Permasalahan Dalam Sistem Pendidikan Kit

Permasalahan Dalam Sistem Pendidikan Kita

Disusun Oleh :
Tito Aprildama

1815151834

Tugas ini disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester pada mata kuliah
Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah
Dosen : Dr. Fahrurrozi, M.Pd
KELAS E 2015 SEMESTER 6
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JULI 2018

Permasalahan dalam Sistem Pendidikan Kita
Pendidikan adalah salah satu tiang penyokong kesuksesan suatu
bangsa, karena lewat pendidikan suatu negara dapat menentukan arah
hidupnya, dapat mengembangkan sumber daya yang dimilikinya dan dapat
mengatur kehidupan bernegara yang adil bagi semuanya. Lewat pendidikan,

manusia belajar menjadi lebih baik setiap harinya, belajar lebih efisien tiap
detiknya, dan belajar lebih kuat dari sebelumnya. Dan dengan pendidikan
juga lah manusia dapat membangun peradaban seperti saat ini, peradaban
yang sudah mampu menciptakan energi dengan kemampuannya, peradaban
yang mampu menciptakan gedung-gedung tinggi pencakar langit, peradaban
yang mampu menciptakan pesawat untuk terbang ke luar angkasa dan
mampu membawa manusia mendarat ke bulan, peradaban yang kini dapat
membuka batas antara jarak dan waktudengan teknologi ciptaannya.
Peradaban yang kini sudah dibangun semuanya tidak terlepas dari
pendidikan, karena dengan pendidikan, manusia dapat lebih dari sekedar
hidup. Kini masing-masing negara sedang berlomba-lomba menciptakan
sistem pendidikan nomer satu di dunia, berlomba-lomba menjadi yang terbaik
dalam sains dan ilmu pendidikan lainnya. Begitupun dengan negara kita saat
ini, pendidikan di Indonesia belum lama ini baru saja merubah kurikulumnya
untuk menyesuaikan dengan tututan zaman, agar mampu bersaing dengan
negara yang lain baik pada saat ini dan pada masa yang akan datang.
Sayangnya, perubahan kurikulum yang dilakukan negara kita saat ini
tidak serta merta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada, justru
terkesan hanya membiarkan masalah tersebut selesai dengan sendirinya dan
malah menimbulkan masalah-masalah yang baru. Lantas apa saja

permasalahan yang ada dalam pendidikan kita ? jika berbicara masalah
dalam pendidikan, tentu masalahnya tidak hanya satu atau dua saja
melainkan sebuah sistem, yang artinya permasalahan pendidikan bersifat

kompleks, terlebih dengan keadaan geografis negara kita yang terdiri dari
belasan ribu pulau yang kebanyakan dipisahkan oleh lautan, tentu bukan hal
yang mudah untuk menyebutkan dan memperbaiki sistem ini seorang diri
atau hanya dengan lembaga tertentusaja. Perlu keterlibatan banyak orang
dan banyak pihak agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, dan
dapat membawa sistem kita bekerja secara baik. Perlu diketahui, mungkin
jumlah peserta didik secara keseluruhan kurang lebih hanya 20% dari total
penduduk saat ini, tapi keselurahan peserta didik tersebut adalah 100% masa
depan kita, masa depan bangsa dan Negara, tentu sudah merupakan hal
yang penting untuk berpikir bagaimana cara memperbaiki sistem pendidika
ini. Lantas apa saja permasalahan dalam sistem pendidikan kita yang harus
dibenahi terlebih dahulu sebelum dapat meramaikan perlombaan untuk
menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia?. Mari kita simak
permasalahan-permasalahan yang ada dalam sistem pendidikan kita.
 Angka Putus Sekolah
Menurut data statistik, masyarakat Indonesia khususnya warga DKI

Jakarta sudah menunjukkan peningkatan dalam hal sadar pendidikan,
yang artinya semakin banyak warga masyarakat yang mementingkan
pendidikan bagi putra putrinya. Namun pada sisi yang lain, menurut data
statistik yang dirilis oleh Kemendikbud pada tahun ajaran 2017/2018,
menunjukan masih adanya angka putus sekolah pada tingkat sekolah
dasar di DKI Jakarta sebesar 0,8%, yang dimana dari 828.707 seluruh
siswa sekolah dasar di DKI Jakarta, terdapat 793 dari mereka yang putus
sekolah atau tidak dapat melanjutkan pendidikannya, dan 4.386 peserta
didik yang tidak dapat naik ke tingkat selanjutnya. Angka putus sekolah ini
menjadi hal yang cukup prihatin meskipun persentasenya masih berada
dibawah satu persen. Sebagai Ibu Kota Negara seharusnya hal ini tidak
terjadi, karena segalanya bisa didapatkan dengan mudah, dan akses

sekolah yang dapat dijangkau, angka putus sekolah seharusnya tidak lagi
ada di Jakarta. Tapi apa yang sebenarnya menyebabkan masih ada
peserta didik yang harus putus sekolah ditingkat sekolah dasar yang
merupakan bagian dasar dari program wajib belajar 9 tahun. Beberapa
diantaranya karena faktor ekonomi. Faktor ekonomi lagi-lagi menjadi
penyebab utama dari angka putus sekolah, padahal pemerintah dengan
segala upaya sudah memberikan berbagai bantuan baik berupa tunai

maupun non tunai.

Namun pertanyaannya, sudah tepat kah bantuan

yang diberikan oleh pemerintah? Tentu jawabannya tidak, minimnya
survey dan pengawasan dari pihak-pihak terkait, menyebabkan bantuanbantuan ini seringkali tidak tepat, malah cenderung salah sasaran.
Banyak juga dari masyarakat yang memanfaatkan rengganggnya
pengawasan terhadap bantuan ini dan mudahnya membuat Surat
Keteranga Tidak Mampu (SKTM) sebagai syarat penting agar dapat
menerima bantuan dari pemerintah. Hal ini menyebabkan anak-anak dari
keluarga tidak mampu yang seharusnya berhak atas bantuan tersebut,
malah akhirnya luput dari pantuan dan menjadi terlantar, padahal dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 B dinyatakan bahwa “setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Selain
itu juga masalah ekonomi ini membuat peserta didik yang sudah duduk
dibangku sekolah dihadapkan oleh pilihan sulit antara membantu ekonomi
keluarganya atau belajar di sekolah, banyak dari mereka juga yang
akhirnya tidak dapat konsentrasi dikelas karena kelelahan setelah

seharian membantu orang tuanya berjualan atau bekerja mencari uang.
Disisi lain, faktor pergaulan disekolah juga membuat peserta didik yang
ekonominya dibawah rata-rata merasa minder atau kurang percaya diri
dalam bergaul dengan temannya lain, sehingga dirinya dikucilkan dan

akhirnya menjadi korban bullying. Namun selain faktor ekonomi, ada juga
faktor lain yang membuat mereka harus putus sekolah yaitu faktor
psikologis. Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan
berbagai masalah.1 Kenakalan remaja pada umumnya disebabkan karena
kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, hal ini uga
menyebabkan peserta didik sering terlibat kenakalan remaja seperti bolos
sekolah, hingga terlibat tawuran yang akhirnya membuat mereka
dikeluarkan dari sekolah atau Drop Out. Selain itu korban broken home
atau korban perceraian maupun peserta didik yang berasal dari keluarga
yang tidak harmonis juga menjadi penyumbang dari angka putus sekolah.
Meskipun tidak sebanyak dari faktor ekonomi, angka putus sekolah
karena keluarga yang tidak harmonis terlebih hingga mengakibatkan
perceraian menjadi hal yang miris bagi kita, ke egoisan orang tua
mengakibatkan anak-anak generasi penerus bangsa menjadi putus
sekolah dan kehilangan masa depannya.

 Anggaran/Dana Pendidikan
Dana merupakan salah satu syarat yang ikut menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan bermutu. 2 Anggaran yang dikeluarkan oleh
pemerintah untuk pendidikan saat ini sudah mencapai 20 persen dari
APBN. Tapi mengapa pendidikan kita seakan masih kekurangan dana?.
Faktanya, dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendidikan, tidak
murni hanya digunakan untuk operasional dana pendidikan saja. Di dalam
20 % anggaran pendidikan tersebut juga sudah masuk anggaran belanja
guru dan tenaga kependidikan untuk seluruh wilayah Indonesia juga
1

http://imadiklus.com/penyebab-anak-anak-putus-sekolah-dan-carapenanggualangannya/
2

Munirah, SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: antara keinginan dan realita,
(Makassar, 2013), hlm. 240

anggaran pendidikan untuk sekolah kedinasan seperti Akademi Militer,
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) juga ditanggung oleh
anggaran 20 % APBN tersebut, bukannya ditanggung oleh institusi

penyelenggara pendidikan kedinasan tersebut. Sehingga dana pendidikan
untuk operasional institusi pendidikan umum menjadi semakin sedikit dan
tidak bisa terserap dengan maksimal.3 Sejalan dengan hal tersebut,
Profesor Erno Lehtinen, guru besar pendidikan dari Universitas Turku
Finlandia dalam wawancaranya dengan detik.com pada 18 Oktober 2106,
beliau mengatakan bahwa anggaran pendidikan di Finlandia kurang dari
20% total APBN mereka. Hal ini karena anggaran pendidikan disana
hanya digunakan untuk keperluan operasional pendidikan saja seperti
buku dan pengadaan sarana prasaran disekolah, diluar hal tersebut
seperti anggaran belanja guru dan yang lainnya ditanggung oleh
pemerintah, sehingga pendidikan disana dapat berjalan dengan baik dan
diberikan secara gratis kepada setiap penduduknya dengan kualitas yang
terjamin, baik untuk sekolah negeri ataupun sekolah swasta. Bahkan bagi
peserta didik yang tinggal lebih dari 5km dari sekolah akan diberikan
fasilitas asrama gratis. Hal ini seharusnya dapat dicontoh oleh Negara kita
setidaknya dalam penyerapan dana, dimana dana pendidikan sebesar
20% dapat benar-benar digunakan untuk operasional pendidikan dan
digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidik
dan peserta didik.
 Kualitas Kependidikan

Guru merupakan bagian utama dari tenaga kependidikan, banyak yang
mengatakan bahwa kualitas guru kita sebagai tenaga pengajar masih
belum merata dan belum mumpuni. Jika dilihat secara statistik,
3

Komite Nasional Pendidikan, Permasalahan Pendidikan Serta Rekomendasi
untuk Pemerintahan Baru, (Jakarta, 2014), hlm. 10

kemampuan rata-rata pedagogik berdasarkan data uji kompetensi guru
2015 adalah 56,9%. Begitupun dengan kemampuan rata-rata calon guru
berdasarkan kemampuan menjawab soal uji kompetensi guru hasilnya
masih dibawah 50% yaitu 44%, dimana kemampuan terendah ada pada
kompetensi fisika dan matematika yang hanya mencapai 33% dan 46%,
sedangkan hasil tertinggi pada kompetensi bahasa inggris yaitu 58%. 4
Belum lagi menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI Satriawan
Salim kepada Republika, Rabu 14 Maret 2018 bahwa, sertifikasi guru
yang seharusnya dilakukan untuk memperoleh sertifikat pendidik sebagai
salah satu syarat untuk menjadi guru yang professional, malah disalah
gunakan. Beliau mengatakan sertifikasi guru saat ini hanya digunakan
untuk menambah pendapatan saja, bukan menambah kemampuan atau

profesionalisme guru. Menurut beliau setidaknya saat ini ada tiga program
sertifikasi guru yang sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas
guru tersebut, hanya saja hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Yang
pertama adalah portofolio, yang dalam perjalanannya masih banyak
kekurangan karena guru dapat sertifikat profesi tapi kualitas pendidikan
secara nasional masih rendah. Kemudian akhirnya diganti menjadi
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), namun ternyata PLGP pun
sama halnya dengan portofolio yang belum mampu mencetak guru yang
berkualitas. Kemudian pada tahun 2018 diganti lagi menjadi Pendidikan
Profesi Guru (PPG) yang sampai saat ini belum juga terlihat hasilnya.
Beliau menyarankan agar pemerintah tidak hanya memberikan sertifikat
pendidikan saja, namun pemerintah perlu melakukan pendampingan dan
pelatihan secara berkala dan dievaluasi serta diawasi dengan seksama
sehingga sertifikasi bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan saja
tetapi juga benar-benar meningkatkan kualitas guru secara terukur. Selain
4

www.pikiran-rakyat.com/opini/2016/05/04/kualitas-guru-kita-368286

kualitas guru, buruknya kualitas lingkungan pendidikan juga menjadi

penentu. Buruknya kualitas lingkungan pendidikan ini disebabkan karena
buruknya

managemen

yang

tidak

diselenggarakan

oleh

otoritas

akademik, melainkan oleh otoritas kekuasaan birokrasi. 5 Tak jarang
pejabat-pejabat tertentu memegang control berlebihan dalam aktivitas
pendidikan.6 Oleh karena itu atmosfer akademik di lingkungan sekolah
dan perguruan tinggi pada umumnya banyak yang kurang mendorong
gairah dalam belajar-mengajar. Bangunan-bangunan dan ruang belajar

sempit serta saling berdekatan dan tidak kedap suara, karena memang
tidak didesain untuk lingkungan akademik. Kebanyakan sekolah tidak
memiliki halaman bermain yang cukup luas, kepustakaan yang cukup
untuk menampung peserta didik datang membaca dan belajar. Tidak ada
ruang khusus diskusi, seminar, ruang kerja dosen dan guru-guru yang
relativ privasi, bahkan sebgaian sekolah tidak memiliki laboratorium untuk
melakukan berbagai eksperimen baik di dalam maupun diluar ruangan.
Hal ini akan berimbas pada kualitas belajar mengajar yang akhirnya akan
berpengaruh pada peserta didik yang tidak menerima pembelajaran yang
meaningful. Untuk mengatasi hal ini, Direktur Pembelajaran Kemenristek
RI Parastiyanti Nurwadani memaparkan ada tujuh fokus revitalisasi LPTK.
Yakni penguatan tatakelola kelembagaan yang akuntabel, penguatan
sistem rekruitmen yang komprehensif, kurikulum berorientasi Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Capaian Pembelajaran (CP),
serta berwawasan masa depan, dukungan sarana dan prasarana yang
memadai, penguatan sumberdaya manusia pendidik yang berkualitas,
dan penguatan sekolah laboratorium maupun sekolah mitra.
5

Munirah, SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: antara keinginan dan realita,
(Makassar, 2013), hlm. 241
6
www.idntimes.com/news/indonesia/rosa-folia/meski-akses-mudah-kualitaspendidikan-di-indonesia-masih-rendah-1

 Kurikulum
Kurikulum sering kali dianggap sebagai kitab suci yang harus ditaati tiap
detailnya. Apa yang ada didalamnya menjadi satu-satunya pegangan guru
dalam mengajar, masih banyak guru yang tidak berani untuk mengubah
memvariasikan atau berinovasi tentang apa yang ada di dalam kurikulum.
Jika terus seperti ini, maka aka nada ketakutan didalam diri sang guru
yang akhirnya guru tersebut akan merasa panik jika menyadari materi
yang diajarkan belum terlaksana dan tidak sesuai. Akhirnya guru akan
merasa dikejar target kurikulum hingga akhirnya peserta didik merasa
kurang memahami apa yang disajikan oleh guru. Selain itu, kurikulum
hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan
kebutuhan masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan
yang kreatif. Sehingga kedepannya para lulusan hanya pintar cari kerja
dan tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri. Kurikulum
menciptakan robot-robot berlapis kulit yang dibuat untuk memenuhi
kebutuhan industri bukannya menciptakan manusia yang memiliki
karakter dan daya saing. Kurikulum dibuat untuk meyesuaikan dengan
zaman dan mampu menyiapkan peserta didik untuk masa depan, tapi
faktanya kurikulum dibuat untuk masa lalu, mari kita perhatikan
bagaimana pendidikan sekarang tidak jauh berbeda dengan masa lalu,
dimana siswa ditempat kan secara rapi dengan kursi dan meja yang
disusun sejajar sedemikian rupa, siswanya disuruh diam ketika belajar,
diharuskan angkat tangan saat ingin bertanya, dan harus menunggu
giliran ketika ingin berpendapat. Bukan kah itu yang saat ini masih kita
lakukan pada saat ini? Padahal mobil pertama bertenaga uap sudah
bertransformasi menjadi berbahan bakar minyak dan listrik, telephone
yang besar kini sudah berubah menjadi smartphone yang dapat

melakukan apa saja, dan masih banyak lagi perubahan kearah yang lebih
baik yang sudah kita lakukan pada banyak aspek, tetapi tidak dengan
kurikulum kita. Bukankah albert einsten pernah berkata bahwa “setiap
makhluk hidup itu pintar, tetapi kalau kita menilai seekor ikan dari caranya
memanjat pohon, maka seumur hidup ikan itu akan merasa bodoh.” Dan
jauh sebelumnya Ki Hajar Dewantara pernah berkata “perlakukan lah padi
selayaknya padi, dan perlakukan lah jagung selayaknya jagung bukan
sebalikya,

karena

disamakan.”

masing-masing

Artinya

sudah

mereka

seharusnya

unik

dan

kurikulum

tidak

dapat

dibuat

untuk

mengembangkan karakter peserta didik, bukan hanya karakter tetapi juga
pola berpikirnya masing-masing. Bukannya membentuk mereka menjadi
seperti apa yang kita inginkan. Kurikulum kita saat ini juga banyak
menyita waktu peserta didik dengan adanya full day school. Padahal di
FInlandia, sebagai Negara dengan pendidikan yang terbaik hanya
memberikan jam pelajaran selama 3-4 jam perharinya dan jarang
dibebankan dengan PR. Hal ini karena mereka memahami betul tentang
kualitas pengajaran, efektifitas dan efisiensi waktu pembelajaran bukan
panjangnya jam belajar. Mereka sangat menghargai waktu bermain anakanak sebagai cara peserta didik untuk belajar, ketimbang duduk dikelas.
Guru disana memahami dengan baik perkembangan peserta didik yang
cenderung belajar sambil bermain dan tidak dapat fokus dalam waktu
yang lama. Itu sebabnya mereka lebih baik dibandingkan dengan Negara
lain pada umumnya karena rendahnya tingkat tekanan dan stress pada
peserta didiknya sehingga mampu berprestasi dan dapat berkembang
dengan baik.

Daftar Pustaka
http://imadiklus.com/penyebab-anak-anak-putus-sekolah-dan-carapenanggualangannya/
www.pikiran-rakyat.com/opini/2016/05/04/kualitas-guru-kita-368286
www.idntimes.com/news/indonesia/rosa-folia/meski-akses-mudah-kualitaspendidikan-di-indonesia-masih-rendah-1
Munirah, 2013, SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA: antara keinginan dan
realita, jurnal AULADUNA, VOL. 2 NO. 2 DESEMBER 2015 (http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/auladuna/article/download/879/849) diakses pada
tanggal 5 juli 2018 pukul 9.00 WIB
Komite Nasional Pendidikan, 2014 Permasalahan Pendidikan Serta
Rekomendasi untuk Pemerintahan Baru, Jakarta
(https://www.bantuanhukum.or.id/web/wp-content/uploads/2014/09/Permasal
ahan_Pendidikan_Serta_Rekomendasi_untuk_Pemerintahan_Baru.pdf)
diakses pada tanggal 4 juli 2018 pukul 11.00 WIB
Kemendikbud. 2018. Statistik Persekolahan SD 2017/2018, Jakarta: PDSPK
Kemendikbud (
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20180103112420-445-266335/adaapa-dengan-pendidikan-di-indonesia/
https://www.google.co.id/amp/jateng.tribunnews.com/amp/2018/01/11/tingkatpendidikan-indonesiamasih-rendah-sejumlah-perguruan-tinggi-akan-lakukanini

https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/05/03/opchjr354-initujuh-masalah-pendidikan-di-indonesia-menurut-jppi
Musyaddad Kholid. 2013. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA.
Jakarta (http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=252710&val=6813&title=Problematika%20Pendidikan%20di
%20Indonesia) diakses tanggal 4 juli 2018 pukul 10.00 WIB
Yogoz. 2011. Makalah Permasalahan Pendidikan
(https://yogoz.files.wordpress.com/2011/02/makalah-permasalahanpendidikan.pdf ) diakses pada tanggal 4 Juli 2018 pukul 10.00 WIB
Kurniawan Riza Yonisa. 2016. Identifikasi Permasalahan Pendidikan di
Indonesia untuk Meningkatkan Mutu dan Profesionalisme Guru
(https://www.researchgate.net/publication/317184069_IDENTIFIKASI_PERM
ASALAHAN_PENDIDIKAN_DI_INDONESIA_UNTUK_MENINGKATKAN_MU
TU_DAN_PROFESIONALISME_GURU) diakses pada tanggal 4 Juli pukul
10.00 WIB
https://beritagar.id/artikel/berita/anak-indonesia-timur-paling-rentan-putussekolah
www.republika.co.id/berita/nasional/umur/18/03/14/p5kl6e359-fsgi-sertifikasiguru-belum-berhasil-cetak-guru-berkualitas
www.jateng.tribunnews.com/2018/01/11/tingkat-pendidikan-indonesia-masihrendah-sejumlah-perguruan-tinggi-akan-lakukan-ini
https://m.detik.com/news/kolom/d-3741162/mengkritisi-kompetensi-guru