Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar Tahun 2011

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARSOBURAN

KECAMATAN SIANTAR MARIHAT PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

071000126

MARGARET ELISABETH MANIK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2011


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PARSOBURAN

KECAMATAN SIANTAR MARIHAT PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 071000126

MARGARET ELISABETH MANIK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

(4)

ABSTRAK

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%. Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi terkait dengan beberapa faktor yaitu pendidikan, riwayat keluarga, dan aktivitas fisik.

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 dilakukan penelitian survei analitik melalui pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia pada Agustus 2011 yang berjumlah 105 orang (total sampling). Analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh point prevalence rate hipertensi 30,50%, proporsi responden hipertensi tertinggi pada kelompok umur ≥60 tahun (31,70%), jenis kelamin perempuan (31,60%), pendidikan SD (54,50%), pensiunan/ tidak bekerja (33,30%), ada riwayat keluarga (70,60%), obesitas (34,40%), aktivitas fisik tidak cukup (47,60%), dan merokok (32,40%). Hasil analisis bivariat terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan hipertensi lansia yaitu pendidikan (p=0,016), riwayat keluarga (p=0,000; RP=3,106), dan aktivitas fisik (p=0,002; RP=2,500).

Kepada petugas posyandu lansia agar terus menggalakkan kegiatan senam lansia setiap minggunya sehingga risiko terjadinya hipertensi pada lansia dapat dihindari, dan agar lebih memberdayakan kader posyandu guna penyuluhan yang lebih baik kepada lansia tentang faktor-faktor risiko hipertensi.


(5)

ABSTRACT

Nowadays, hypertension is still become the health problem because it is always found as The Silent Killer disease (oftenly found without any symptom). The result of the Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas) Balitbangkes in 2007 shown that the prevalence rate of hypertension reached 31,70% nation-wide. According to the research by Yulia in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Sering (2011), as put it, by using the design of the cross sectional research, the proportion of the elderly hypertension was 35,58%. Hypertension was the number three cause of the mortality after stroke and tuberculosis, with PMR (Proportional Mortality Rate) to 6,70% of the population mortality of all agings in Indonesia. Hypertension associated with several factors, i.e. education, history of family, and physical activities.

To determine factors associated with elderly hypertension in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Parsoburan in 2011 conducted an analytic survey research by using cross sectional approach. Population is all elderly who visit three Elderly Integrated Service in August 2011, amounting to 105 people (total sampling). Data analysis performed by univariate and bivariate.

Based on the results of the research shown that point prevalence rate of hypertension was 30,50%, the highest proportion of hypertension of the respondents at the category ages of ≥60 years old (31,70%), female gender (31,60%), education SD (54,50%), retired/ unemployed (33,30%), family history (70,60%), obesity (34,40%), inadequate physical activity (47,60%), and smoking (32,40%). The results of bivariate analysis shown that 3 variables had a significant association with the elderly hypertension, i.e. education (p=0,016), history of family (p=0,000; RP=3,106), and physical activities (p=0,002; RP=2,500).

The officials of the Elderly Integrated Service Post would have to carry out an adequate physical activities once a week so that the risk of elderly hypertension could be avoided, and to enhance the capacity of the Integrated Service Post cadres for better health promotion about the risks factor of hypertension.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Margaret Elisabeth Manik Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 13 Juni 1989

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 2 dari 3 Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting Gg. Sarmin No. 71 Medan 20155 Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Kristen Kalam Kudus P. Siantar 1995

2. SMP Swasta Kristen Kalam Kudus P. Siantar 2001 3. SMA Negeri 3 P. Siantar 2004

4. FKM USU Medan 2007

Riwayat Organisasi : 1. Pengurus POMK FKM USU 2010 2. Pengurus UKM KMK USU 2011


(7)

KATA PENGANTAR

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku.” Puji syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan kekuatan yang

daripadaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar Tahun 2011. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan FKM USU. 2. Ibu dr. Rusmalawaty selaku dosen pembimbing akademik.

3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak drs. Jemadi, M.Kes. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu drh. Hiswani, M.Kes. dan Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi ini.


(8)

7. Kepala Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat dan penanggungjawab posyandu lansia yang telah memberikan izin penelitian.

8. Keluarga tersayang, Papa dan Mama, Kak Mega, Bang Agus, Marissa, Helena, Uda dan semua keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat. 9. Teman-teman di pengurus UKM KMK USU (Bang Candra, Meylona, Rani, Trya,

dan Sandy), adik-adik kelompok (Sailent, Siti, Putri, Vebri, Novtalin, Stephanie, dan Windy), teman-teman KTB (Kak Decy, Lia, Melda, Berlina, dan Kak Eriama), teman-teman satu kost (Agustini, Lia, Rani, dan Rotua), yang telah memberikan dukungan doa dan semangat.

10. Teman-teman Epidemiologers yang telah membantu penulis di kala menghadapi kesulitan dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pengertian Tekanan Darah dan Hipertensi ... 6

2.1.1. Pengertian Tekanan Darah ... 6

2.1.2. Pengertian Hipertensi ... 8

2.2. Lanjut Usia ... 10

2.2.1. Pengertian Lansia ... 10

2.2.2. Kesehatan Lansia ... 10

2.3. Posyandu Lansia ... 11

2.4. Patofisiologi Hipertensi ... 12

2.5. Klasifikasi Hipertensi ... 13

2.6. Gejala Hipertensi ... 15

2.7. Komplikasi Hipertensi ... 15

2.8. Epidemiologi Hipertensi ... 17

2.8.1. Distribusi Penderita Hipertensi... 17

2.8.2. Determinan Penderita Hipertensi... 19

2.9. Pencegahan Hipertensi ... 25

2.9.1. Pencegahan Primordial ... 25

2.9.2. Pencegahan Primer ... 25

2.9.3. Pencegahan Sekunder ... 28

2.9.4. Pencegahan Tersier ... 30

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 32

3.1. Kerangka Konsep ... 32

3.2. Definisi Operasional ... 32


(10)

4.1. Jenis Penelitian ... 36

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

4.2.2. Waktu Penelitian ... 36

4.3. Populasi dan Sampel ... 36

4.3.1. Populasi ... 36

4.3.2. Sampel ... 37

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

4.4.1. Data Primer ... 37

4.4.2. Data Sekunder ... 37

4.5. Instrumen Penelitian ... 37

4.6. Teknik Analisis Data ... 38

4.6.1. Analisis Univariat ... 38

4.6.2. Analisis Bivariat ... 38

4.7. Penyajian Data ... 39

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 40

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

5.2. Analisis Univariat ... 42

5.2.1. Status Hipertensi ... 42

5.2.2. Karakteristik Lansia... 42

5.2.3. Riwayat Keluarga ... 44

5.2.4. Status Gizi ... 45

5.2.5. Aktivitas Fisik ... 45

5.2.6. Kebiasaan Merokok ... 46

5.3. Analisis Bivariat ... 46

5.3.1. Umur dengan Hipertensi ... 47

5.3.2. Jenis Kelamin dengan Hipertensi ... 47

5.3.3. Pendidikan dengan Hipertensi ... 48

5.3.4. Pekerjaan dengan Hipertensi ... 49

5.3.5. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi ... 49

5.3.6. Status Gizi dengan Hipertensi ... 50

5.3.7. Aktivitas Fisik dengan Hipertensi ... 51

5.3.8. Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi ... 51

BAB 6 PEMBAHASAN ... 53

6.1. Prevalence Rate Hipertensi Lansia ... 53

6.2. Analisis Bivariat ... 54

6.2.1. Umur dengan Hipertensi ... 54

6.2.2. Jenis Kelamin dengan Hipertensi ... 55

6.2.3. Pendidikan dengan Hipertensi ... 56

6.2.4. Pekerjaan dengan Hipertensi ... 57

6.2.5. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi ... 58

6.2.6. Status Gizi dengan Hipertensi ... 59


(11)

6.2.8. Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi ... 62

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

7.1. Kesimpulan ... 64

7.2. Saran... ... 65 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1. Kuesioner

2. Formulir Pengukuran TD, TB, dan BB Lansia 3. Master Data

4. Output Data

5. Surat Izin Penelitian 6. Surat Selesai Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 42 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Posyandu

Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 43 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 44 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Gizi di Posyandu

Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik di Posyandu

Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 46 Tabel 5.7. Hubungan Umur ≥60 Tahun dan <60 Tahun dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011... ... 47 Tabel 5.8. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 48 Tabel 5.9. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 48 Tabel 5.10. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 49 Tabel 5.11. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 50


(13)

Tabel 5.12. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 50 Tabel 5.13. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 51 Tabel 5.14. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 53 Gambar 6.2. Hubungan Umur ≥60 Tahun dan <60 Tahun dengan Kejadian Hipertensi

pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011... ... 54 Gambar 6.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 55 Gambar 6.4. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 56 Gambar 6.5. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 57 Gambar 6.6. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 58 Gambar 6.7. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 59 Gambar 6.8. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di

Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 61 Gambar 6.9. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 ... 62


(15)

ABSTRAK

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%. Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi terkait dengan beberapa faktor yaitu pendidikan, riwayat keluarga, dan aktivitas fisik.

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 dilakukan penelitian survei analitik melalui pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia pada Agustus 2011 yang berjumlah 105 orang (total sampling). Analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh point prevalence rate hipertensi 30,50%, proporsi responden hipertensi tertinggi pada kelompok umur ≥60 tahun (31,70%), jenis kelamin perempuan (31,60%), pendidikan SD (54,50%), pensiunan/ tidak bekerja (33,30%), ada riwayat keluarga (70,60%), obesitas (34,40%), aktivitas fisik tidak cukup (47,60%), dan merokok (32,40%). Hasil analisis bivariat terdapat 3 variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan hipertensi lansia yaitu pendidikan (p=0,016), riwayat keluarga (p=0,000; RP=3,106), dan aktivitas fisik (p=0,002; RP=2,500).

Kepada petugas posyandu lansia agar terus menggalakkan kegiatan senam lansia setiap minggunya sehingga risiko terjadinya hipertensi pada lansia dapat dihindari, dan agar lebih memberdayakan kader posyandu guna penyuluhan yang lebih baik kepada lansia tentang faktor-faktor risiko hipertensi.


(16)

ABSTRACT

Nowadays, hypertension is still become the health problem because it is always found as The Silent Killer disease (oftenly found without any symptom). The result of the Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas) Balitbangkes in 2007 shown that the prevalence rate of hypertension reached 31,70% nation-wide. According to the research by Yulia in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Sering (2011), as put it, by using the design of the cross sectional research, the proportion of the elderly hypertension was 35,58%. Hypertension was the number three cause of the mortality after stroke and tuberculosis, with PMR (Proportional Mortality Rate) to 6,70% of the population mortality of all agings in Indonesia. Hypertension associated with several factors, i.e. education, history of family, and physical activities.

To determine factors associated with elderly hypertension in Elderly Integrated Service Post at the Work Area of Public Health Center Parsoburan in 2011 conducted an analytic survey research by using cross sectional approach. Population is all elderly who visit three Elderly Integrated Service in August 2011, amounting to 105 people (total sampling). Data analysis performed by univariate and bivariate.

Based on the results of the research shown that point prevalence rate of hypertension was 30,50%, the highest proportion of hypertension of the respondents at the category ages of ≥60 years old (31,70%), female gender (31,60%), education SD (54,50%), retired/ unemployed (33,30%), family history (70,60%), obesity (34,40%), inadequate physical activity (47,60%), and smoking (32,40%). The results of bivariate analysis shown that 3 variables had a significant association with the elderly hypertension, i.e. education (p=0,016), history of family (p=0,000; RP=3,106), and physical activities (p=0,002; RP=2,500).

The officials of the Elderly Integrated Service Post would have to carry out an adequate physical activities once a week so that the risk of elderly hypertension could be avoided, and to enhance the capacity of the Integrated Service Post cadres for better health promotion about the risks factor of hypertension.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu dengan adanya transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan kematian yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Kecenderungan perubahan ini juga telah terjadi di negara Indonesia sehingga menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan.

Salah satu ciri kependudukan abad ke-21 antara lain adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk lanjut usia yang sangat cepat. Jumlah penduduk lansia (≥65 tahun) akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025 yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau sekitar 9,70% dari total seluruh penduduk dunia.

1

2

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2011), jumlah penduduk yang berusia ≥45 tahun ada 45.123.871 jiwa (21,14%).

Gejala menuanya struktur penduduk (aging population) juga terjadi di Indonesia, karena kini berada dalam tahapan transisi domografi, epidemiologi, ekonomi, dan sosial budaya sebagai akibat keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini memberi dampak pada semakin meningkatnya umur harapan hidup. Peningkatan umur harapan hidup ini terutama disebabkan oleh menurunnya angka kematian bayi dan anak, menurunnya insidensi penyakit dengan tersedianya obat antibiotika yang


(18)

cukup, ditingkatkannya teknologi persalinan, meningkatnya teknologi diagnostik, dan terapi. Di samping itu, pengetahuan tentang teknologi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit semakin meningkat, misalnya dalam hal gizi, imunisasi, cara menghindari faktor risiko penyakit, dan ditemukannya teknologi untuk menurunkan angka kelahiran.

Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan selama ini membawa pula akibat semakin banyaknya penduduk berusia lanjut. Dampak meningkatnya jumlah lansia ini dapat dilihat pada pola penyakit yang semakin bergeser ke arah penyakit-penyakit degeneratif di samping masih adanya penyakit-penyakit infeksi. Kemunduran fungsi organ pada lansia menyebabkan kelompok ini rawan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti diabetes melitus, stroke, gagal ginjal, dan hipertensi.

2

Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The

Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala).

4

5

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%.6 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 khusus penyakit tidak menular, prevalensi hipertensi di Provinsi Sumatera Utara ada di urutan keempat yaitu sebesar 5,80% setelah sakit persendian, jantung, dan gangguan mental emosional. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kabupaten Nias Selatan 9,60% dan terendah di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 2,40%.

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia.

7

5


(19)

sejalan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut.8 Prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun.9 Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering (2011) dengan menggunakan desain penelitian cross

sectional, ditemukan prevalence rate hipertensi lansia sebesar 35,58%.

Di Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Kota Pematangsiantar, hipertensi ada di urutan kedua dari sepuluh penyakit terbesar pada tahun 2010. Jumlah kunjungannya yaitu sebesar 1.362 kunjungan (18,50%). Proporsi penderita hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Parsoburan selama tahun 2010 adalah 12,03% (61 orang dari 507 orang).

10

Berdasarkan laporan bulanan posyandu lansia bulan April 2011 diketahui bahwa ada 122 lansia yang berkunjung ke posyandu lansia (51 orang dari Posyandu Lansia Fatmos HKBP, 21 orang dari Posyandu Lansia Senja Bahagia, dan 50 orang dari Posyandu Lansia Senja Tertawa). Proporsi penderita hipertensi pada lansia yang berkunjung ke posyandu lansia selama bulan April 2011 adalah 26,23% (32 orang dari 122 orang).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.


(20)

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Prevalence Rate (PR) hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011

b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor intrinsik (umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) dengan kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011

c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor ekstrinsik (pendidikan, pekerjaan, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok) dengan kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011

d. Untuk mengetahui Ratio Prevalence (RP) umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011.

1.4. Manfaat

a. Masukan bagi Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar dalam program penanggulangan hipertensi


(21)

b. Masukan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan dan dapat dijadikan referensi

c. Bagi penulis adalah sebagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Tekanan Darah dan Hipertensi 2.1.1. Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat aliran yang keluar dari keran (jantung) makin besar tekanan dari air terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada atherosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat.

Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut: 11

1. Banyaknya darah yang dialirkan

12

2. Banyaknya darah yang ada di perifer 3. Elastisitas pembuluh darah

4. Kepekatan darah (viskositas) 5. Tekanan darah di perifer.

Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi, maka disebut sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Sesuai dengan kebiasaan yang dikerjakan di praktek klinik dan laboratorium, maka tekanan darah diukur dengan manometer air raksa dalam satuan milimeter air


(23)

raksa atau mmHg.13 Pengukuran tekanan darah menggunakan alat yang disebut sfignomanometer. Manset dari sfignomanometer diletakkan di atas arteri brakialis. Stetoskop juga digunakan untuk mendengar denyut. Tekanan dinaikkan hingga tidak terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan manset melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Kemudian, secara perlahan-lahan tekanan manset dikurangi sehingga terdengar bunyi “dup” pertama (Korotkoff I). Denyut pertama ini menggambarkan tekanan darah sistolik dan pada saat ini pembuluh darah yang sebelumnya tidak teraliri darah mulai mengalirkan darah kembali. Denyutan terdengar disebabkan penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran laminar/ turbulen dari darah yang perlahan memasuki pembuluh darah. Ketika tekanan manset terus diturunkan secara perlahan, bunyi denyut juga akan terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut terakhir menggambarkan tekanan darah diastolik (Korotkoff V). Bunyi denyut akhirnya menghilang karena tekanan manset telah turun di bawah tekanan pembuluh darah sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.14

Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik yang berkisar antara 95 sampai dengan 140 mmHg, dan tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia. Di lain pihak tekanan diastolik berkisar antara 60 sampai dengan 90 mmHg. Walaupun demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg untuk


(24)

tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan tersebut merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara terus-menerus tiada henti-hentinya.

Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok.

13

2.1.2. Pengertian Hipertensi

13

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan.11

Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-hari.15 Menurut Joint National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003, hipertensi adalah tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah tinggi sampai maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/ esensial (hampir 90% dari semua kasus)


(25)

atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki.16

Peningkatan tekanan darah memberikan gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung). Hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi, dengan target organ di otak yang berupa stroke.

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

17

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

18

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena atherosklerosis.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.


(26)

Batasan hipertensi sulit untuk dirumuskan, biasanya secara arbitrary. Karena bentuk kurva seperti bel dan kontinyu, maka tidak ada batas jelas antara normotensi dan hipertensi. Batasan (definisi) hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional.

Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Commitee (JNC) VII:

19

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi

20

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Stadium 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Stadium 2 ≥160 atau ≥100

2.2. Lanjut Usia 2.2.1. Pengertian Lansia

Proses menua adalah proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah, dimulai sejak lahir dan umum dialami pada semua makhluk hidup. Lansia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia (bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, lanjut usia).

Batasan-batasan lansia menurut WHO, meliputi: 21

a. Usia pertengahan (middle age), antara 45 sampai 59 tahun 16

b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun c. Lanjut usia tua (old), antara 75 dan 90 tahun d. Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun. 2.2.2. Kesehatan Lansia

Pada umumnya usia tua penuh dengan berbagai gangguan kesehatan. Hal itu terjadi bukan hanya karena keteledoran orang untuk menjaga kesehatan sejak masa


(27)

muda tetapi masa tua memang ditandai dengan berbagai kemunduran fungsi tubuh. Kemunduran itu bersifat fisiologis dan berjalan secara alamiah. Hingga saat ini belum ada obat atau cara pencegahan penurunan fisiologis pada lansia. Tapi tetap saja mungkin untuk sehat pada lansia. Hal-hal yang bisa dilakukan dan harus senantiasa dilakukan untuk tetap sehat pada lansia adalah menjaga kesehatan dengan baik, mengonsumsi makanan yang bergizi, berolahraga teratur sesuai usia, menjauhkan pikiran dari pengaruh lingkungan yang negatif, dan secara periodik berkonsultasi pada dokter minimal 3 bulan sekali.22

2.3. Posyandu Lansia

Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Posyandu direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama Kepala Desa dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat yang disetujui oleh LKMD dengan syarat mau dan mampu bekerja secara sukarela, dapat membaca dan menulis huruf latin, dan mempunyai cukup waktu untuk bekerja bagi masyarakat.

Posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia di tingkat desa/ kelurahan di masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang


(28)

dilatarbelakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama lansia.

Adapun tujuan umum posyandu lansia adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

24

25

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut:

1. Tahap pertama: pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan pelayanan.

25

2. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

3. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan status mental.

4. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). 5. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling.

2.4. Patofisiologi Hipertensi Pada Lansia

Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plague yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran


(29)

darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dekompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi.

Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut (lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah. Keadaan ini diperberat dengan terjadinya penimbunan lemak di lapisan dalam pembuluh darah. Tekanan darah tinggi pada orang lansia yang sering tampak adalah bagian sistol, atau yang terekam paling atas dari alat pengukur tekanan darah.

17

Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.

22

26

2.5. Klasifikasi Hipertensi

Dikenal berbagai pengelompokan hipertensi: 1. Menurut kausanya

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer), adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.27 Hipertensi esensial merupakan penyakit


(30)

multifaktor yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh faktor gentik ini sangat bervariasi, dilaporkan sekitar 15% pada populasi tertentu sampai dengan 60% pada populasi lainnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan darah antara lain obesitas, stres, peningkatan asupan natrium, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain.28 Pada hipertensi esensial, diastolik meninggi saat berdiri, penurunan menunjukkan hipertensi sekunder.

b. Hipertensi sekunder, adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

29

27

Hipertensi sekunder juga bisa disebabkan oleh penyakit/ keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), dan sindroma Cushing.

2. Menurut gangguan tekanan darah 28

a. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja b. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.

3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah 17

a. Hipertensi ringan b. Hipertensi sedang c. Hipertensi berat.17


(31)

2.6. Gejala Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala.30 Namun demikian, secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.

27

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, dan pandangan menjadi kabur.

27

27

2.7. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut, yaitu:

a.. Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan


(32)

meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

b. Otak 5

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke.5 Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang persisten. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang di antara sel-sel otak. Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya dapat menjadi lebih serius.

c. Ginjal

31

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.5


(33)

d. Mata

Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata, sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang sensitif terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vaskular retina. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal penyakit jantung.31

2.8. Epidemiologi Hipertensi

2.8.1. Distribusi Penderita Hipertensi

a. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Orang

Tekanan darah tinggi lumrah bagi pasien yang sudah berusia lanjut (lansia). Ini karena terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah bagian dalam. Hal ini karena sebelumnya terjadi pengendapan lemak di dinding pembuluh darah.22 Berdasarkan hasil Riskesdas Balitbangkes tahun 2007, hipertensi tampak meningkat sesuai peningkatan umur responden. Prevalensi hipertensi pada responden yang berumur 45-54 tahun (42,40%), 55-64 tahun (53,70%), 65-74 tahun (63,50%), dan >75 tahun (67,30%).32

Pada populasi umum kejadian tekanan darah tinggi tidak terdistribusi secara merata. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria.17 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, prevalensi hipertensi (pada kelompok umur >18 tahun) pada pria (31,30%) dan pada wanita (31,90%).32


(34)

Tekanan darah tinggi sangat sering terjadi pada orang berkulit hitam, yaitu 3 kali lebih sering dibandingkan orang berkulit putih. Perbedaan ini timbul akibat perbedaan genetik kedua populasi tersebut. Hipertensi pada orang keturunan Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang diperkirakan berkaitan dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam memiliki kadar renin yang lebih rendah.31

Berdasarkan hasil penelitian Yulia (2010) yang dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Sering Medan Tembung, diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada kelompok lansia yang bekerja (31,58%) dan pada kelompok yang tidak bekerja (37,88%). Berdasarkan hasil penelitian yang sama, diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada kelompok lansia yang memiliki kebiasaan merokok (70,97%) dan pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok (20,55%).

b. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat

10

Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stres, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi.9 Tetapi hal ini sedikit berbeda dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di perkotaan (30,80%) dan di pedesaan (32,20%).32 Berdasarkan hasil penelitian


(35)

Yulia (2010), didapatkan bahwa prevalensi hipertensi di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Sering Medan Tembung tahun 2010 adalah 35,58%.

c. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu

10

Di Indonesia berdasarkan hasil survei INA-MONICA (Multinational

Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease) tahun 1988

angka hipertensi mencapai 14,90%, jumlah penderita hipertensi terus meningkat hingga 16,90% pada survei 5 tahun kemudian.34 Di Jawa Tengah, berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas, proporsi kasus hipertensi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dibandingkan dengan jumlah kasus penyakit tidak menular secara keseluruhan, pada tahun 2004 proporsi kasus hipertensi sebesar 17,34%, meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 39,47%.

2.8.2. Determinan Penderita Hipertensi 9

Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko hipertensi adalah: 1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi.Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala umur, namun paling sering dijumpai pada orang berumur 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.


(36)

Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada kelompok umur 56-65 tahun jika dibandingkan dengan kelompok umur 25-35 tahun adalah 74,73.

2. Jenis Kelamin 9

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi.9 Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria.16 Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.35 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada wanita jika dibandingkan dengan pria adalah 0,79.

3. Etnis 9

Penelitian klinis yang melibatkan sejumlah besar orang menunjukkan bahwa orang keturunan Afrika atau Afro-Karibia memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang Kaukasia (berkulit putih). Hipertensi pada orang keturunan Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang diperkirakan berkaitan dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam memiliki kadar renin yang lebih rendah.

4. Hereditas 31

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5


(37)

kali lipat.9 Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan besar dalam menentukan tekanan darah.31 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki riwayat keluarga hipertensi jika dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi adalah 6,29.

5. Stres Psikologis 9

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Berdasarkan hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok (2002) dengan menggunakan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang mengalami stres psikologis jika dibandingkan dengan yang tidak stres psikologis adalah 2,99.36


(38)

6. Pola Makan

a. Mengonsumsi garam dan lemak tinggi

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan asin jika dibandingkan dengan yang tidak adalah 4,57.9 Lemak trans (ditemukan pada makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin) dan lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging, dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan dapat menyumbat peredaran darah.31 Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang memiliki kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh jika dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi lemak jenuh adalah 2,01.

b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah 9

Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah.17


(39)

7. Gaya Hidup

a. Olahraga tidak terarur

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang tidak memiliki kebiasaan berolah raga jika dibandingkan dengan yang memiliki kebiasaan berolah raga adalah 2,35.

b. Kebiasaan merokok

9

Selain dari lamanya kebiasaan merokok, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang diisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk


(40)

bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden perokok berat (>20 batang/ hari) jika dibandingkan dengan yang bukan perokok adalah 2,47.

c. Mengonsumsi alkohol

9

Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang sering mengonsumsi alkohol (≥3 kali/ minggu) jika dibandingkan dengan yang jarang mengonsumsi alkohol adalah 4,86.

8. Obesitas 9

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan


(41)

lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang obesitas jika dibandingkan dengan yang tidak adalah 2,04.9

2.9. Pencegahan Hipertensi 2.9.1. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.

2.9.2. Pencegahan Primer

37

Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor risikonya.38


(42)

Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap hipertensi antara lain:

1. Pola Makan yang Baik

a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi

Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan tekanan darah hingga ke tingkat yang membahayakan. Panduan terkini dari British Hypertension

Society menganjurkan asupan natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 gram sehari.

Jumlah tersebut setara dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari. Penting untuk diingat bahwa banyak natrium (sodium) tersembunyi dalam makanan, terutama makanan yang diproses.31 Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan TDS 2-8 mmHg.39 Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.9 Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3 mmHg.

b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah 17

Jenis makanan ini sangat baik untuk melawan penyakit hipertensi. Dengan mengonsumsi sayur dan buah secara teratur dapat menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke, dan penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan mencegah kanker. Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang penting seperti flavonoids, sterol, dan phenol.16 Mengonsumsi


(43)

sayur dan buah dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg.

2. Perubahan Gaya Hidup 17

a. Olahraga teratur

Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan darah.31 Olahraga aerobik maksudnya olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan bersepeda. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit perhari dengan baik dan benar. Salah satu manfaat dari aktivitas fisik yaitu menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal. Contoh dari aktivitas fisik yang dapat menjaga kestabilan tekanan darah misalnya turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju rumah, atau membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam sehari ditambah 10 menit bersepeda, dan lain-lain.39 Melakukan olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari pada penderita hipertensi.17 Di usia tua, fungsi jantung dan pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan kekuatannya. Tetapi jika berolahraga secara teratur, maka sistem kardiovaskular akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara.40


(44)

b. Menghentikan rokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah meningkat. Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.

c. Membatasi konsumsi alkohol

38

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedang sebagai bagian dari pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan. Namun demikian, minum alkohol secara berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah. Pesta minuman keras (binge drinking) sangat berbahaya bagi kesehatan karena alkohol berkaitan dengan stroke. Wanita sebaiknya membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14 unit per minggu dan laki-laki tidak melebihi 21 unit perminggu.31 Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg.

3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan

40

Di antara semua faktor risiko yang dapat dikendalikan, berat badan adalah salah satu yang paling erat kaitannya dengan hipertensi. Dibandingkan dengan yang kurus, orang yang gemuk lebih besar peluangnya mengalami hipertensi. Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui perubahan pola makan dan olahraga secara teratur.38 Menurunkan berat badan bisa menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.

2.9.3. Pencegahan Sekunder 40

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah pernah terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan ini ditujukan untuk mengobati


(45)

para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit, yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Dalam pencegahan ini dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan juga kepatuhan berobat bagi orang yang sudah pernah menderita hipertensi.

a. Diagnosis Hipertensi

38

Data yang diperlukan untuk diagnosis diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor bisa mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat, dan tempat pengukuran. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya, apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktivitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.

b. Penatalaksanaan Hipertensi

9

(i). Penatalaksanaan Nonfarmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Pada pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan


(46)

nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi.

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: 9

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan atherosklerosis 9

2. Olahraga dan aktivitas fisik 3. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam b. Diet rendah lemak jenuh

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan susu rendah lemak 4. Menghilangkan stres.

(ii). Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer adalah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain. Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih.

2.9.4. Pencegahan Tersier 9

Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau kematian. Upaya yang dilakukan pada pencegahan tersier ini yaitu menurunkan tekanan darah sampai batas yang aman dan mengobati penyakit yang


(47)

dapat memperberat hipertensi.38 Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan follow up penderita hipertensi yang mendapat terapi dan rehabilitasi. Follow up ditujukan untuk menentukan kemungkinan dilakukannya pengurangan atau penambahan dosis obat.33


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Faktor intrinsik adalah ciri khas yang tidak dapat diubah dan melekat di dalam pribadi individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. 3.2.2. Faktor ekstrinsik adalah ciri khas yang dapat diubah dan melekat di dalam pribadi individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas

Kejadian Hipertensi 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan

5. Riwayat Keluarga 6. Status Gizi

7. Aktivitas Fisik 8. Kebiasaan Merokok


(49)

Parsoburan tahun 2011 yang terdiri atas pendidikan, pekerjaan, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok.

3.2.3. Tekanan darah diperiksa melalui manset di sekitar lengan, khususnya lengan bagian atas. Selain itu juga digunakan alat bantu dengar seperti stetoskop. Tekanan darah dikelompokkan atas:

1. TDS ≥140 mmHg dengan TDD ≥90 mmHg atau TDS ≥140 mmHg dengan TDD <90 mmHg (Hipertensi Sistolodiastolik atau Hipertensi Sistolik Terisolasi)

2. TDS <140 mmHg dan TDD <90 mmHg (Bukan Hipertensi).

3.2.4. Umur adalah usia individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan menurut WHO:

1. Usia pertengahan, antara 45-59 tahun 2. Lanjut usia, antara 60-74 tahun 3. Lanjut usia tua, antara 75-90 tahun.

Untuk tabulasi silang, variabel umur dikategorikan menjadi: 1. Umur ≥60 tahun

2. Umur <60 tahun.

3.2.5. Jenis kelamin adalah jenis kelamin individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan.

3.2.6. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Tidak tamat SD/ tidak sekolah 2. SD

3. SLTP 4. SLTA


(50)

3.2.7. Pekerjaan adalah pekerjaan individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Pensiunan/ tidak bekerja 2. Bekerja.

3.2.8. Riwayat keluarga adalah riwayat penyakit hipertensi pada orang tua individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Ada 2. Tidak ada.

3.2.9. Status gizi adalah keadaan gizi pada individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2

1. Kurus bila IMT ≤18,5 kg/m ), dikategorikan atas:

2. Normal bila IMT 19,0-25,0 kg/m 2 3. Obesitas bila IMT >25,0 kg/m

2 2

.

Untuk melihat Ratio Prevalence, variabel status gizi dibagi atas: 1. Obesitas

2. Bukan obesitas (kurus dan normal).

3.2.10. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori) yang dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit perhari (misalnya berjalan kaki, membersihkan rumah, menyetrika, menyuci pakaian, dan lain-lain) yang dilakukan oleh individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Tidak cukup 2. Cukup.


(51)

3.2.11. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan merokok individu penduduk lansia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011, dikategorikan atas:

1. Ada 2. Tidak ada.


(52)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Observasional Analitik menggunakan Desain Cross

Sectional. Studi Cross Sectional merupakan sebuah studi yang meneliti hubungan

antara penyakit (atau karakteristik lain berkaitan kesehatan) dan variabel-variabel lainnya yang menarik perhatian dan terdapat dalam suatu populasi tertentu pada suatu waktu.42

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di posyandu lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar. Posyandu lansia terdiri dari Posyandu Lansia Fatmos HKBP, Posyandu Lansia Senja Bahagia, dan Posyandu Lansia Senja Tertawa.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan November 2011.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan pada Agustus 2011 yang berjumlah 105 lansia. Adapun jumlah lansia yang tercatat sampai Agustus 2011 di


(53)

Posyandu Lansia Fatmos HKBP sebanyak 31 lansia, Posyandu Lansia Senja Bahagia sebanyak 28 lansia, dan Posyandu Lansia Senja Tertawa sebanyak 46 lansia.

, 4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berkunjung di tiga posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Parsoburan pada Agustus 2011, besar sampel sama dengan besar populasi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lansia dengan metode wawancara langsung yang dilakukan di posyandu lansia dengan menggunakan kuesioner tertutup. Data-data tersebut adalah data karakteristik lansia (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari posyandu lansia berupa hasil pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan lansia pada Agustus 2011.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

1. Kuesioner, yang berisi data karakteristik lansia (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), dan pertanyaan tentang riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok.


(54)

2. Timbangan dan meteran. 3. Tensimeter dan stetoskop.

4.6. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer yaitu program SPSS (Statistical Product and Service Solution) melalui tahapan editing, coding, dan entry data. Jenis analisis yang dilakukan adalah:

4.6.1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.

4.6.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok) dan variabel terikat (hipertensi), dengan menghitung

ratio prevalence (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi,

aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok). Untuk mengetahui kemaknaan dilakukan uji

chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Pengukuran ratio prevalence dilakukan dengan menggunakan rumus: RP = A/(A+B) : C/(C+D)

43

Keterangan:

A/(A+B) = proporsi (prevalens) subjek yang mempunyai faktor risiko yang mengalami hipertensi


(55)

C/(C+D) = proporsi (prevalens) subjek tanpa faktor risiko yang mengalami hipertensi.

4.7. Penyajian Data


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Parsoburan dibangun pada tahun 1963 di atas tanah seluas 2.500 m2 dengan luas bangunan 365 m2

1. Sebelah Utara : Kelurahan Kristen dan Martimbang

yang telah mengalami perbaikan gedung beberapa kali. Luas wilayah kerja 385 Ha yang meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan Suka Maju dan Kelurahan Suka Makmur. Secara geografis Puskesmas Parsoburan terletak di Kecamatan Siantar Marihat, Kelurahan Suka Maju, dengan batas-batas:

2. Sebelah Selatan : Kelurahan Marihat Jaya 3. Sebelah Barat : Kelurahan Nagahuta Timur 3. Sebelah Timur : Kelurahan Suka Makmur.

Puskesmas Parsoburan mempunyai satu buah Puskesmas Pembantu Matio, yang dibangun tahun 1991 dengan luas tanah (halaman) 150 m2, luas bangunan 45 m2, luas wilayah kerja 5 km2

Jumlah penduduk di Kelurahan Suka Makmur sebanyak 3.496 jiwa dan Kelurahan Suka Maju sebanyak 3.550 jiwa.

.

Puskesmas Parsoburan telah melaksanakan 8 program wajib dan 3 program pengembangan yaitu:

1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB 3. Pangan dan Gizi


(57)

5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 6. Pengobatan Umum dan Gigi

7. Laboratorium

8. Pencatatan dan Pelaporan 9. Usaha Kesehatan Sekolah

10. Pembinaan Kelompok Lanjut Usia 11. Pelayanan Kesehatan.

Pembinaan kelompok lanjut usia merupakan program pengembangan yang dilaksanakan melalui kegiatan Posyandu Lansia. Posyandu Lansia yang merupakan kelompok binaan Puskesmas Parsoburan dilaksanakan di 3 Posyandu yaitu:

1. Posyandu Lansia Fatmos HKBP (Kelurahan Suka Makmur) 2. Posyandu Lansia Senja Bahagia (Kelurahan Suka Makmur) 3. Posyandu Lansia Senja Tertawa (Kelurahan Suka Maju).

Adapun kegiatan yang dilakukan di Posyandu Lansia antara lain:

1. Melakukan pendataan terhadap lansia (usia ≥45 tahun) yang berkunjung ke Posyandu Lansia

2. Memeriksakan kesehatan, mengukur tekanan darah, dan penimbangan berat badan lansia secara rutin

3. Memberikan obat-obatan dan vitamin

4. Memberikan penyuluhan tentang gizi dan hidup sehat di lanjut usia 5. Mengadakan senam lansia setiap minggu.


(58)

5.2. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti, yaitu variabel independen (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok) dan variabel dependen (hipertensi).

5.2.1. Status Hipertensi

Penelitian yang dilakukan terhadap 105 lansia di Posyandu Lansia, diperoleh distribusi proporsi hipertensi berdasarkan status hipertensi. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011

Kejadian Hipertensi f %

Hipertensi Tidak Hipertensi

32 73

30,50 69,50

Jumlah 105 100

Berdasarkan tabel 5.1. di atas dapat diketahui bahwa prevalence rate hipertensi pada lansia sebesar 30,50% di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011. Lebih banyak yang tidak hipertensi dimungkinkan karena lebih banyak lansia yang tidak ada riwayat keluarga, aktivitas fisik cukup, dan tidak mempunyai kebiasaan merokok.

5.2.2. Karakteristik Lansia

Penelitian yang dilakukan terhadap 105 lansia di Posyandu Lansia, diperoleh distribusi proporsi lansia berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.2.


(59)

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Karakteristik di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011

Karakteristik f %

Umur (tahun)

Usia pertengahan (45-59) 23 21,90

Lanjut usia (60-74) 60 57,10

Lanjut usia tua (75-90) 22 21,00

Jumlah 105 100

Jenis Kelamin

Laki-laki 48 45,70

Perempuan 57 54,30

Jumlah 105 100

Pendidikan

Tidak tamat SD/ tidak sekolah 11 10,50

SD 22 21,00

SLTP 23 21,90

SLTA 35 33,30

Akademi/ PT 14 13,30

Jumlah 105 100

Pekerjaan

Pensiunan/ Tidak Bekerja 72 68,60

Bekerja 33 31,40

Jumlah 105 100

Berdasarkan tabel 5.2. di atas dapat diketahui bahwa proporsi lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 berdasarkan umur, paling banyak ditemukan pada golongan umur 60-74 tahun yaitu 60 orang (57,10%), kemudian pada golongan umur 45-59 tahun yaitu 23 orang (21,90%), sedangkan yang paling sedikit adalah pada golongan umur 75-90 tahun yaitu 22 orang (21,00%).

Proporsi lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak ditemukan pada perempuan yaitu 57 orang (54,30%), sedangkan pada laki-laki yaitu 48 orang (45,70%).


(1)

Riwayat Penyakit Hipertensi Orangtua * Status Hipertensi Responden Crosstabulation

12 5 17

70.6% 29.4% 100.0%

37.5% 6.8% 16.2%

11.4% 4.8% 16.2%

20 68 88

22.7% 77.3% 100.0%

62.5% 93.2% 83.8%

19.0% 64.8% 83.8%

32 73 105

30.5% 69.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

30.5% 69.5% 100.0%

Count

% withi n Ri wayat Penyakit Hipertensi Orangtua % withi n Status Hipertensi Responden % of Total

Count

% withi n Ri wayat Penyakit Hipertensi Orangtua % withi n Status Hipertensi Responden % of Total

Count

% withi n Ri wayat Penyakit Hipertensi Orangtua % withi n Status Hipertensi Responden % of Total

Ada

Tidak Ada Riwayat Penyakit

Hipertensi Orangtua

Total

Hipertensi

Bukan Hipertensi Status Hipertens i

Responden

Total

Chi-Square Tests

15.403b 1 .000

13.227 1 .000

14.191 1 .000

.000 .000

15.257 1 .000

105 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The m inim um expected count is 5. 18.

b.

Symm etri c Me asu res

.383 .100 4.208 .000c

.383 .100 4.208 .000c

105 Pearson's R

Int erval by Interval

Spearm an Correlat ion Ordinal by Ordinal

N of V alid Cases

Value

As ymp.

St d. E rrora Approx . Tb Approx . Si g.

Not as sum ing the null hypothes is. a.

Us ing the asym ptotic s tandard error ass umi ng the null hypot hesi s. b.


(2)

Risk Estimate

8.160

2.568

25.933

3.106

1.898

5.083

.381

.181

.802

105

Odds Ratio for Riwayat

Penyakit Hipertensi

Orangtua (Ada / Tidak

Ada)

For cohort Status

Hipertensi Responden

= Hipertens i

For cohort Status

Hipertensi Responden

= Bukan Hipertensi

N of Valid Cases

Value

Lower

Upper

95% Confidence

Interval

Status Obesitas Responden * Status Hipertensi Responden

Status Obesitas Responden * Status Hipertensi Responden Crosstabulation

21

40

61

34.4%

65.6%

100.0%

65.6%

54.8%

58.1%

20.0%

38.1%

58.1%

11

33

44

25.0%

75.0%

100.0%

34.4%

45.2%

41.9%

10.5%

31.4%

41.9%

32

73

105

30.5%

69.5%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

30.5%

69.5%

100.0%

Count

% within Status

Obesitas Responden

% within Status

Hipertensi Responden

% of Total

Count

% within Status

Obesitas Responden

% within Status

Hipertensi Responden

% of Total

Count

% within Status

Obesitas Responden

% within Status

Hipertensi Responden

% of Total

Obesitas

Bukan Obesitas

Status Obesitas

Responden

Total

Hipertensi

Bukan

Hipertensi

Status Hipertens i

Responden

Total


(3)

Chi-Square Tests

1.072b 1 .301

.673 1 .412

1.086 1 .297

.391 .207

1.062 1 .303

105 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The m inim um expected count is 13. 41.

b.

Symm etri c Me asures

.101 .095 1.031 .305c

.101 .095 1.031 .305c

105 Pearson's R

Int erval by Interval

Spearm an Correlat ion Ordinal by Ordinal

N of V alid Cases

Value

As ymp.

St d. E rrora Approx . Tb Approx . Si g.

Not as sum ing the null hypothes is. a.

Us ing the asym ptotic s tandard error ass umi ng the null hypot hesi s. b.

Based on norm al approximation. c.

Risk Estimate

1.575 .665 3.733

1.377 .742 2.555

.874 .681 1.122 105

Odds Ratio for Status Obesitas Responden (Bukan Obesitas / Obesitas) For cohort Status Hi pertensi Responden = Hipertens i

For cohort Status Hi pertensi Responden = Bukan Hi pertensi N of Valid Cases

Value Lower Upper 95% Confidence


(4)

Aktivitas Fisik Responden * Status Hipertensi Responden

Aktivitas Fisik Responden * Status Hipertensi Responden Crosstabulation

20 22 42

47.6% 52.4% 100.0%

62.5% 30.1% 40.0%

19.0% 21.0% 40.0%

12 51 63

19.0% 81.0% 100.0%

37.5% 69.9% 60.0%

11.4% 48.6% 60.0%

32 73 105

30.5% 69.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

30.5% 69.5% 100.0%

Count

% within Aktivitas Fis ik Responden

% within Status Hi pertensi Responden % of Total

Count

% within Aktivitas Fis ik Responden

% within Status Hi pertensi Responden % of Total

Count

% within Aktivitas Fis ik Responden

% within Status Hi pertensi Responden % of Total

Tidak Cukup

Cukup Aktivitas Fis ik

Responden

Total

Hi pertensi

Bukan Hi pertensi Status Hipertensi

Responden

Total

Chi-Square Tests

9.709b 1 .002

8.407 1 .004

9.637 1 .002

.002 .002

9.616 1 .002

105 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The m inim um expected count is 12. 80.

b.


(5)

Symm etri c Me asu res

.304 .095 3.239 .002c

.304 .095 3.239 .002c

105 Pearson's R

Int erval by Interval

Spearm an Correlat ion Ordinal by Ordinal

N of V alid Cases

Value

As ymp.

St d. E rrora Approx . Tb Approx . Si g.

Not as sum ing the null hypothes is. a.

Us ing the asym ptotic s tandard error ass umi ng the null hypot hesi s. b.

Based on norm al approximation. c.

Risk Estimate

3.864 1.614 9.250

2.500 1.372 4.554

.647 .474 .884

105 Odds Ratio for Aktivi tas

Fis ik Responden (Cukup / Tidak Cukup) For cohort Status Hi pertensi Responden = Hipertens i

For cohort Status Hi pertensi Responden = Bukan Hi pertensi N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval

Kebiasaan Merokok Responden * Status Hipertensi

Responden

Crosstab

11 23 34

32.4% 67.6% 100.0%

34.4% 31.5% 32.4%

10.5% 21.9% 32.4%

21 50 71

29.6% 70.4% 100.0%

65.6% 68.5% 67.6%

20.0% 47.6% 67.6%

32 73 105

Count

% within Kebias aan Merokok Responden % within Status Hi pertensi Responden % of Total

Count

% within Kebias aan Merokok Responden % within Status Hi pertensi Responden % of Total

Count Ada

Tidak Ada Kebias aan Merokok

Responden

Total

Hi pertensi

Bukan Hi pertensi Status Hipertensi

Responden


(6)

Chi-Square Tests

.084b 1 .772

.004 1 .950

.083 1 .773

.823 .471

.083 1 .774

105 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test Linear-by-Linear As soci ation N of Valid Cases

Value df

As ymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The m inim um expected count is 10. 36.

b.

Symm etri c Me asu res

.028 .098 .286 .775c

.028 .098 .286 .775c

105 Pearson's R

Int erval by Interval

Spearm an Correlat ion Ordinal by Ordinal

N of V alid Cases

Value

As ymp.

St d. E rrora Approx . Tb Approx . Si g.

Not as sum ing the null hypothes is. a.

Us ing the asym ptotic s tandard error ass umi ng the null hypot hesi s. b.

Based on norm al approximation. c.

Risk Estimate

1.139 .472 2.748

1.094 .598 2.001

.961 .728 1.267

105 Odds Ratio for Kebi asaan

Merokok Responden (Ada / Tidak Ada)

For cohort Status Hi pertensi Res ponden = Hi pertensi

For cohort Status Hi pertensi Res ponden = Bukan Hipertensi N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval