T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Media Gambar pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar T1 BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Mata pelajaran di sekolah dasar terdiri dari beberapa mata pelajaran pokok,
salah satunya yaitu mata pelajaran IPS. Sapriya, dkk (2006:3) menjelaskan IPS
merupakan perpaduan dari pilihan konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi,
ekonomi, antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukkan sebagai
pembelajaran pada tingkat persekolahan. Menurut A. Kosasih Djahiri (dalam Sapriya,
dkk., (2006:7) IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep
pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan
prinsip-prinsip pendidikan. Sedangkan menurut Rosdijati, dkk (2010:58) IPS
merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, ilmu
pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai
dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Maka
dari itu, materi IPS akan mudah dijangkau oleh siswa jika pembahasan materi

disesuaikan dengan kehidupan relevan siswa. Siswa diajarkan tentang lingkungan
kehidupan dari yang terdekat dengan dirinya yaitu keluarga, rumah, kemudian
berkembang ke lingkungan kehidupan yang lebih luas, misalnya: sekolah, desa, kota
dan provinsi. Pembelajaran IPS disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa karena
IPS mencakup berbagai disiplin ilmu sosial. Mata pelajaran IPS dirancang untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi
sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Selain itu

6

7

melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga
negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta menjadi warga
dunia yang cinta damai
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa IPS adalah
ilmu yang mempelajari, menelaah, menganalisis tentang berbagai fakta, konsep, dan
generalisasi sosial yang ada di masyarakat. Selain itu, IPS juga mempelajari
hubungan manusia yang menyangkut tingkah laku manusia didalam kehidupan
bermasyarakat.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS di SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi
dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.
Mendasarkan pada tujuan IPS diatas, belajar IPS lebih menekankan pada
bagaimana manusia dalam hidup bermasyarakat dilingkungannya, sadar akan nilainilai sosial yang menyusunnya, yang mana manusia dituntut untuk mampu
berkomunikasi, bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, sehingga manusia
diharapkan

terampil

untuk


berfikir

tinggi

seperti

terampil

menganalisis,

mengevaluasi, sampai pada mencipta sebuah solusi dalam pemecahan masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
Pencapaian tujuan IPS tergantung pada tuntutan kompetensi, baik standar
kompetensi maupun kompetensi dasar. Adapun perilaku yang akan diukur meliputi

8

perilaku kognitif, afektif dan psikomotor, ditandai dengan penggunaan kata
operasional seperti mengidentifikasi, menceriterakan dan menunjukkan. (Wardani,
Naniek Sulistya dan Slameto, 2012:20).

2.1.3 Ruang Lingkup IPS
Adapun ruang lingkup IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar proses
mendefinisikan bahwa Standar kompetensi (SK) merupakan kualifikasi kemampuan
minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas atau semester pada suatu
mata pelajaran. Sedangkan Kompetensi dasar (KD) adalah sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Secara rinci SK dan KD
untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas IV disajikan dalam tabel
2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pembelajaran IPS Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi


Kompetensi Dasar

1.
Mengenal sumber daya 1.3 Mengenal perkembangan teknologi
alam, kegiatan ekonomi dan produksi, komunikasi dan transportasi
kemajuan teknologi dilingkungan serta pengalaman menggunakannya.
kabupaten/kota dan provinsi.

Sumber: Permendiknas No. 20 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

9

Selain pencapaian tujuan IPS yang akan dicapai melalui SK dan KD seperti
yang disebutkan diatas, rencana pencapaian tujuan tersebut juga harus menjadi
perhatian bagi guru tentang bagaimana proses belajar siswa menjadi bermakna, maka
yang perlu guru lakukan adalah merencanakan pembelajaran yang dengan baik.
Dalam perencanaan proses pembelajaran, guru harus membuat Silabus dan RPP
(Rencana Proses Pembelajaran) untuk menunjang proses belajar mengajarnya
disekolah.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

2.2.1 Model pembelajaran TGT
Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan kerja
kelompok. Kelompok yang dimaksud di sini bukanlah semata-mata sekumpulan
orang, namun kelompok yang berinteraksi, memiliki tujuan, dan berstruktur. Model
pembelajaran TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif. Slavin
(2005:163) mengemukakan bahwa TGT adalah model pembelajaran kooperatif
menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis, dimana para siswa
berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik
sebelumnya setara seperti mereka. Menurut Asma (2006:54) model TGT adalah suatu
model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan
kepada siswa. Setelah itu siswa pindah ke kelompok masing-masing untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah
yang diberikan guru. Sebagai ganti tes tertulis siswa akan bertemu di meja turnamen.
Trianto (2010:83) menambahkan bahwa pada model TGT siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok yang terdiri dari 3-5 orang untuk memainkan permainan dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.
Model TGT pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries dan Keith Edwards,
merupakan metode pembelajaran pertama dari John Hopkins (Slavin, 2005:13).
Metode ini memiliki banyak kesamaan dengan STAD, tetapi TGT menambahkan
dimensi kegembiraan dengan mengganti kuis pada STAD menjadi permainan atau

tournament. Menurut Huda (2011:117) dengan TGT siswa akan menikmati

10

bagaimana suasana turnamen, dan karena mereka berkompetisi dengan kelompok
yang memiliki kemampuan setara, membuat TGT terasa lebih fair dibandingkan
kompetisi dalam pembelajaran tradisional pada umumnya. Penulis menyimpulkan
model TGT merupakan model pembelajaran dengan belajar tim yang menerapkan
unsur permainan turnamen untuk memperoleh poin bagi skor tim mereka. Berbeda
dengan kelompok kooperatif lainnya, pembagian tim dalam TGT berdasarkan tingkat
kemampuan siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas mengenai pengertian TGT, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model
pembelajaran kooperatif yang mengandung unsur permainan akademik yang
mengandung reinforcement dan melibatkan siswa sebagai turor sebaya.
Ada beberapa langkah dalam penggunaan model pembelajaran TGT yang perlu
diperhatikan. Langkah-langkah penggunaan model pembelajaran TGT menurut
Trianto (2010:84) langkah-langkah pembelajaran TGT secara runtut, yaitu:
a) Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

b) Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka
untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasi pelajaran
tersebut.
c) Seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling
membantu.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut
Jhulliana, Eva dan Mugiarti, Tri (2012:62) sebagai berikut:
1. Presentasi kelas
Materi disampaikan oleh guru melalui presentasi kelas, presentasi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan ceramah.
2. Kerja tim

11

3.

4.
5.

6.


Siswa ditempatkan dalam tim belajar, tim ini beranggotakan empat atau lima
siswa yang mempunyai heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, jenis
kelamin, dan suku.
Permainan
Permainan tersusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan yang dirancang
untuk mengetes pengetahuan siswa yang dperoleh dari presentasi kelas dan
latihan tim.
Turnamen
Turnamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan.
Menentukan skor tim
Ketika turnamen selesai, para peserta mencatat banyak kartu yang mereka
menangkan pada lembar skor permainan.
Penghargaan tim
Setelah turnamen berakhir, skor masing-masing tim harus dihitung dan
menyiapkan sertifikat tim atau perhitungan hasil turnamen yang kemudian
diumumkan pada papan buletin.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut Slavin,

Robert E (2005:166-170), menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif tipe TGT sebagai berikut:
1. Presentasi Kelas
Presentasi kelas merupakan penyampaian materi yang dilakukan guru kepada
siswa.Dalam tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep yang dipelajari.
2. Tim
Tim terdiri dari 4 atau 5 orang siswa heterogen.Dalam kegiatan kelompok ini
para siswa bersama-sama mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan
diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami
bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang
irancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi
dikelas dan pelaksanaan kerja tim.

12

4. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Para siswa
memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja

turnamen tiga peserta.
5. Rekognisi Kelompok
Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim
tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampau kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TGT dari
beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam
penerapan model pembelajaran TGT sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
3. Guru menyampaikan pokok materi
4. Guru menjelaskan tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok
5. Guru membagi kelompok-kelompok masing-masing 5 sampai 6 orang
6. Siswa berdiskusi dalam kelompok
7. Siswa bermain game pertanyaan yang diberikan dari penyajian kelas
dan belajar kelompok
8. Siswa bertanding dengan menggunakan meja turnamen
9. Siswa menentukan skor tim
10. Guru memberi penghargaan
Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menurut
Taniredja (2011:72) adalah sebagai berikut:
Kelebihan dari model pembelajaran tipe TGT adalah sebagai berikut:
1. Dalam pembelajaran TGT, siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan
menggunakan pendapatnya.
2. Rasa percaya diri yang dimiliki siswa menjadi lebih tinggi
3. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil
4. Motivasi belajar siswa bertambah

13

5. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran
6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi baik antar siswa
maupun antar siswa dengan guru
7. Siswa dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya, selain
itu dengan adanya kerja sama akan membuat interaksi belajar dalam kelas
menjadi hidup dan tidak membosankan
Kelemahan dari model pembelajaran tipe TGT adalah sebagai berikut:
1. Sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta
menyumbangkan pendapatnya
2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran karena pembelajaran dengan
model TGT membutuhkan waktu yang lama
3. Kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau guru tidak dapat mengelola kelas
2.3 Media Gambar
2.3.1 Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “ Medium” yang
secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar
sumber pesan dengan penerima pesan. Media sebagai alat bantu yang digunakan guru
untuk: memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran,
memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran,
memperjelas struktur pengajaran. Media pendidikan memegang peranan penting
dalam pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih mudah
dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan. Hujair AH Sanaky (2013:3)
menyatakan bahwa media pembelajaran merupakan sebuah alat yang mempunyai
fungsi untuk menyampaikan pesan. Media pembelajaran merupakan alat yang
berfungsi serta digunakan untuk mencapai suatu pesan yang ingin disampaikan dalam
kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang digunakan untuk komunikasi antara
pembelajar, penajar serta bahan ajar yang digunakan dalam proses kegiatan
pembelajaran. Suatu bentuk dalam stimulus bisa digunakan sebagai suatu media,
yang antara lain, hubungan atau sebuah interaksi manusia, realitas, gambar bergerak

14

atau tidak, serta tulisan atau suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan
membantu pembelajar untuk mempelajari bahan yang akan diajarkan. Criticos dalam
Daryanto (2013:4) media pembelajaran merupakan salah satu komponen komunikasi,
sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan selanjutnya menurut
Trianto (2010:199) media merupakan suatu wadah dari pesan oleh sumber atau
penyalurnya yang ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan materi yang
ingin disampaikan merupakan pesan pembelajaran dan tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran.
Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan
(Sadiman, 2002:6). Sedangkan menurut Brigs (dalam Sadiman, 2002:6) media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Lain lagi menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005:3) menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan
siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna. Menurut Arsyad
(2013:4) menjelaskan pengertian media dalam pembelajaran adalah komponen
sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dapat dipahami
sumber belajar yang dimaksud dalam hal ini adalah buku, tape recorder, kaset, video,
film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses
pembelajaran sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun media pembelajaran apabila digunakan
dengan baik dan efektif dapat memberi banyak manfaat baik kepada guru ataupun
siswa.
Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang
besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran
yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar

15

dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa. Selain itu, media pembelajaran dapat
membangkitkan motivasi dan minat siswa dan juga dapat membantu siswa
meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Maka, dapat ditarik suatu
pengertian bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan
perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau
pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdayaguna.
Jadi, pemilihan media dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah alat untuk
mempermudah guru dalam pembelajaran serta dapat mempermudah peserta didik
dalam menangkap pelajaran. Hal ini sejalan dengan Sadiman, Rahardja, Haryono dan
Rahardjito, (1984) yang mengatakan bahwa Medium yang secara harfiah berarti
“perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan
penerima pesan. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun
audiovisual serta peralatannya.
Media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan membuat
menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik
sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan
mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi
lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu
dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar
namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan di dengar.
Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media merupakan alat yang
dapat membantu dalam proses penyampaian pesan kepada pihak lain. Sebuah pesan
yang disampaikan tentunya akan lebih bermakna apabila pesan tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh penerima pesan tersebut. Peran media dalam penyampaian
pesan sangat besar, pesan yang disampaikan dengan media yang menarik penerima
pesan akan lebih cepat memahami pesan tersebut.

16

2.3.2 Fungsi Media
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda,
tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak,
seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak
mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknya lah yang
dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara
audiovisual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik
tentang suatu objek, yang disebabkan karena objek terlalu besar, obyek terlalu
kecil, objek yang bergerak terlalu lambat, objek yang bergerak terlalu cepat,
objek yang terlalu kompleks, obyek yang bunyinya terlalu halus, objek
mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang
tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak.
Proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari
sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk
membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi antara siswa dengan lingkungan, fungsi media

17

dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin
timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely
dalam Ibrahim, et.al., 2001) adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan
kembali suatu obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan,
kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan di amati
kembali seperti kejadian aslinya.
2) Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali objek atau
kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan,
misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, serta dapat pula diulangulang penyajiannya.
3) Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar
jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau
radio.
Media di sini memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan dan
membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta
didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan
mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi
lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu
dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar,
namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan di dengar.
Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media merupakan alat yang
dapat membantu dalam proses penyampaian pesan kepada pihak lain. Sebuah pesan
yang disampaikan tentunya akan lebih bermakna apabila pesan tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh penerima pesan tersebut. Peran media dalam penyampaian
pesan sangat besar, pesan yang disampaikan dengan media yang menarik penerima
pesan akan lebih cepat memahami pesan tersebut.

18

2.3.3 Media Gambar
Media gambar merupakan salah satu dari media pembelajaran yang paling
umum dipakai dan merupakan bahasa yang umum dan dapat dimengerti dan
dinikmati dimana-mana. Menurut Sadiman Arief S. (2003:21), menyatakan bahwa
media gambar adalah suatu gambar yang berkaitan dengan materi pelajaran yang
berfungsi untuk menyampaikan pesan dari guru kepada siswa. Media gambar ini
dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam
masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat
dengan

lebih

jelas.

Media

perkembangan. Sebab

pembelajaran

masing masing

setiap

media

itu

tahun

selalu

mempunyai

mengalami
kelemahan,

berdasarkan penggunaannya perlu diadakan penemuan baru dan pemanfaatan
media yang diperbaharui. Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harafiah berarti “perantara atau
penyalur”.(http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/27/pengembanganmediape
mbelajaran/).
Menurut Yusuf Hadi Miarso seperti dikutip Dwi Rianarwati (2006:8), media
adalah segala sesuatu

yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran,

perasaan, dan kemauan siswa sehingga bisa mendorong terjadinya proses belajar
pada siswa. Sedangkan menurut Gagne (Arief S. Sadiman, 2007:6), media
adalah

berbagai

jenis

komponen

dalam

lingkungan

siswa

yang

dapat

merangsangnya untuk belajar. Selain itu media adalah segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Maka dapat
disimpulkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan
sebagai penyalur pesan guna merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa
untuk belajar. Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya, salah
satunya adalah media visual yaitu media gambar. Di antara media pembelajaran,
media gambar adalah media yang paling umum dipakai. Menurut Sudjana (2007:
68), pengertian media gambar adalah media visual dalam bentuk grafis. Media
grafis didefinisikan sebagai media yang mengkombinasikan fakta dan gagasan

19

secara jelas dan kuat melalui suatu kombinasi pengungkapan kata-kata dan
gambar-gambar. Sedangkan Azhar Arsyad (1995:83), mengatakan bahwa media
gambar adalah berbagai peristiwa atau kejadian objek yang di tuangkan dalam
bentuk gambar-gambar, garis, katakata, simbol-simbol, maupun gambaran. Menurut
Azhar Arsyad (2009:2), disamping mampu menggunakan alatalat yang tersedia,
guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan ketrampilan membuat media
pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.
Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
pengembangan media pembelajaran.
Menurut Sadiman Arief S. (2003:25), ada enam syarat yang perlu dipenuhi
oleh media gambar, yaitu :
1. Harus Autentik
Gambar tersebut haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang
melihat benda sebenarnya. Membicarakan atau menyampaikan suatu kejadian
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti kalau menemukan buku
tiga buah, samaikanlah sesuai dengan banyak benda yang ditemukannya.
2. Sederhana
Komposisinya hendak cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam
gambar, jangan sampai berlebihan sehingga dapat membuat kesulitan siswa
untuk memahaminya.
3. Ukuran Relatif
Gambar dapat membesarkan atau mengecilkan objek/benda sebenarnya.
Hendaknya dalam gambar tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal siswa
sehingga dapat membantu membayangkan gambar dan isinya.
4. Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Gambar yang baik menunjukkan objek dalam keadaan memperlihatkan
aktivitas tertentu sesuai dengan tema pembelajaran.
5. Gambar yang tersedia perlu digunakan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
6. Gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.

20

2.4 Hasil Belajar
Hasil belajar siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik (2008:33) hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Sedangkan Suprijono (2010:5) menyatakan hasil belajar adalah
polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,apresiasi dan
keterampilan. Menurut Bloom (dalam Rusman, 2011:12) perubahan yang terjadi
dalam belajar merupakan hasil belajar yang meliputi perubahan dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, dan evaluasi. Domain afektif adalah sikap menerima,
menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati. Domain psikomotor meliputi
keterampilan bergerak dan bertindak dan kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal.
Leighbody (dalam Muliya, 2012) berpendapat bahwa psikomotor siswa mencakup (a)
kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (b) kemampuan menganalisis suatu
pekerjaan dan menyusun urut-urutan pekerjaan, (c) kecepatan mengerjakan tugas, (d)
kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (e) keserasian bentuk dengan yanag
diharapkan dan ukuran yang telah dtentukan.
Dimyati dan Mudjiono (2006:3) memiliki pendapat yang hampir mirip dengan
Bloom bahwa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
Munawar (2009) menyatakan hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses
dan pengenalan yang dilakukan berulang-ulang serta akan tersimpan dalam waktu
lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan hasil
belajar adalah suatu perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa melalui
proses yang dilakukan berulangulang dan bersifat permanen. Indikator ketercapaian
hasil belajar pada penelitian ini adalah adanya perubahan kemampuan pada ranah

21

kognitif dan psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif diperoleh melalui tes formatif
dengan indikator ketercapaian siswa berupa pengetahuan, pemahaman, dan
penerapan. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotor diperoleh melalui observasi
dengan indikatornya adalah kemampuan membaca gambar dan simbol serta
kemampuan membuat gambar sesuai bentuk dan ukuran yang telah ditentukan.
Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk memberikan masukan atau informasi
secara komprehensif tentang hasil belajar siswa mulai dari proses pembelajaran
hingga hasil akhir pembelajaran. Evaluasi proses belajar adalah evaluasi atau
penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung (Wardani,
Naniek Sulistya dkk, 2010). Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang
dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar
peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan
secara berkesinambungan. (Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto, 2012:51).
Berikut dibawah ini dijelaskan mengenai jenis-jenis evaluasi pembelajaran
menurut Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:6).
2.4.1 Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
Jenis-jenis evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi 5 dan diuraikan sebagai
berikut:
1. Evaluasi Formatif
Yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya
untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang telah dicapai peserta
didik.
2. Evaluasi Sumatif
Yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan,
semester atau tahun ajaran) seperti ujian umum.
3. Evaluasi Diagnostik
Yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan peserta didik dan faktorfaktor yang diduga menjadi penyebabnya.
4. Evaluasi Penempatan
Yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan
bakat, minat,dan kemampuannya, misalnya pemilihan jurusan.
5. Evaluasi Seleksi

22

Yakni penilaian yang ditujukan untuk memillih orang yang paling tepat pada
kedudukan atau posisi tertentu.

2.4.2 Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:65-67) menyebutkan bahwa ada
beberapa prinsip dasar evaluasi pembelajaran yang harus dipedomani yaitu:
1. Komprehensif (Menyeluruh)
Evaluasi hasil belajar peserta didik hendaknya dilaksanakan secara
menyeluruh, utuh dan tuntas yang mencakup seluruh domain aspek
kognitif, psikomotorik, dan afektif.
2. Berorientasi pada Kompetensi
Dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
evaluasi harus berorientasi pada pencapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) bukan pada penguasaan materi (pengetahuan).
3. Terbuka, Adil dan Objektif
Prosedur evaluasi, kriteria evaluasi dan pengambilan keputusan
hendaknya diketahui oleh pihak yang berkepentingan, sehingga terbuka
bagi kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung.
4. Berkesinambungan
Evaluasi yang dilakukan oleh guru dikelas secara terus menerus mulai dari
memberikan PR, latihan, ulangan dan ulangan umum untuk mengetahui
secara menyeluruh perkembangan kemajuan belajar peserta didik.
5. Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak
dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berkepentingan.
6. Baku, Terpadu, Sistematis dan Menggunakan Acuan Kriteria
Pelaksanaan evaluasi dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah yang baku serta berdasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
7. Mendidik dan Akuntabel
Evaluasi yang mendidik mampu memberikan sumbangan positif seperti
memotivasi peningkatan pencapaian hasil belajar.Pelaksanaan evaluasi dapat
dipertanggung jawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya.

Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tentulah merupakan hasil dari
pengamatan dan pengukuran guru terhadap apapun yang dilakukan peserta didiknya
sehari-hari. Menurut Allen dan Yen (1979) dalam Wardani, Naniek Sulistya dan
Slamteto (2012:2), pengukuran yang dilakukan dimaksudkan sebagai penetapan
angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu.
Dalam kegiatan pengukuran diperlukannya instrumen atau alat-alat yang
membantu dalam proses pengukuran. Adapun instrumen atau alat-alat yang

23

digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, sikap skala dan angket. Dalam perencanaan menyusun
instrumen evaluasi hasil belajar, yang perlu dilakukan adalah menyusun kisi-kisi/blue
print dan menentukan KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal. Kisi-kisi (testblue print
atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan butir-butir
pernyataan/pertanyaan yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan
belajar berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan sikap atau
psikomotor tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk pedoman menyusun atau
menulis soal menjadi perangkat tes. Demikian dari tes tersebut akan diperoleh skor
pengukuran yang digunakan sebagai dasar evaluasi, selanjutnya skor yang diperoleh
dari tes tersebut diupayakan dapat mencapai hasil minimal sesuai dengan KKM.
KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan dan harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga
dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan
kriteria ketuntasan ideal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. Teknik yang digunakan dalam penilaian
pembelajaran untuk mengukur hasil belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan
teknik tes dan teknik nontes.
1. Teknik Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atu sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
(Suryanto Adi, dkk., 2009). Sama halnya dengan pendapat Poerwanti, Endang
(2008:1-5) mengatakan bahwa tes merupakan seperangkat tugas yang harus
dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang

24

dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Adapun menurut
Arikunto dan Jabar (2004) mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara
atau aturan yang telah ditentukan.
Mendasarkan pada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tes di atas,
dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat berisi pertanyaan yang direncanakan
untuk mengukur pemahaman siswa dengan menggunakan cara dan aturan tertentu.
Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukan oleh Poerwanti, Endang (2008:4-9)
sebagai berikut:
1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
a. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya.
b. Tes lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam
bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu hasil dari tes lisan biasanya tidak
memiliki informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
c. Tes unjuk kerja
Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator
pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
a. Tes Esai (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntuk siswa mengorganisasikan gagasangagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya
dalam bentuk tulisan.
b. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan jawabanjawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas
maupun angka-angka.
c. Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah
tes pilihan jawaban (selected response tes).

25

2. Teknik Nontes
Wardani, Naniek S. dan Slameto (2012:7-11), mengatakan bahwa teknik
nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau
salah. Instrumen nontes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi
sejumlah pertanyaan atau pernyataan.Sedangkan inventori merupakan instrumen
yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta
didik.
Teknik tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif.
Ada beberapa macam teknik nontes menurut Poerwanti, Endang (2008:3-19-3-31)
yaitu:
a. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemampuan belajar
siswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang kawasan, pandangan atau aspek
kepribadian peserta didik.
c. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data

deskriptif.

Teknik

ini

biasanya

berupa

angket

sikap

(attitude

questionnaires).
d. Work sample analysis (analisa sampel kerja)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat
siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan
atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola
dan lain sebagainya.

26

e. Task analysis (analisis tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklists dan rating scales
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,
yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa
kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
g. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam
karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan
belajar dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan presentasi
Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
i. Proyek individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan
untuk individu maupun kelompok.

2.5 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini
bertujuan untuk menguatkan hasil yang diperoleh tentang hasil belajar melalui model
pembelajaran TGT.
Penelitian yang dilakukan oleh Saoda Hamid (2014). yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Team Game Tournament (TGT) Dalam Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Biologi Siswa di Mts Negeri Dowora. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran Team Game Tournament dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
aktivitas dan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II. Ketuntasan belajar siswa
pada siklus I diperoleh presentasi 47,83% sedangkan ketuntasan belajar siswa pada
siklus II diperoleh presentase 86,96%. Peningkatan hasil belajar memiliki selisih

27

39,13%. Sementara itu, untuk aktivitas belajar siswa juga terjadi peningkatan yang
cukup besar, yakni 47,73% di siklus I dan 79,89% di siklus II. Peningkatan aktifitas
siswa yang terjadi memiliki selisih 33,16%. Jurnal ßioêdukasi ISSN : 2301-4678 Vol
2 No (2) Maret 2014.
Penelitian yang dilakukan oleh Yanti Purnamasari (2014) yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Terhadap Kemandirian Belajar Dan Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan
Koneksi Matematik Peserta Didik SMPN 1 Kota. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata skor kemandirian belajar peserta didik pada pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament (TGT) termasuk kriteria tinggi, peningkatan
kemampuan penalaran dan koneksi matematik peserta didik yang mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih baik daripada
yang mengikuti pembelajaran langsung, tidak terdapat interaksi model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran langsung
terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematik peserta didik, serta terdapat
interaksi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan
model pembelajaran langsung terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik
peserta didik. Jurnal Pendidikan dan Keguruan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Yulia Ayu Astuti. (2013 )yang berjudul
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatiftip TGT (Teams Games Tournament)
Untuk Meningkatkan Preatsi Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI-IPS III SMA Negeri 3
Boyolali Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnament (TGT) meningkatkan
prestasi belajar sosiologi siswa kelas XI IPS III SMA Negeri 3 Boyolali Tahun
Pelajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar
siswa pada tiap siklus, yaitu pada siklus I hasil belajar siswa naik sebesar 33,58 %
dari 34,49 % mencapai 68,07 % dan untuk siklus II sebesar 86,20 %. Peningkatan
yang terjadi dari siklus I menuju siklus II sebesar 18,13 %. Peningkatan hasil belajar
dari prasiklus sampai siklus II terbukti secara signifikan sebesar thit = 2,29 dengan

28

derajat signifikan α = 0,05 (tt = 2,045). Skripsi : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulia Ayu Astuti menunjukkan
bahwa persentase peningkatan hasil belajar dari pra siklus ke siklus I meningkat,
begitu juga hasil belajar dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan yang
besar. Peningkatan hasil belajar yang ditunjukkan peningkatan hasil belajar siswa
pada tiap siklus, yaitu pada siklus I hasil belajar siswa naik sebesar 33,58 % dari
34,49 % mencapai 68,07 % dan untuk siklus II sebesar 86,20 %. Peningkatan yang
terjadi dari siklus I menuju siklus II sebesar 18,13 %. Peningkatan Preatsi Belajar
Sosiologi siswa dipengaruhi model pembelajaran TGT. Namun, kelemahan dari
penelitian ini adalah penelitian hanya menggunakan model pembelajaran saja tidak
menggunajkan media gambar. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kelemahan yang
ada, upaya peningkatan hasil belajar IPS siswa dilakukan dengan melalui model
pembelajaran TGT berbantuan media gambar.
Penelitian yang dilakukan oleh Iklilul Millah, 2013 yang berjudul Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X SMA Laboratorium UM Pada Materi
Hidrokarbon, Data hasil belajar kognitif siswa diperoleh melalui tes yang dilakukan
di akhir proses pembelajaran dan dianalisis secara statistik menggunakan bantuan
program SPSS 16.0 for windows. Keterlaksanaan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif TGT adalah 91,36% (sangat baik) dan keterlaksanaan
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional (ceramah) adalah 89,63%
(sangat baik). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan prestasi belajar
antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT dan siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (ceramah). Siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT mempunyai rata-rata nilai kognitif
(75,9) dan rata-rata nilai afektif (54,1) lebih tinggi dibandingkan siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Skripsi, Jurusan Pendidikan
Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

29

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iklilul Millah menunjukkan bahwa
persentase peningkatan hasil belajar dari pra siklus ke siklus I meningkat, begitu juga
hasil belajar dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan yang besar.
Peningkatan hasil belajar yang ditunjukkan mempunyai rata-rata nilai kognitif (75,9)
dan rata-rata nilai afektif (54,1) lebih tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran konvensional. Peningkatan hasil belajar Pkn siswa
dipengaruhi model pembelajaran TGT. Namun, kelemahan dari penelitian ini adalah
penelitian hanya menggunakan model pembelajaran saja tidak menggunajkan media
gambar. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kelemahan yang ada, upaya peningkatan
hasil belajar IPS siswa dilakukan dengan melalui model pembelajaran TGT
berbantuan media gambar.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat memberikan gambaran peneliti
untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model
pembelajaran TGT berbantuan media gambar dalam pembelajaran IPS. Selain itu
ketiga penelitian yang telah disebutkan diatas juga terbukti menguatkan teori bahwa
dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran TGT
berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, demikian pula
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan model pembelajaran TGT
berbantuan media gambar untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa sebagai
langkah perbaikan dari contoh penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya.
2.6 Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPS bertujuan untuk membekali siswa pengetahuan, nilai, dan
sikap, serta keterampilan yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk
memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial, serta kemampuan mengambil
keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi
warga negara yang baik. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan pembelajaran yang
bermakna. Pembelajaran yang bermakna dapat dilakukan dengan menetapkan
berbagai pendekatan, model, metode, strategi maupun media pembelajaran yang
bervariasi yang dapat menarik perhatian siswa, dapat melibatkan peran aktif siswa,

30

dan dapat melatih siswa bekerja kelompok untuk memecahkan masalah. Kondisi awal
berdasarkan hasil observasi pembelajaran IPS di kelas IV SDN salatiga 12 diketahui
bahwa guru mengajar menggunakan dua metode, yaitu ceramah dan tanya jawab.
Guru belum menambah metode mengajar yang lain, seperti diskusi. Akibatnya siswa
pasif dan belum terlatih untuk mengembangkan ide-ide yang dimilikinya dalam
kelompok. Guru juga menggunakan sumber belajar buku sekolah elektronik (BSE).
Guru belum menambah sumber belajar lain, seperti lingkungan, media masa, atau
dari siswa lain. Oleh karena itu, siswa merasa bosan dan tidak tertarik dengan
pembelajaran IPS yang berisi materi hafalan. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran IPS belum berjalan secara optimal sesuai dengan yang diharapkan. Di
samping itu, hasil belajar siswa rendah, hasil nilai ulangan harian dapat diketahui
bahwa 15 siswa dari 35 siswa mendapatkan nilai kurang dari KKM = 70, atau sekitar
43% siswa belum tuntas sehingga pembelajaran IPS belum menghasilkan hasil yang
optimal.
Upaya untuk meningkatkan pembelajaran IPS sehingga siswa mendapat
pembelajaran yang bermakna. Salah satunya melalui penerapan model pembelajaran
Team Games Tournament (TGT) berbantuan media gambar. Diharapkan dengan
menggunakan model pembelajaran ini akan memberikan siswa pembelajaran yang
bermakna. Hal ini karena siswa dapat terlibat langsung dalam pembelajaran melalui
peran aktifnya untuk berpendapat dan melakukan kerjasama untuk mengembangkan
ide-idenya dalam kelompok. Bermula dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya
model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari IPS,
agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai yang diharapkan.
Model Team Games Tournament (TGT) Siswa ditempatkan dalam tim belajar,
tim ini beranggotakan empat atau lima siswa yang mempunyai heterogenitas kelas
dalam kinerja akademik, jenis

kelamin, dan suku kemudian menyimak materi

disampaikan oleh guru melalui presentasi kelas dengan didukung media gambar yang
terkait dengan materi selanjutnya siswa diberikan permainan dengan pertanyaanpertanyaan yang relevan yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang

31

dperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim setelah itu siswa melakukan turnamen
dengan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan. Ketika turnamen selesai,
para peserta mencatat banyak kartu yang mereka menangkan pada lembar skor
permainan. Setelah turnamen berakhir, skor masing-masing tim harus dihitung dan
menyiapkan sertifikat tim atau perhitungan hasil turnamen yang kemudian
diumumkan pada papan tulis. Melalui media gambar yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang berfungsi untuk menyampaikan pesan dari guru kepada siswa,
sehingga dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung
dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat
terlihat dengan lebih jelas.
Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) berbantuan media gambar
dimulai menggunakan metode ceramah dengan bantuan media Power Point yang
mana merupakan ringkasan materi yang akan dibahas karena pada materi ini
diutamakan pemahaman konsep siswa terlebih dahulu terhadap materi. Pembelajaran
dengan model Team Games Tournament (TGT) berbantuan media gambar terdapat
diskusi dan games yang dapat melatih siswa untuk ikut serta berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
berbantuan media gambar menuntut siswa untuk

konsentrasi, melatih rasa

kebersamaan, aktif dalam mengikuti dan memahani materi pembelajaran, dan dapat
diskusi dalam kelompok. Selain itu, peneliti ingin mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran TGTberbantuan media gambar.
Diharapkan dengan pembelajaran ini, dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi yang disampaikan sehingga hasil belajar siswa meningkat dapat
tercapai baik secara sikap, pengetah

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5