Makalah Tentang Korupsi di Daerah BANTEN
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada di sekeliling
kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah,
masyarakat, maupun di instansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan
korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah dinyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam dua kasus
dugaan korupsi yakni sengketa Pilkada Kabupaten Lebak serta kasus Pengadaan Alat
Kesehatan di Provinsi Banten.
Atut sudah beberapa kali diperiksa penyidik KPK dalam kasus dugaan suap yang menyeret
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pada sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Lebak, Banten. Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sudah lebih dahulu
dinyatakan sebagai tersangka dalam dugaan suap tersebut. "Telah ditemukan lebih dari dua
alat bukti untuk meningkatkan dan menetapkan status dalam kasus ini," kata Ketua KPK
Abraham Samad saat mengumumkan kemajuan kasus ini, Selasa (17/12) siang. Dalam kasus
yang saat ini ditangani KPK, ia dikenai pasal 6 ayat 1a UU Tipikor,juncto pasal 55 ayat 1
KUHP.
Kondisi birokrasi dalam Pemerintahan Provinsi Banten ini lebih dekat dengan
perspektif Marx dalam memandang birokrasi. Marx pesimis dengan birokrasi karena
instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan
akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat. Kenyataan yang terjadi, birokrasi
memang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mewujudkan kepentingan
apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari
keuntungan lewat birokrasi, yang mana hal ini tentu saja wajar jika birokrasi
pemerintahan saat ini lebih cenderung untuk korup. Seperti halnya dalam kasus ini,
dimana semua unsur birokrasi dan pemerintahan dikuasai secara ‘absolut’ oleh suatu
dinasti, mendorong dinasti ini untuk cenderung bersifat korup demi kepentingan pribadi
dinasti tersebut.
Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun
dari korupsi akan dapat merusaknya. Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan
melakukan korupsi, yaitu ;
1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga
pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena
kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa
mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban
kita untuk Negara ini.
1
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Perilaku yang koruptif yang terbentuk sejak dini dan tumbuh secara perlahan seperti:
tidak disiplin, tidak tepat waktu, dan berpikir pendek.
2. Kurangnya transparan sistem pengelolaan sumberdaya dan adminstrasi pemerintahan,
perusahaan, dan organisasi
3. Pemerintahan di provinsi Banten hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah
untuk mewujudkan kepentingan apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi
pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat birokrasi.
C. RUMUSAN MASALAH
Apa itu korupsi ?
Fenomena Politik atau Korupsi di Daerah Banten
Sebab-sebab terjadinya korupsi
Penjatuhan pidana kepada koruptor
Z
Z
Z
z
2
BAB II
TINJAUWAN PUSTAKA
A. Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan
mengambil uang negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Akan tetapi menurut
buku yang menjadi reverensi bagi penulis pengertian korupsi sendiri yang juga dikutip dari
kamus besar bahasa indonesia pengertian korupsi sebagai berikut : ”penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain)”. 21 Akan tetapi korupsi juga mempunyai beberapa macam jenis, menurut
Beveniste dalam Suyatno korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut:
1. Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan
dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktikpraktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
2. llegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa
atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi hukum.
3. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan 22
kekuasaan.
4. Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
B. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Pengertian Tindak Pidana Korupsi sendiri adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperkaya diri sendiri atau kelompok dimana kegiatan tersebut melanggar hukum karena
telah merugikan bangsa dan negara. Dari sudut pandang hukum, kejahatan tindak pidana
korupsi mencakup unsur-unsur sebagai. berikut :
Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,Sinar Grafika, Jakarta, hal -23 23
Ini adalah sebagian kecil contoh-contoh tindak pidana korupsi yang sering terjadi, dan ada
juga beberapa prilaku atau tindakan korupsi lainnya:
Memberi atau menerima hadiah (Penyuapan)
penggelapan dan pemerasan dalam jabatan
ikut serta dalam penggelapan dana pengadaan barang.
menerima grativikasi.
3
Melihat dalam arti yang luas, korupsi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperkaya diri sendiri agar memperoleh suatu keuntungan baik pribadi maupun
golongannya. Kegiatan memperkaya diri dengan menggunakan jabatan, dimana orang
tersebut merupakan orang yang menjabat di departemen swasta maupun departeman
pemerintahan. Korupsi sendiri dapat muncul dimana-mana dan tidak terbatas dalam hal ini
saja, maka dari itu untuk mempelajari dan membuat solusinya kita harus dapat membedakan
antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.
C. unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi atau yang disebut juga suatu perbuatan memperkaya diri sendiri
atau suatu golongan merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan orang lain, bangsa dan
negara. Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi bila dilihat pada ketentuan pasal 2 ayat (1)
undang-undang No.31 tahun 1999 selanjutnya dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi “TPK” yang menyatakan bahwa Tindak
Pidana Korupsi adalah “setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp.1.000.000.000
( satu milyar rupiah).
”Pasal 2 ayat (2) UU Pidana Korupsi menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
Dijatuhkan. Yang dimaksud dengan “keadaaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan
yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana tersebut dilakukan terhadap dana dana yang
diperuntukan bagi penanggulangan keadaan keadaan bahaya, bencana alam nasional,
penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan
moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi Ada 3 unsur tindak pidana korupsi, antara
lain:
1. Setiap orang adalah orang atau perseorangan atau termasukkorporasi. Dimana
korporasi tersebut artinya adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang
terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, terdapat
pada ketentua umum Undang-undang No.31 tahun1999 pasal 1 ayat (1).
2. Melawan hukum, yang dimaksud melawan hukum adalah suatu tindakan dimana
tindakan tersebut bertentangan dengan perturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena di dalam KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) Buku kesatu, aturan
umum Bab 1 (satu). Batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
pasal 1 ayat (1) suatu perbuatan tidak dapat 25 dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undanganpidana yang telah ada.
3. Tindakan, yang dimaksud tindakan dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.31
tahun 1999 adalah suatu tindakan yang dimana dilakukan oleh diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
4
pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/
atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam ketentuan ini menyatakan
bahwa keterangan tentang tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi dengan cara melakukan tindak pidana korupsi merupakan suatu tindakan
yang sangat jelas merugikan Negara.
D. Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pelaku Tindak Pidana adalah orang yang melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan
yang dapat dikenakan hukuman pidana. 26 Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat
dipidana terdapat pada pasal 55 dan 56 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pasal 55 KUHP Dipidana sebagai pembuat sesuatu perbuatan pidana:
a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan.
b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
c. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja yang dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
2. Pasal 56 KUHP. Dipidana sebagai pembantu sesuatu kejahatan : Mereka yang dengan
sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.Mereka yang dengan
sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.Pada ketentuan Pasal 55 KUHP disebutkan perbuatan pidana, jadi baik
kejahatan maupun pelanggaran yang di hukum sebagai orang yang melakukan disini
dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :
1. Pleger Orang ini ialah seorang yang sendirian telah mewujudkan segala elemen
dari peristiwa pidana.
2. Doen plegen Disini sedikitnya ada dua orang, doen plegen dan pleger. Jadi bukan
orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang
lain, meskipun demikian ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang
melakukan sendiri peristiwa pidana.
3. Medpleger Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan,
sedikitdikitnya harus ada dua orang, ialah pleger dan medpleger. Disini diminta,
bahwa kedua orang tersebut semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi
melakukan elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh hanya melakukan
perbuatan persiapan saja, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu
tidak masuk medpleger, akan tetapi dihukum sebagai medeplichtige.
4. Uitlokker Orang itu harus sengaja membujuk melakukan orang lain, sedang
membujuknya harus memakai salah satu dari jalan seperti yang disebutkan dalam
Pasal 55 ayat (2), artinya tidak boleh memakai jalan lain.19 Sedangkan pada pasal
5
56 KUHP dapat dijelaskan bahwa seseorang adalah medeplichtig, jika ia sengaja
memberikan bantuan tersebut, pada waktu sebelum 19 R. Soesilo, KUHP Serta
Komentar lengkap pasal demi pasal, Politeia, Bogor, 1973, hal 63 28 kejahatan itu
dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang
tersebut bersekongkol atau heling sehingga dapat dikenakan Pasal 480 atau Pasal
221 KUHP.Elemen sengaja harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan
dengan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya atau
keterangan itu, jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri,
maka orang itu melakukan uitlokking. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa
apa saja, baik moril maupun materiel, tetapi sifatnya harus hanya membantu saja,
tidak boleh demikian besarnya, sehingga orang itu dapat dianggap melakukan
suatu elemen dari peristiwa pidana, sebab jika demikian, maka hal ini masuk
golongan medplegen dalam Pasal 55 KUHP.
E. Pengertian Budaya Korupsi Indonesia
Budaya korupsi indonesia adalah negara besar dan kaya akan nilai-nilai sejarah serta
hasil alamnya. Indonesia mempunyai banyak sekali cerita sejarah, dikarenakan pada zaman
dahulu Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak sekali kerajaan-kerajaan besar.
Begitu pula dengan praktek korup yang ada, dari zaman sebelum kemerdekaan indonesia
sampai dengan era demokrasi sekarang praktek-praktek korup telah banyak terjadi dan
mengalami banyak sekali peningkatan karena berkembangnya ilmu pengetahuan serta
tekhnologi. Hal ini pula yang membuat praktek praktek korupsi semakin sulit untuk
diberantas
6
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan
korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu,
Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak
jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi
dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah
penyuapan,yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap
berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya
banyak sekali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen
perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut
pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin
perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh.
Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya.
Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik
dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak
dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan public.
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang
meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk
kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak
pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor
sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik
adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor
menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk
ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk
meningkatkan posisi tawarannya.
7
B. Fenomena Politik atau Korupsi di Daerah Banten
Hj. Ratu Atut Chosiyah, S.E.
Lahir di Ciomas, Serang, Banten, 16 Mei 1962; umur 52 tahun) adalah Gubernur
Banten saat ini. Ia adalah Gubernur Wanita Indonesia pertama. Pada 4
Januari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim radiogram tentang keputusan
presiden (keppres) penetapan gubernur melalui Depdagri. Radiogram No 121.36/04/SJ
tertanggal 4 Januari 2007 ditanda tangani Sekjen Depdagri, Progo Nurjaman. Radiogram
berisi permintaan kepada ketua DPRD Banten agar mengadendakan dan menetapkan jadwal
rapat paripurna istimewa DPRD dalam rangka pelantikan gubernur dan wakil gubernur
terpilih. Bersama wakil gubernur terpilih, Mohammad Masduki, ia dilantik pada 11
Januari 2007 dalam Sidang Paripurna Istimewa di Cipocok Jaya. Pelantikannya dipimpin oleh
Ketua DPRD Banten, Ady Surya Dharma. Pelantikan yang dilakukan oleh
Mendagri Muhammad Ma'ruf dihadiri sekitar 2700 undangan. Selain Gubernur
Jakarta Sutiyoso, hadir juga Ketua DPR-RI Agung Laksono dan Gubernur Gorontalo Fadel
Muhammad serta bupati/wali kota se-Provinsi Banten dan sejumlah tokoh nasional lain.
Sidang paripurna mendapat pengamanan sedikitnya 2500 anggota kepolisian, Tentara
Nasional Indonesia, Satuan Polisi Pamong Praja, serta petugas Dinas Perhubungan di sekitar
Gedung DPRD dan sepanjang jalan menuju lokasi pelantikan. Sebelumnya, Ratu Atut terpilih
sebagai wagub berpasangan dengan Djoko Munandar pada 11 Januari 2002. Ketika Djoko
Munandar dicopot dari jabatannya karena terkait kasus korupsi, ia ditunjuk sebagai Pelaksana
Tugas Gubernur Banten. Ia adalah wanita pertama yang menjabat sebagai gubernur sebuah
Provinsi di Indonesia.
Tersandung Kasus Suap
Berdasarkan Konferensi pers yang diadakan di Gedung KPK Kuningan, ketua
KPK Abraham Samad mengumumkan bahwa Ratu Atut terlibat dalam kasus dugaan suap
terkait penanganan sengketa pilkada Lebak dan ditetapkan sebagai tersangka. Atut dijerat
dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 Ayat 1 nomor 1 KUHP. Ratu Atut dinyatakan secara bersama-sama atau turut serta
dengan tersangka yang sudah ditetapkan terlebih dulu yaitu adiknya Tubagus Chaeri
Wardana dalam kasus penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Setelah
diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya pada 20 Desember, Atut langsung
dijebloskan ke penjara. Atut akan ditahan selama 20 hari kedepan di Rumah Tahanan Pondok
Bambu Jakarta. Walau begitu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan Atut tetap
sebagai gubernur sampai Ia ditetapkan sebagai terdakwa. Sedangkan sebagian tugas Atut
diserahkan kepada wakilnya, Rano Karno.
8
C. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan
adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh
be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor.
Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia:
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
korupsi.
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat.
D. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga
ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
E. Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan
tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah.
9
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory,
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individuindividu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu
individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan
Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi,
masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah:
1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik,
bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan.
6. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada
korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno
bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah
korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama
10
menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja.
Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut
Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi
lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut
jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak
yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.
F. Penjatuhan pidana terhadap koruptor
Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi:
a. Pidana mati
Dapat dipidanakan mati kepada orang yang melawan hukum atau merugikan Negara
( perekonomian).
b. Pidana penjara
Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
c. Pidana tambahan
Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi.
G. Analisis Kasus Korupsi Dinasti Ratu Atut
Pada akhir tahun 2013 perhatian masyarakat Indonesia dijejali dengan pemberitaan
korupsi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan. Yang menarik dari kasus ini ialah
adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh sebuah dinasti pemerintahan yang dikuasai
oleh keluarga Ratu Atut. Kasus korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh seorang kepala
daerah (Ratu Atut) saja, akan tetapi juga melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan yang
ternyata
memiliki
ikatan
keluarga
dengan
Ratu
Atut.
Menurut artikel yang dilansir media online, kasus ini bermula ketika KPK berhasil
menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 3 Oktober 2013 lalu.
Akil Mochtar ditangkap tangan penyidik KPK dalam upaya menerima suap bernilai
hingga 3 milliar rupiah dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Chairun Nisa dan
pengusaha Cornellis Nalau. Penangkapan ini berbuntut pada penangkapan adik Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chairi Wardana, dan pengacaranya, Susi Tur
Andayani yang kedapatan membawa uang Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada
Akil.
Sejak penangkapan Tubagus Chaeri Wardana atau yang kerap dipanggil Wawan,
banyak pihak yang menilai bahwa Ratu Atut turut andil dalam pemberian suap Rp 1
miliar kepada Akil Mochtar pada penanganan kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Lebak, Banten. Benar saja, pada 17 Desember 2013 Ketua KPK, Abraham Samad,
mengumumkan status tersangka Ratu Atut setelah KPK berhasil menemukan lebih dari
dua alat bukti keterlibatan Atut dalam pemberian Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar terkait
sengketa Pilkada Lebak, Banten. Selain tersandung kasus suap dalam sengketa Pilkada
Lebak Banten, Ratu Atut juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Alat Kesehatan
Banten.
11
Selain dua kasus diatas, Dinasti Ratu Atut juga terkait dalam dugaan beberapa kasus
korupsi lain. Berikut beberapa dugaan kasus korupsi yang dilakukan Dinasti Ratu Atut
Chosiyah, seperti dikutip dari Merdeka.com: Ratu Atut Chosiyah diduga melakukan
penyelewengan dana APBD Banten khusus untuk dana hibah dan bantuan sosial tahun
2011, wawan juga dikenal sebagai calo PNS, dan kejanggalan pelelangan proyek rumah
dinas Gubernur Banten.
ANALISIS
Dalam kasus korupsi Ratu Atut ini kita dapat melihat adanya oligarkhi yang
berupa sebuah dinasti politik pemerintahan di kota Banten. Ratu Atut berperan sebagai
seorang ratu yang mencengkeramkan akar politik dinasti di Banten dengan menggunakan
Partai Golkar sebagai kendaraan politiknya. Ia menanamkan keluarga dan kerabat
dekatnya menduduki jabatan penting pemerintahan. Seperti mendiang suami Ratu Atut,
Hikmat Tomet, yang menjadi anggota Komisi V DPR, anak pertama Atut, Andhika
Hazrumy, menjadi anggota DPD dari Provinsi Banten, Istri Andhika, Ade Rosi
Khairunnisa,
menjadi
Wakil
Ketua
DPRD
Kota
Serang.
Selain itu anak kedua Atut, Andiara Aprilia, dan suaminya, Tanto Warsono Arban adalah
calon anggota DPR. Ibu Tiri Atut, Heryani, menjadi Wakil Bupati Pandeglang. Adik
kandung Atut, Ratu Tatu Chassanah, menjadi Wakil Bupati Serang. Bahkan, adik tiri
Atut, Tubagus Chaerul Jaman, menjadi Wali Kota Serang dan iparnya atau istri Chaeri
Wardana, Airin Rachmi Diany menjadi Wali Kota Tangerang Selatan.
Fenomena dinasti politik, dimana lingkaran politik pemerintahan tidak terlepas
dari ikatan keluarga ini bertentangan dengan konsepsi birokrasi tipe ideal (Ideal
Type) Max Weber. Menurut Max Weber tipe ideal birokrasi itu melekat dalam struktur
organisasi rasional dengan prinsip rasionalitas, yang bercirikan pembagian kerja,
pelimpahan wewenang secara hierarkhis, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Karakteristik dari konsepsi birokrasi Weber:
1. Pembagian tugas yang jelas
Pekerjaan ditentukan secara jelas, karyawan menjadi sangat terampil dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut.
2. Hirarki wewenang yang jelas.
Untuk masing-masing posisi wewenang dan tanggung jawab ditentukan secara
jelas, setiap posisi melaporkan pada posisi lain yang lebih tinggi.
3. Aturan dan prosedur formal.
Petunjuk tertulis yang mengatur setiap perilaku san keputusan, berkas-berkas
tertulis disimpan sebagai catatan historis.
4. Impersonal.
Aturan dan prosedur ditetapkan secara menyeluruh, tidak ada satupun yang
mendapatkan perlakuan khusus.
5. Jenjang karier didasarkan atas kualitas.
Karyawan dipilih dan dipromosikan berdasarkan kemampuan dan kinerja, manajer
seharusnya karyawan yang professional.
12
Birokrasi Weber berparadigma netral (bebas nilai) dan apolitis. Birokrasi netral dan
atau apolitis merupaka hasil dari perspektif old classical public administration yang
memisahkan antara politik dan birokrasi. Akan tetapi, jika melihat kasus Dinasti Politik
Ratu Atut kehadiran birokrat dalam politik tidak dapat dihindarkan. Adik ratu atut,
Wawan, yang seorang pengusaha memainkan peranan penting dalam lingkaran
pemerintahan Banten yang dikuasai Dinasti keluarganya. Wawan memiliki kekuasaan
untuk memonopoli proyek-proyek APBD dan APBN yang digelontorkan untuk provinsi
Banten, Wawan juga memiliki kemampuan untuk mengintervensi kebijakan di internal
Birokrasi provinsi Banten. Yangmana ini menunjukkan bahwa birokrasi dalam
pemerintahan provinsi Banten tidak lah netral, karena bisa dengan mudah diintervensi
oleh pihak swasta yang memiliki akses terhadap kekusaan politik di Banten.
Wawan juga diberikan wewenang oleh Gubernur (Ratu Atut) untuk menentukan
pejabat yang dianggap pantas untuk menjadi kepala dinas di hampir semua Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Banten. Hal ini tentu saja berseberangan dengan
karakteristik impersonal birokrasi tipe ideal Max Weber. Dalam konsepsi Max Weber,
birokrasi tidak boleh memasukkan unsur subyektivitas dalam pelaksanaan birokrasi,
karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan
yang ada di dalamnya. Hal ini tentu saja kontradiktif dengan realitas yang disajikan oleh
fenomena dinasti politik Ratu Atut, dimana pejabat-pejabat yang menjadi kepala dinas di
hampir semua SKPD di Pemprov Banten dipilih atau ditentukan oleh Wawan. Penentuan
ini tentu saja sangat berdasar pada kedekatan personal pejabat (kepala dinas atau terpilih)
dengan Wawan. Kewenangan Wawan ini memungkinkan adanya proses rekruitmen yang
tidak melalui jenjang karir yang jelas ataupun proses seleksi berdasar kualitas ataupun
prestasi kerja seseorang, melainkan berdasar kedekatan personal atau penilaian subyektif
seorang Wawan. Berbeda dengan konsepsi birokrasi tipe ideal Max weber yang
seharusnya menerapkan merit system atau proses seleksi/rekruitmen menurut prestasi dan
kualifikasi teknis yang dimiliki oleh seorang pegawai.
Kondisi birokrasi dalam Pemerintahan Provinsi Banten ini lebih tekat dengan
perspektif Marx dalam memandang birokrasi. Marx pesimis dengan birokrasi karena
instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan
akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat. Kenyataan yang terjadi, birokrasi
memang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mewujudkan kepentingan
apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari
keuntungan lewat birokrasi, yangmana hal ini tentu saja wajar jika birokrasi
pemerintahan saat ini lebih cenderung untuk korup. Seperti halnya dalam kasus ini,
dimana semua unsur birokrasi dan pemerintahan dikuasai secara ‘absolut’ oleh suatu
dinasti, mendorong dinasti ini untuk cenderung bersifat korup demi kepentingan pribadi
dinasti tersebut.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest(ketidakjujuran). Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde
Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi
di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Rakyat
kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi
Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah
mudah, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan
kesadaran hukum disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat
negara yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan
YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat melainkan
juga kepada Tuhan.
Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara
atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi akan
berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan negara
.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil kesimpulan pada bab penutupini, yang menyatakan tentng bahwa
kasus korupsi tidaklah mudah untuk di berantas di perlukan kerjasama dari berbgai pihak
Menurut Agus, bagi pelaku korupsi apapun bentuknya supaya diberikan sanksi yang
tegas dan diberikan hukuman yang seberat-beratnya agar tidak terjadi lagi korupsi di
Negara kita ini. Agar Negara kita ini menjadi Negara yang sejahtera adil dan makmur.
Kepada seluruh Elemen masyarakat diharapkan kerjasamanya untuk memberantas
korupsi.
Kepada mahasiswa sebagai kaum terdidik dan berintelektual agar slalu membimbing
masyarakat dan mengontol pemerintahan agar tidak terjadi korupsi
14
DAFTAR FUSTAKA
1. http://www.academia.edu/4897834/Politik_Dinasti_di_Daerah
2. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ratu_Atut_Chosiyah
3. http://smkn3-denpasar.sch.I’d/pak/?page_id=19
4. http://www.beritabanten.com
5. http://faturohmanalbantani.blogspot.com
15
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, korupsi ada di sekeliling
kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah,
masyarakat, maupun di instansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka yang melakukan
korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah dinyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam dua kasus
dugaan korupsi yakni sengketa Pilkada Kabupaten Lebak serta kasus Pengadaan Alat
Kesehatan di Provinsi Banten.
Atut sudah beberapa kali diperiksa penyidik KPK dalam kasus dugaan suap yang menyeret
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pada sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Lebak, Banten. Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sudah lebih dahulu
dinyatakan sebagai tersangka dalam dugaan suap tersebut. "Telah ditemukan lebih dari dua
alat bukti untuk meningkatkan dan menetapkan status dalam kasus ini," kata Ketua KPK
Abraham Samad saat mengumumkan kemajuan kasus ini, Selasa (17/12) siang. Dalam kasus
yang saat ini ditangani KPK, ia dikenai pasal 6 ayat 1a UU Tipikor,juncto pasal 55 ayat 1
KUHP.
Kondisi birokrasi dalam Pemerintahan Provinsi Banten ini lebih dekat dengan
perspektif Marx dalam memandang birokrasi. Marx pesimis dengan birokrasi karena
instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan
akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat. Kenyataan yang terjadi, birokrasi
memang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mewujudkan kepentingan
apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari
keuntungan lewat birokrasi, yang mana hal ini tentu saja wajar jika birokrasi
pemerintahan saat ini lebih cenderung untuk korup. Seperti halnya dalam kasus ini,
dimana semua unsur birokrasi dan pemerintahan dikuasai secara ‘absolut’ oleh suatu
dinasti, mendorong dinasti ini untuk cenderung bersifat korup demi kepentingan pribadi
dinasti tersebut.
Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi dibangun
dari korupsi akan dapat merusaknya. Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan
melakukan korupsi, yaitu ;
1. Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga
pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
2. Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena
kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa
mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban
kita untuk Negara ini.
1
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Perilaku yang koruptif yang terbentuk sejak dini dan tumbuh secara perlahan seperti:
tidak disiplin, tidak tepat waktu, dan berpikir pendek.
2. Kurangnya transparan sistem pengelolaan sumberdaya dan adminstrasi pemerintahan,
perusahaan, dan organisasi
3. Pemerintahan di provinsi Banten hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah
untuk mewujudkan kepentingan apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi
pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat birokrasi.
C. RUMUSAN MASALAH
Apa itu korupsi ?
Fenomena Politik atau Korupsi di Daerah Banten
Sebab-sebab terjadinya korupsi
Penjatuhan pidana kepada koruptor
Z
Z
Z
z
2
BAB II
TINJAUWAN PUSTAKA
A. Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan
mengambil uang negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. Akan tetapi menurut
buku yang menjadi reverensi bagi penulis pengertian korupsi sendiri yang juga dikutip dari
kamus besar bahasa indonesia pengertian korupsi sebagai berikut : ”penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain)”. 21 Akan tetapi korupsi juga mempunyai beberapa macam jenis, menurut
Beveniste dalam Suyatno korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu sebagai berikut:
1. Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan
dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktikpraktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
2. llegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa
atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi hukum.
3. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan 22
kekuasaan.
4. Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
B. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Pengertian Tindak Pidana Korupsi sendiri adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memperkaya diri sendiri atau kelompok dimana kegiatan tersebut melanggar hukum karena
telah merugikan bangsa dan negara. Dari sudut pandang hukum, kejahatan tindak pidana
korupsi mencakup unsur-unsur sebagai. berikut :
Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK,Sinar Grafika, Jakarta, hal -23 23
Ini adalah sebagian kecil contoh-contoh tindak pidana korupsi yang sering terjadi, dan ada
juga beberapa prilaku atau tindakan korupsi lainnya:
Memberi atau menerima hadiah (Penyuapan)
penggelapan dan pemerasan dalam jabatan
ikut serta dalam penggelapan dana pengadaan barang.
menerima grativikasi.
3
Melihat dalam arti yang luas, korupsi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memperkaya diri sendiri agar memperoleh suatu keuntungan baik pribadi maupun
golongannya. Kegiatan memperkaya diri dengan menggunakan jabatan, dimana orang
tersebut merupakan orang yang menjabat di departemen swasta maupun departeman
pemerintahan. Korupsi sendiri dapat muncul dimana-mana dan tidak terbatas dalam hal ini
saja, maka dari itu untuk mempelajari dan membuat solusinya kita harus dapat membedakan
antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.
C. unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi atau yang disebut juga suatu perbuatan memperkaya diri sendiri
atau suatu golongan merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan orang lain, bangsa dan
negara. Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi bila dilihat pada ketentuan pasal 2 ayat (1)
undang-undang No.31 tahun 1999 selanjutnya dikaitkan dengan tindak pidana korupsi, yaitu:
pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi “TPK” yang menyatakan bahwa Tindak
Pidana Korupsi adalah “setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp.1.000.000.000
( satu milyar rupiah).
”Pasal 2 ayat (2) UU Pidana Korupsi menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
Dijatuhkan. Yang dimaksud dengan “keadaaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan
yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana tersebut dilakukan terhadap dana dana yang
diperuntukan bagi penanggulangan keadaan keadaan bahaya, bencana alam nasional,
penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan
moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi Ada 3 unsur tindak pidana korupsi, antara
lain:
1. Setiap orang adalah orang atau perseorangan atau termasukkorporasi. Dimana
korporasi tersebut artinya adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang
terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum, terdapat
pada ketentua umum Undang-undang No.31 tahun1999 pasal 1 ayat (1).
2. Melawan hukum, yang dimaksud melawan hukum adalah suatu tindakan dimana
tindakan tersebut bertentangan dengan perturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena di dalam KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) Buku kesatu, aturan
umum Bab 1 (satu). Batas-batas berlakunya aturan pidana dalam perundang-undangan
pasal 1 ayat (1) suatu perbuatan tidak dapat 25 dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undanganpidana yang telah ada.
3. Tindakan, yang dimaksud tindakan dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.31
tahun 1999 adalah suatu tindakan yang dimana dilakukan oleh diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
4
pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/
atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam ketentuan ini menyatakan
bahwa keterangan tentang tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi dengan cara melakukan tindak pidana korupsi merupakan suatu tindakan
yang sangat jelas merugikan Negara.
D. Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pelaku Tindak Pidana adalah orang yang melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan
yang dapat dikenakan hukuman pidana. 26 Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat
dipidana terdapat pada pasal 55 dan 56 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pasal 55 KUHP Dipidana sebagai pembuat sesuatu perbuatan pidana:
a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan.
b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
c. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja yang dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
2. Pasal 56 KUHP. Dipidana sebagai pembantu sesuatu kejahatan : Mereka yang dengan
sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.Mereka yang dengan
sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.Pada ketentuan Pasal 55 KUHP disebutkan perbuatan pidana, jadi baik
kejahatan maupun pelanggaran yang di hukum sebagai orang yang melakukan disini
dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :
1. Pleger Orang ini ialah seorang yang sendirian telah mewujudkan segala elemen
dari peristiwa pidana.
2. Doen plegen Disini sedikitnya ada dua orang, doen plegen dan pleger. Jadi bukan
orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang
lain, meskipun demikian ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang
melakukan sendiri peristiwa pidana.
3. Medpleger Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan,
sedikitdikitnya harus ada dua orang, ialah pleger dan medpleger. Disini diminta,
bahwa kedua orang tersebut semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi
melakukan elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh hanya melakukan
perbuatan persiapan saja, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu
tidak masuk medpleger, akan tetapi dihukum sebagai medeplichtige.
4. Uitlokker Orang itu harus sengaja membujuk melakukan orang lain, sedang
membujuknya harus memakai salah satu dari jalan seperti yang disebutkan dalam
Pasal 55 ayat (2), artinya tidak boleh memakai jalan lain.19 Sedangkan pada pasal
5
56 KUHP dapat dijelaskan bahwa seseorang adalah medeplichtig, jika ia sengaja
memberikan bantuan tersebut, pada waktu sebelum 19 R. Soesilo, KUHP Serta
Komentar lengkap pasal demi pasal, Politeia, Bogor, 1973, hal 63 28 kejahatan itu
dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka orang
tersebut bersekongkol atau heling sehingga dapat dikenakan Pasal 480 atau Pasal
221 KUHP.Elemen sengaja harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan
dengan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya atau
keterangan itu, jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri,
maka orang itu melakukan uitlokking. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa
apa saja, baik moril maupun materiel, tetapi sifatnya harus hanya membantu saja,
tidak boleh demikian besarnya, sehingga orang itu dapat dianggap melakukan
suatu elemen dari peristiwa pidana, sebab jika demikian, maka hal ini masuk
golongan medplegen dalam Pasal 55 KUHP.
E. Pengertian Budaya Korupsi Indonesia
Budaya korupsi indonesia adalah negara besar dan kaya akan nilai-nilai sejarah serta
hasil alamnya. Indonesia mempunyai banyak sekali cerita sejarah, dikarenakan pada zaman
dahulu Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak sekali kerajaan-kerajaan besar.
Begitu pula dengan praktek korup yang ada, dari zaman sebelum kemerdekaan indonesia
sampai dengan era demokrasi sekarang praktek-praktek korup telah banyak terjadi dan
mengalami banyak sekali peningkatan karena berkembangnya ilmu pengetahuan serta
tekhnologi. Hal ini pula yang membuat praktek praktek korupsi semakin sulit untuk
diberantas
6
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan
korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu,
Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak
jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi
dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah
penyuapan,yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap
berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya
banyak sekali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen
perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara menyangkut
pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin
perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh.
Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya.
Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik
dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak
dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan public.
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang
meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk
kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan kedudukan tidak
pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor
sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik
adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor
menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk
ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk
meningkatkan posisi tawarannya.
7
B. Fenomena Politik atau Korupsi di Daerah Banten
Hj. Ratu Atut Chosiyah, S.E.
Lahir di Ciomas, Serang, Banten, 16 Mei 1962; umur 52 tahun) adalah Gubernur
Banten saat ini. Ia adalah Gubernur Wanita Indonesia pertama. Pada 4
Januari 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirim radiogram tentang keputusan
presiden (keppres) penetapan gubernur melalui Depdagri. Radiogram No 121.36/04/SJ
tertanggal 4 Januari 2007 ditanda tangani Sekjen Depdagri, Progo Nurjaman. Radiogram
berisi permintaan kepada ketua DPRD Banten agar mengadendakan dan menetapkan jadwal
rapat paripurna istimewa DPRD dalam rangka pelantikan gubernur dan wakil gubernur
terpilih. Bersama wakil gubernur terpilih, Mohammad Masduki, ia dilantik pada 11
Januari 2007 dalam Sidang Paripurna Istimewa di Cipocok Jaya. Pelantikannya dipimpin oleh
Ketua DPRD Banten, Ady Surya Dharma. Pelantikan yang dilakukan oleh
Mendagri Muhammad Ma'ruf dihadiri sekitar 2700 undangan. Selain Gubernur
Jakarta Sutiyoso, hadir juga Ketua DPR-RI Agung Laksono dan Gubernur Gorontalo Fadel
Muhammad serta bupati/wali kota se-Provinsi Banten dan sejumlah tokoh nasional lain.
Sidang paripurna mendapat pengamanan sedikitnya 2500 anggota kepolisian, Tentara
Nasional Indonesia, Satuan Polisi Pamong Praja, serta petugas Dinas Perhubungan di sekitar
Gedung DPRD dan sepanjang jalan menuju lokasi pelantikan. Sebelumnya, Ratu Atut terpilih
sebagai wagub berpasangan dengan Djoko Munandar pada 11 Januari 2002. Ketika Djoko
Munandar dicopot dari jabatannya karena terkait kasus korupsi, ia ditunjuk sebagai Pelaksana
Tugas Gubernur Banten. Ia adalah wanita pertama yang menjabat sebagai gubernur sebuah
Provinsi di Indonesia.
Tersandung Kasus Suap
Berdasarkan Konferensi pers yang diadakan di Gedung KPK Kuningan, ketua
KPK Abraham Samad mengumumkan bahwa Ratu Atut terlibat dalam kasus dugaan suap
terkait penanganan sengketa pilkada Lebak dan ditetapkan sebagai tersangka. Atut dijerat
dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 Ayat 1 nomor 1 KUHP. Ratu Atut dinyatakan secara bersama-sama atau turut serta
dengan tersangka yang sudah ditetapkan terlebih dulu yaitu adiknya Tubagus Chaeri
Wardana dalam kasus penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Setelah
diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya pada 20 Desember, Atut langsung
dijebloskan ke penjara. Atut akan ditahan selama 20 hari kedepan di Rumah Tahanan Pondok
Bambu Jakarta. Walau begitu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan Atut tetap
sebagai gubernur sampai Ia ditetapkan sebagai terdakwa. Sedangkan sebagian tugas Atut
diserahkan kepada wakilnya, Rano Karno.
8
C. Persepsi Mayarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan
adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh
be-berapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor.
Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia:
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
korupsi.
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada
penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat.
D. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga
ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
E. Sebab-sebab Terjadinya Korupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan
tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah.
9
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory,
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi
seseorang untuk melakukan kecurangan.
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individuindividu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu
individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan
Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi,
masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah:
1. Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik,
bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus
mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena
kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena
serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan.
6. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada
korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri
terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno
bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah
korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama
10
menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja.
Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut
Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi
lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut
jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak
yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.
F. Penjatuhan pidana terhadap koruptor
Hukuman terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi:
a. Pidana mati
Dapat dipidanakan mati kepada orang yang melawan hukum atau merugikan Negara
( perekonomian).
b. Pidana penjara
Seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
c. Pidana tambahan
Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi.
G. Analisis Kasus Korupsi Dinasti Ratu Atut
Pada akhir tahun 2013 perhatian masyarakat Indonesia dijejali dengan pemberitaan
korupsi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan. Yang menarik dari kasus ini ialah
adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh sebuah dinasti pemerintahan yang dikuasai
oleh keluarga Ratu Atut. Kasus korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh seorang kepala
daerah (Ratu Atut) saja, akan tetapi juga melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan yang
ternyata
memiliki
ikatan
keluarga
dengan
Ratu
Atut.
Menurut artikel yang dilansir media online, kasus ini bermula ketika KPK berhasil
menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 3 Oktober 2013 lalu.
Akil Mochtar ditangkap tangan penyidik KPK dalam upaya menerima suap bernilai
hingga 3 milliar rupiah dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Chairun Nisa dan
pengusaha Cornellis Nalau. Penangkapan ini berbuntut pada penangkapan adik Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chairi Wardana, dan pengacaranya, Susi Tur
Andayani yang kedapatan membawa uang Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada
Akil.
Sejak penangkapan Tubagus Chaeri Wardana atau yang kerap dipanggil Wawan,
banyak pihak yang menilai bahwa Ratu Atut turut andil dalam pemberian suap Rp 1
miliar kepada Akil Mochtar pada penanganan kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah
Lebak, Banten. Benar saja, pada 17 Desember 2013 Ketua KPK, Abraham Samad,
mengumumkan status tersangka Ratu Atut setelah KPK berhasil menemukan lebih dari
dua alat bukti keterlibatan Atut dalam pemberian Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar terkait
sengketa Pilkada Lebak, Banten. Selain tersandung kasus suap dalam sengketa Pilkada
Lebak Banten, Ratu Atut juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Alat Kesehatan
Banten.
11
Selain dua kasus diatas, Dinasti Ratu Atut juga terkait dalam dugaan beberapa kasus
korupsi lain. Berikut beberapa dugaan kasus korupsi yang dilakukan Dinasti Ratu Atut
Chosiyah, seperti dikutip dari Merdeka.com: Ratu Atut Chosiyah diduga melakukan
penyelewengan dana APBD Banten khusus untuk dana hibah dan bantuan sosial tahun
2011, wawan juga dikenal sebagai calo PNS, dan kejanggalan pelelangan proyek rumah
dinas Gubernur Banten.
ANALISIS
Dalam kasus korupsi Ratu Atut ini kita dapat melihat adanya oligarkhi yang
berupa sebuah dinasti politik pemerintahan di kota Banten. Ratu Atut berperan sebagai
seorang ratu yang mencengkeramkan akar politik dinasti di Banten dengan menggunakan
Partai Golkar sebagai kendaraan politiknya. Ia menanamkan keluarga dan kerabat
dekatnya menduduki jabatan penting pemerintahan. Seperti mendiang suami Ratu Atut,
Hikmat Tomet, yang menjadi anggota Komisi V DPR, anak pertama Atut, Andhika
Hazrumy, menjadi anggota DPD dari Provinsi Banten, Istri Andhika, Ade Rosi
Khairunnisa,
menjadi
Wakil
Ketua
DPRD
Kota
Serang.
Selain itu anak kedua Atut, Andiara Aprilia, dan suaminya, Tanto Warsono Arban adalah
calon anggota DPR. Ibu Tiri Atut, Heryani, menjadi Wakil Bupati Pandeglang. Adik
kandung Atut, Ratu Tatu Chassanah, menjadi Wakil Bupati Serang. Bahkan, adik tiri
Atut, Tubagus Chaerul Jaman, menjadi Wali Kota Serang dan iparnya atau istri Chaeri
Wardana, Airin Rachmi Diany menjadi Wali Kota Tangerang Selatan.
Fenomena dinasti politik, dimana lingkaran politik pemerintahan tidak terlepas
dari ikatan keluarga ini bertentangan dengan konsepsi birokrasi tipe ideal (Ideal
Type) Max Weber. Menurut Max Weber tipe ideal birokrasi itu melekat dalam struktur
organisasi rasional dengan prinsip rasionalitas, yang bercirikan pembagian kerja,
pelimpahan wewenang secara hierarkhis, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Karakteristik dari konsepsi birokrasi Weber:
1. Pembagian tugas yang jelas
Pekerjaan ditentukan secara jelas, karyawan menjadi sangat terampil dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut.
2. Hirarki wewenang yang jelas.
Untuk masing-masing posisi wewenang dan tanggung jawab ditentukan secara
jelas, setiap posisi melaporkan pada posisi lain yang lebih tinggi.
3. Aturan dan prosedur formal.
Petunjuk tertulis yang mengatur setiap perilaku san keputusan, berkas-berkas
tertulis disimpan sebagai catatan historis.
4. Impersonal.
Aturan dan prosedur ditetapkan secara menyeluruh, tidak ada satupun yang
mendapatkan perlakuan khusus.
5. Jenjang karier didasarkan atas kualitas.
Karyawan dipilih dan dipromosikan berdasarkan kemampuan dan kinerja, manajer
seharusnya karyawan yang professional.
12
Birokrasi Weber berparadigma netral (bebas nilai) dan apolitis. Birokrasi netral dan
atau apolitis merupaka hasil dari perspektif old classical public administration yang
memisahkan antara politik dan birokrasi. Akan tetapi, jika melihat kasus Dinasti Politik
Ratu Atut kehadiran birokrat dalam politik tidak dapat dihindarkan. Adik ratu atut,
Wawan, yang seorang pengusaha memainkan peranan penting dalam lingkaran
pemerintahan Banten yang dikuasai Dinasti keluarganya. Wawan memiliki kekuasaan
untuk memonopoli proyek-proyek APBD dan APBN yang digelontorkan untuk provinsi
Banten, Wawan juga memiliki kemampuan untuk mengintervensi kebijakan di internal
Birokrasi provinsi Banten. Yangmana ini menunjukkan bahwa birokrasi dalam
pemerintahan provinsi Banten tidak lah netral, karena bisa dengan mudah diintervensi
oleh pihak swasta yang memiliki akses terhadap kekusaan politik di Banten.
Wawan juga diberikan wewenang oleh Gubernur (Ratu Atut) untuk menentukan
pejabat yang dianggap pantas untuk menjadi kepala dinas di hampir semua Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Banten. Hal ini tentu saja berseberangan dengan
karakteristik impersonal birokrasi tipe ideal Max Weber. Dalam konsepsi Max Weber,
birokrasi tidak boleh memasukkan unsur subyektivitas dalam pelaksanaan birokrasi,
karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan
yang ada di dalamnya. Hal ini tentu saja kontradiktif dengan realitas yang disajikan oleh
fenomena dinasti politik Ratu Atut, dimana pejabat-pejabat yang menjadi kepala dinas di
hampir semua SKPD di Pemprov Banten dipilih atau ditentukan oleh Wawan. Penentuan
ini tentu saja sangat berdasar pada kedekatan personal pejabat (kepala dinas atau terpilih)
dengan Wawan. Kewenangan Wawan ini memungkinkan adanya proses rekruitmen yang
tidak melalui jenjang karir yang jelas ataupun proses seleksi berdasar kualitas ataupun
prestasi kerja seseorang, melainkan berdasar kedekatan personal atau penilaian subyektif
seorang Wawan. Berbeda dengan konsepsi birokrasi tipe ideal Max weber yang
seharusnya menerapkan merit system atau proses seleksi/rekruitmen menurut prestasi dan
kualifikasi teknis yang dimiliki oleh seorang pegawai.
Kondisi birokrasi dalam Pemerintahan Provinsi Banten ini lebih tekat dengan
perspektif Marx dalam memandang birokrasi. Marx pesimis dengan birokrasi karena
instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan
akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat. Kenyataan yang terjadi, birokrasi
memang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk mewujudkan kepentingan
apa yang ingin dicapai. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari
keuntungan lewat birokrasi, yangmana hal ini tentu saja wajar jika birokrasi
pemerintahan saat ini lebih cenderung untuk korup. Seperti halnya dalam kasus ini,
dimana semua unsur birokrasi dan pemerintahan dikuasai secara ‘absolut’ oleh suatu
dinasti, mendorong dinasti ini untuk cenderung bersifat korup demi kepentingan pribadi
dinasti tersebut.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest(ketidakjujuran). Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde
Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi
di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemim-pinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Rakyat
kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi
Dari uraian diatas jelaslah sudah bahwa penanggulangan kasus-kasus korupsi tidaklah
mudah, untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yang tentunya dilandasi dengan
kesadaran hukum disetiap warga negara, baik posisinya sebagai warga sipil maupun pejabat
negara yang tentunya semua itu berpulang pada individu masing-masing yang berketuhanan
YME. Tanggung jawab kita bukan hanya kepada pribadi, keluarga dan masyarakat melainkan
juga kepada Tuhan.
Dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara
atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu
mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi akan
berdampak pada masarakat luas serta akan merugikan negara
.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil kesimpulan pada bab penutupini, yang menyatakan tentng bahwa
kasus korupsi tidaklah mudah untuk di berantas di perlukan kerjasama dari berbgai pihak
Menurut Agus, bagi pelaku korupsi apapun bentuknya supaya diberikan sanksi yang
tegas dan diberikan hukuman yang seberat-beratnya agar tidak terjadi lagi korupsi di
Negara kita ini. Agar Negara kita ini menjadi Negara yang sejahtera adil dan makmur.
Kepada seluruh Elemen masyarakat diharapkan kerjasamanya untuk memberantas
korupsi.
Kepada mahasiswa sebagai kaum terdidik dan berintelektual agar slalu membimbing
masyarakat dan mengontol pemerintahan agar tidak terjadi korupsi
14
DAFTAR FUSTAKA
1. http://www.academia.edu/4897834/Politik_Dinasti_di_Daerah
2. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ratu_Atut_Chosiyah
3. http://smkn3-denpasar.sch.I’d/pak/?page_id=19
4. http://www.beritabanten.com
5. http://faturohmanalbantani.blogspot.com
15