BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lansia 2.1.1. Defenisi Lansia - Kualitas Hidup Lansia Yang Berkunjung ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Daerah Kota Padangsidimpuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia

  2.1.1. Defenisi Lansia

  Undang-undang no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut Usia, menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh yang berakhir dengan kematian ( Nugroho, 2008 ), selain itu lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis pada tubuh pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam dkk, 2008).

  2.1.2. Klasifikasi Lansia

  Batasan Lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60-74 tahun dan usia lanjut tua (Old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun ( Nugroho, 2008 ). Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun ( prasenilis ), seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih ( lansia ), seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih ( lansia resiko tinggi ), lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan / atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa (lansia Potensial ), lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain atau lansia tidak potensial ( Maryam dkk, 2008 ).

2.1.3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

  Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, mental, psikologi (Nugroho, 2008).

2.1.3.1. Perubahan- perubahan fisik

  a. Sel Sel menjadi berkurang jumlahnya/lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi, beratnya berkurang hingga 5-10% (Nugroho, 2008).

  b. Sistem Persyarafan Sistem panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress.

  Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek (Nugroho, 2008).

  c. Sistem Pendengaran Gangguan pendengaran, membran timpani menjadi artropi menyebabkan otosklerosis, terjadi pengumpalan serumen, fungsi pendengaran semakin menurun, tinnitus, vertigo (Nugroho, 2008). d. Sistem Penglihatan Spingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang, kornea lebih berbentuk speris (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap, penurunan / hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapang pandang menurun, daya membedakan warna menurun (Nugroho, 2008).

  e. Sistem Kardiovaskuler Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, curah jantung menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan pendarahan, tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat (Nugroho, 2008).

  f. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Yang sering ditemui antara lain temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis lebih kurang ± 35ºC ini akibat metabolism yang menurun,keterbatasan reflex menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak seningga terjadi penurunan aktivitas otot (Nugroho, 2008).

  g. Sistem Pernapasan Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas, ukuran alveoli melebar, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan untuk batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis (Nugroho, 2008).

  h. Sistem pencernaan Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendi yang kronis, atropi indra pengecap (+80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, rasa lapar menurun, peristaltik lemah, fungsi absorbsi melemah, hati semangkin mengecil dan tempat menurun, aliran darah berkurang (Nugroho, 2008). i..Sistem reproduksi

  Pada wanita terjadi penciutan ovary, uterus, payudara, vulva mengalami atropi, selput lender vagina menurun sedangkan pada pria testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur (Nugroho, 2008). j. Sistem genitourinaria

  Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,penyaringan di glomerulus menurun,dan fungsi tubulusmenurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun (Nugroho, 2008). k. Sistem integument

  Kulit mengerut atau keriput,permukaan kulit cendrung kusam, kasar dan bersisik, timbul bercak pigmentasi, terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, respon terhadap trauma menurun, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho, 2008). l. Sistem musculoskeletal

  Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus, gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas,gangguan gaya berjalan, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis (Nugroho, 2008).

2.1.3.2. Perubahan Mental

  Pada Lansia perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu, mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah Perubahan fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan.

  Perubahan kepribadian yang drastic, keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin karena faktor lain, misalnya penyakit.

2.1.3.3. Perubahan Psikososial

  Perubahan psikososial pada Lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan ( Maryam dkk, 2008 ). Sedangkan menurut Nugroho (2008). Pada Lansia sering diukur memalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, bila mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami kehilangan financial, status, teman, pekerjaan.

2.2. Kualitas Hidup

2.2.1. Defenisi Kualitas Hidup

  Menurut unit penelitian kualitas hidup universitas toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

  Hays (1992) menyatakan bahwa kualitas hidup dapat disimpulkan dua bagian yaitu pertama kesehatan fisik terdiri dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh, dan persepsi kesehatan secara umum, kedua kesehatan mental terdiri dari vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran emosional dan kondisi mental.

  Kualitas Hidup berarti hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupan yang berkualitas tinggi (Ventegodt, Merriek, Andersen, 2003). Hal ini digambarkan pada kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan, fungsi dalam konteks sosial, dan lain-lain.

  Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

2.2.2. Komponen Kualitas Hidup

  Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat diklasifikasikan kedalam beberapa komponen yaitu : University of Toronto (2004), Beberapa literatur menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan), dan harapan(prestasi dan aspirasi individu).

  a.

  Internal individu Internal individu dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal higienis, nutrisi, olohraga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi dan kepercayaan spiritual. b.

  Kepemilikan Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, secara sosial terdiri dari tetangga/lingkungan dan masyarakat, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.

  c.

  Harapan Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu rumah tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarela dan pencapaian kebutuhan atau sosial. Secara pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi stress.

  Sedangkan World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) membagi kualitas hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, lingkungan, spiritual, agama atau kepercayaan seseorang (WHO, 1998).

1. Domain I – fisik

  WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu: a. Nyeri dan ketidaknyamanan

  Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan meliputi kekakuan, sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan penyakit gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 1998).

  b.

  Tenaga dan lelah Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi.

  Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal seperti sakit, depresi atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 1998).

  c.

  Tidur dan istirahat Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO, 1998).

  Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan Physical being sebagai aspek dari kesehatan fisik, kebersihan diri, nutrisi, olahraga, perawatan, berpakaian dan penampilan fisik (Universitas Toronto, 2004).

2. Domain II – Psikologis

  WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu: a. Perasaan positif

  Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu dan perasaan pada masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998).

  b.

  Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran, pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan gagasan (WHO, 1998).

  c.

  Harga diri Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri.

  Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 1998).

  d.

  Gambaran diri dan penampilan Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan sebagainya (WHO, 1998). e.Perasaan negatif

  Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi keseharian individu (WHO, 1998).

  Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan Psychological being sebagai aspek dari kesehatan psikologis dan penyesuaian seseorang, pengertian, perasaan dan perhatian pada evaluasi diri dan kontrol diri (Universitas Toronto, 2004).

3. Domain III – Tingkat kebebasan

  WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian, yaitu: a. Pergerakan

  Aspek ini menguji pandangan individu terhadap kemampuannya untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di sekitar rumah, bergerak di sekitar tempat kerja (WHO, 1998).

  b.

  Aktivitas hidup sehari-hari Aspek ini mengeksplor kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini termasuk perawatan diri dan perhatian yang tepat pada kepemilikan. Tingkatan dimana individu tergantung pada yang lain untuk membantunya dalam aktivitas kesehariannya juga berakibat pada kualitas hidupnya (WHO, 1998).

  c.

  Ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan Aspek ini menguji ketergantungan individu pada medis atau pengobatan alternatif (seperti akupuntur dan obat herba) untuk mendukung fisik dan kesejahteraan psikologisnya. Pengobatan pada beberapa kasus dapat berakibat negatif pada kualitas hidup individu (seperti efek samping dari kemoterapi) di saat yang sama pada kasus lain menambah kualitas hidup individu (seperti pasien kanker yang menggunakan pembunuh nyeri) (WHO, 1998).

  d.

  Kapasitas pekerjaan Aspek ini menguji penggunaan energi individu untuk bekerja. Bekerja didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana individu disibukkan. Aktivitas besar termasuk pekerjaan dengan upah, pekerjaan tanpa upah, pekerjaan sukarela untuk masyarakat, belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan tugas rumah tangga (WHO, 1998).

4. Domain IV – Hubungan sosial

  WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu: a. Hubungan perorangan

  Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang dicintai. (WHO, 1998).

  b.

  Dukungan sosial Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit (WHO, 1998).

  c.

  Aktivitas seksual Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat (WHO, 1998).

  Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan Social belonging sebagai hubungan dengan lingkungan sosial dan termasuk perasaan dari penerimaan yang dekat, keluarga, teman, rekan kerja, dan tetangga serta masyarakat (Universitas Toronto, 2004).

5. Domain V – Lingkungan

  WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu: a. Keamanan fisik dan keamanan Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.

  Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan individu (WHO, 1998).

  b.

  Lingkungan rumah Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal

  (tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 1998). c.

  Sumber penghasilan Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan

  (dan sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998).

  d.

  Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan (WHO, 1998).

  e.

  Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru dan peka pada apa yang terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).

  Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan

  Growth becoming sebagai kegiatan perbaikan atau pemeliharaan pengetahuan dan keterampilan (Universitas Toronto, 2004).

  f.

  Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 1998).

  Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan

  

Leisure becoming sebagai aktivitas yang menimbulkan relaksasi dan penurunan

  stress. Disini termasuk permainan kartu, pembicaraan dengan tetangga, dan kunjungan keluarga, atau aktivitas dengan durasi yang lama seperti liburan (Universitas Toronto, 2004).

  g.

  Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim) Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 1998).

  h.

  Transportasi Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 1998).

6. Domain VI – Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang

  Aspek ini menguji kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya pada kualitas hidup. Hal ini bisa membantu individu untuk mengkoping kesulitan hidupnya, memberi kekuatan pada pengalaman, aspek ini ditujukan pada individu dengan perbedaan agama (Buddha, Kristen, Hindu, dan Islam), sebaik individu dengan kepercayaan individu dan kepercayaan spiritual yang tidak sesuai dengan orientasi agama (WHO, 1998)

  Sedangkan Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto mengidentifikasikan Spiritual being sebagai refleksi nilai diri, standar diri dari tingkah laku, dan kepercayaan spiritual dimana terhubung atau tidak dengan pengaturan kepercayaan (Universitas Toronto, 2004).

2.3. Posyandu Lansia

  2.3.1. Defenisi Posyandu Lansia

  Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

  Usia lanjut atau lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, Yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya (Depkes RI, 2005).

  2.3.2. Tujuan

  Menurut Ismawati (2010) Tujuan pembentukan posyandu lansia ini adalah:

1. Tujuan Umum : a.

  Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut di masyarakat,untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi keluarga.

  b.

  Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lanjut.

  2. Tujuan Khusus Pembentukan posyandu adalah meningkatkan kesadaran pada lansia, membina kesehatan dirinya sendiri, meningkatkan mutu kesehatan lansia.

  2.3.3. Sasaran

  Sasaran posyandu lansia, terbagi 2 yaitu (1). Sasaran langsung, yang meliputi pralanjut usia ( 45 – 59 tahun), usia lanjut (60 tahun keatas), usia lanjut resiko tinggi (70 tahun keatas), (2). Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada, masyarakat dilingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadapa pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehat usia lanjut, petugas lain yang menangani kelompok usia lanjut dan masyarakat luas (Ismawati, 2010).

  2.3.4. Pelayanan kesehatan di posyandu lansia

  Pelayanan kesehatan di posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional.Kartu Menuju Sehat ( KMS ),lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) lansia atau catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan dipuskesmas.

  Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia di posyandu adalah sebagai berikut: Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari

  

(Activity of daily living ), Pemeriksaan status mental, Pemeriksaan status gizi

  melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh (IMT), pengukuran pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan steteskop serta perhitungan denyut nadi, pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat, Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus), pemeriksaan adanya zat putih telur (protein)dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal, rujukan ke puskesmas bilamana ada keluarga dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 sampai 7, penyuluhan bias dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan, pemberikan makanan tambahan (PMT), kegiatan olahraga seperti senam lansia, gerak jalan, program kunjungan lansia ini minimal dapat dilakukan 1 (satu) bulan sekali atau sesuai dengan program pelayanan kesehatan puskesmas setempat (Ismawati, 2010).

2.3.5. Mekanisme pelayanan posyandu lansia

  Mekanisme pelayanan posyandu lansia tentu saja berbeda dengan posyandu balita pada umumnya mekanisme pelayanan ini tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah penyelenggara ada yang menyelenggarakan posyandu lansia ini dengan system 5 meja seperti posyandu balita, ada pula yang hanya 3 meja yaitu : 1.

  Meja pertama : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan

2. Meja kedua : melakukan berat badan, tinggi badan dan index massa tubuh

  (IMT) ; juga pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus

  3. Meja ketiga : melakukan kegiatan konseling atau penyuluhan, dapat juga dilakukan pelayanan pojok gizi (Ismawati, 2010)

2.3.6. Peran serta lansia

  Para lansia diharapkan dapat bersama-sama mewujudkan kesehatan dengan cara: berperan akti dalam kegiatan penyuluhan, olah raga secara teratur sesuai kemampuan, mejalani pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjalani pengobatan, meningkatkan upaya kemandirian dan pemenuhan kebutuhan pribadi ( Ismawati, 2010).

Dokumen yang terkait

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

4 86 100

Kualitas Hidup Lansia Yang Berkunjung ke Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Daerah Kota Padangsidimpuan

2 32 89

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar Tahun 2011

2 63 102

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tembung Tahun 2010

2 40 123

Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Lansia Di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011

6 52 123

Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Defenisi lansia - Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Gambaran Aktivitas Hidup Sehari-hari dan Gangguan Penglihatan Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Lansia 1.1 Pengertian Lanjut Usia - Pelaksanaan Program Posyandu Lansia Dan Tingkat Kepuasan Lansia Pengguna Posyandu Di Puskesmas Buntu Raja Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten Dairi

0 0 17