JURNAL PESINDO VOL. 3. NO. 1 CETAK 2.pdf

DEWAN REDAKSI JURNAL EKUIVALENSI PELINDUNG

Rektor Universitas Kahuripan Kediri

PENANGGUNG JAWAB

Drs. Hartoyo, MS.

PIMPINAN REDAKSI

Agung Dwi Darmawan, S.Pd., M.Pd.

KETUA PENYUNTING

Dwi Catur Andy Saputro, S.Pd., M.Pd

PENYUNTING PELAKSANA

Rosania Mega Fibriana, S.Pd., M.Pd

STAF ADMINISTRASI DAN KEUANGAN

Sri Rejeki, SE. Widayati, SE.

Terbit dua kali setahun pada bulan Maret dan Oktober. Berisi tulisan dari hasil penelitian dan

kajian analisis-kritis di bidang Pendidikan Jasmani dan Olahraga .

Jalan Soekarno Hatta No. 1 Pare Kabupaten Kediri PO.BOX 199 Telp./ Fax (0354) 391977 email: ukk.pare@gmail.com. Jurnal Physical Education and Sport Indonesia (PESINDO)

diterbitkan Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan & Rekreasi Universitas Kahuripan Kediri

EDITORIAL

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan berharga kapada segenap Dewan Redaksi Jurnal Pesindo untuk kembali menerbitkan jurnal volume ketiga. Pesindo adalah jurnal yang terbit setiap enam bulan sekali tepatnya pada bulan Maret dan Oktober. Pada edisi ini, redaksi Pesindo mengambil judul-judul artikel dengan tema pendidikan, penelitaan dan pengembangan pendidikan fisik dan keilmuan olahraga. Hasil-hasil penelitian ini bukan sekedar pemenuhan tugas penelitian akan tetapi ditujukan juga guna tercapai tujuan pendidikan penjaskes, pembinaan fisik sekaligus tujuan pendidikan itu sendiri terbentuknya karakter kuat dalam rangka membangun bangsa dan negara.

Jurnal Pesindo disi volume 3 nomor 1 ini memuat lima buah artikel. Pertama, penelitian meninjau permasalahan sosial kekinian mengunakan pendekatan sosiologi olah raga dalam pencegahan konflik. Penelitian ini ditulis Faris Labib Al Hakam. Kedua, Sebuat artikel penelitian yang ditulis Muhammad Kharis Fajar tentang pembelajaran menggunakan metode taktis dalam olahraga bulutangkis. Penelitian dilakukan di MTsN Aryojeding Tulungagung. Penelitian tindakan kelas (PTK) tersebut terdiri dari dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri atas empat kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Ketiga, Artikel terkait evaluai penyelenggraan pertandingan tenis lapangan Pemprov Jawa Timu II pada tahun 2009. Subjek penelitian adalah para peserta bak atlit, wasit pelatih, official dan panitia. Hasil penelitian disampakan mengunakan analisis deskriptif kuantitatif. Keempat, Penelitian untuk mengetahui peningkatan belajar gerakan peluru out comes effective dimulai dengan media bola tenis di siswa kelas V SDN Kraksaan Wetan I, Probolinggo. Artikel ini ditulis oleh Agung Dwi Darmawan.

Kelima, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh Nanda Iswahyudi ini yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran Sepak Takraw di kelas. Penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VI SDN Medokan Ayu 1, Kec. Rungkut, Surabaya. Menggunakan pendekatan countextual teaching and learning (CTL).

Akhirnya, semoga Jurnal ini bisa terus memperbaiki kuaaitasnya, baik dari aspek kemasan maupun aspek isi. Selamat membaca.

ANALISIS PERMASALAHAN KEKINIAN DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI OLAHRAGA DALAM MENCEGAH KONFLIK SOSIAL

Faris Labib Al Hakam

Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan & Rekreasi Universitas Kahuripan Kediri

ABSTRACT

The purpose of this study was to reveal, describe, analyze, forecast, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). This study was classified as belonging to a case study because it is unique in terms of process development and social conflict in sport. The complexity of the problems that exist in society requires further scrutiny to be easy to identify. At such a context, Ginsberg tried to categorize the various problems that exist in society, namely: social morphology, social control, social proceses, and social pathology. This research was conducted using qualitative study sought to discover, describe, analyze, memroyeksi, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). Penenliti The instrument used was a review of the theories of sociology and sport as well as preventive measures of social conflict. Sport has become a medium to channel the potential of humanity constructively, such as mastering instinct, aggressiveness, competitive spirit, and so on. Channeling was done in cooperation with other actors to form a game or race. In the competition there is cooperation, and in cooperation there is competition, all of which are bound by the rules agreed as norms that would ensure smooth, order, and security of a game. The forms of social interaction could be cooperation (cooperation), competition (competition) and even disagreement or dispute (conflict), thus requiring the completion of the time (accomodation). More clearly, and Gillin Gillin The purpose of this study was to reveal, describe, analyze, forecast, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). This study was classified as belonging to a case study because it is unique in terms of process development and social conflict in sport. The complexity of the problems that exist in society requires further scrutiny to be easy to identify. At such a context, Ginsberg tried to categorize the various problems that exist in society, namely: social morphology, social control, social proceses, and social pathology. This research was conducted using qualitative study sought to discover, describe, analyze, memroyeksi, and gives the meaning of the various vantage of contemporary issues in view of the approach of sport sociology (sociology of sport). Penenliti The instrument used was a review of the theories of sociology and sport as well as preventive measures of social conflict. Sport has become a medium to channel the potential of humanity constructively, such as mastering instinct, aggressiveness, competitive spirit, and so on. Channeling was done in cooperation with other actors to form a game or race. In the competition there is cooperation, and in cooperation there is competition, all of which are bound by the rules agreed as norms that would ensure smooth, order, and security of a game. The forms of social interaction could be cooperation (cooperation), competition (competition) and even disagreement or dispute (conflict), thus requiring the completion of the time (accomodation). More clearly, and Gillin Gillin

Key words: analysis, problems, sociology, sport, conflict

A. PENDAHULUAN

Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia yang terwujud dalam suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan dan memunculkan struktur sosial, nilai, norma, pranata, peranan, status, individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat, sosiologi telah memberi kontribusi pada disiplin ilmu lain untuk keperluan praktis dalam mengkaji dan memecahkan masalah yang muncul. Hasil kajian tersebut digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan disiplin ilmu terkait.

Disiplin sosiologi yang diterapkan atau digunakan untuk mengkaji permasalahan yang ada pada disiplin ilmu keolahragaan, melahirkan bidang kajian yang diberi label sosiologi olahraga. Latar belakang munculnya kajian sosiologi olahraga ini dapat dikaji dari fenomena yang ada dalam dunia keolahragaan, yaitu: pertama ilmu keolahragaan menggunakan pendekatan inter-disiplin dan cross-disiplin dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, kedua, telah diyakini dan diakui kebenarannya suatu teori yang menyatakan: “sport is reflect the social condition” atau “ sport is mirror of society”.

Sebagai disiplin ilmu baru, dan masih dalam proses memperoleh pengakuan dari komunitas masyarakat ilmuwan, keberadaan olahraga telah berkembang sedemikian pesat. Kajian terhadapnya dilakukan dalam frekuensi dan intensitas yang tinggi, baik secara mikro, maupun makro.

Secara mikro, kajian ilmu olahraga difokuskan pada upaya-upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas teori dan hukum pendukung ilmu olahraga, sehingga dihasilkan temuan-temuan yang dapat memperkokoh

2 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

keberadaan olahraga sebagai fenomena aktivitas gerak insani yang berbentuk pertandingan ataupun perlombaan, guna mencapai prestasi yang tinggi. Kajian secara mikro dilakukan dalam konteks internal keolahragaan, yang secara epistemologi diarahkan pada proses pemerolehan ilmu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas gerak insani secara lebih efektif dan efisien.

Secara makro, kajian ilmu olahraga diarahkan pada aspek fungsional kegiatan olahraga bagi siapapun yang terlibat langsung maupun tidak langsung, seperti pelaku (atlet), penikmat (penonton), pemerintah, pebisnis dan sebagainya. Pada konteks itu, olahraga dikaji secara aksiologis untuk mengetahui pengaruh olahraga pada pelakunya sendiri atau khalayak luas, terutama pengaruh sosial yang mengakibatkan posisi olahraga tidak lagi dipandang sebagai aktivitas gerak insani an sich, melainkan telah berkembang secara cepat merambah pada aspek-aspek perikehidupan manusia secara luas. Olahraga pada era kini telah diakui keberadaan sebagai suatu fenomena yang tidak lagi steril dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga tidak berlebihan dikatakan bahwa pemecahan permasalahan dalam olahraga mutlak diperlukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah sosiologi.

Olahraga yang hampir selalu berbentuk permainan yang menarik telah dikaji keberadaan sejak dulu. Spencer (1873) menyatakan play as the use of accumulated energy in unused faculties; Gross (1898) menyatakan play was role practice for life; Mc Dougal (1920) menyatakan play was the primitive expression of instincts. Permainan atau play yang telah diformalkan menjadi game telah diakui dapat berfungsi sebagai media untuk mempersiapkan anak untuk berperan sebagai orang dewasa, bahkan Goerge H. Head (1934) menyatakan games sebagai a medium for the development of the self, sehingga lebih lanjut dikatakan game the extend of man.

Beragam kondisi obyektif di masyarakat dapat dijadikan bukti bahwa olahraga telah merambah pada kehidupan sosial manusia, misalnya: tak ada satupun mass media yang tidak memuat berita olahraga, bahkan di Amerika telah diyakini bahwa tanpa berita olahraga, banyak mass media yang akan bangkrut, karena tidak akan dibaca oleh khalayak. Suatu pertandingan atau perlombaan olahraga telah menyita perhatian berjuta manusia sebagai penikmatnya, telah memakan jutaan dolar untuk penyelenggaraannya, belum lagi tenaga dan waktu yang tersita untuk melaksanakan atau menikmatinya.

Volume 3, No. 1, 2015 - 3

Pengaruh olahraga di masyarakat tidak sekedar penghayatan menang atau kalah, tetapi lebih luas lagi menyangkut harga diri, kebanggaan, penyaluran potensi-potensi destruktif, bahkan pada komunitas tertentu, olahraga telah diakui kesejajarannya dengan agama. Dari paparan tersebut, olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat. Upaya pengkajian terhadap masyarakat sebagai whole system dapat dilakukan dengan mengakaji fenomena olahraga sebagai part systemnya. Oleh karena itu, memecahkan masalah olahraga merupakan suatu upaya pendekatan terhadap masyarakat luas, dan ini hanya mampu dilakukan dengan menggunakan sosiologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang dilibatkan.

Sosiologi berupaya mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antar individu atau kelompok secara dinamis, sehingga terjadi perubahan-perubahan sebagai wujud terbentuknya dan terwarisinya tata nilai dan budaya bagi kesejahteraan pelakunya. Sesuai penjelasan latar belakang di atas, maka peneliti membuat judul artikel ini “Analisis

Permasalahan Kekinian dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga dalam Mencegah Konflik Sosial”

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Sosiologi olahraga dinyatakan sebagai ilmu sosial.

Ilmu sosial merupakan ilmu yang mengkaji masyarakat dan kehidupan bersama sebagai obyek materialnya. Obyek tersebut sangat luas, dan masih memungkinkan pemilahan pusat perhatian pada aspek-aspek yang lebih khusus(obyek formal). Pemilahan itu memunculkan cabang ilmu sosial yang sangat banyak/beragam, dan salah salah satunya adalah sosiologi, yaitu ilmu yang mempelajari masyarakat dan kehidupan bersama, yang dipandang dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan tersebut (obyek formal), aspek-aspek yang dikaji meliputi struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan sosial. Sebagai pure science, sosiologi dimanfaatkan oleh disiplin ilmu lain guna membantu mengkaji obyeknya, salah satu misalnya adalah sosiologi olahraga, yang merupakan ilmu sosiologi khusus atau sosiologi yang diterapkan dalam mengkaji olahraga sebagai fenomena sosial. Olahraga telah diakui sebagai mikrokosmos kehidupan masyarakat (olahraga sebagai pola hidup bersama antar manusia, yaitu dengan adanya interaksi/proses sosial, struktur sosial dan dinamika pranata

4 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

yang mengaturnya). Kedua, fenomena olahraga memunculkan masalah yang komplek, sehingga kajian pemecahannya bersifat inter-cross-multi- dimensional, salah satu dimensi yang dilibatkan adalah dimensi sosial. Dari paradigma seperti diatas, maka sosisologi dapat dinyatakan sebagai ilmu sosial.

Olahraga di era modern dilakukan untuk memenuhi dorongan-dorongan alamiah, yaitu dorongan untuk:

a. Bergerak: manusia dikenal sebagai HOMO SE MOVEN, gerak merupakan esensi manusia dalam menjalani seluruh aspek kehidupanya. Modernisasi telah memunculkan mesin untuk membantu meringankan pekerjaan manusia, eksesnya adalah berkurangnya gerak manusia, sehingga untuk melampiaskan dorongan bergerak, olahraga merupakan media terbaik. Contoh, dalam setiap kegiatan yang dilakukan, manusia pasti melakukan gerakan, baik yang alami atau gerakan diberi bentuk (olahraga).

b. Bermain: manusia sebagai HOMO LUDENS, dalam bermain diperoleh kepuasan sebagai imbangan stress yang diterima dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, disamping itu, bermain diguna untuk mengekspresikan semua potensinya, permainan (salah satunya olahraga) merupakan medianya. Contoh, dalam keseharian, manusia selalau bermain disela-sela kegiatan rutinnya.

c. Bersaing dan bekerja sama: Dalam keseharian untuk menyelesaikan masalah, dorongan bekerja sama agar dapat diterima oleh kelompoknya dilakukan manusia, dan itu bisa dilaksanakan diluar kegiatan rutinya, dan kerjasama dalam membentuk suatu permaianan/olahraga diyakini mengandung nilai konstruktif untuk kerjasama dalam bidang-bidang lain, sedang hasrat bersaing merupakan perwujudan untuk membandingkan/mengukur kemampuannya terhadap yang lain. Hasrat ini perlu ditumbuhkan, dipantau, dikendalikan dan diekspresikan dalam media yang tepat, agar sisi positifnya bisa dimaksimalkan. Contoh, terselenggaranya lomba dan pertandingan ditujukan untuk memenuhi hasrat tersebut.

d. Berpetualang dan berkreasi: manusia pada dasarnya suka mencari tantangan, kemudian secara kreativ berusaha mengatasinya untuk memperoleh kepuasan. Olahraga menyediakan tantangan itu, baik tantangan melawan diri sendiri, alam maupun orang lain. Contoh,

Volume 3, No. 1, 2015 - 5 Volume 3, No. 1, 2015 - 5

e. Berhasil dan berbangga: manusia tidak sekedar mengejar keberhasilan, tetapi juga kebanggaan karena diketahui, dikenal dan diakui oleh orang lain atau mampu mengatasi permasalahan/ tantangan yang sengaja dikondisikan dalam bentuk aktivitas tertentu. Contoh, di kota besar, diadakan pertandingan/perlombaan tingkat instansi yang bermotivkan prestise, yaitu untuk pencapaian keberhasilan yang diikuti kebanggaan karena terkenal, misalnya event amal dengan menyelenggarakan olahraga.

f. Sosial/hidup bersama dengan orang lain/Gregariousness: menyadari berbagai kelemahan yang ada pada dirinya, manusia perlu bekerjasama dengan orang lain untuk membentuk sistem dan tatanan sosial yang memungkinkan terpecahnya masalah yang dihadapi. Contoh, olahraga, baik individual atau beregu, memerlukan kerjasama dengan orang lain untuk membangun dan menyelenggarakannya, artinya olahraga menyediakan kesempatan manusia untuk melampiaskan dorongan sosialnya dengan orang lain.

2. Masalah Sosial Menurut Ginsberg

Kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat memerlukan pencermatan lebih lanjut agar mudah dalam mengidentifikasinya. Pada konteks yang demikian itu, Ginsberg mencoba mengkatagorikan berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat, yaitu: social morphology, social control, social proceses, dan social pathology. Jika diterapkan dalam konteks keolahragaan, masalah sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Social Morphology: Masalah sosial ditinjau dari segi bentuknya, yaitu berupa struktur

dan kelompok sosial, misalnya kaum feodal, paham paternalistik, liberal dsb. Dalam olahraga, bentuk masyarakat yang seperti itu berpengaruh terhadap performance olahraga, misalnya di Eropa Timur, yang saat masih dipengaruhi bentuk sosialis-komunis, tidak dikenal adanya pemain profesional, karakter permainan

6 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

sepakbolanya terkenal dengan displin yang tinggi dan kolektifitas permainan dalam menyerang maupun bertahan. Tenis pada event Wimbledon, yang terkenal dengan pengetatan dalam soal etika berpakaian dan berperilaku bagi pesertanya, dipengaruhi oleh aristokrasi dan feodalisasi pihak kerajaan Inggris.

b. Social control (Pengendalian sosial) Dinamika yang terjadi di masyarakat mengakibatkan terjadinya

perubahan-perubahan di segala bidang dan lapisan. Perubahan itu ada yang ke arah kebaikan, tetapi ada juga yang mengarah kepada keburukan (destruktif). Untuk hal terakhir ini perlu dilakukan kontrol sosial, agar perubahan itu terjadi seperti yang dikehendaki/ sesuai dengan nilai/norma hidup bersama. Maka dalam dunia keolahragaan diciptakannya peraturan pertandingan atau peraturan permainan, yang merupakan salah satu kontrol untuk menghindari kekacauan, ketidakadilan dan kerusakan/kecelakaan pada pelaku, penyelenggara, penikmat maupun masyarakat sekitarnya. Dalam pertandingan tinju misalnya, dilakukan kontrol dalam hal berat badan dan tingkat kebugaran sebelum naik ring, digunakannya gloves (sarung tangan) dan pelindung gigi. Dalam sepakbola, dibentuknya komisi disiplin dalam tubuh PSSI merupakan salah satu upaya mengontrol dinamika yang muncul dalam pertandingan.

c. Social Proceses Proses sosial merupakan gambaran tentang kehidupan bersama,

yaitu proses hubungan individu atau kelompok yang saling bertemu dan menentukan sistem dan bentuk hubungan, sehingga menimbulkan pengaruh timbal balik dalam berbagai segi kehidupan bersama. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, yang dapat terjadi dengan syarat adanya kontak sosial dan komunikasi.

Pada pertandingan tinju, di atas ring kedua petinju berintaraksi dan berkomunikasi dengan “bahasa kepalan” yang memungkinkan terjadinya “penganiayaan terstruktur”. Para petinju rela bersimbah keringat dan darah sebagai upaya untuk “menjatuhkan” lawan. Tetapi begitu bel terakhir berbunyi, mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan “bahasa rangkulan” tertawa bersama, saling memuji, dan saling minta maaf layaknya dua sahabat karib yang

Volume 3, No. 1, 2015 - 7 Volume 3, No. 1, 2015 - 7

d. Social Pathology (gangguan/penyakit sosial) Merupakan ekses dari dinamika masyarakat yang begitu pesat dan

kurang bisa dikontrol. misalnya: terjadinya kejahatan, disorganisasi keluarga/bangsa, penyalahgunaan obat dsb. Dalam olahraga, budaya instan yang menghendaki pencapai prestasi tinggi dalam waktu singkat, mengakibatkan terjadinya “penyakit” yang menggerogoti nilai/norma olahraga, misalnya doping, penyuapan, dan perjudian; pengkultusan atau pendewaan terhadap tim kesayangannya mengakibatkan terjadinya “fanitisme membabi buta” yang berwujud aksi hooligans; Prinsip “harus menang” yang didoktrinkan oleh pengurus atau pelatih, “memaksa” olahragawan untuk menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan.

3. Contoh Permasalahan Kekinian dalam Olahraga

a. Keterkaitan antara olahraga dan budaya. Sumbangan olahraga bagi peradaban modern.

Secara umum budaya merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya kearah kebaikan, dengan mengaktualisasikan potensi rasa, karya, karsa dan ciptanya. Pada konteks tersebut, olahraga merupakan produk budaya yang digunakan sebagai media pencapaian tujuan di atas (peningkatan kualitas hidup), sehingga olahraga merupakan cerminan peradaban (budaya tingkat tinggi), artinya unsur-unsur budaya mempengaruhi dan dapat dijumpai/terwujud/eksis dalam kegiatan olahraga. Misalnya budaya feodalis dan paternalistis menghasilkan pelaku- pelaku olahraga yang birokratis, sentralistis dan wajah keolahragaan yang tergantung pada komando sosok yang dikultuskan. (biasanya pejabat pemerintahan). Sebaliknya, dikarenakan dinamika yang ada dalam olahraga, dengan segala aspeknya (konstruktif atau destruktif), secara aksiologi, olahraga mengandung nilai/kemaknaan yang telah diyakini dan teruji kebenarannya mampu mempengaruhi pola fikir, sikap dan tindak manusia dalam upaya mencapai kualitas hidup yang lebih tinggi. Olahraga bisa menghasilkan sistem nilai yang bisa

8 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

diimplementasikan dalam keseharian hidup bersama, berproses dan berinteraksi dengan orang lain, dalam menghadapi masalah. Misalnya, nilai sportivitas, kejujuran, persaingan dan kerjasama dalam olahraga mempengaruhi budaya pelaku dan lingkungannya, minimal mengetahui makna nilai itu, kemudian diharapkan dapat memahami, menghargai dan mentaatinya.

Sumbangan olahraga terhadap peradaban modern: a) sebagai wadah untuk mengekspresikan potensi/dorongan yang dimilikinya secara proporsional dan konstruktif, olahraga dalam hal ini berfungsi sebagai katup pengaman (safety velve institution) sebagai upaya meredam perilaku destruktif; b) Olahraga menyediakan berbagai kegiatan yang memungkinkan upaya pencarian dan perombakan nilai/norma yang ada dalam masyarakat secara dinamis; c) Olahraga berperan sebagai media untuk menyiapkan pelaku-pelaku budaya/ peradaban yang kondusif dan sesuai dengan zamannya.

b. Cabang-cabang olahraga berasal dari budaya luar. Pertama terjadi DIFUSI: penyebaran budaya luar, penerimaan atau penolakannya tergantung pada ada tidaknya benturan/ pertentangan dengan norma dan nilai-nilai setempat. Pada tahap ini, sesuatu yang baru merangsang seseorang melakukan IMITASI: peniruan perilaku, atau budaya luar tersebut memberi pengaruh yang meyakinkan (SUGESTI), sehingga dapat diterima, maka terjadilah IDENTIFIKASI: kecenderungan/keinginan untuk menjadi sama dengan pihak lain, yang mengakibatkan seseorang tertarik dan memahami budaya luar tersebut. Proses penerimaan pengaruh budaya asing disebut AKULTURASI dan penerimaan tanpa paksaan disebut DEMONSTRATION EFFECT. Kemungkinan kedua, budaya luar ditolak jika terjadi pertentangan dengan nilai/ norma yang ada, sehingga terjadi gangguan terhadap keserasian masyarakat. Pemulihan terhadap gangguan dapat dilakukan jika masyarakat melakukan ADJUSTMENT: penyesuaian budaya luar, misalnya dengan melakukan toleransi, filterisasi, revisi dan adaptasi. Tetapi jika hal itu tetap tidak mengubah keadaan, maka terjadi MALADJUSTMENT: ketidakpenyesuaian, yang menyebabkan terjadinya saling menolak antara budaya luar dengan budaya asli,

Volume 3, No. 1, 2015 - 9 Volume 3, No. 1, 2015 - 9

pertama harus diidentifikasi secara ilmiah (forum resmi/tak resmi) untuk mengetahui cocok tidaknnya dengan kultur dan prospek pencapaian prestasi dunia, yang mempertimbangkan unsur-unsur anthropometri dan morfologi jasmaniah kemampuan infrastruktur, serta mentalitas bangsa Indonesia. Kalau cocok/serasi bisa dilakukan adopsi, adaptasi atau revisi secara berulang-ulang, jika tidak, budaya luar bisa ditolak, atau dijadikan referensi kegiatana untuk tujuan rekreatif saja.

c. Faktor penyebab sistem Status (kasta) atau stratifikasi sosial

1) Rasionalitas-ilmiah: perlunya klasifikasi demi keadilan, keseimbangan dan pemanusiawian. Contoh: petinju amatir dan prof, serta kelas yang berbeda. perlu diklasifikasikan dalam kelompok yang berbeda, agar tidak bertanding dalam satu ring.

2) Apresiasi masyarakat: pemahaman, pengakuan dan penghargaan terhadap prestasinya. walau hanya merebut medali perak, tetapi karena itu untuk pertama kalinya Indonesian mendapat medali di olimpiade, trio srikandi Indonesia menjadi sangat terkenal.

3) Status sosial: kedudukan seseorang dalam kelompoknya, bisa karena keturunan atau karena usahanya (achieved status), misalnya Tyson dulunya adalah berandalan jalanan, kemudian atas usahanya bisa menjadi petinju amatir, kemudian dikenal sebagai juara sejati kelas berat profesional.

4) Peranan: merupakan aspek dinamis dari status, yaitu apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Sebagai juara sejati, Tyson adalah petinju profesional yang berhak menuntut bayaran tinggi, dan kewajibannya adalah menampilkan kinerja yang baik untuk “menghibur” penonton.

d. Hubungan timbal balik olahraga dengan bisnis. Olahraga dengan bisnis terkait dalam simbiosis mutualisme yang saling menjamin eksistensi keduanya. Olahraga telah diakui

10 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

keberadaannya sebagai pangsa pasar, komodite komersial dan wadah terselenggaranya kegiatan ekonomi bagi para pelaku (atlet), penyelenggara, masyarakat dan pelaku bisnis lainnya. Kemenarikan olahraga yang dikelola dan dilakukan oleh pelaku profesional telah menyedot perhatian massa untuk terlibat sebagai penikmat, membuka peluang terjadinya tontonan yang layak jual, sehingga interaksi dan komunikasi bisnis yang yang terjadi membuka peluang kerja dan keberlangsungan kehidupan secara lebih baik bagi seluruh komponen pelaku yang terlibat, sebaliknya aspek bisnis membantu terselenggaranya kegiatan olahraga, mulai dari pemassalan, pembibitan dan pencapaian prestasi puncak, serta memberi nuansa yang lebih variatif dan menarik terhadap “perwajahan” event olahraga, disamping menjamin kelangsungan hidupnya. Situasi ideal di atas di Indonesia belum sepenuhnya terjadi. Dikarenakan kurangnya kualitas kinerja pelaku olahraga, mengakibatkan event tersebut tidak layak jual, disamping kultur bisnis yang profesional bangsa kita yang masih relatif rendah. Hanya pada bisnis sarana prasarana yang berupa barang untuk kegiatan olahraga saja yang cukup marak.

Olahraga dan media massa. Event olahraga telah membangkitkan animo khalayak untuk mengetahui, mengerti, melakukan, menyelenggarakan dan menikmatinya. Untuk tujuan tersebut, informasi memegang peran penting, apalagi bagi fans salah satu klub tertentu, media massa dapat digunakan untuk membangun public opini dan public image yang merangsang massa agar penasaran, sehingga tertarik untuk membeli informasi dan menontonnya secara langsung ataupun melalui media yang ada. Diseminasi nilai- nilai olahraga baik sebatas sebagai informasi untuk menambah pengetahuan, mengenal sosok atlet populer , ataupun sebagai media transformasi budaya dapat dilakukan oleh media massa dan olahraga telah menjadi “ladang” dan sumber informasi yang tiada habisnya untuk dimuat dalam media massa, dengan rating pembaca dan penikmat yang relatif tinggi dibanding informasi-informasi lainnya, oleh karena itu, bisa diasumsikan bahwa tak ada satu media massapun yang tidak menyajikan berita olahraga sebagai salah satu topik yang ditampilkannya. Fenomena ini tentu saja menjadikan media massa lebih survive keberadaannya.

Volume 3, No. 1, 2015 - 11 Volume 3, No. 1, 2015 - 11

1) Hak siar dan hak liput setiap nomor. Media massa yang menyiarkan dan meliput PON harus mendaftarkan diri ke panitia dan membayar.

2) Pemanfaatan infrastruktur PON untuk pemasangan gambar/ tulisan sponsor, baik sponsor utama atau sponsor komplementer. Sasarannya adalah perusahaan-perusahaan besar, menengah atau kecil.

3) Pengadaan sovenir dan merchandise yang terkontrol panitia. Pelibatan perusahaan penghasil barang yang bisa dijadikan suvenir dan merchandise dengan perhitungan bagi hasil keuntungan atau membayar jumlah tertentu pada penyelenggara.

4) Penjualan karcis. Sasarannya adalah masyarakat umum sebagai penonton atau khusus pelajar/mahasiswa. Event PON dimasukkan dalam kurikulum, yaitu sebagai subject matter: materi/isi yang dibahas di sekolah secara terpisah, atau sebagai project curriculum: pendekatan multi-disiplin (berbagai mata pelajaran atau ilmu) dalam mengamati, membahas, menganalisa dan menyelesaikan suatu proyek (PON). Untuk mencapai tujuan tersebut siswa/mahasiswa bisa datang ke tempat pertandingan dengan menggunakan karcis khusus.

5) Setelah PON, infrastruktur yang ada disewakan kepada khalayak

(sekolah, klub atau masyarakat) untuk kegiatan olahraga.

6) Transfer pemain illegal yang bukan berasal dari daerah asal demi tercapainya prestasi yang maksimal, hal tersebut melanggar sportivitas dalam olahraga.

7) Daerah yang memiliki anggaran APBD yang besar mayoritas akan menjadi juara umum dalam penyelenggaraan.

8) Jika seluruh upaya di atas masih belum menguntungkan, maka terpaksa penyelenggara meminta subsidi kepada pemerintah (pusat atau daerah).

6. Citra Perempuan (Gender) dalam Media Olahraga Menurut Wiwik (2003) media massa sebagai penerus aspirasi

12 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

masyarakat, jika tidak diskriminatif gender sebetulnya adalah alat yang bisa diandalkan bagi perempuan untuk menyuarakan kepentingan mereka. Apalagi di era reformasi sekarang ini, dimana media massa mempunyai akses bebas terhadap sumber-sumber berita dan kebebasan mengemukakan gagasannya.

Allen yang mengkaji representasi perempuan di media dalam konteks olahraga menemukan beberapa hal yang penting digaris- bawahi. Mengutip Jones, Murrell dan Jackson, Allen (2006:7) media memiliki standar menganai kepatutan untuk olahraga yang kemudian dipergunakan untuk merepresentasikan perempuan dalam olahraga. Ada olahraga yang dipandang pantas bagi pria yakni olahraga yang menekankan pada kontak fisik, tindakan, agresi dan kerjasama tim sedang olahraga yang tepat untuk perempuan adalah yang menekankan pada individualitas dan sifat-sifat feminim tradisional seperti estetika, keindahan, keseimbangan dan kecantikan. Allen mencontohkan, dengan standar seperti itu maka sepakbola dipandang sebagai olahraga yang secara gender tak pantas bagi perempuan. Telaahan Allen ini selanjutnya membawa pada konsep yang dikemukakan George Gerbner mengenai “penghancuran simbolik” (symbolic annihilation) yang dilakukan media lantaran “menghilangkan perempuan dari pandangan kita yang secara efektif menyatakan bahwa perempuan itu kehadirannya tak penting dalam kebudayaan kita” (Allen, 2006:8-9).

Kajian Allen itu menyimpulkan bahwa representasi media mengenai olahraga yang dilakukan perempuan membuktikan ‘penghancuran simbolik’ itu, karena olahraga perempuan memang tidak direpresentasikan secara memadai. Dengan melenyapkan atlet perempuan dari pandangan kita berarti dikomunikasikan bahwa atlet-atlet perempauan tidak penting bagi masyarakat kita. Ini dibuktikan dengan kenyataan, turnamen olahraga perempuan yang menerima liputan media 30% dibandingkan dengan liputan olahraga pria (Allen, 2006:109).

Inilah yang dinyatakan Wood (1994:235) bahwa media tetap saja menyajikan laki-laki dan perempuan dengan cara yang stereotipikal yang membatasi persepsi kita tentang kemungkinan-kemungkinan manusia. Lebih lanjut, Wood (1994:238-244) menunjukkan 4

Volume 3, No. 1, 2015 - 13

(empat) penggambaran stereotipikal itu yang membuat media terus merefleksikan dan mendorong pengembangan relasi pria dan perempuan yang dianggap patut secara tradisional, yaitu:

a. perempuan bergantung/laki-laki mandiri

b. perempuan tidak kompeten/laki-laki memiliki otoritasi

c. perempuan mengasuh/laki-laki mencari nafkah

d. perempuan sebagai korban dan objek seks/laki-laki agresor Wood mengemukakan hal tersebut tercermin mulai dari

film kartun buatan Walt Disney The Litle Mermaid hingga film Hollywood Pretty Woman. Tentu saja, contoh yang dikemukakan Wood itu masih bisa kita tambahi dengan contoh-contoh yang diambil dariapa yang disiarkan media-media di Indonesia.

C. METODE

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan studi kasus ( Bogdan & Biklen 2006) , dan merupakan studi yang berusaha menyingkap, mendeskripsi, menganalisis, memroyeksi, dan memberikan makna tentang berbagai pandang permasalahan kekinian di lihat dari pendekatan sosiologi olahraga (sociology of sport). Penelitian ini tergolong tergolong pada studi kasus karena unik ditinjau dari proses perkembangan dan konflik sosial dalam olahraga, sehingga memerlukan pendalaman.

D. PEMBAHASAN

Sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak, olahraga telah disikapi secara dinamis, dari pemahaman terhadapnya yang dianggap sebagai aktivitas primitif untuk mempertahankan hidup dari gangguan alam yang serba buas, sampai kepada suatu aktivitas pertandingan/perlombaan yang menyita perhatian dunia internasional, yang didalamnya menyajikan penguasaan teknik dan taktik tingkat tinggi guna mencapai prestasi setinggi- tinggnya.

Dari sisi pelakunya, olahraga pada jaman dulu masih bersifat eliter, hanya orang-orang tertentu yang diberi hak untuk melakukannya. Selaras dengan dinamika masyarakat, olahraga telah mampu merobah tradisi

14 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

feodalis seperti itu, sehingga siapapun boleh melakukannya, hanya saja, pada perkembangan terakhir ini, akibat adanya moderinasasi pada berbagai sektor kehidupan, banyak sarana prasarana umum yang seyogyanya difungsikan untuk melakukan olahraga, telah berubah menjadi pertokoan, perumahan, dan pabrik, akibatnya aktivitas olahraga di kota-kota besar cenderung hanya mampu dinikmati oleh individu-individu yang mempunyai kualifikasi tertentu. Olahraga sepertinya kembali pada jaman dahulu, bukan lagi sebagai suatu aktivitas yang egaliter.

Apresiasi yang tinggi kepada para olahragawan yang berprestasi menyebabkan adanya motivasi bagi para pemuda untuk menirunya, sehingga animo berlatih dengan keras semakin meningkat untuk mencapai tujuan itu, dan peluang ini dimanfaatkan oleh pengelola klub olahraga untuk merekrut banyak anggota. Bagi pelaku bisnis, peluang itu dimanfaatkan untuk memperkenalkan produknya; bagi birokrat, peluang ini dimanfaatkan untuk meningkatkan opini publik yang baik terhadap kinerjanya. Pada akhirnya olahraga mampu “didampingkan” pada berbagai kepentingan dari beragam profesi.

Aktivitas olahraga, selain difungsikan untuk mencapai prestasi tinggi, juga mampu digunakan sebagai media pendidikan, sarana rekreasi, sarana terapi dan kesehatan jasmani dan rohani para pelakunya. Lebih-lebih pada era modernisasi ini, kedudukan olahraga semakin komplek sebagai sarana untuk kontak dan interaksi sosial pada strata masyarakat tertentu, atau olahraga telah mampu mendobrak batas stratifikasi sosial yang selama ini memisahkan para pelakunya.

Olahraga telah menjadi media untuk menyalurkan potensi-potensi kemanusiaan secara konstruktif, seperti naluri menguasai, agresivitas, jiwa kompetitif, dan sebagainya. Penyaluran itu dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pelaku lain untuk membentuk suatu pertandingan atau perlombaan. Sikap seperti itu merupakan bentuk pengakuan akan adanya saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Lawan bukan disikapi sebagai individu atau kelompok yang harus direndahkan, dikalahkan, dicederai, atau dihinakan, tetapi disikapi sebagai “teman bermain” atau partner untuk membentuk suatu permainan bersama. Jadi didalam kompetisi terdapat kooperasi, dan didalam kooperasi terdapat kompetisi, yang kesemuanya terikat oleh aturan yang disepakati sebagai norma-norma yang akan menjamin kelancaran, ketertiban, dan keamanan suatu permainan.

Volume 3, No. 1, 2015 - 15

Penyikapan terhadap pelaksanaan kegiatan olahraga secara massal semakin menyakinkan khalayak bahwa akan terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang akan meningkatkan produktivitas kerja, yang merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan dan kemajuan suatu bangsa dan negara.

Terselenggaranya pertandingan dan perlombaan olahraga secara lintas teritorial regional, nasional, maupun internasional, menunjukkan adanya keterbukaan untuk mengurangi purbasangka negatif, menjalin kerjasama, dan persahabatan dalam memperkuat hubungan serta memperkenalkan budaya setempat sebagai salah satu bentuk pengakuan dan respek terhadap yang lainnya.

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar orang perorang, antar kelompok, dan antar orang perorang dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika dua orang bertemu dan masing- masing menyadari adanya pihak lain di sekitarnya. Bentuk nyata interaksi ini beragam, mulai dari menegur, berjabat tangan, berbicara, bahkan sampai perilaku destruktif seperti memukul atau berkelahi.

Interaksi sosial antar kelompok biasanya dilakukan atas nama kesatuan, bukan bersifat pribadi, misalnya pemain asing yang bermain untuk suatu klub yang akan bertanding dengan klub yang berasal dari negaranya, pemain tersebut akan berjuang sekuat tenaga untuk memperoleh kemenangan klubnya. Pada konteks seperti itu ia bukan lagi mewakili pribadinya, melainkan sebagai bagian dari klub yang telah mengontraknya.

Interaksi sosial yang terjadi dalam olahraga lebih menonjol dan lebih menyata, karena sering terjadi perbenturan antara kepentingan individu dan kelompok/klub, atau perbenturan kepentingan individu atau kelompok satu dengan individu atau kelompok lain karena masing-masing mempunyai kepentingan yang sama, yaitu meraih kemenangan dengan saling mengalahkan.

Interkasi sosial dalam olahraga dapat diklasifikasikan menjadi interaksi secara internal dan eksternal. Interaksi internal berlangsung dalam lingkungan pelaku olahraga sendiri, misalnya dengan pengurus, pelatih atau teman atlet. Pada situasi seperti itu, unsur kerjasama sangat dominan dalam mencapai tujuan bersama, walaupun kompetisi diantara teman juga terjadi, yaitu dalam upaya untuk masuk sebagai pemain inti misalnya. Interaksi

16 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

eksternal dilakukan dengan individu atau kelompok lain. Bentuk interaksi itu adalah terjadinya persaingan (kompetisi) dalam bentuk aktivitas gerak tertentu yang telah diikat oleh peraturan baku. Persaingan dilakukan sebagai upaya untuk saling mengalahkan satu dengan lainnya. Walaupun demikian, didalam kompetisi itu masih ada kooperasi (kerjasama), yaitu upaya bersama dalam menjunjung tinggi sportivitas, saling menghargai, dan secara bersama- sama membangun suatu pertandingana atau perlombaan yang menarik, adil dan lancar.

Berangkat dari paparan di atas, bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan pertentangan atau pertikaian (conflict), sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu (accomodation). Secara lebih jelas, Gillin dan Gillin menggolongkan proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial, yaitu proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif. Proses asosiatif bersifat mendekat atau menyatu, sedang disosiatif bersifat memisah atau menjauh. Bentuk proses asosiatif misalnya kerjasama, dan akomodasi (upaya menyeimbangkan/meredakan pertentangan sehingga tercapai kestabilan). Bentuk proses disosiatif, misalnya persaingan, kontravensi (proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan atau pertikaian).

Dalam dunia olahraga, bentuk-bentuk interaksi sosial itu sangat menonjol sekali. Prestasi atlet hanya akan dapat terwujud dari adanya kerjasama yang harmonis diantara berbagai komponen penyokong sistem pembinaan dan pelatihan, untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik, taktis, teknis dan psikisnya. Potensi-potensi yang telah dilatihkan tersebut tidak akan bermakna apa-apa jika tidak ada standar atau norma pembandingnya. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan dengan melakukan persaingan (konpetisi) untuk menentukan mana yang lebih baik. Agar terjadi kompetisi yang adil, tertib dan lancar, diperlukan akomodasi untuk menampung aspirasi dua belah pihak, sehingga tercapai konsensus, yang perwujudannya berupa peraturan pertandingan atau perlombaan baku.

Pendekatan/langkah untuk mencegah konflik sosial. Pertama harus dipahami dan disadari bahwa konflik bisa bermakna positif dan negatif, hal ini tergantung pada persoalan yang dipertentangkan dan berlawanan tidaknya konflik dengan pola-pola hubungan sosial dalam struktur sosial tertentu. Pada masyarakat yang berpendidikan, dengan tingkat interaksi sosialnya dalam frekuensi yang tinggi, terbuka, dan tingkat toleransi yang sudah melembaga,

Volume 3, No. 1, 2015 - 17 Volume 3, No. 1, 2015 - 17

E. KESIMPULAN

Olahraga telah menjadi media untuk menyalurkan potensi-potensi kemanusiaan secara konstruktif, seperti naluri menguasai, agresivitas, jiwa kompetitif, dan sebagainya. Penyaluran itu dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pelaku lain untuk membentuk suatu pertandingan atau perlombaan. Sikap seperti itu merupakan bentuk pengakuan akan adanya saling ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama. Lawan bukan disikapi sebagai individu atau kelompok yang harus direndahkan, dikalahkan, dicederai, atau dihinakan, tetapi disikapi sebagai “teman bermain” atau partner untuk membentuk suatu permainan bersama. Jadi didalam kompetisi terdapat kooperasi, dan didalam kooperasi terdapat kompetisi, yang kesemuanya terikat oleh aturan yang disepakati sebagai norma-norma yang akan menjamin kelancaran, ketertiban, dan keamanan suatu permainan.

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan pertentangan atau pertikaian (conflict),

18 - Volume 3, No. 1, 2015

Analisis Permasalahan Kekinian Dengan Pendekatan Sosiologi Olahraga ...

Faris Labib Al Hakam

sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu (accomodation). Secara lebih jelas, Gillin dan Gillin menggolongkan proses sosial yang timbul akibat interaksi sosial, yaitu proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif.

Pendekatan/langkah untuk mencegah konflik sosial 1) harus dipahami dan disadari bahwa konflik bisa bermakna positif dan negative; 2) pendekatan keakraban dalam hidup bersama, 3) pendekatan keterbukaan; 4) pendekatan penyaluran, mengalihkan potensi konflik pada saluran yang aman/katup pengaman atau SAFETY VALVE; 5) pendekatan prasyarat; pelaksanaan event olahraga yang diselenggarakan dengan syarat-syarat tertentu.

Volume 3, No. 1, 2015 - 19

DAFTAR RUJUKAN

Allen, C. M. (2006), March’s Gendered Madness: An Analysis of Print Media Representations of a Female Division I NCAA Women’s Basketball Coach - Pat Summitt, tesis MA di Georgia State University. Tidak dipublikasikan.

Ateng, Abdul Kadir. 1986. Asas-Asas dan Landasan Olahraga. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka.

Ateng, Abdul Kadir. 1989. Pengantar Asas-Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Rekreasi. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. 2006. “Qualitative Research in Education: An Introduction To Theory and Methods”. 4th ed., Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.

Chu, Donald. 1982. Dimensions of Sport Studies. New York: John Wiley and Sons.

De Osales, Arnaldo. 1975. Olahraga: Fenomena Sosial Sejagad. Jakarta: Komite Olimpiade Indonesia.

Harsuki. 1992. Olahraga Sebagai Academic Dicipline. Buletin Prestasi. Jakarta: Pengurus Isori Indonesia.

Koentjaraningrat. 1989. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Phillips. John C. 1993. Sociology of Sport. Boston: Allyn and Bacon. Polak, JBAF Mayor. 1979. Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: PT.

Ichtiar Baru. Setijadji. Tanpa Tahun. Prolegomena Filasafat Olahraga. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru Keempat.

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wiwik S. (2003) Gender dan Media. Dokumen www. Dapat diakses: http://

www.duniaesai.com/gender/gender6.htm [14 Januari 2016] Wood, J.T. (1994), Gendered Lives: Communication, Gender and Culture

Belmont, Cal.: Wadsworth Publishing Company

20 - Volume 3, No. 1, 2015

PEMBELAJARAN DENGAN METODE TAKTIS DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN BULUTANGKIS SISWA MTSN ARYOJEDING TULUNGAGUNG

Muhammad Kharis Fajar

Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan & Rekreasi Universitas Kahuripan Kediri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bulutangkis melalui penerapan metode pembelajaran taktis bagi siswa kelas VIIA MTsN Aryojeding. Penelitian ini meupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri atas empat kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui metode taktis dapat meningkatkan minat, keaktifan, dan penguasaan gerak dasar bulutangkis siswa dari pratindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II. Proses pembelajaran pada pratindakan belum menggunakan pendekatan bermain dan media bantu sehingga minat, keaktifan, dan penguasaan gerak kemampuan bulutangkis. Peningkatan terjadi pada siklus I. Minat, keaktifan, dan penguasaan gerak dasar bulutangkis siswa meningkat walaupun belum optimal. Pelaksanaan siklus II menyebabkan minat, keaktifan, dan penguasaan bulutangkis siswa meningkat menjadi tinggi sehingga bisa mendukung suatu pembelajaran yang berkualitas pada kelas ini adalah: (1) Pelaksanaan penggunaan metode taktis dapat meningkatkan prestasi belajar bulutangkis untuk mapelajaran Penjaskes; (2) Kualitas pembelajaran mapel penjaskes meningkat dengan penerapan metode taktis.

Kata-kata kunci: pembelajaran, Metode taktis, Kemampuan Bulutangkis.

ESINDO Physical Education and Sport Indonesia

A. PENDAHULUAN

1. Later Belakang Masalah

Olahraga berfungsi menyehatkan badan dan memastikan organ tubuh masih sehat. Olahraga penting karena didalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang kuat. Ada beberapa perbedaan pendapat orang dalam olahraga, tetapi secara garis besar olahraga yang merupakan aktifitas fisik itu penting dilakukan dalam keseharian baik olahraga terarah (cabang olahraga0 ataupun gerakan lainnya yang mengandung unsur gerak.

Dalam hal ini Hamalik (1995: 57) menjelaskan, “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang salingmempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.”

Istilah model pembelajaran amat dekat dengan pengertian strategi pembelajaran dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, dan teknik. Sedangkan istilah “strategi “ awal mulanya dikenal dalam dunia militer terutama terkait dengan perang atau dunia olah raga, namun demikian makna tersebut meluas tidak hanya ada pada dunia militer atau olahraga saja akan tetapi bidang ekonomi, sosial, pendidikan. Pendekatan taktis mendorong siswa untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan. Masalah ini pada hakikatnya berkenaan dengan peberapan keterampilan teknik dalam situasi permainan. Dengan demikian siswa makin memahami kaitan antara teknik dan taktik. Keuntungan lainnya, pendekatan ini tepat untuk mengajarkan keterampilan bermain sesuai dengan keinginan siswa. Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pengajaran permainan adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain.

Model pembelajaran taktikal menggunakan minat siswa dalam struktur pemainan untuk pengembangan ketrampilan dan pengetahuan taktikal yang dipelukan untuk pemainan keterampilan dan pengetahuan taktikal yang diperlukan untuk penampilan permainan. Sedangkan pembelajaran masuk ke dalam alam pikir siswa, sehingga terbentuk struktur pengetahuan tertentu. Pembelajaran pendekatan taktikal dalam pendidikan jasmani adalah bagian dari pembelajaran kognitif.

Model pembelajaran permainan taktikal, guru merencanakan tugas mengajar dalam konteks pengembangan keterampilan dan taktis bermain

22 - Volume 3, No. 1, 2015

Pembelajaran Dengan Metode Taktis Dapat Meningkatkan Kemampuan Bulutangkis ...

Muhammad Kharis Fajar

siswa, mengarah pada permainan yang sebenarnya. Tugas-tugas belajar menyerupai permainan dan modifikasi bermain. Penekanannya pada pengembangan pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi keterampilan dalam permainan, sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya saat dibutuhkan. Pada intinya adalah siswa dapat mengembangkan keterampilan dan taktis bermain secara berkesinambungan.

Adapaun pada strategi pembelajaran pendekatan taktis yaitu lebih menekankan pada konsep game-drill-game. Game yaitu bermain, siswa dituntut untuk bermain dengan konsep-konsep yang yang diberikan oleh guru dan memahami tentang permainan itu. Drill yaitu pengulangan, guru harus lebih teliti melihat siswanya dan apabila terjadi kesalahan dalam tugas gerak baru menghentikan pembelajaran dan diberikan contoh gerakan yang benar kemudian siswa melakukan tugas gerak tersebut. setelah melakukan pengulangan atau drill siswa kembali melakukan permainan dengan perubahan tugas gerak yang telah dilakukan pada tugas drill. Pembelajaran melalui model pembelajaran pendekatan taktis membiasakan siswa untuk melatih kognitif, afektif, dan psikomotor.