China Sebagai Kekuatan Dunia Baru

CHINA SEBAGAI KEKUATAN DUNIA BARU

DISUSUN OLEH :

Putri Puspita
Ilmu Politik 2A

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

1

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………...……………………………………..1
B. Rumusan Masalah……………..………………………………………2

2. KERANGKA TEORI
A. Kerjasama Internasional……………………………………………….3
B. Liberalisasi…………………………………………………………….3
3. PEMBAHASAN…………………………………………………..…..…4
4. PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………......…12
B. Saran……………………………………………………………...….12
Daftar Pustaka……………………………………………………………….13

BAB I
PENDAHULUAN

2

A. Latar Belakang Masalah
China, negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, banyak
dianggap sebagai negara dengan perekonomian terbesar dunia akhir abad ini.
China telah merubah skala prioritas dari negara pertanian menjadi negara industri.
Pertengahan dekade 90-an, China semakin meneguhkan eksistensi model
perekonomiannya yang baru. Model perekonomian China ditandai dengan

mobilisasi modal dan tenaga kerja secara besar-besaran, investasi asing, industri
dalam skala besar, dan campur tangan pemerintah. Kemampuan China dalam
memobilisasi modal dan tenaga kerja telah meningkatkan pendapatan per kapita
hingga tiga kali lipat dalam satu generasi, dan mengurangi lebih dari 300
juta

kemiskinan.1 Banyak yang berpandangan dengan meningkatnya perubahan

ini serta perkembangan ekonomi China akan menjadi kekuatan hegemoni baru
bukan hanya di Asia, tetapi juga di dunia internasional.
Kebangkitan China tidak lepas dari peran Deng Xiaoping yang melakukan
lompatan jauh kedepan yang merupakan hasil pemikiran Mao Tse Tung ataupun
kebijakan pintu terbuka (open door policy) yang menggerakkan modernisasi di
China lewat empat sektor yang menjadi fokus utamanya yaitu pada bidang
pertanian, industri dan teknologi, pendidikan, serta pertahanan. Khusus untuk
bidang pertahanan, China mengalokasikan dana yang sangat besar demi
membangun armada militer yang kuat. Sejak awal tahun 2000, anggaran militer
China yang semula berjumlah 14,6 milliar dollar Amerika terus mengalami
peningkatan hingga diperkirakan akan mencapai 44,9 miliar dollar Amerika pada
tahun 2009.2

Guna semakin memperkuat eksistensinya di dunia perekonomian
internasional, China pun bergabung ke dalam beberapa organisasi, seperti World

India.

1 Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Di Balik Sukses Ekonomi China dan

2 Dahlan Nasution, Politik Internasional: Konsep dan Teori, (Jakarta:
Erlangga, 1991), h. 33.

3

Trade Organization (WTO), dan BRICS yang merupakan singkatan dari Brazil,
Rusia, India, China dan Afrika Selatan sebagai negara yang diyakini akan menjadi
poros baru perputaran roda ekonomi. Pergerakkan China tersebut membuatnya
diramalkan menjadi negara dengan perekonomian paling tinggi di dunia
mengalahkan Amerika Serikat.

B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang diatas, penulis mencoba untuk merumuskan

masalah serta batasan-batasan yang diperlukan agar pokok pembahasan yang ada
tidak melebar. Adapun rumusan masalah tersebut, penulis deskripsikan sedikitnya
atas dua pertanyaan sebagaimana berikut:
1. Apa alasan yang melatarbelakangi China sebagai kekuatan dunia baru?
2. Bagaimana dampak tergabungnya China dalam WTO dan BRICS dalam
meningkatkan perekonomian China?

BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kerjasama Internasional

4

Kalevi J. Holsti menyatakan bahwa kerjasama di lingkup internasional
adalah transaksi dan interaksi antar negara bangsa dalam sistem internasional
yang berlangsung secara rutin untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga
dapat memuaskan dua atau lebih pihak-pihak yang berkolaborasi.3
Kerjasama Internasional dapat berlangsung dalam ruang lingkup seperti
pada skala global, regional, dan bilateral. Kerjasama antar aktor baik state
maupun non-state actors pada sistem internasional sering diklasifikasikan

berdasarkan isu, seperti transformasi sistem internasional, perdagangan dengan
investasi internasional, keamanan internasional, dan lain lain.
B. Liberalisasi
Liberalisme adalah salah satu perspektif ekonomi politik internasional.
Liberal dapat diartikan sebagai bebas atau kebebasan. Perspektif liberalisme
dibagi menjadi dua yaitu liberalisme klasik dan liberalisme modern. Liberalisme
klasik dipelopori oleh John Locke, Alexis de Tocqueville dan Adam Smith.
Liberalisme klasik lebih condong pada konsep pasar bebas, sedangkan liberalisme
modern menginginkan peran negara yang lebih aktif dalam bidang ekonomi, yang
bertugas sebagai regulator pasar, maupun penyedia barang dan jasa. Dengan kata
lain, menuntut peran negara yang lebih signifikan dalam meraih tujuan bersama,
terutama ekonomi.4

BAB III
PEMBAHASAN

3 K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, (New
Jersey: Prentice-Hall, 1977), h. 457.
4 Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory:
Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, 3rd Edition, (Boston: Allyn and

Bacon, 1999), h. 7.

5

Perekonomian Cina berkembang dengan pesat sejak pemerintahan Deng
Xiaoping mulai membuka belenggu perekonomian negara pada tahun 1979.
Pada era sebelumnya, yaitu pada masa kepemimpinan Mao Zedong yang
konservatif dan terlalu tertutup, China seakan terasingkan dari dunia
internasional. Perekonomian yang semakin terpuruk, bahkan kebijakan
"lompatan jauh ke depan" (the great leap forward) yang dicetuskan oleh Mao
Zedong pada tahun 1958 yaitu berupa program industrialisasi yang radikal
mengalami kegagalan. Dalam Konferensi Lushan 1959, Mao Zedong pun
dikecam akibat kegagalan kebijakan tersebut yang berimbas pada pengunduran
dirinya sebagai presiden yang hanya bertahan lima tahun. Namun, setelah rezim
Mao Zedong berakhir dan digantikan oleh Deng Xiaoping, China mulai
mengalami kemajuan di berbagai bidang termasuk dalam bidang ekonomi. 5
Pencapaian industri China ini seolah mengejar pertumbuhan industri negaranegara Eropa yang dimulai pada Revolusi Industri pada tahun 1890.
Pertumbuhan industri yang dicapai oleh negara-negara Eropa selama seratus
tahun, dikejar oleh China hanya dalam tiga dekade.6
Kemunculan China sebagai kekuatan dunia baru telah diprediksikan oleh

berbagai kalangan, seperti Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew yang pada
1993 mengatakan "The size of China displacement of the world balance is such
that the world must find a new balance in thirty to forty years. It's not possible to
pretend that this is just another big player. This is the biggest player in the history
of men". Dan pada Agustus 2001, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, P.D.
Wolfowitz mengatakan China akan menjadi negara adikuasa pada pertengahan
abad 21 atau perempat abad 21.7

5 Sayid Haikal Quraisy, Dampak Kebangkitan Ekonomi Cina Terhadap
Kebijakan Perdagangan Internasional Amerika Serikat, Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 2.
6 M. Jacques, When China Rules The World: The End of the Western
World and the Birth of a New Global Order, (London: Penguin Books, 2009), h.
264.
7 Jonathan Bailey, Great Power Strategy in Asia: Empire, Culture and
Trade, 1905-2005, (London: Routledge, 2007), h. 179.

6

Hal yang melatarbelakangi China menjadi kekuatan dunia baru tak lain

adalah faktor ekonomi. Sejak diberlakukannya kebijakan pintu terbuka (open
door policy) pada Desember 1978, perkembangan ekonomi di China
berkembang pesat, bahkan pada tahun 1997/1998 ketika Asia tertimpa krisis,
China merupakan satu-satunya negara yang pertumbuhan ekonominya stabil.
Tak heran, hingga akhir 1990-an Cina tercatat sebagai negara tujuan Foreign
Direct Investment (FDI) terbesar di Asia. Setiap dorongan pertumbuhan
ekonomi ditandai dengan gelombang baru china fever oleh perusahaan asing.
Peningkatan

ini didukung dengan munculnya manifestasi baru

kapitalisme China, seperti perusahaan-perusahaan

dari

pribadi, kemakmuran

konsumen, pabrik-pabrik ekspor, bursa saham, dan kantor partai komunis
dalam suatu bisnis.8
Kebangkitan China sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan militer di

dunia merupakan fenomena yang luar biasa, setelah terlihatnya kemampuan
China untuk merubah sistem ekonominya dan mulai membuka diri terhadap
ekonomi dunia. Pada tahun 1970, ekonomi China mengalami peningkatan
sebesar 10% dalam 30 tahun pembangunan. Pada tahun 2007 China
menyingkirkan Jerman sebagai peringkat 3 dalam ekonomi dan peringkat 2
dalam perdagangan dunia. Pada tahun 2008, GDP China mencapai 4,5-6 biliun
Dollar dan makin mendekati ekonomi terbesar ke 2 di dunia yang saat ini
diduduki oleh Jepang.9
Salah

satu

usaha

China

untuk

semakin


mengembangkan

perekonomiannya yaitu dengan bergabung ke dalam World Trade Organization
(WTO). China ingin bergabung ke WTO sejak 1986, yang ketika itu masih
bernama General Agreement on Tariffs and Trade. Tetapi China baru bergabung
ke dalam WTO pada 11 Desember 2001, sebagai anggota ke-143.
8 Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Di Balik Sukses Ekonomi China dan
India.
9 China’s Peaceful Rise: A comparative study, 2009.

7

Menurut Xiao Lian, dari Chinese Academy of Social Science di Beijing,
China masuk dalam WTO seperti halnya alasan masuknya China menjadi
anggota olimpiade. Dalam olimpiade banyak peraturan yang tidak adil dan
didikte oleh beberapa negara besar. Demikian juga halnya dengan WTO. China
tidak antiglobalisasi dalam arti globalisasi teknologi, rule of law, untuk semua
negara. Tetapi, yang ditentang oleh China dan dunia ketiga adalah “pematokan
amerikanisasi semua standard global untuk masalah lingkungan hidup,
perdagangan, dan moral”. Sebagian besar omzet perdagangan dunia berada

dalam wadah WTO. Tanpa masuk dalam WTO, China tidak akan memperoleh
kesempatan berkompetisi secara lebih luas dan bertanggung jawab untuk
memperoleh pasar. 10
Ini merupakan kebutuhan yang tak terhindarkan bagi pertumbuhan
ekonomi China. Di samping itu, ada kebutuhan politik China dengan masuknya
mereka ke dalam WTO. China berharap memiliki suara dalam WTO dan bisa
menjadi negara yang menyuarakan aspirasi Dunia Ketiga. Kebutuhan lain yaitu
supaya China dapat belajar dan memperbarui sistem hukum dan perdagangan.
China butuh badan dunia untuk memerangi kemiskinan. Xiao Lian mengatakan
bukan suatu garansi bagi China untuk memperoleh keuntungan dengan
masuknya menjadi anggota WTO, tetapi suatu peluang untuk berkompetisi
dalam struktur ekonomi global.11
Dampak masuknya China ke dalam WTO diperdebatkan oleh banyak
pihak. Ada yang mengatakan bahwa masuknya China bisa menjadi ancaman
karena produksi barang China yang murah akan membanjiri pasar ASEAN,
tetapi ada juga yang menilainya sebagai peluang.12 Terlepas dari itu, masuknya
China ke WTO memberi dampak besar bagi China sendiri. Menjadi anggota
10 Josef P. Widyatmadja, Kebangsaan dan Globalisasi dalam Diplomasi,
(Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 221.
11 Ibid.
12 Ibid., h. 224.

8

WTO berarti memperbolehkan investasi asing untuk masuk ke dalam pasar
domestik, akan tetapi hal tersebut justru membangkitkan semangat untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya agar tidak kalah dari produk
asing. Pendapatan China setelah menjadi anggota WTO meningkat menjadi
2,2%, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara maju, sehingga dianggap
mengancam Amerika Serikat yang memegang kekuatan ekonomi terbesar di
dunia.
Berikut beberapa keuntungan konkrit yang diperoleh China setelah
bergabung dengan WTO:
1. Hingga tahun 2002, China memiliki hubungan dagang bebas dengan
127 negara anggota WTO lainnya;
2. Peningkatan industrialisasi China dan alih teknologi tingkat tinggi
bergunung semakin terbukanya investasi asing;
3. Penghargaan yang semakin tinggi terhadap hak kekayaan intelektual
(HAKI), hak paten produk/trademark sehingga rakyat China bisa
lebih kreatif, inovatif, dan berkompetisi secara sehat dalam sistem
yang melindungi karyanya;
4. Otoritas dan rakyat China di satu sisi diuntungkan oleh pemasukan
berbagai jenis pajak baru dan arus investasi asing yang masuk;
5. Semakin meningkatkan sumber daya manusia (SDM) rakyat China,
dan lain-lain.13
Sejak terbuka pada investasi asing, bayak kemajuan yang telah dicapai
China. Menurut statistik tahun 1986 jumlah orang miskin dilaporkan sebesar 125
juta orang, dan dalam tahun 1996, jumlah itu menurun menjadi 70 juta orang.
China berambisi mengangkat 12 juta orang dari garis kemiskinan setiap
tahunnya. Hal ini akan tercapai apabila China bisa mempertahankan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dapat menekan inflasi. Tetapi setelah
13 Brahm, 2002, dalam Sayid Haikal Quraisy, Dampak Kebangkitan
Ekonomi Cina Terhadap Kebijakan Perdagangan Internasional Amerika Serikat,
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h.
75.

9

China menjadi anggota WTO, tidak semuanya berjalan mulus. Ekonomi China
mendapat tekanan dari luar, tanah pertanian berkurang 18,38% pada 2005,
pendapatan penduduk pedesaan berkurang 2,05% pada 2005, keresahan dan
kemiskinan rakyat pedesaan tak terhindarkan, jurang antara yang kaya dan yang
miskin makin meingkat. Oleh karena itu pemberantasan korupsi, penegakan
hukum dan peningkatan etik-moral masyarakat menjadi kebutuhan setelah China
masuk WTO.
Selama sepuluh tahun ke belakang, nilai perdagangan internasional China
menanjak di posisi 30 triliun dollar AS. Angka ini adalah pertumbuhan 140
persen ketimbang 2001. Direktur Jenderal WTO, Pascal Lamy, mengatakan
basuknya China ke WTO tak hanya membuat perubahan signifikan bagi negeri
itu, tapi juga memberikan keuntungan bagi seluruh anggota WTO.14 Dunia dan
China saling membutuhkan. Di satu pihak, dengan masuknya ke dalam WTO,
China berharap bisa mempermodern negara dan meningkatkan pertumbuhan
ekonominya. Di lain pihak, dunia juga butuh pasar dan peradaban China yang
sudah berusia 5000 tahun lebih, untuk dapat mengimbangi peradaban Barat yang
saat ini mendominasi dunia. Dalam konteks itu, kebutuhan China akan pakar dan
tenaga ahli dari luar negeri menjadi tak terhindarkan lagi.15
Selain menggabungkan diri ke WTO, China melakukan lompatan besar
dengan beraliansi bersama Brazil, India, dan Rusia pada tahun 2001, atau yang
dikenal dengan singkatan BRIC. BRIC merupakan akronim yang diperkenalkan
oleh Jim O’Neill dari Goldman Sachs, sebuah perusahaan perbankan dan
investasi global, pada tahun 2001 di dalam artikelnya yang berjudul “The
World Needs Better Economic BRICs.”16 Pada tahun 2009 China mengundang
14
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/11/11/16114165/Masuk.WTO.Ch
ina. Perkasa diakses pada 30 Juni 2012, pukul 13.22 WIB.
15 Josef P. Widyatmadja, Kebangsaan dan Globalisasi dalam Diplomasi,
h. 223.
16 http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/05/ten-yearsanniversary-new-brics-world.html diakses pada 30 Juni 2012, pukul 20.51 WIB.

10

Afrika Selatan untuk bergabung dan sekarang menyebut kelompok itu BRICS,
dengan huruf “S” yang mewakili South Africa.
Negara-negara BRICS memandang diri mereka sebagai juru bicara
negara-negara berkembang. Wakil Menteri Pengembangan Industri dan
Perdagangan Luar Negeri Brazil, Alessandro Teixeira menekankan hal itu
dengan menyatakan ini adalah pertemuan penting, karena tahun 2013,
diperkirakan negara-negara berkembang akan melampaui negara-negara maju
dalam hal PDB (Produk Domestik Bruto) di dunia. Pertemuan ini memusatkan
perhatian pada ekonomi dan situasi keuangan global. Joseph Cheng, profesor
ilmu politik di Universitas City di Hong Kong mengatakan negara-negara
BRICS ingin mencapai konsensus supaya mereka bisa berada dalam posisi yang
lebih baik dalam bernegosiasi dengan negara-negara maju.
Secara umum, negara-negara BRICS berpendapat bahwa negara-negara
Barat telah mendominasi proses pembuatan peraturan di berbagai lembaga
penting keuangan dan perdagangan internasional dan mereka ingin membalikan
situasinya sekarang. Mereka ingin bisa berperan lebih efektif dalam proses
pembuatan aturan.
China dan Rusia merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Dan
jika India, Brazil atau Afrika Selatan berhasil mendapatkan kursi Dewan
Keamanan permanen, lebih lanjut akan meningkatkan status BRICS dalam
pengaruh

global.

BRICS

berkomitmen

untuk

memperkuat

kemitraan

pembangunan umum pada prinsip inklusivitas, solidaritas, dan saling membantu.
Mereka akan memperdalam kerjasama tidak hanya dengan negara-negara
berkembang lainnya, tetapi juga organisasi-organisasi regional dan internasional.
Anggota BRICS bertekad untuk bekerja sama dengan negara-negara Afrika
untuk saling menguntungkan, ini ditegaskan dalam Deklarasi eThekwini, hasil
KTT BRICS lalu. Dalam deklarasi tersebut BRICS menyatakan akan membantu

11

pembangunan infrastruktur dan industri Afrika serta langkah nyata salah satunya
dengan investasi langsung atau

foreign direct investment, pertukaran

pengetahuan dan mengimpor barang dari hasil negara-negara tersebut.17
Hasil dari pertemuan tersebut

juga menyepakati pendirian "Bank

Pembangunan BRICS", sebagai realisasi dari pertemuan-pertemuan sebelumnya
dan yang sangat penting karena bank ini akan membantu lima negara
memanfaatkan dan meningkatkan keuntungan satu sama lain, mereka juga sangat
berharap bisa bekerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya. "BRIC
Development

Bank"

diharapkan

memainkan

peran

penting

dalam

mempromosikan pertumbuhan ekonomi lima negara, dan memfasilitasi
perdagangan dan investasi. Berbeda dari IMF dan Bank Dunia, Bank
Pembangunan BRIC akan disesuaikan untuk menawarkan proyek-proyek pada
negara-negara berkembang dengan cara-cara yang lebih menguntungkan dan
dalam sistem perdagangan yang adil atau fair trade.18 Akan tetapi bukan berarti
tidak ada kendala dalam kerjasama BRICS, dalam masalah pembangunan bank,
BRICS seringkali terkendala oleh kesepakatan terkait pembiayaan, manajemen,
dan kantor pusat sehingga menunda implementasi proyek itu. Selain itu, BRICS
sulit membentuk kesepakatan karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan
yang mendasar. Contohnya, Afrika Selatan, Brazil dan India sangat bangga
bahwa mereka adalah negara demokrasi. Negara-negara seperti India dan
lainnya, berpandangan bahwa perkembangan ekonomi China mungkin tidak
begitu menguntungkan bagi kepentingan mereka sendiri, baik ekonomi dan
keamanan, jadi pada dasarnya masih ada rasa saling tidak percaya di antara
negara-negara dalam kelompok besar itu.19
BRICS adalah

institusi regional yang patut untuk dipertimbangkan

17 http://www.ppitnanchang.org/artikel-118-brics-dan-kekuatan-baruekonomi-global.html diakses pada 30 Juni 2014, pukul 15.13 WIB.
18 Ibid.
19 http://www.voaindonesia.com/content/article/92066.html diakses
pada 30 Juni 2014, pukul 13.34 WIB.

12

kekuatannya. Jika disatukan, BRICS menguasai 40% kekuatan populasi dunia
ini, 25% kekuatan wilayah bumi, dan 20% kekuatan GDP global. Bersama,
BRICS memiliki kuasa kontrol terhadap 43% perdagangan asing dunia hal
persentase itu masih terus bertambah.20 Diharapkan BRICS bisa menjadi
kekuatan penyeimbang kekuatan ekonomi dunia sekaligus memberikan wajah
ekonomi baru bagi dunia yang lebih baik dan memihak akan keadilan terutama
bagi negara dunia ketiga.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

20 Antoine van Agtmael, Think Again: The BRICS Are in Class By
Themselves, http://www.foreignpolicy.com, November 2012. Diunduh pada
30 Juni 2014, pukul 13.54 WIB.

13

China, negara berpenduduk terbanyak di telah membuka belenggu
ekonomi dan mulai ikut serta dalam perekonomian bebas kini. Pada
kepemimpinan Mao Zedong, China yang saat itu cenderung konservatif
menderita kemiskinan ekonomi yang cukup parah. Ketika kepemimpinan beralih
pada Deng Xiaoping, China mulai mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi.
Hingga kini, China semakin menunjukkan taringnya dalam perekonomian
internasional, terlebih setelah China secara resmi menjadi anggota World Trade
Organization (WTO) pada tahun 2001 lalu yang memberi banyak keuntungan
terhadap China serta masuknya China dalam BRICS, organisasi internasional
yang berisikan negara-negara dunia ketiga dengan perekonomian terkuat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan saransaran seperti berikut:
1. China harus mempertahankan

eksistensinya sebagai poros baru

perputaran uang agar kekuasaan negara-negara Barat tidak lagi
mendominasi.
2. BRICS harus memberlakukan suatu peraturan agar anggota terikat
dengan kesamaan kepentingan dan visi misi.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Bailey, Jonathan. 2007. Great Power Strategy in Asia: Empire, Culture
and Trade, 19052005. Routledge, London.

14

Holsti, K.J. 1977. International Politics: A Framework for Analysis.
Prentice-Hall, New
Jersey.
Jacques, M. 2009. When China Rules The World: The End of the
Western World and the
Birth of a New Global Order. Penguin Books, London.
Widyatmadja, Josef P. 2005. Kebangsaan dan Globalisasi dalam
Diplomasi. Kanisius,
Yogyakarta.

Internet:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/11/11/16114165/Masuk.
WTO.China. Perkasa diakses pada 30 Juni 2012, pukul 13.22 WIB.
http://www.voaindonesia.com/content/article/92066.html diakses pada
30 Juni 2014, pukul 13.34 WIB.
http://www.ppitnanchang.org/artikel-118-brics-dan-kekuatan-baruekonomi-global.html diakses pada 30 Juni 2014, pukul 15.13 WIB.
http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/05/ten-yearsanniversary-new-brics-world.html diakses pada 30 Juni 2012, pukul
20.51 WIB.

15