BAB 2 LANDASAN TEORI - Rancangan Perbaikan Kualitas Pelayanan Di Pusat Pelayanan Pelanggan Pt. X Dengan Pendekatan Model Servqual Dan Internal Service Quality

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Jasa

  Beberapa definisi kualitas jasa adalah sebagai berikut: 1. Wyckof dalam Lovelock, (1988) mendefinisikan kualitas jasa adalah tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat kesempurnaan tersebut guna memenuhi keinginan konsumen.

2. Parasuraman, et all (1988) mendefinisikan kualitas jasa merupakan

  perbandingan antara jasa yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas jasa yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan, layanan dikatakan berkualitas dan memuaskan (Muluk, 2008: 23).

2.1.1 Aspek Sukses Industri Jasa

  Menurut Rangkuty (2006: 26), sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut:

  1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.

  2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut.

  3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.

  Model kesatuan dari ketiga aspek ini dikenal sebagai segitiga jasa, di mana sisi

segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan segitiga roboh.

Gambar 2.1. Diagram Segitiga Pemasaran Jasa (Sumber: Kotler, P., dan Amstrong, G., dalam Rangkuty, F., 2010)

  2.1.2 Ekspektasi Konsumen Terhadap Kualitas Jasa

  Ekspektasi atau harapan konsumen terhadap layanan merupakan keinginan atau

permintaan ideal konsumen terhadap layanan yang akan diberikan oleh penyedia

layanan. Harapan konsumen harus menjadi acuan bagi penyedia layanan untuk

mendesain, menghasilkan dan menyampaikan layanan kepada konsumen. Harapan

konsumen dipengaruhi oleh faktor berikut (Muluk dalam Lubis 2011: 18): 1. Komunikasi antara mulut ke mulut (word of mouth).

  2. Kebutuhan individu konsumen (personal needs).

  3. Pengalaman yang dirasakan pada masa lalu (past experience).

2.1.3 Persepsi Pelanggan

  Menurut Rangkuty (2006: 33) persepsi didefinisikan sebagai proses di mana

individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima

melalui alat indera menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses

persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang

bersangkutan.

  Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat

kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan dan nilai. Proses persepsi terhadap suatu

jasa tidak mengharuskan pelanggan tersebut menggunakan jasa tersebut terlebih

dahulu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan atas suatu jasa

adalah: a. Harga (price).

  b.

  Citra (image).

  c.

  Tahap pelayanan (service encounter).

  d.

  Momen pelayanan (evidence of service).

  2.1.4 Dimensi Kualitas Jasa

  Menurut Tjiptono (2011: 195), terdapat rangkuman literatur dimensi kualitas jasa hasil riset beberapa peneliti. Beberapa diantaranya terdapat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dimensi Kualitas Jasa

  Peneliti Dimensi Kualitas Perhatian dan kepedulian, kapabilitas pemecahan Albrecht & Zemke (1985). masalah, spontanitas dan fleksibilitas, recovery. Kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, kualitas Brady & Cronin (2001). hasil. Caruana & Pitt (1997). Reliabilitas jasa dan manajemen ekspektasi.

  Aspek fisik, reliabilitas, interaksi personal, pemecahan Dabholkar, et al. (1996). masalah, kebijakan. Dabholkar, et al. (2000). Reliabilitas, kenyamanan, perhatian pribadi, fitur.

Edvardsson, Gustavsson & Kualitas teknis, kualitas integratif, kualitas fungsional,

Riddle (1989). kualitas hasil.

  Reliabilitas, kinerja, fitur, konformasi, daya tahan, Garvin (1987). serviceability, estetika, perceived quality.

  Kualitas desain, kualitas produksi dan penyampaian, Gummenson (1993).

  Citra korporat, organisasi internal, dukungan fisik Leblanc & Nguyen terhadap sistem penghasil jasa, interaksi antar staf dan (1988). pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan.

Johnson & Silvestro Faktor higienis, faktor peningkat kualitas dan threshold

(1999). factors.

  Bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, Parasuraman, Zeithaml & kesopanan, kredibilitas, keamanan, akses, komunikasi, Berry (1985). kemampuan memahami pelanggan. Parasuraman, Zeithaml & Reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, bukti fisik. Berry (1985).

  Sumber: Tjiptono (2011)

2.2 Model SERVQUAL

  Mengutip dari (Tjiptono: 2011, 215), model Servqual (Service Quality)

merupakan model kualitas jasa yang paling popular dan banyak dijadikan acuan riset,

yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry. Model ini dikenal pula

dengan istilah Gap Analysis Model. Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan

pelanggan yang didasarkan pada ancangan diskonfirmasi (Oliver, 1997). Ancangan

ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance)

meningkat lebih besar daripada harapan (expectation) atas atribut bersangkutan maka

persepsi terhadap kualitas jasa akan positif dan sebaliknya.

  Model Servqual ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu para

manajer dalam menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara

memperbaiki kualitas jasa, yang diilustrasikan pada Gambar 2.2. Garis putus-putus

horizontal memisahkan dua fenomena utama: bagian atas merupakan fenomena yang

berkaitan dengan pelanggan dan bagian bawah mengacu pada fenomena pada

  

perusahaan penyedia jasa. Selain dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan

pribadi pelanggan, dan komunikasi word of mouth, jasa yang diharapkan (expected

service) juga dipengaruhi aktivitas komunikasi pemasaran perusahaan.

  Sementara itu, jasa yang dipersepsikan pelanggan (perceived service)

merupakan hasil dari serangkaian ekspektasi keputusan dan aktivitas internal

perusahaan. Persepsi manajemen terhadap ekspektasi pelanggan memandu keputusan

menyangkut spesifikasi kualitas jasa yang harus diikuti perusahaan dan

diimplementasikan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Lima gap utama yang

terangkum dalam Gambar 2.2 meliputi:

1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap).

  Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspekatasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya adalah informasi yang didapat dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi ekspektasi pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, buruknya/tidak ada aliran informasi dari staf kontak pelanggan ke manajemen, dan terlalu banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen.

Gambar 2.2 Model Gap SERVQUAL (Sumber: Zeithaml, Parasuraman dan Berry)

  2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap).

  Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai, manajemen perencanaan yang buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi, kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa, kekurangan sumber daya dan situasi permintaan berlebihan.

  3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap).

  Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas terlalu rumit/terlalu kaku, para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, manajemen operasi jasa yang buruk, kurang memadainya aktivitas internal marketing, serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan terjadinya gap ini.

  4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi internal (communication gap).

  Gap ini berarti bahwa janji-janji yang yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Hal ini biasa disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya: perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa, kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dan operasi jasa, organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya, sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut. Jika penyedia jasa memberikan janji berlebihan, maka resikonya harapan pelanggan akan membumbung tinggi dan sulit dipenuhi.

5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap).

  Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively confirmed quality), komunikasi words of mouth yang negatif, dampak negatif citra korporat atau citra lokal, serta perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda atau mereka keliru menginterpretasikan kualitas jasa bersangkutan. Melalui analisis terhadap berbagai gap ini, perusahaan penyedia jasa tidak

hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan

pelanggan, namun juga bisa mengidentifikasikan dimensi-dimensi kunci dan aspek-

aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas.

2.2.1 Strategi Mengurangi Gap-gap Kualitas Jasa

  Menurut Tjiptono (2011: 223) beberapa strategi untuk mengurangi gap kualitas jasa diantaranya adalah:

1. Gap 1.

  Strategi pokok gap ini adalah mempelajari apa yang diharapkan pelanggan sedangkan strategi rincinya adalah:

  a.

  Berusaha memahami ekspektasi pelanggan melalui riset, analisis komplain, panel pelanggan, dan lain-lain.

  b. Meningkatkan interaksi langsung antara manajer dan pelanggan untuk

  meningkatkan pemahaman mengenai kebutuhan dan preferensi pelanggan.

  c. Memperbaiki komunikasi ke atas (upward communication) dari karyawan

  kontak ke pihak manajemen dan mengurangi jumlah jenjang/level manajemen di antara keduanya.

d. Menindaklanjuti informasi dan wawasan yang diperoleh dari riset pelanggan.

2. Gap 2.

  Strategi pokok gap ini adalah menyusun standar kualitas jasa yang tepat dan jelas sedangkan strategi rincinya adalah: a. Memastikan bahwa manajemen puncak menunjukkan komitmen konsisten pada kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan.

  b.

  Melibatkan manajemen madya dalam penetapan, pengkomunikasian, dan penerapan standar jasa berorientasi pelanggan dalam unit kerja mereka.

  c.

  Membekali para manajer dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk pemimpin karyawan agar dapat menyampaikan jasa berkualitas.

  d. Bersikap reseptif terhadap cara baru dalam menjalankan bisnis yang bisa mengatasi berbagai hambatan dalam rangka mewujudkan jasa berkualitas.

  e.

  Membakukan tugas-tugas kerja repetitif demi menjamin konsistensi dan reliabilitas, baik melalui penerapan hard technology (seperti otomatisasi) maupun soft technology (penyempurnaan metode kerja).

  f.

  Menetapkan sasaran kualitas jasa yang jelas, menantang, realistis, dan dirancang secara eksplisit untuk memenuhi harapan pelanggan.

  g. Mengklarifikasikan tugas-tugas kerja yang memiliki dampak terbesar pada kualitas dan karenanya harus mendapat prioritas utama.

  h.

  Memastikan bahwa para karyawan memahami dan menerima sasaran dan prioritas yang disepakati.

  i.

  Mengukur kinerja dan memberikan balikan rutin.

  j.

  Menghargai para manajer dan karyawan atas keberhasilan mereka dalam mencapai sasaran kualitas.

  3. Gap 3.

  Strategi pokok gap ini adalah memastikan kinerja jasa sesuai dengan standar sedangkan strategi rincinya adalah:

  a. Mengklarifikasikan peranan setiap karyawan melalui deskripsi kerja yang jelas dan rinci.

  b.

  Memastikan bahwa semua karyawan memahami kontribusi pekerjaan mereka terhadap kepuasan pelanggan.

  c. Menyelaraskan karyawan dengan pekerjaan melalui proses seleksi yang d. Menyediakan pelatihan teknis yang dibutuhkan karyawan dalam rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada mereka secara efektif.

  e.

  Mengembangkan metode-metode rekrutmen dan retensi inovatif untuk

menarik karyawan terbaik dan menciptakan loyalitas terhadap organisasi.

  f.

  Meningkatkan kinerja karyawan melalui pemilihan teknologi dan peralatan yang paling tepat dan andal.

  g. Mengajarkan berbagai aspek pemahaman mengenai pelanggan (seperti harapan, persepsi, dan masalah pelanggan) kepada para karyawan.

  h.

  Melatih karyawan pada keterampilan antar-pribadi khususnya menyangkut interaksi dengan pelanggan dalam kondisi stres dan penuh tekanan.

  i.

  Menghilangkan konflik peran di antara para karyawan melalui pelibatan mereka dalam proses penetapan standar.

  j. Melatih karyawan dalam hal penetapan prioritas dan manajemen waktu. k.

  Mengukur kinerja karyawan dan mengkaitkan kompensasi serta penghargaan dengan penyampaian jasa berkualitas.

  l. Menyusun sistem penghargaan yang sederhana, tepat waktu, akurat dan fair. m.

  Memberdayakan para manajer dan karyawan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pelaksanaan tugas melayani dan memuaskan pelanggan.

  n.

  Memastikan bahwa setiap karyawan jasa pendukung internal benar-benar bersikap suportif kepada customer contact personnel.

  o. Membangun tim kerja sedemikian rupa sehingga para karyawan bisa

  bekerja sama dengan baik dan menggunakan team rewards sebagai insentif. p. Memperlakukan pelanggan sebagai “karyawan parsial”, mengklarifikasi

  peranannya dalam penyampaian jasa, melatih dan memotivasi mereka

untuk melaksanakan peranannya sebagai co producers dengan baik.

  4. Gap 4.

  Strategi pokok gap ini adalah memastikan bahwa penyampaian jasa sesuai dengan janji yang diberikan sedangkan strategi rincinya adalah:

  a. Mengumpulkan masukan dari karyawan operasional sewaktu iklan baru sedang dibuat.

  b.

  Menyusun iklan yang menonjolkan karyawan riil yang sedang melakukan tugas mereka.

  c. Memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menelaah iklan sebelum diekspos kepada para pelanggan.

  d.

  Meminta kampanye iklan internal yang bersifat edukasional dan motivasional untuk memperkuat keterkaitan antar departemen pemasaran, operasi, dan sumber daya manusia.

  e.

  Memastikan bahwa standar jasa yang konsisten diberlakukan di semua lokasi penyedia jasa.

  f.

  Memastikan bahwa isi iklan mencerminkan secara akurat karakteristik jasa yang paling penting bagi pelanggan dalam interaksinya dengan organisasi jasa.

  g.

  Mengelola harapan pelanggan, dengan menginformasikan kepada mereka apa saja yang mungkin dan tidak mungkin mereka terima, serta yang paling penting, disertai alasannya.

  h.

  Mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor di luar kendali organisasi dalam segala kekurangan pada kinerja jasa.

i. Menawarkan berbagai tingkatan jasa dengan harga yang berbeda kepada pelanggan dan menjelaskan perbedaan setiap tingkatan jasa tersebut.

  2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan dalam SERVQUAL

  Parasuraman et.al, membagi kualitas pelayanan dalam Model Servqual ke dalam 5 dimensi, yaitu sebagai berikut:

  1. Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas, peralatan, karyawan serta materi-materi yang berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.

  2. Reliability (keandalan) adalah kemampuan pihak penyedia jasa dalam

  memberikan jasa atau layanan sesuai dengan yang dijanjikan, dapat diandalkan dalam menangani masalah pelayanan pelanggan, menyampaikan jasa secara benar sejak awal dan sesuai waktu yang dijanjikan, serta menyimpan catatan/dokumen tanpa kesalahan.

  3. Responsiveness (daya tanggap) adalah keinginan pihak penyedia jasa untuk

  memberikan layanan yang segera/cepat bagi pelanggan, menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa, kesediaan untuk membantu pelanggan, serta kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan.

  4. Assurance (jaminan) merupakan pemahaman dan sikap karyawan dikaitkan

  dengan kemampuan mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan, rasa aman pelanggan dalam bertransaksi, bersikap sopan serta kemampuan karyawan dalam menjawab pertanyaan pelanggan.

  5. Emphaty adalah pemahaman karyawan terhadap kebutuhan pelanggan serta

  perhatian yang diberikan oleh karyawan. Dimensi ini meliputi sub dimensi sebagai berikut:

  a.

  

Akses: tingkat kemudahan pihak penyedia jasa untuk dihubungi.

  b.

  Komunikasi adalah kemampuan pihak penyedia jasa untuk menginformasikan sesuatu ke dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelanggan serta memperlakukan pelanggan dengan penuh perhatian dan individual.

  c.

  Memahami pelanggan yaitu terhadap kebutuhan mereka. Sejauh ini model Servqual dipersepsikan sebagai model terbaik. Menurut

Robinson dalam Tjiptono (2011: 236), model ini paling cocok diterapkan dalam

konteks yang serupa dengan setting penelitian originalnya, yaitu industri jasa reparasi

peralatan rumah tangga, sambungan telepon interlokal, kartu kredit, asurasnsi,

perbankan ritel, pialang saham. Sementara Buttle dalam Tjiptono (2011: 236),

mengemukakan bahwa model Servqual cocok untuk jasa-jasa berbiaya tinggi dan

beresiko tinggi, namun aplikasinya untuk tipe jasa berbiaya rendah dan beresiko

rendah masih dipertanyakan.

  Dengan demikian model Servqual cocok digunakan dalam penelitian yang dilakukan di perusahaan jasa telekomunikasi ini.

2.3 Model Internal Service Quality

  Umumnya studi kualitas jasa difokuskan pada perspektif pelanggan dalam

mengevaluasi ekspektasi dan/atau persepsi konsumen terhadap kualitas jasa

organisasi tertentu, namun model Internal Service Quality justru menggunakan

perspektif manajemen untuk menentukan tindakan yang perlu ditempuh sebuah

organisasi untuk memastikan penyampaian kualitas jasa kepada para pelanggan.

  Kualitas layanan jasa internal atau Internal Service Quality diartikan sebagai

keputusan strategis dan kemampuan operasional melalui penggunaan pilihan strategis

  

manajemen kepada pegawai atau unit institusi yang mampu, berdaya guna dan

berhasil guna dalam memberikan pelayanan eksternal. Hallowell (1996) dalam

risetnya mendefinisikan internal service quality sebagai kepuasan karyawan terhadap

pelayanan yang diterima dari penyedia jasa internal. Masih sedikit literatur empiris

tentang internal service quality, walaupun beberapa aspeknya sudah didiskusikan

secara teoritis di masa lalu. Internal service quality merupakan hal yang kompleks,

karena komposisinya dapat berbeda untuk organisasi yang berbeda pada waktu yang

berbeda pula. Komponen internal service quality yang mana yang penting dan

seberapa penting kualitasnya, sangat tergantung pada tugas organisasi dan karyawan.

Walaupun variabilitasnya tinggi, namun diyakini bahwa internal service quality

mempunyai komponen dasar yang penting untuk banyak organisasi.

  Dimensi dalam model internal service quality yang disampaikan oleh Hallowell, terdiri dari:

  1. Tools adalah peralatan yang digunakan untuk menunjang kegiatan melayani pelanggan.

  2. Policies and procedures merupakan sistem kebijakan dan prosedur yang mendukung pelayanan pelanggan.

  3. Team work atau kerja sama tim sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan.

  4. Management support atau dukungan manajemen untuk mendorong pelayanan yang diberikan kepada pelanggan berkualitas.

  5. Goal alignment adalah sasaran kerja yang dicapai searah dengan misi perusahaan.

  6. Effective training merupakan pelatihan difokuskan untuk dapat

  7. Communication merupakan komunikasi vertikal dan horisontal di organisasi

  yang berlangsung baik dan lancar akan mendorong pelayanan yang diberikan kepada pelanggan pun menjadi baik.

8. Rewards and recognition yaitu penghargaan dan pengakuan atas pencapaian kinerja karyawan yang berkualitas dalam melayani pelanggan.

  Skor rata-rata yang rendah pada item tertentu mengindikasikan aktivitas yang

perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka penyempurnaan kualitas jasa untuk

item yang bersangkutan (Tjiptono, 2011).

  Dalam model Service-Profit Chain, Heskett, et al dikemukakan bahwa ada

kaitan erat antara kepuasan kayawan dan kepuasan pelanggan. Kualitas layanan

internal akan mempengaruhi kepuasan karyawan, loyalitas dan produktivitas

karyawan. Sondak (2009) juga membuktikan bahwa kualitas layanan internal

memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di sebuah restoran di

Surabaya.

  Menurut Tjiptono (2011: 254), karyawan front-line merupakan ujung tombak

sistem penyampaian jasa. Agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka

membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran,

keuangan, dan SDM). Dukungan itu bisa berupa peralatan, informasi (prosedur

operasi), pelatihan dan pemberdayaaan SDM.

2.4 Pelatihan

  Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk

  

pegawai untuk melaksanakan pekerjaannya (Rivai dan Sagala, 2011). Pelatihan

merupakan salah satu bentuk edukasi melalui prinsip pembelajaran kepada karyawan.

2.4.1 Sasaran Pelatihan

  Kegiatan pelatihan pada dasarnya dilaksanakan untuk menghasilkan perubahan

tingkah laku yang meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan

siap dari orang yang mengikutinya. Sasaran pelatihan secara garis besar dapat

dikategorikan ke dalam beberapa tipe tingkah laku yaitu:

  a.

  Psikomotorik, bertujuan agar orang tersebut memiliki keterampilan fisik tertentu meliputi pengontrolan otot-otot sehingga seseorang dapat melakukan gerakan-gerakan dengan tepat.

  b.

  Afektif, bertujuan agar orang tersebut memiliki sikap tertentu. Pelatihan diharapkan mampu merubah sikap seseorang sehingga sesuai dengan kebutuhan organisasi.

  c.

  Kognitif, bertujuan agar seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berfikir. Pelatihan akan memberikan proses intelektual sehingga seseorang memiliki kemampuan mengingat, memahami, dan menganalisis.

2.4.2 Metode Pelatihan

  Metode pelatihan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis pelatihan

yang dilaksanakan dan yang dapat dikembangkan oleh perusahaan. Metode pelatihan

yang tepat akan menjadikan proses pelatihan berjalan secara efektif. Metode pelatihan

yang biasa digunakan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu:

  1. On the job training merupakan suatu metode pelatihan dimana pekerja atau

  peserta pelatihan ditempatkan dalam kondisi pekerjaan nyata dan dalam bimbingan supervisi/atasan. Teknik on the job training meliputi instruksi, rotasi, magang, latihan, dan lain-lain.

  2. Off the job training merupakan metode pelatihan dengan proses pelatihan

  dilakukan di luar pekerjaan nyata. Teknik ini meliputi ceramah, video, vestibule, role playing, studi kasus, simulasi, belajar mandiri, praktek laboratorium, action learning (pelatihan tindakan), management games, behavior modeling, outdor oriented program dan lain-lain.

  2.4.3 Langkah-langkah Pelatihan

  Agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan

dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka dapat dilakukan langkah-langkah

seperti pada Gambar 2.3 dengan rincian sebagai berikut:

Gambar 2.3 Langkah-langkah Pelatihan (Sumber: Rivai dan Sagala, 2011: 222)

  a. Penilaian kebutuhan adalah suatu diagnosa untuk menentukan masalah yang

  dihadapi saat ini dan tantangan masa depan yang harus dipenuhi melalui program pelatihan.

b. Tujuan pelatihan merupakan target yang diinginkan perusahaan dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku karyawan.

  c.

  Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dalam bentuk pengajaran, keahlian, pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pelatihan yang diharapkan perusahaan.

  d.

  Prinsip pembelajaran merupakan suatu pedoman yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga aktivitas pelatihan dapat berjalan secara efektif.

  e.

  Evaluasi pelatihan dilakukan untuk menilai apakah pelatihan yang telah dilakukan berjalan secara efektif dan dapat memenuhi tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil evaluasi pelatihan dapat digunakan sebagai umpan balik untuk memperbaiki program pelatihan pada masa mendatang sehingga terjadi perbaikan yang berkesinambungan pada pelaksanaan pelatihan.

  2.5 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya

  Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kualitas internal dan kualitas eksternal pelayanan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

  No Peneliti Judul Metode Kesimpulan

1 Elham Prioritizing internal

  a. Servqual

  a. Model Servqual b.

  Mehrparvar service quality TOPSIS cocok untuk

et.al.(2012) dimension using digunakan TOPSIS technique dalam (With case study in mengukur Isfahan Steel Mill internal kualitas Co.) pelayanan b.

  Prioritas dimensi kualitas pelayanan yang harus diperbaiki berturut-turut: tangible, empathy, responsiveness, assurance, reliability a.

  

2. Shun-Hsing Integration Servqual Servqual Prioritas perbaikian

b.

  Chen, et.al model and Modified kualitas (2011) performance control performance berdasarkan atribut matrix to improve matrix kualitas yang service quality for the butuh diperbaiki hot spring industry dan Employee Satisfaction Index

  (ESI)

  3. Vindie.R. Evaluasi dan

  a. Servqual

  a. Atribut layanan b.

  Lubis perancangan

  IPA pembuatan c. (2011) perbaikan kualitas Lean Six ATM berada di sistem pelayanan Sigma kuadran nasabah pada unit concentrate customer service here b.

  PT.Bank Syariah Rancangan Mandiri cabang perbaikan Medan dengan proses menggunakan metode pembuatan Servqual ATM dengan lean six sigma

Tabel 2.2 (Lanjutan) No Peneliti Judul Metode Kesimpulan

  b. Dimensi

  hubungan antara internal service quality, service capability dan external service quality b.

  a. Ada

  SEM d. Fuzzy

  b. Intqual c.

  a. Servqual

  6. Handayani (2010)

Pengembanga

n model

Intqual untuk

meningkatkan

kualitas layanan

internal di

pendidikan tinggi

  responsive ness yang paling penting

  Model IPA lebih komprehen sif daripada Servqual dan IF

  4. Sonya Mahanani (2010) Analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dalam pembayaran rekening listrik

  Factor a.

  c. Important

  IPA

  Servqual b.

  5. Tzeng, et.al (2011)

Applying IPA

as a service

quality

measure in

food industry a.

  Kualitas pelayanan berpengaruh secara positif pada kepuasan pelanggan

  Servqual b. Regresi Berganda

  a.

  Prioritas perbaikan pada kualitas layanan adalah faktor sumber daya manusia dan effective training

  7. Suhaiza Zailani (2006)

The effect of

internal

measures of

service quality

on business

performance :

A case of hotel

industry in

Malaysia

  Intqual Ada hubungan positif antara internal service quality di industri perhotelan dengan performansi bisnisnya.

Dokumen yang terkait

Strategi Perbaikan Kualitas Pelayanan Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Pendekatan Blue Ocean Strategy di LotteMart Wholesale Medan

13 167 189

Rancangan Perbaikan Kualitas Pelayanan Di Pusat Pelayanan Pelanggan Pt. X Dengan Pendekatan Model Servqual Dan Internal Service Quality

3 70 107

Evaluasi Dan Perancangan Perbaikan Kualitas Sistem Pelayanan Nasabah Pada Unit Customer Service PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Dengan Menggunakan Metode Servqual (Service Quality)

3 75 148

Analisis Kebutuhan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Rawat Inap Menggunakan Metode Servqual Dan Quality Function Deployment (Qfd) Di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

10 89 185

Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Menggunakan Integrasi Metode Servqual Dan Model Kano Di Rumah Sakit Bunda Thamrin

17 138 52

Analisis Pengaruh Sistem Total Quality Service (TQS) Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Rumah Makan Ibu Hj.Kokom Di Tangerang

1 22 134

Analisis Kepuasaan Konsumen Terhadap Pelayanan Jasa Perbaikan Handphone Merek Samsung Berdasarkan Model Servqual

0 5 1

Kualitas Pelayanan Internal Direktorat Jenderal Sumber Daya Dan Perangkat Pos Dan Informatika Internal Service Quality Of Directorate General Of Resources And Equipment Of Post And Informatics

0 0 14

Perbaikan Kualitas Pelayanan Internet PT.XYZ Menggunakan Integrasi Service Quality dan Model Kano Improving The Quality of Service PT.XYZ Using Integration of Service Quality and Kano Model

0 0 13

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Rumah Sakit - Rancangan Perbaikan Kualitas Pelayanan Kesehatan untuk Meningkatkan Produktivitas Rumah Sakit Pelabuhan Medan

0 0 29