,
sehingga menimbulkan masalah di lapangan.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

5

III. SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal
balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada
unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit
yang setingkat kemampuannya.
Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana
seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk
memeriksakan masalah kesehatannya. Sistem ini diharapkan semua
memperoleh keuntungan. Misalnya:
-

-

-

Pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh di antaranya, membantu
penghematan dana dan memperjelas sistem pelayanan
kesehatan.
Masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan akan meringankan
biaya pengobatan karena pelayanan yang diperoleh sangat
mudah.
Pelayanan kesehatan (health provider), mendorong jenjang
karier tenaga kesehatan, selain meningkatkan pengetahuan
maupun keterampilan, serta meringankan beban tugas.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan
berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.

secara

Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat
ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter
keluarga/praktek mandiri yang tercantum pada kartu peserta BPJS
Kesehatan.
Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter
spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat
kedua atau fasilitas kesehatan sekunder, dalam hal ini FKTL.

6

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

III. SISTEM RUJUKAN

Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya bisa diberikan jika
peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer/FKTP. Rujukan ini
hanya diberikan jika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik dan fasilitas kesehatan primer yang ditunjuk untuk
melayani peserta, tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas,
pelayanan, dan atau ketenagaan. Jika penyakit peserta masih
belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka
peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier. Di sini,
peserta akan mendapatkan penanganan dari dokter sub-spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialiastik.
Peserta BPJS harus mengikuti sistem rujukan yang ada. Sakit
apapun, kecuali dalam keadaan darurat, harus berobat ke fasilitas
kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit atau dokter
spesialis. Jika ini dilanggar peserta harus membayar sendiri. Khusus
mengenai keadaan gawat darurat ini diperlukan kesamaan pandang
antara BPJS dengan FKTP dan FKTL.
Namun realitas di lapangan tak semudah membalikkan telapak
tangan. Perpindahan jaminan kesehatan ini banyak mengalami
kendala.
Sistem rujukan pasien dirasakan masih tidak efektif dan efisien,
masih banyak masyarakat belum dapat menjangkau pelayanan
kesehatan, akibatnya terjadi penumpukan pasien yang luar biasa
di rumah sakit besar tertentu. Pemahaman masyarakat tentang
alur rujukan sangat rendah sehingga mereka tidak mendapatkan
pelayanan sebagaimana mestinya. Pasien menganggap sistem
rujukan birokrasinya cukup rumit, sehingga pasien langsung
merujuk dirinya sendiri untuk mendapatkan kesehatan tingkat
kedua atau ketiga.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

7

III. SISTEM RUJUKAN

Keluhan lain terkait sistem rujukan BPJS yang dirasakan adalah
ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan
kesehatan primer, kasus yang seharusnya dapat ditangani di layanan
primer/sekunder tetapi langsung dirujuk ke rumah sakit tersier.
Idealnya rujukan tidak hanya berasal dari Puskesmas, namun
juga layanan primer lain, misalnya klinik tempat pekerja tersebut.
Kasus lain yang menuai protes program JKN adalah mutasi peserta
Jamsostek ke BPJS, seorang manula gagal mendapat pelayanan
perawatan kesehatannya karena salah satu rumah sakit swasta
yang sebelumnya merupakan rujukan Jamsostek menolaknya.
Seharusnya dalam masa dua tahun ini ada peluang penerapan
sistem tidak secara kaku. Masyarakat yang tinggal di kepulauan
juga menjadi korban kurangnya sosialisasi mengenai sistem
rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang telah ditempuh dengan
menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadi sia-sia karena
rumah sakit terpaksa menolak pasien. Pelayanan rujukan juga
menjadi sesuatu yang rumit di daerah seperti Papua. Banyak daerah
yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan darat, sehingga diperlukan
heli-ambulans untuk mengangkut pasien gawat atau pasien
rujukan. Namun fasilitas ini tidak tersedia di BPJS. Tidak jarang juga
penolakan oleh rumah sakit dilakukan karena ruangan benar-benar
penuh. Ini tentu saja menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit
jadi menurun. Seharusnya pasien tersebut dapat dirujuk ke rumah
sakit lain yang setingkat. Namun ada banyak rumah sakit yang
menolak (swasta) atau belum siap (swasta dan pemerintah) untuk
bekerjasama dengan BPJS. Sebaiknya dalam masa transisi ini kasus
yang ditemukan merupakan masukan dari seluruh stakeholders
terkait pelayanan kesehatan ini untuk perbaikan-perbaikan baik
dalam hal operasionalnya maupun dalam hal penyusunan regulasiregulasi yang mendukung operasionalisasi tersebut.

8

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

III. SISTEM RUJUKAN

Untuk menjamin berjalannya sistem rujukan berjenjang BPJS maka
perlu dilakukan langkah-langkah yaitu :
-

sosialisasi yang terus-menerus,

-

proses pertemuan lintas sector secara proaktif serta

-

monitoring dan evaluasi yang juga terus menerus harus
dilakukan antar seluruh stakeholders, guna menanamkan
kesadaran masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang.

Masyarakat menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit ini dipicu
oleh keengganan masyarakat untuk antre di layanan primer seperti
Puskesmas. Pembenahan sarana dan prasarana yang memadai di
setiap tingkat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan. Kompetensi
petugas kesehatan/dokter perlu disiapkan dan ditingkatkan
sehingga mampu menangani kasus sesuai tingkat layanannya.
Kebijakan sistem rujukan yang ditetapkan harus lebih komprehensif
mencakup jejaring yang melibatkan swasta, dan membuka seluasluasnya kesempatan bagi klinik yang mau bergabung dengan BPJS
sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.
Peran dokter dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami
secara jelas mengenai sistem rujukan karena dokter adalah
petugas garda depan yang selalu menjadi tempat bertanya pasien
atau masyarakat yang membutuhkan dan dokter harus selalu
meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan secara professional yang dibutuhkan pasien.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu
dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah dan organisasi
profesi sebagai organ Pembina, agar menjamin setiap masyarakat
mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan haknya.
Diketahui bahwa dalam era JKN ini, BPJS telah membagi fasilitas

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

9

III. SISTEM RUJUKAN

pelayanan kesehatan atas :
Pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan perorangan terdiri dari 3
(tiga) tingkatan yaitu:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama/FKTP merupakan
pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua/FKRTL sekunder merupakan
pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter
spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga/FKRTL tersier merupakan
pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter
sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, FKTP dan FKTL wajib
melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Apabila ada peserta yang ingin
mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
maka tidak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Bagi peserta BPJS Kesehatan, pelayanan rujukan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Rujukan horizontal
adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap.

10

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

III. SISTEM RUJUKAN

2. Rujukan vertical
adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang
lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke
tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
-

pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik;
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/ atau ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke
tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
-

-

-

permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya;
kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau
kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani
oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan
untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka
panjang; dan/atau
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,
prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan
berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

dilaksanakan

secara

11

III. SISTEM RUJUKAN

-

Dimulai dari pelayanan di FKTP

-

Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien
dapat dirujuk ke FKRTL

-

Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya
dapat diberikan atas rujukandari faskes primer.

-

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes
primer.

Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan
apabila peserta BPJS Kesehatan dalam kondisi :
-

Terjadi gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku

-

Bencana, Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
dan atau Pemerintah Daerah

-

Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya
dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

-

pertimbangan geografis; dan

-

pertimbangan ketersediaan fasilitas

Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke
pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian
perawatan pasien di Faskes tersebut. Rujukan parsial dapat berupa:
1. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
atau tindakan
2. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

12

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

III. SISTEM RUJUKAN

Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
Dari berbagai survey diketahui sejak berlangsungnya pemberlakuan
pelayanan melalui BPJS didapati adanya kasus-kasus rujukan yang
terlalu besar diperkirakan sekitar 80 % daripada kasus di rujuk ke
Fasilitas Pelayanan Tingkat Lanjut / FKTL , dan sekitar 20 % daripada
kasus dapat diselesaikan di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama /
FKTP. Harus di upayakan agar 80 % dari kasus dapat diselesaikan
di FKTP, dan hanya 20 % kasus yang di rujuk ke FKTL. Hal ini
bisa terlaksana dengan baik apabila di FKTP juga di laksanakan
upaya – upaya pola hidup sehat sehingga orang tidak sakit artinya
Upaya Kesehatan Masyarakat berupa upaya promotif dan preventif
harus dilaksanakan, tentunya juga dengan pembiayaan dari pihak
Pemerintah.
Bila di review permasalahan dalam dua tahun penyelenggaraan
JKN ini maka masalah yang dapat dilihat sebagai berikut:
-

sosialisasi yang perlu di tingkatkan lagi

-

system BPJS yang belum siap benar

-

masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanan medik dan
penunjang lainnya

-

layanan rujukan yang belum sesuai harapan

-

infrastruktur layanan yang belum sesuai harapan

-

tarif INA CBG’s yang masih belum sesuai dengan pembiayaan

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

13

IV. PERMASALAHAN
Mengapa sistem rujukan berjenjang belum berjalan karena
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Tidak semua RS Kab/Kota (Sekunder) mampu memberikan
pelayanan pada pasien rujukan dari faskes primer, dikarenakan:
a. Keterbatasan sarana dan prasarana
b. Keterbatasan SDM (dokter ahli)
2. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk memenuhi seluruh
kebutuhan standar RS, serta ketergantungan pemerintah
daerah terhadap anggaran pusat
3. Keterbatasan pemenuhan dokter ahli disetiap daerah
4. Semua kasus yang akan dirujuk harus persetujuan BPJS daerah,
meskipun BPJS mengidentifikasi di rujuk, tetapi tidak ada
persetujuan maka pasien tidak dapat dirujuk
5. Dasar 155 penyakit yang harus di tuntaskan di FKTP, perlu
ditelaah kembali atau ada penjelasan lebih lanjut setiap
penyakit tersebut., karena petugas verifikator BPJS melihat
hitam putih tidak melihat tingkat kegawat daruratan masing
masing penyakit
6. Tenaga verifikator klaim mayoritas bukan tenaga dokter dan
melakukan intervensi terhadap ranah medis
7.

Belum adanya pedoman (petunjuk teknis) proses verifikator
sehingga belum ada keseragaman proses verifikasi antara
masing-masing verifikator

8. Belum maksimalnya peran Dewan Pertimbangan medis dalam
penyelesaian dispute claim
9. DPM masih dibentuk oleh BPJS sehingga tidak independen
dalam penyelesaian masalah medis/klaim
10. Faktor pasien dan keluarga untuk menjangkau akses pelayanan
ke fasyankes

14

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

V. PEMECAHAN MASALAHNYA
1. Harus dibuat standar operasional pelayanan, tentang rujukan
berjenjang yang disusun dengan organisasi profesi.
2. Pendaftaran BPJS Kesehatan dilakukan di PuskesmasPuskesmas atau Rumah Sakit-Rumah Sakit yang mudah diakses
masyarakat. Agar masyarakat segera mendapat pelayanan
kesehatan.
3. Penataan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan.
4. Masalah pengawasan terhadap pelaksanaan program JKN
karena berbagai aturan program BPJS Kesehatan dibuat tergesagesa, sedangkan sosialisasi terhadap peraturan dinilai kurang
yang hanya mengejar target pelaksanaan.Peraturan yang perlu
ditambah hanya mekanisme pengawasan saja. Misalnya, orang
yang darurat itu harus diatasi serta peraturan tanggungjawab
Pemda dan pemerintah pusat yang sekarang pelayanan perlu
dimaksimalkan saja.
5. Penyelesaian petunjuk teknis, salah satunya penggunaan dana
kapitasi. Karena otoritas tanggungjawab Kemenkes adalah
bagaimana penggunaan hasil kapitasi dari puskesmas.
6. Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan agar segera
melakukan penyusunan pedoman pelayanan dan peninjauan
ulang atas regulasi yang disharmoni.
7.

Dalam hal pelayanan, sebaiknya segera dilakukan penyusunan
pedoman rujukan sosialisasi kepada fasilitas kesehatan,
sekaligus melakukan pembaharuan data fasilitas kesehatan.

8. Kemudian yang terpenting adalah, BPJS segera melakukan
sosialisasi tentang adanya program Jaminan Kesehatan
Nasional kepada seluruh masyarakat Indonesia.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

15

III. PEMECAHAN MASALAHNYA

9. Hal yang perlu di evaluasi oleh pihak Kemenkes seperti :
(a) Tarif INA-CBGs yang terlalu rendah pada beberapa bagian
ilmu penyakit
(b) Pemerataan Faskes dan SDM di semua wilayah.
(c) Masalah harga obat dan kepastian distribusi obat.
10. Adanya perbedaan tarif pada tipe rumah sakit juga harus di
tinjau ulang agar tindakan kedokteran yang sama dalam hal
PNPK, PPK dan ICP sebaiknya di samakan pula dalam pentarifan,
tidak berbeda pada setiap tipe rumah sakit.
Seluruh pemecahan masalah tersebut diatas peran IDI sangat
mengemuka, dimana dokter sebagai garda terdepan pelayanan
kesehatan berperan sebagai pimpinan klinik yang dapat menjadi
lokomotif pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan dan dalam
system pelayanan rujukan tersebut.IDI berperan dalam upaya
membimbing seluruh anggotanya mempunyai jiwa kepemimpinan
klinik yang memadai.

16

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

VI. PROGRAM IKATAN DOKTER INDONESIA
Dari upaya pemecahan masalah, maka peran IDI sebagai Organisasi
Profesi merupakan salah satu pemangku kepentingan yang
memegang peran yang besar dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di era JKN ini, oleh karena itu IDI merasa
terpanggil untuk ikut terlibat dalam upaya mengatasi permasalahan
selama dua tahun berjalannya era JKN ini.
Sesuai dengan Visi dan Misi IDI tahun 2015 – 2018, maka IDI akan
mengupayakan:
-

menjaga kesehatan masyarakat
profesionalisme para anggota IDI
kesejahteraan para anggota IDI

Melihat visi dan misi dari IDI ini maka pemecahan masalah yang
ada akan sesuai dengan konsep dasar Penataan Sistem Pelayanan
Rujukan Kesehatan yang disusun IDI.
Dari berbagai permasalahan dan upaya pemecahan permasalahan
sebagaimana telah di sebutkan diatas, maka divisi Penataan Sistem
Pelayanan Rujukan Kesehatan menyoroti permasalahan system
rujukan di era JKN ini dari sisi:
Man, Money, Machine, Material dan Method. Hal ini di lakukan oleh
karena layaknya suatu system maka seluruh komponen-komponen
5 M tersebut terlibat dalam upaya penataannya.
Program IDI meliputi:
A. Upaya Penataan sistem itu sendiri, sebagai peran IDI dalam
Tanggung Jawab Moral terhadap sistem yang di kembangkan
agar tercipta kualitas pelayanan yang dapat dipertanggung
jawabkan dari sisi Profesi Medis.
B. Sebagai Pelaksana Garda Terdepan Pelayanan Kedokteran IDI

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

17

VI. PROGRAM IKATAN DOKTER INDONESIA

perlu dilibatkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dalam pertemuan-pertemuan lintas sektoral baik
di tingkat pusat maupun daerah propinsi/kabupaten kota,
monitoring/evaluasi program pelaksanaan pelayanan kesehatan
di era JKN ini oleh IDI Wilayah dan Cabang dan membuat laporan
tentang permasalahan yang terjadi dan upaya penyelesaiannya.
Tujuannya agar tercipta kualitas pelayanan yang diharapkan
masyarakat, pemerintah dan institusi BPJS
C. Sebagai mana layaknya pelaksana pelayanan kedokteran yang
harus dapat juga berperan sebagai seorang manajer maka
sangat diharapkan para anggota IDI di Wilayah/Cabang dapat
mengkoordinir laporan hasil monitoring dan evaluasi tersebut
diatas dari Wilayah / Cabang secara periodic/berkala serta
menindaklanjuti permasalahan-permasalahan yang terjadi
(3 atau 6 bulanan)
D. Sinkronisasi kebijakan agar kualitas pelayanan yang lebih baik
dengan system rujukan yang lebih tertata

18

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

VI. PROGRAM IKATAN DOKTER INDONESIA

UPAYA PENATAAN SISTEM
A. Man / Manusia: setiap dokter baik di FKTP maupun di FKTL
harus lebih meningkatkan kemampuan profesionalismenya
dalam hal ini :
- Attitude
- Knowledge
- Skill
Baik terhadap keilmuan nya maupun terhadap sikap dan
perilaku dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Hal
ini perlu dalam upaya peningkatan “trust“ pasien dan institusi,
dan untuk mencegah “fraud“ .
Pelaksanaan pembinaan profesionalisme tersebut akan
dilaksanakan berupa seminar ataupun symposium dimana
setiap ada kegiatan tersebut harus ada presentasi yang bersifat
pembinaan etik dan profesionalisme dokter di semua lini.
Yang terlibat dalam elemen ini adalah Institusi Pendidikan,
Perhimpunan, dan Asosiasi FASKES/PERSI, RS, BPJS.
Harapannya adalah dalam penyusunan regulasi juga tercantum
adanya kewajiban Institusi2 tersebut berperan dalam
pembinaan etik dan profesionalisme
B. IDI Money / Uang : dokter sebagai pelaksanan garda terdepan
dari pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagai manusia biasa
tentunya juga harus memperhatikan kehidupannya beserta
keluarganya, demikianpun untuk meningkatkan kemampuannya
atau kompetensinya, semuanya ini memerlukan finasial
yang tentunya harus diperhatikan juga. Oleh karena upaya
penyusunan remunerasi bagi dokter merupakan hal yang tidak
bisa di tunda, harus seiring dengan upaya peningkatan kualitas
dan keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

19

A. UPAYA PENATAAN SISTEM

Upaya pembenahan system pentarifan INA CBG’s.
Yang terlibat pada elemen ini adalah Organisasi Profesi/
Perhimpunan, Pemerintah/KemKes, Manajemen FasKes
(pemerintah, swasta)
Harapannya adalah adanya sistem remunerasi yang baku yang
dapat di pakai oleh faskes dalam menghargai para dokter yang
berprofesi di faskesnya baik pemerintah maupun swasta.
Ikut terlibat dalam penyusunan regulasi terutama masalah
INA CBG’s dan klasifikasi coding dan grouping kasus penyakit
(dalam Permenkes 27 tahun 2014) sangat berpengaruh terhadap
tariff INA CBG’s
C. Machine/ alat kesehatan / logistic farmasi: setiap dokter dalam
melaksanakan profesinya memerlukan alat bantu dalam upaya
menegakkan diagnosis. Alat bantu ini berupa alat kesehatan /
laboratorium /radiologi/ alkes lainnya harus dilengkapi agar
mutu dan keselamatan pasien dapat dipertanggung jawabkan
dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Yang terlibat pada elemen ini adalah Pemerintah/Kemkes,
Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi/Perhimpunan sebagai
pengguna alat tersebut.
Harapannya adalah seluruh kelengkapan alat kesehatan serta
kebutuhan logistik farmasi dapat terpenuhi sesuai dengan
klasifikasi rumah sakit dimana pemeriksaan dan tindakan dapat
dilakukan.
Organisasi Profesi terlibat juga dalam penyusunan regulasi
kebutuhan sesuai dengan keilmuan masing-masing
D. Material / kelengkapan sarana-prasarana dan penentuan
unggulan FKRTL (sistem kelas, regionalisasi)

20

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

A. UPAYA PENATAAN SISTEM

Yang terlibat pada elemen ini adalah: pemilik faskes: Pemerintah
/ swasta, PERSI.
Senantiasa koordinasi dengan lintas sektor baik tingkat pusat
maupun daerah
Harapannya sarana dan prasarana dapat dilengkapi agar para
dokter dapat bekerja dengan aman dan tenteram, tidak diiringi
dengan kecemasan oleh karena sarana dan prasarana yang
kurang memadai.
E. Methode/management :
- pemahaman terhadap tatakelola klinik FKTP – FKRTL.
- membuat jejaring pelayanan kesehatan dengan rs sekitar
swasta maupun pemerintah.
- perlu verikator tenaga medis.
- penyusunan clinical pathway.
Senatiasa ikut terlibat dalam pertemuan-pertemuan untuk
penyusunan regulasi
Yang terlibat pada elemen ini adalah Organisasi Profesi, Institusi
Pendidikan/FK, BPJS, FASKES, PERSI.
Harapannya adalah adanya regulasi-regulasi dimana peran
IDI lebih domain terutama terhadap masalah teknis medis,
misalnya pada PMK, Peraturan BPJS,
Pelaksanaannya adalah berupa seminar, symposium untuk
pemberian pemahaman terhadap tatakelola klinik, penyusunan
clinical pathway, panduan praktis klinik.
Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang,
dilakukan oleh :
- Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung
jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

21

A. UPAYA PENATAAN SISTEM

- Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab
atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat kedua.
- Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan
rujukan pada pelayanan kesehatan tertier
Peran Organisasi Profesi / IDI :
A. Secara proaktif terlibat dalam pertemuan-pertemuan lintas
sektoral baik di tingkat pusat maupun daerah propinsi/
kabupaten kota, monitoring/evaluasi program pelaksanaan
pelayanan kesehatan di era JKN ini oleh IDI Wilayah dan Cabang
dan membuat laporan tentang permasalahan yang terjadi dan
upaya penyelesaiannya.
B. Mengkoordinir laporan hasil monev dari wilayah secara
periodik/berkala, serta menindaklanjuti permasalahan2 yang
ada (3 bulan atau 6 bulan )
C. Sinkronisasi kebijakan. Mengupayakan kualitas pelayanan yang
lebih baik dengan Penataan Sistem Rujukan Kesehatan. Dalam
hal ini peran IDI ikut terlibat dalam penataan kebijakan yang
lebih fokus pada kualitas pelayanan seperti yang diharapkan
masyarakat. Peran dalam membangun triple partnership antara
Pemerintah, BPJS dan Faskes, agar tercipta sinkronisasi kebijakan
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan rujukan.
D. Meningkatkan kesejahteraan profesi dokter dan advokasi
pemerintah untuk memberikan penghargaan bagi profesi
dokter dan sistem JKN yang berkeadilan.

22

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

VII. REKOMENDASI
Keberhasilan suatu sistem sangat tergantung oleh adanya alur
proses rujukan yang tertata serta adanya komunikasi yang kontinu
dan konsisten antar unit yang merujuk dan yang di tuju. Dalam
hal system rujukan kesehatan di era JKN yang perlu penataan
adalah adanya kesamaan pandang atau sinkronisasi kepahaman
tentang tujuan rujukan, kualitas rujukan dan hubungan mekanisme
yang berlangsung intra organisasi (FKTP) dengan kerangka kerja
interorganisasi (FKTP), berupa adanya “care pathway“ antara FKTP
dengan FKRTL kontinu dan konsisten dengan cara berikut:
1. Disarankan FKRTL untuk mengembangkan Care Pathway antara
puskesmas/FKTP dengan rumah sakit/FKRTL agar terjadi suatu
sinkronisasi konsep pelayanan yang berkesinabungan, sesuai
dengan bagan dibawah ini:
ERA PRE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
MEKANISME INTER ORGANISASI/FKTP :
- STRUKTUR
- SISTEM
- PROSES
PENGELOLAAN 5 M, BELUM OPTIMAL
MASING-MASING KERJA TANPA
MENGUTAMAKAN TUJUAN BERSAMA
SESUAI KOMITMEN JKN

KERANGKA KERJA INTER ORGANISASI
FKTP-FKRTL : (BELUM SESUAI, SINKRON)
- PERTUKARAN INFORMASI
- TUJUAN RUJUKAN
- PERAN MASING2 ORGANISASI
- KUALITAS RELATIONSHIP
- KETERKAITAN ANTAR FKTP – FKTL
BELUM TERBENTUK
- BELUM ADA TATAKELOLA

PERLU TATAKELOLA
(KOMITMEN, KOORDINAS, INTEGRASI, ASEMBLING, SINKRONISASI, HARMONISASI

ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
MEKANISME INTER ORGANISASI :
- STRUKTUR
- SISTEM
- PROSES
PENGELOLAAN 5 M, OPTIMAL
SESUAI TUJUAN BERSAMA

KERANGKA KERJA INTER ORGANISASI :
- PERTUKARAN INFORMASI
- TUJUAN
- PERAN
- KUALITAS RELATIONSHIP
MANAJEMEN UNIT YANG MEMPUNYAI
TUJUAN YANG SAMA
TATAKELOLA TERBENTUK SESUAI
TUJUAN JKN

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

23

V. REKOMENDASI

2. Penataan system dengan metode 5 M
3. Pemerintah menyediakan anggaran kesehatan yang cukup
untuk program JKN dengan segera melakukan revisi besar
kapitasi dengan revisi tarif INA CBGs dengan metode
TD –
ABC integrated clinical pathway (ICI) dan melibatkan organisasi
profesi dan asosiasi faskes.
4. Menyediakan sarana dan prasarana dan menjamin tersedianya
obat-obatan baik dalam e katalog serta penunjang medis
(laboratorium, radiologi, dll)
5. Penerapan sistem remunerasi jasa medis berpedoman pada
panduan remunerasi yang disusun oleh IDI.

24

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

LAMPIRAN
CONTOH FORMAT LAPORAN
UPAYA PENATAAN SISTEM PELAYANAN RUJUKAN KESEHATAN
PB IDI / WILAYAH / CABANG
PROAKTIF – MONITORING/EVALUASI
SISTEM RUJUKAN KESEHATAN di ERA JKN
(3 BULANAN)
Periode: Oktober – Desember 2016 (3 bulanan)
PB / Wilayah / Cabang: ……………………………… (coret yang tidak perlu)
PERTEMUAN
LINTAS SEKTOR

UPAYA
PENATAAN
5M

NO

TANGGAL

PERMASALAHAN

KEPUTUSAN

1.

……….

Rekredensial
FASKES
Keabsahan SIP

Dinkes
OP/PB
BPJS
FASKES

Pertemuan
regular
Atau
sewaktuwaktu

Keputusan Rapat
menjadi pegangan
BPJS

2.

…………

Masalah klaim

Dinkes
RS….
BPJS

Pertemuan
Kom Dik

Klaim terbayar
Atau tidak
Perlu konsultasi

3

………..

Keluhan Pasien

Pasien
FASKES/RS
BPJS
OP/
PERHIMPUANAN

KEBIJAKAN YANG TERLIBAT
(UU/PERPRES/PMK/BPJS/…)
Perubahan Kebijakan No…..
thn……

Keputusan Komite
Medik

Penjelasan :
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................

................................................

( ........................................... )
Ketua / Sekretaris

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

25

VI. PENUTUP
Harapannya adalah adanya monitoring dan evaluasi serta peran
proaktif Organisasi Profesi dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan dan keselamatan pasien dalam pelayanan rujukan
kesehatan di era JKN secara terus menerus berkesinabungan secara
“real time“ dari waktu ke waktu.
Demikianlah telah disusun buku meningkatkan kualitas rujukan
dengan upaya memperbaiki Penataan Sistem Pelayanan Rujukan
dalam upaya peningkatan kualitas dan keselamatan pelayanan
kesehatan di era JKN ini serta mengaktualisasikan Peran IDI sebagai
Organisasi Profesi sebagai institusi mitra pemerintah dalam hal
penyusunan dan sinkronisasi kebijakan dan para anggota IDI yang
merupakan personel di garda terdepan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di era JKN menuju era JKN Semesta.

26

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

KATA PENUTUP
Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan
pelayanan kesehatan secara bermutu sehingga tujuan pelayanan
di era JKN dapat tercapai.
Pelaksanaan sistem rujukan dalam pelayanan sistem rujukan dan
pelayanan kesehatan saat ini kurang berjalan dengan baik sehingga
tujuan yang akan dicapai dalam program JKN ini belum berjalan
optimal.
IDI sebagai stake holder yang punya kontribusi dalam mengawal
program JKN memberikan konstribusi masukan kepada pemangku
kebijakan untuk penerapan sistem pelayanan rujukan yang
mengedepankan kepada keselamatan pasien dan mutu pelayanan.
Sistem penataan ini diharapkan semua memperoleh keuntungan
bagi para stake holder dan diharapkan pemerintah dapat
memperhatikan peran dan fungsi tenaga dokter sebagai ujung
tombak dalam memperbaiki pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, dengan memperbaiki sistem rujukan yang berkualitas
sehingga di hasilkan pelayanan yang profesional dan bermutu.
Dengan disusunnya program penataan Sistem Pelayanan Rujukan
Kesehatan di Era JKN. Harapannya adalah tercapainya pola
pelayanan rujukan yang sesuai kebutuhan pasien yang profesional,
bermutu dan mengedepankan keselamatan pasien.
Buku Penataan Sistem Pelayanan Kesehatan Rujukan masih
belum sempurna, dan butuh masukan dari para anggota IDI
untuk memberikan masukan secara periodik / berkala dalam
implementasi program JKN yang sedang berjalan, kedepannya
untuk menyempurnakan sistem pelayanan JKN dalam menuju
Universal Coverage.

PENATAAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN

27

Pengurus Besar 2015-2018
Jl. Dr. G.S.S.Y. Ratulangie No. 29 Jakarta 10350
Telp. 021-3150679 - 3900277 Fax. 3900473