HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

  HUKUM ACARA SENGKETA

KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

  • Nur Widyastanti -

  

GRAPH 1

Lembaga Negara Menurut UUD 1945

Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis

GRAPH 1

  

Lembaga Negara Menurut UUD 1945

Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis

  3. DPR: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 4. DPD: DEWAN PERWAKILAN DAERAH 5. BPK: BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

  3 UUD – 1945 MA Pasal 24 ayat (2) BPK Pasal 23E DPR Pasal 19 DPD Pasal 4 DPD PRESIDEN Pasal 4 MPR Pasal 2 MK Pasal 24C (1) GRAPH 2

Lembaga Negara Menurut UUD 1945

Setelah di Amendemen

  • --------

    NOTE :
  • 1. MPR: MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 8.KY:KOMISI YUDISIAL 2. PRESIDEN

      6. MA: MAHKAMAH AGUNG 7. MK: MAHKAMAH KONSTITUSI KY Pasal 24B

      4 badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

      PUSAT DAERAH TUN Militer Agama Umum Lingkungan Peradilan PEMDA PROVINSI DPRD KPD PEMDA KAB/KOTA DPRD KPD kpu bank sentral

      PERWAKILAN BPK PROVINSI

    LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

      BPK

    DPR DPD MPR

    MA MK

    KY UUD 1945

      TNI/POLRI dewan pertimbangan Kementerian Negara Presiden/ Wakil Presiden I

      

    Lembaga Negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi kewenangannya dirujuk

    saja, yaitu:

    akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekedar disebut

    1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 4) Presiden 5) Wakil Presiden 6) Dewan Pertimbangan Presiden 7) Kementerian Negara 8) Duta 9) Konsul 10) Pemerintahan Daerah Propinsi yang mencakup 11) Jabatan Gubernur 12) DPRD Propinsi

      11) Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang mencakup 12) Jabatan Bupati 13) DPRD Kabupaten 14) Pemerintahan Daerah Kota, yang mencakup 15) Jabatan Walikota 16) DPRD Kota. 17) Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang 21) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 18) Bank Sentral, yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang 22) Mahkamah Agung (MA) 25) Tentara Nasional Indonesia (TNI) 24) Komisi Yudisial(KY) 23) Mahkamah Konstitusi (MK) 28) Kesatuan Masyarakat hukum adat 27) Pemerintah Daerah Khusus atau istimewa 26) Kepolisian Negara Republik Indonesia hlm 15)

    Negara, (Jakarta: Konstitusi Press & PT Syaamil Cipta Media, 2006),

    (Jimly Asshidiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga

      SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA

    • Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU MK
    • PMK Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara

      SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

    Sengketa (dispute) itu dapat terjadi karena

    digunakannya kewenangan lembaga negara yang

    diperolehnya dari UUD 1945, dan kemudian dengan

    penggunaan kewenangan tersebut terjadi kerugian

    kewenangan konstitusional lembaga negara lain

      

    LEGAL STANDING PEMOHON SENGKETA

    KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

    PASAL 61 (1) UU MK Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan

      oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap

    kewenangan yang dipersengketakan Perorangan warga negara

    Indonesia Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga negara yang • kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

    • Ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan dimana

      kewenangan Pemohon diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon

    • Pemohon harus memiliki kepentingan langsung dengan kewenangan yang dipersengketakan

      

    LEGAL STANDING PEMOHON SENGKETA

    KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

    Pasal 2 PMK 08/2006

      

    (1) Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon

    dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah:

      ▫ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); ▫ Dewan Perwakilan Daerah (DPD); ▫ Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); ▫ Presiden; ▫ Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); ▫ Pemerintahan Daerah (Pemda); atau ▫ Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan UUD 1945.

      

    (2) Kewenangan yang dipersengketakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kewenangan yang diberikan atau ditentukan oleh UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 08/PMK/2006, menetapkan tiga syarat untuk legal standing tersebut yaitu:

    • Pemohon adalah lembaga negara yang menganggap kewenangan

      konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain
    • Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan
    • Termohon adalah lembaga negara yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan pemohon
    Mahkamah Agung Lembaga Negara Sebagai Pihak SKLN

    • menjadi pihak dalam SKLN” --

      Pasal 65 UU MK : “MA (dan MK) tidak dapat

      Pasal ini sudah dihapus dalam UU No. 8 Th. 2011

    • Pasal 2 ayat (3) PMK 08/2006 : “MA tidak dapat menjadi pihak, baik sebagai Pemohon ataupun Termohon dalam sengketa kewenangan teknis peradilan
    • Pendirian ini lahir dari permohonan uji materi yang diajukan 31 Hakim Agung, yg substansi sesungguhnya dianggap sengketa kewenangan

    TITIK SINGGUNG MK-PTUN

    • HASIL PELAKSANAAN SATU WEWENANG MENURUT UUD 1945, MENYEBABKAN ADA TITIK SINGGUNG KEWENANGAN MK DAN PTUN, KRN SATU KEPUTUSAN TUN YANG INDIVIDUAL, KONKRIT DAN FINAL DIUJI OLEH PTUN, TETAPI

      SATU KEPUTUSAN (BESCHIKKING) SEBAGAI

      SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YG MEMPEROLEH KEWENANGAN DR UUD 1945 MERUPAKAN KEWENANGAN MK;

    • AKIBATNYA TERDAPAT PILIHAN FORUM DAN PILIHAN HUKUM BAGI PEMOHON

      

    LEGAL STANDING - SKLN - JURISPRUDENSI MK

    • Putusan MK Nomor 001/SKLN - II/2004
    • Putusan MK Nomor 002/SKLN – IV/2006

      

    ……Bahwa KPU Kota Depok merupakan KPUD yang

    kewenangannya diberikan oleh undang-undang dalam hal ini UU Pemda. Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), menurut UU Pemda dan

    sebagaimana juga diakui oleh Pemohon, KPUD bukanlah bagian

    dari KPU yang dimaksudkan Pasal 22E UUD 1945. Dengan demikian, meskipun KPUD adalah lembaga negara, namun dalam

    penyelenggaraan Pilkada kewenangannya bukanlah kewenangan

    yang

    diberikan oleh Undang-Undang Dasar, sebagaimana dimaksud

    dalam

      Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006, menyatakan : ”Keseluruhan kewenangan tersebut diatur dalam undang-undang yang melaksanakan

      Pasal 18, Pasal 18A dan pasal 18B UUD 1945. Pasal 18 ayat (6) adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dasar kepada pemerintahan daerah dan sekaligus juga

    perintah kepada pembuat undang-undang agar

    kewenangan tersebut tidak diabaikan dalam melaksanakan ketentuan Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945”

      KETENTUAN HUKUM ACARA UMUM

      1. PLENO DAN KORUM

      2. PIMPINAN PLENO

      3. PANEL

      4. SIDANG PEMERIKSAAN DAN PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK UMUM

      5. RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM (RPH) TERTUTUP

    PELAKSANAAN PERSIDANGAN

      PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (Pasal 11 (2) PMK 08/2006 )

      

    1. Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan oleh

      Panel, sekurangnya 3 orang hakim;

      2. Dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya;

      

    3. Dalam hal ada permohonan putusan sela,

      pemeriksaan pendahuluan dihadiri Termohon;

    PELAKSANAAN PERSIDANGAN

      PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

    • Sidang Pendahuluan dilakukan dalam sidang Panel Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang Hakim atau oleh Pleno Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 7 (tujuh) orang Hakim untuk memeriksa kelengkapan permohonan, kelengkapan bukti, meminta penjelasan materi permohonan, dan memberikan nasihat perbaikan. Perbaikan permohonan diberi waktu paling lama 14 hari.

    PELAKSANAAN PERSIDANGAN

    • Pemeriksaan Persidangan dilakukan oleh Pleno Hakim yg sekurang-kurangnya terdiri atas 7 (tujuh) orang Hakim atau Panel 3 (tiga) orang Hakim berdasarkan keputusan RPH.
    • Pemeriksaan persidangan dilakukan untuk mendengarkan materi permohonan, tanggapan termohon, tanggapan pihak terkait (bila ada), mendengarkan saksi/ ahli dan memeriksa dan mengesahkan bukti tambahan

    PELAKSANAAN PERSIDANGAN

    • Sebelum MK menjatuhkan putusan, MK dapat mengeluarkan Putusan Sela (penetapan) yang isinya memerintahkan pada Pemohon dan/atau Termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan hingga dijatuhkan putusan MK
    PUTUSAN SELA YG MENGHENTIKAN SEMENTARA PELAKSANAAN

    KEWENANGAN YG DISENGKETAKAN:

      Dapat dijatuhkan apabila:

      1. Terdapat kepentingan hukum yang mendesak yang apabila pokok permohonan dikabulkan dapat menimbulkan akibat hukum yang serius;

      2. Kewenangan yang dipersoalkan bukan mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah mempunyai Penarikan Permohonan

      Pasal 18 PMK 08/2006

      1. Penarikan dapat dilakukan sebelum/selama pemeriksaan

      2. Apabila penarikan yang dilakukan setelah pemeriksaan, harus lebih dahulu mendengar keterangan termohon.

      3. Permohonan penarikan dapat ditolak dan pemeriksaan dilanjutkan Akibat hukum Penarikan Permohonan(Pasal 19/PMK 08/2006)

      Jika ditarik tidak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru, kecuali apabila:

      

    1. Substansi sengketa memerlukan

      penyelesaian secara konstitusional

      

    2. Tidak terdapat forum lain untuk

      menyelesaikan sengketa dimaksud

      

    3. Ada kepentingan umum yang

      memerlukan kepastian hukum

        PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

    • Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi, sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir yang mengikat secara umum
    • Putusan Mahkamah atau putusan Pengadilan pada umumnya didefnisikan ”perbuatan hakim sebagai perjabat yang

      berwenang yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara

    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

    • Jika Pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat seperti ketentuan Pasal 61, maka permohonannya dinyatakan tidak dapat diterima
    • Jika permohonan tidak beralasan hukum, maka permohonan dinyatakan ditolak
    • Jika permohonan Pemohon beralasan hukum, maka permohonan dikabulkan

    PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

    • Apabila permohonan dikabulkan, maka dalam putusan MK menyatakan secara tegas bahwa Termohon tidak

      berwenang melaksanakan

    kewenangan yang dipersengketakan

    • Pelaksanaan putusan yang menyatakan Termohon tidak berwenang untuk melakukan kewenangan yang dipersengketakan paling lama

      7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima

      dengan sanksi jika putusan tersebut tidak dilaksanakan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan tersebut batal demi hukum

    • Putusan MK mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden
    Beberapa Putusan MK tentang SKLN 

      SKLN I: Antara anggota DPD melawan Presiden dgn DPR 14 November 2004: Kewenangan Pemilihan BPK (068/SKLN-II/2004)

      

      Ukuran Legal Standing SKLN dalam Putusan SKLN Bupati Bekasi (004/SKLN-IV/2006)

      

      MK Menunda Pemilukada Aceh (1/SKLN-X/2012)

      

      Divestasi Saham Newmont harus persetujuan DPR (2/SKLN-X/2012)

      

      KPU berwenang melaksanakan Tahapan Pemilu Gubernur Papua (3/SKLN-X/2012)