PENGUKURAN TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTA

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN BANDAR UDARA
AHMAD YANI, SEMARANG MENGGUNAKAN METODE
WEIGHTED EQUIVALEN CONTINOUS PERCEIVED NOISE
LEVEL (WECPNL)
DETERMINATION OF AHMAD YANI AIRPORT NOISE LEVEL,
SEMARANG USING WEIGHTED EQUIVALEN CONTINOUS
PERCEIVED NOISE LEVEL (WECPNL) METHOD
Deni Dwi Yudhistira1, Marissa Dwi Ayusari2
Kamis – Kelompok 5A
1, 2)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Darmaga Kampus IPB
Email: denidwiyudhistira@gmail.com
Abstrak: Salah satu pencemaran suara yang tidak luput dari aktivitas transportasi yaitu
kebisingan. Kebisingan merupakan bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan dipengaruhi oleh beberapa sumber kebisingan,
antara lain berasal dari aktivitas bandar udara. Sumber utama kebisingan bandara berasal dari
mesin jet primer pesawat dan operasi penerbangan. Peningkatan tingkat kebisingan yang terus
menerus dari berbagai aktivitas lingkungan bandara dapat berujung kepada gangguan fisiologis
dan psikologis manusia. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan
bandar udara pada titik tertentu dan mempelajari baku mutu tingkat kebisingan pada suatu lokasi.

Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu data sekunder tingkat kebisingan di bandar
udara Ahmad Yani, Semarang. Metode yang digunakan yaitu Weighted Equivalent Continuous
Perceived Noise Level (WECPNL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai WECPNL pada
bandar udara Ahmad Yani yaitu sebesar 55.76 dB(A). Berdasarkan KEP-48/MENLH/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan, tingkat kebisingan pada bandar udara Ahmad Yani dapat
dikategorikan aman, dikarenakan berada dibawah ambang batas maksimal yang diperbolehkan
yaitu sebesar 70 dB(A). Nilai WECPNL pada bandar udara Ahmad Yani menurut PP No.40
Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, tidak
tergolong dalam kawasan kebisingan tingkat I, II, dan III. Artinya, tanah dan ruang udara
disekitar bandar udara Ahmad Yani dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan
bangunan tanpa adanya pengecualian.
Kata kunci: Bandar udara, tingkat kebisingan, WECPNL
Abstract: One which does not escape sound pollution from transport activities is noise. Noise is
unwanted sound from the business or activity within a certain time level and that can cause human
health problems and environmental comfort . The noise level is influenced by several sources of
noise, such as from the airport activities. The main sources of airport noise coming from the
primary jet aircraft engines and flight operations. Increased noise levels continuously from the
various activities of the airport environment, can lead to physiological and psychological
disorders. This research aimed to find out the level of noise airport at some point and study the
quality standard noise level at a given location. Materials used as an object of research is

secondary data noise level at Ahmad Yani airport, Semarang. The method used is Weighted
Equivalent Continuous Perceived Noise Level (WECPNL). The results showed that the value
WECPNL at Ahmad Yani airport in the amount of 55.76 dB(A). Based on KEP-48/MENLH/1996
about Standards of Noise, noise levels at Ahmad Yani airport can be considered safe, because the
threshold is below the maximum allowed which is 70 dB(A). WECPNL value to airports Ahmad
Yani according to PP No.40 of 2012 about Development and Environmental Protection to The
Airport, do not belong in the area of noise levels I, II, and III. That is, land and air space around
the airport Ahmad Yani can be used for various types of activities and buildings without exception.
Keywords: Airport, noise level, WECPNL

1

PENDAHULUAN
Perkembangan dan pertambahan penduduk Indonesia yang semakin pesat
mengakibatkan munculnya program-program pembangunan di segala bidang
kehidupan. Salah satu ciri pelaksanaan dari program pembangunan tersebut yaitu
berkembangnya sektor transportasi. Berkembangnya sektor transportasi dapat
memberikan dampak positif terhadap meningkatnya taraf hidup manusia. Namun,
baik disadari atau tidak, sektor transportasi juga dapat memberikan dampak
terhadap pencemaran suara. Salah satu pencemaran suara yang tidak luput dari

aktivitas transportasi yaitu kebisingan.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH 1996). Tingkat kebisingan dipengaruhi
oleh beberapa sumber kebisingan, antara lain berasal dari aktivitas bandar udara.
Kebisingan pada bandar udara dapat bersumber dari mesin jet primer pesawat
seperti fan, compresor, dan sudu-sudu turbin. Selain itu, kebisingan bandar udara
juga dapat dipengaruhi oleh operasi penerbangan (Chaeran 2008).
Tingkat kebisingan bandar udara tergantung oleh jumlah kumulatif pesawat
yang beroperasi, baik saat mendarat, tinggal landas, dan uji mesin. Peningkatan
kebisingan yang terus menerus dari berbagai aktifitas lingkungan bandara, dapat
berujung kepada gangguan fisiologis dan psikologis manusia. Gangguan fisiologis
diantaranya adalah bergesernya ambang pendengaran dan dapat mempengaruhi
kerja organ-organ tubuh (Wardhana dan Wisnu 2001). Efek psikologis bagi
manusia yaitu membuat kaget, mengganggu, stress, dan mengacaukan konsentrasi
(Chaeran 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan
bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan bandar udara pada titik tertentu
dan mempelajari baku mutu tingkat kebisingan pada suatu lokasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian kebisingan bandar udara dilakukan di ruang timbang IPB, pada
tanggal 17 Desember 2015. Peralatan yang digunakan yaitu kalkulator atau mesin
hitung lainnya. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu data
sekunder kebisingan di bandar udara Ahmad Yani, Semarang. Data sekunder
tingkat kebisingan aktifitas pesawat di bandar udara Ahmad Yani disajikan dalam
Tabel 1.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 1 Tingkat kebisingan aktifitas pesawat di bandar udara Ahmad Yani
Jenis Pesawat

Waktu
Take off (dB(A))
Landing (dB(A))
Garuda Indonesia B737 Seri 800
9:00
83
Wings Air ATR 72
9:00
83
Wings Air ATR 72
9:20
83.1
Lion Air B737 Seri 900 ER
9:35
89.7
Garuda Indonesia B737 Seri 800
9:40
72.9
Lion Air B737 Seri 900 ER
10:15

71.1
Merpati Airlines Xian MA60
10:20
70.2
Sriwijaya Air B737 Seri 200
10:35
97.6
Garuda Indonesia B737 Seri 800
10:55
91
Sriwijaya Air B737 Seri 200
11:00
97

Berdasarkan data dalam Tabel 1 dapat ditentukan besarnya nilai Total Noise
Exposure Level (TNEL). Nilai TNEL dapat dihitung dengan persamaan (1).
2

TNEL = 10 log [ antilog


EPNL n
10

] + 10 log

T0
t0

...……...........……………………..……..(1)

Setelah TNEL diperoleh maka nilai Equivalent Continuous Perceived Noise
Level (ECPNL) dapat dihitung dengan persamaan (2).
ECPNL = TNEL - 10 log

T
t0

………………...…………….……....….……………....………….(2)

Selanjutnya, jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dalam 24 jam,

ditentukan dengan menggunakan persamaan (3).
N = N2 + 3 N3 – 10 N1 + N4 .………………………..……..…….…….………….…………….(3)

Jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat secara langsung akan
berpengaruh terhadap nilai Weighted Equivalent continuous Perceived Noise
Level (WECPNL). Besarnya nilai WECPNL dapat dihitung dengan persamaan
(4).
WECPNL = ECPNL + 10 log N - 27 ………………………...…………………………………(4)

Keterangan :
ECPNL =Equivalent Continuous Perceived Noise Level
TNEL
=Total Noise Exposure Level
EPNL(n) =Effectif Perceived Noise Level untuk pengukuran pada saat ke-n
(terbang lintas atau di landasan)
WECPNL =Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level
dB(A)
=nilai desibel rata-rata dari puncak kesibukan pesawat dalam 1 hari
t0
=1 detik

T0
=10 detik
N
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dalam 24 jam
N
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dalam 24 jam
N1
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 24.00-07.00
N2
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 07.00-19.00
N3
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 19.00-22.00
N4
=jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dari pukul 22.00-24.00
Data-data yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian dianalisis. Nilai
WECPNL hasil perhitungan kebisingan bandar udara dibandingkan dengan baku
mutu yang tercantum dalam KEP-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan dan Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2012 tentang Pembangunan
dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH 1996). Kebisingan bandar udara adalah
produk samping yang tidak diinginkan dari sebuah lingkungan Kebisingan di
bandara merupakan sumber dampak, sedangkan para karyawan operasional
3

penerbangan dan penduduk di lingkungan sekitar bandara merupakan komponen
lingkungan yang terkena pengaruh yang diakibatkan adanya peningkatan
kebisingan. Penelitian yang dilakukan Chaeran (2008) menunjukkan sumber
bising utama yang terjadi di bandar udara Ahmad Yani berasal dari mesin jet
primer, seperti bergeraknya bagian mesin fan, compresor, dan sudu-sudu turbin.
Selain itu, sumber bising yang tejadi di bandar udara Ahmad Yani juga dapat
disebabkan oleh operasi penerbangan, seperti lama penerbangan dan jumlah
jumlah kualitatif pesawat yang beroperasi.
Pengukuran kebisingan dilakukan dengan dua cara yaitu, pengukuran
kebisingan dilakukan pada saat pesawat melintas dan kebisingan latar belakang
lingkungan sekitar tanpa dipengaruhi oleh kebisingan pesawat. Setiap area
dilakukan pengukuran pada tiga titik menggunakan SLM dan besaran fisis akustik

terukur dB dalam pembebanan A. SLM diletakan dengan filter yang sejajar
dengan telinga. SLM diatur pada fungsi maksimum value untuk mengukur tingkat
bising maksimum pada waktu-waktu pesawat melintas sehingga dapat menutup
tingkat bising latar. Pencatatan besaran fisis akustik dan waktu terjadinya,
dilakukan dengan mencatat tingkat kebisingan maksimum (peak level) yang
terjadi di daerah bersangkutan saat pesawat melintas untuk take-off dan landing
Selanjutnya, dilakukan prosedur rating dengan WECPNL (Hartono 2009).
Weighted Equivalent Continous Perceived Noise Level (WECPNL) atau nilai
ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area yang dapat diterima terus menerus
selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu. WECPNL merupakan
rating terhadap tingkat gangguan bising yang dari frekuensi dialami oleh
penduduk di sekitar bandar udara sebagai akibat dari frekuensi operasi pesawat
pada siang dan malam hari (Kepmen Perhub 1999).
Jenis-jenis kebisingan secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu kebisingan
impulsif, kontinu, dan semi kontinu. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang
datangnya tidak secara terus-menerus akan tetapi sepotong-sepotong. Kebisingan
kontinu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu yang
cukup lama. Kebisingan semi kontinu (intermittent), yaitu kebisingan kontinu
yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi (Wardhana
dan Wisnu 2001). Tingkat kebisingan aktifitas pesawat di bandar udara Ahmad
Yani disajikan dalam Tabel 1.

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 1 Tingkat kebisingan aktifitas pesawat di bandar udara Ahmad Yani
Take off
Landing
Jenis Pesawat
Waktu
(dB(A))
(dB(A))
Garuda Indonesia B737 Seri 800
9:00
83
Wings Air ATR 72
9:00
83
Wings Air ATR 72
9:20
83.1
Lion Air B737 Seri 900 ER
9:35
89.7
Garuda Indonesia B 737 Seri 800
9:40
72.9
Lion Air B737 Seri 900 ER
10:15
71.1
Merpati Airlines Xian MA60
10:20
70.2
Sriwijaya Air B737 Seri 200
10:35
97.6
Garuda Indonesia B737 Seri 800
10:55
91
Sriwijaya Air B737 Seri 200
11:00
97

Berdasarkan data pengukuran tingkat kebisingan dalam Tabel 1 dapat
ditunjukkan dari pukul 09.00 hingga 11.00 sebanyak 3 pesawat mengalami take
4

off dan 7 pesawat mengalami landing. Pesawat Wings Air ATR 72 memiliki
tingkat kebisingan tertinggi saat mengalami take off yaitu sebesar 83.1 dB(A),
sedangkan yang terendah berada pada pesawat Lion Air B737 Seri 900 ER yaitu
sebesar 71.1 dB(A). Nilai tingkat kebisingan tertinggi pesawat saat mengalami
landing berada pada pesawat Sriwijaya Air B737 Seri 200 yaitu sebesar 97.6
dB(A), sedangkan yang terendah berada pada pesawat Merpati Airlines Xian
MA60 yaitu sebesar 97.6 dB(A). Rata-rata tingkat kebisingan pesawat saat
landing di bandar udara Ahmad Yani memiliki hasil yang lebih besar
dibandingkan saat pesawat mengalami take off, secara berturut-turut sebesar 87.36
dB(A) dan 75.7 dB(A). Dampak kebisingan bandar udara yang cukup keras di
atas sekitar 70 dB(A), dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang
enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung, dan masalah peredaran darah
(Leslie 1993). Hasil pengukuran tingkat kebisingan di bandar udara Ahmad Yani
dengan metode WECPNL disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat kebisingan di bandar udara Ahmad Yani dengan metode WECPNL
TNEL (dB(A))
ECPNL (dB(A))
N
WECPNL(dB(A))
111.34
72.76
10.00
55.76

Berdasarkan hasil dalam Tabel 2 dapat ditunjukkan nilai TNEL dari hasil
perhitungan sebesar 111.34 dB(A). Besarnya nilai TNEL diperoleh berdasarkan
nilai EPNL take off dan landing pesawat disepanjang waktu pengukuran. Nilai
TNEL secara langsung akan mempengaruhi besarnya nilai ECPNL, yaitu sebesar
72.76 dB(A). Selanjutnya, jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat selama
24 jam yaitu sebanyak 10, didominasi dari hasil pengukuran pada pukul 07.00 –
19.00 (N2). Nilai WECPNL dari aktifitas bandar udara Ahmad Yani yaitu sebesar
55.76 dB(A). Dampak kebisingan bandar udara sebesar 30-65 dB(A) akan
mengganggu selaput telinga dan menyebabkan gelisah (Leslie 1993).
Peraturan mengenai ambang batas kebisingan sebenarnya telah tercantum
dalam KEP-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Namun, untuk
kebisingan akibat aktivitas pesawat terbang dirujuk secara khusus sesuai
ketentuan Menteri Perhubungan, sehingga tidak terdapat nilai ambang batasnya.
Terdapatnya suatu keterbatasan, menyebabkan rujukan ini mengacu kepada
tingkat kebisingan terbesar pada KEP-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan untuk kawasan khusus, yaitu sebesar 70 dB(A). Berdasarkan rujukan
tersebut, nilai WECPNL pada bandar udara Ahmad Yani sebesar 55.76 dB(A)
dapat dikategorikan aman. Selain itu, nilai WECPNL pada bandar udara Ahmad
Yani apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2012
tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara maka
tidak dapat digolongkan ke dalam kawasan kebisingan tingkat I, II, dan III.
Artinya, tanah dan ruang udara disekitar bandar udara Ahmad Yani dapat
dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan bangunan tanpa adanya
pengecualian.
Intensitas kebisingan pada bandar udara dapat memberikan gangguan fisiologis
dan psikologis bagi manusia. Efek fisis kebisingan dapat mengakibatkan
penurunan kemampuan pendengaran dan rasa sakit pada tingkat yang sangat
tinggi. Efek psikologis bagi manusia yaitu membuat kaget, mengganggu, stress,
dan mengacaukan konsentrasi. Selain itu, kebisingan di bandar udara juga dapat
memberikan pengaruh secara auditorial dan non-auditorial. Pengaruh kebisingan
5

auditorial dapat berupa hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran dan suara
dering berfrekuensi tinggi dalam telinga, sedangkan pengaruh secara nonauditorial dapat berupa gangguan cara berkomunikasi, kebingungan, stress, dan
berkurangnya kepekaan terhadap masalah keamanan kerja (Chaeran 2008).
Teknik pengendalian kebisingan bandar udara salah satunya dapat dilakukan
dengan melakukan perawatan atau pemeliharan engine pesawat terbang, sehingga
suara kebisingan yang timbul dapat dikurangi. Usaha lain dalam pengendalian
dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan penyerap suara atau
penghalang suara lainnya, tergantung situasi dan kondisi area bising. Pagar
tanaman setebal 2 feet (0.610 m) mampu mengurangi kebisingan sebesar 4 dB(A).
Pengolahan jalan bunyi juga dapat mengurangi kebisingan yang diterima oleh
penerima dengan memperpanjang jalannya media perambatan. Salah satu cara
memperpanjang media rambatan yaitu dengan menjauhkan antara sumber suara
dengan penerimanya. Menggandakan jarak antara sumber dan penerima dapat
menyebabkan intensitas bunyi berkurang seperempatnya dan tingkat bunyi
berkurang 6 dB(A) (Satwiko dan Prasasto 2004). Apabila semua usaha
pengendalian secara teknis belum berhasil menurunkan tingkat bising maka alternatif
lain adalah pengendalian secara administratif yaitu dengan cara pengaturan pola kerja
pada pekerja dikaitkan dengan penerimaan tingkat kebisingan (Chaeran 2008).

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber utama kebisingan bandar udara
Ahmad Yani berasal dari mesin jet primer pesawat dan operasi penerbangan. Nilai
WECPNL pada bandar udara Ahmad Yani yaitu sebesar 55.76 dB(A).
Berdasarkan KEP-48/MENLH/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, tingkat
kebisingan pada bandar udara Ahmad Yani dapat dikategorikan aman,
dikarenakan berada dibawah ambang batas maksimal yang diperbolehkan untuk
kawasan khusus yaitu sebesar 70 dB(A). Nilai WECPNL pada bandar udara
Ahmad Yani menurut PP No.40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, tidak tergolong dalam kawasan
kebisingan tingkat I, II, dan III. Artinya, tanah dan ruang udara disekitar bandar
udara Ahmad Yani dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan
bangunan tanpa adanya pengecualian.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara. Jakarta (ID): Presiden Republik
Indonesia.
[Kepmen LH] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun
1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta (ID): Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
[Kepmen Perhub] Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 1999
tentang Kawasan Kebisingan di Sekitar Bandar Udara Pattimura-Ambon.
Jakarta (ID): Menteri Perhubungan.
Chaeran M. 2008. Studi Kasus Bandara Ahmad Yani Semarang [tesis]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.

6

Hartono. 2009. Pengaruh general reaction terhadap kadar kortisol pada wanita
yang terpapar bising pesawat udara di sekitar bandara Adi Sumarmo
Boyolali. J Kedokteran Indonesia. 1(2): 172-178.
Leslie L. 1993. Akustik Lingkungan. Jakarta (ID): Erlangga.
Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan I. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Wardhana, Wisnu A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID):
Andi Offset.

7

Lampiran 1 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan
Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara

Pasal 32
(1) Ambang batas kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ditetapkan
dalam tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya.
(2) Tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya ditentukan dengan indeks
kebisingan WECPNL atau nilai ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area yang
dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan
tertentu.
Pasal 33
Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 terdiri atas:
a. kawasan kebisingan tingkat I;
b. kawasan kebisingan tingkat II; dan
c. kawasan kebisingan tingkat III.
Pasal 34
(1) Kawasan kebisingan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a,
merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat
udara lebih besar atau sama dengan 70 (tujuh puluh) dan lebih kecil dari 75 (tujuh
puluh lima).
(2) Kawasan kebisingan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan 9 / 23 sekolah dan
rumah sakit.
Pasal 35
(1) Kawasan kebisingan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b,
merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat
udara lebih besar atau sama dengan 75 (tujuh puluh lima) dan lebih kecil dari 80
(delapan puluh).
(2) Kawasan kebisingan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis
kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan
sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal.
Pasal 36
(1) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf
c, merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat
udara lebih besar atau sama dengan 80 delapan puluh).
(2) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan tanah dan ruang udara dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas
Bandar Udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur
hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang
burung.

8

Lampiran 2 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan

9

Lampiran 3 Contoh perhitungan tingkat kebisingan lalu lintas
Menentukan nilai Total Noise Exposure Level (TNEL):
10

TNEL = 10 Log

((antilog
n=1

83
10
83
10
+10 Log
) + (antilog
+10 Log
)
10
1
10
1

83.1
10
89.7
10
+10 Log
) + (antilog
+10 Log
)
10
1
10
1
10
71.1
10
72.9
+10 Log
) + (antilog
+10 Log
)
+ (antilog
1
10
1
10
10
97.6
10
70.2
+10 Log
) + (antilog
+10 Log
)
+ (antilog
1
10
1
10
10
97
10
91.0
+10 Log
)) + (antilog
+10 Log
) = 55.76 dB(A)
+ (antilog
1
10
1
10
+ (antilog

Menentukan nilai Equivalent Continuous Perceived Noise Level (ECPNL):
ECPNL = TNEL - 10 log
ECPNL = 55.76 - 10 log
ECPNL = 72.76 dB(A)

T
t0
7200

1

Menentukan jumlah kedatangan dan keberangkatan pesawat dalam 24 jam:
N = N2 + 3 N3 – 10 N1 + N4
N = 10 + 0 – 10 0 +0
N = 10

Menentukan nilai Weighted Equivalent continuous Perceived Noise Level
(WECPNL):
WECPNL = ECPNL + 10 log N - 27
WECPNL = 72.76 + 10 log 10 - 27
WECPNL = 55.76 dB(A)

10