1 BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang

  hendak dicapai. Hal ini menjadi dasar bahwa setiap organisasi yang didirikan mempunyai harapan bahwa kelak di kemudian hari akan mengalami perkembangan yang pesat di dalam lingkup kegiatannya dan menginginkan terciptanya produktivitas yang tinggi dalam bidang pekerjaannya. Untuk mewujudkan operasinya tersebut dibutuhkan beberapa faktor produksi yaitu, tenaga kerja, modal, dan keahlian, dimana ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisisen. Diantara ketiga faktor utama tersebut faktor tenaga kerja atau manusia dalam hal ini adalah pegawai, merupakan hal yang terpenting karena manusia merupakan pemakai dan penggerak serta penentu dari semua aktivitas. Oleh karena itu karyawan merupakan asset yang sangat bernilai bagi perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis (Dessler, 2003).

  Setiap perusahaan tentu sangat ingin mempertahankan karyawan terbaiknya untuk tetap berada di dalam perusahaan. Karyawan tersebut sebisa mungkin dipelihara agar karyawan akan merasa betah dalam perusahaan. Untuk itu perilaku karyawan dipelajari oleh perusahaan agar mampu memelihara mereka dengan baik. Perusahaan akan lebih beruntung lagi apabila karyawan mereka sudah merasa terikat dengan perusahaan (Sandy & Suharnomo, 2011)

  Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan mengenai

  perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena

  employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi (Ott, 2007).

  Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti Gallup

  (Endres & Smoak, 2008). Mereka mengklaim bahwa employee engagement dapat memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, menghasilkan kepuasan konsumen, serta keberhasilan untuk organisasi (Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman, 2006).

  Harter, Schmidt, dan Hayes (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individu dan kepuasan serta antusiasmenya dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Frank et al (dalam Saks, 2006) bahwa employee engagement sebagai sejumlah usaha yang diberikan melebihi apa yang diharapkan oleh perusahaan (discretionary effort) dalam bekerja. Karyawan yang memiliki keterikatan dengan perusahaan akan berkomitmen secara emosional dan intelektual terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang diharapkan dalam suatu pekerjaan.

  Vazirani (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang menyebabkan karyawan menjadi engage yaitu: 1) Kesempatan untuk pengembangan pribadi. 2) Manajemen yang efektif atas potensi atau bakat individu. 3) Kejelasan dari nilai inti perusahaan. 4) Perlakuan organisasi yang penuh hormat kepada karyawan.

  5) Perilaku etis yang sesuai standar perusahaan. 6) Pemberdayaan. 7) Image 8) Faktor lainnya yang meliputi: a) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil. b) Penilaian kinerja. c) Gaji dan bonus. d) Kesehatan dan keselamatan. e) Kepuasan kerja. f) Komunikasi. g) Family friendliness h) Co-operation.

  Satu artikel yang membahas mengenai Engagement pada situs HR Portal menunjukkan sebuah penelitian yang dilakukan Wayne Hochwarter yang merupakan seorang Profesor administasi bisnis di Florida State University College of Business mengenai engagement pada karyawan. Hochwarter mensurvei 1.000 orang, baik staf biasa maupun pejabat perusahaan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang employee engagement, manfaatnya pada perusahaan, dan juga bahaya yang mungkin timbul apabila tidak dikelola dengan baik. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa karyawan yang merasa terlibat 50% lebih tinggi dalam hal kepuasan kerja, 45% lebih tinggi dalam kinerja, dan 40% lebih tinggi dalam kepuasan hidup. Mereka juga 33% lebih kecil kemungkinannya untuk pindah ke tempat lain dan 30% lebih berkomitmen kepada perusahaan. Hochwarter juga menambahkan bahwa karyawan yang engaged bekerja dengan lebih keras, lebih kreatif dan lebih berkomitmen, dan mereka merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas perusahaan. Selain itu organisasi yang memiliki karyawan engaged dapat lebih berhasil mengatasi tekanan resesi.

  Employee engagement adalah hasil dari kondisi pekerjaan yang mendukung

  seperti reputasi organisasi sebagai perusahaan yang baik, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas kinerja yang tinggi serta penyampaian visi yang jelas dari top managemen mengenai keberhasilan yang diraih untuk jangka panjang (Paradise, 2008). Bowles & Cooper (2009) mengatakan bahwa karyawan yang merasa engaged, akan melakukan beberapa tindakan seperti: advocacy (merekomendasikan organisasinya sebagai tempat bekerja yang baik atau merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan); “going the extra mile” (tidak langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi); menjadi relawan dalam menyelesaikan suatu tugas; menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya.

  Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat

  kerja yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowles & Cooper (2009) yang mengatakan bahwa engagement merupakan hasil dari semangat kerja yang tinggi, lebih jauh dikatakan bahwa ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun psikososial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Ketika semangat kerja pada level yang tinggi, maka akan memicu perilaku karyawan yang telah dijelaskan diatas tadi (advocacy, going to the extra mile, menolong orang lain, komitmen dsb). Perilaku karyawan inilah yang disebut dengan perilaku karyawan yang memiliki engagement.

  Selanjutnya dikatakan bahwa engagement tidak mungkin ada tanpa semangat kerja yang tinggi, dan semangat kerja yang tinggi biasanya menghasilkan engagement (Bowles & Cooper, 2009). Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged.

  Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja. Semangat kerja adalah kesinambungan dari situasi yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan seseorang untuk bekerja dengan giat dan kemudian akan mempengaruhi orang lain di lingkungan kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasali (1998) yang menyatakan bahwa semangat kerja terdiri dari sikap para individu dan kelompok terhadap hidup, lingkungan dan pekerjaan.

  Anoraga dan Suyati (1995) mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya minat, gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan. Semangat kerja juga dapat diartikan sebagai sikap perorangan dan kelompok terhadap lingkungan kerjanya dan sikap untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dengan mengerahkan kemampuan yang dimiliki secara sukarela. Dalam hal ini lebih menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya daripada sekedar kesenangan saja (Werther & Davis, 1989).

  Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan energik, antusias dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya.

  Karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika sampai di kantor (Carlaw, Deming, dan Friedman, 2003). Sebaliknya, ketika semangat kerja rendah dalam perusahaan, karyawan akan merasakan kebosanan dan malas dalam bekerja.

  Dengan kata lain, karyawan tidak bergairah dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan hanya bermalas-malasan ketika sampai di kantor. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan performansi kerja karyawan menjadi rendah, menciptakan masalah di tempat kerjanya, cenderung menarik diri dari lingkungan kerja, sering terlambat datang ke tempat kerja dan pulang lebih awal dari waktu yang ditetapkan dalam aturan perusahaan, tidak mau berinteraksi dengan karyawan lain dan akhirnya terjadi tingkat pindah kerja yang tinggi dalam perusahaan (Carlaw, Deming dan Friedman, 2003).

  Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Tohardi (2002) mengenai pentingnya semangat kerja karyawan pada organisasi atau perusahaan. Alasannya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dengan semangat kerja yang tinggi, tentunya dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas dan tidak terjadinya peringatan secara lisan dan tertulis tidak terjadi. 2) Pekerjaan yang diberikan atau yang ditugaskan kepada karyawan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. 3) Pihak organisasi atau perusahaan memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan, karena semakin karyawan tidak puas dalam bekerja, menyebabkan ia semakin tidak bersemangat dalam melakukan tugasnya, maka akan semakin besar angka kerusakan yang terjadi diperusahaan. 4) Membuat karyawan akan merasa senang bekerja, sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah bekerja ke tempat lain. 5) Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan, karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.

  PT. Perkebunan X adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit yang didirikan pada tahun 1983. Perusahaan ini mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengan memakai sistem swakelola yang artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri, mulai dari penyediaan bibit, pupuk, pemeliharaan dan penjualan. Perusahaan ini memiliki lebih dari 2.351 karyawan yang terdiri dari karyawan organik 590 orang, karyawan harian tetap 327 orang, karyawan harian lepas 1.375 orang serta karyawan honorer 59 orang. Kantor pusat PT. Perkebunan X berlokasi di kota Medan, dengan jumlah karyawan sebanyak 51 orang.

  Pada awal didirikan, perusahaan ini hanyalah satu dari sedikit perusahaan swasta yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sehingga tujuan utama perusahaan lebih terfokus pada pencapaian profit dan kurang memperhatikan aspek sumber daya manusianya. Namun seiring berjalannya waktu, banyak bermunculan perusahaan yang juga bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, bahkan perusahaan perkebunan yang menjadi saingan memiliki teknologi yang lebih maju serta skala produksi yang lebih besar dan pemasaran hingga ke luar negeri. Persaingan ini menyebabkan perusahaan akhirnya mulai merubah pandangan dan lebih memberi perhatian pada sumber daya manusia yang ada. Pemberian fasilitas komputer dan internet merupakan hal yang dilakukan perusahaan untuk mengikuti perkembangan teknologi dalam hal mempermudah proses kerja. Perbaikan sistem penerimaan karyawan juga dilakukan, jika pada awalnya proses perekrutan karyawan hanya melalui wawancara dengan manager namun saat ini seluruh karyawan yang direkrut harus melalui psikotes disalah satu biro psikologi yang ditunjuk. Selain itu, syarat karyawan yang direkrut juga ditingkatkan, jika pada awalnya seseorang yang lulus SMA dapat diterima menjadi karyawan, maka saat ini tingkat pendidikan karyawan pelaksana minimal adalah D3.

  Perjalanan menuju perusahaan yang lebih global tentunya membutuhkan daya upaya yang luar biasa. Fasilitas hari demi hari terus dilengkapi, dikembangkan dengan mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Dilain pihak ketiadaan HRD yang profesional menjadi kendala dalam menciptakan sistem manajemen yang baik bagi sumber daya manusia yang ada. Meskipun memiliki keterbatasan, departemen personalia berusaha untuk memperbaiki sistem manajemen karyawan perusahaan PT.

  Perkebunan X. Namun tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaannya banyak tantangan dan hambatan yang terjadi sehingga belum semua aspek yang ada dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan untuk kemajuan perusahaan, seperti terungkap dari wawancara dengan Manajer personalia PT. Perkebunan X berikut ini.

  Belum semua aspek perusahaan yang berjalan dengan maksimal untuk mendukung kelancaran proses kerja sarana dan fasilitas yang ada dirasa belum dipergunakan secara efektif. Karyawan juga belum mengeluarkan kemampuan maksimal yang mereka miliki dalam bekerja…..

   (Komunikasi Personal, Juli 2012)

  Sebagai salah satu perusahaan yang mencari profit melalui pengolahan kepala sawit, PT. Perkebunan X memiliki tentunya mengharapkan karyawan harus memiliki rasa antusias yang tinggi, menyambut tantangan kerja dan tidak diharapkan menjadi karyawan yang pasrah, bekerja apa adanya dan tidak ingin maju. Akan tetapi perusahaan masih mengalami hambatan dalam memperoleh karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi, hal ini dikarenakan masih banyaknya karyawan yang belum bekerja secara optimal bahkan cenderung bekerja seadanya seperti yang dikemukakan oleh manager personalia PT. Perkebunan X.

  ......tidak semua karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Dari sepuluh orang karyawan, pasti ada salah satu atau dua yang semangatnya rendah, tidak semua karyawan memiliki semangat yang besar seperti yang diharapkan oleh perusahaan.

  (Komunikasi Personal, Juli 2012) Hasil observasi yang dilakukan bulan Mei – Juli 2012 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) ketika jam kerja dimulai, kebanyakan karyawan masih belum memulai aktivitas kerja namun masih melaksanakan aktivitas pribadi seperti berdandan, sarapan, membaca koran, dan berkumpul diruang pantry perusahaan. Hal ini berlangsung antara 30 menit hingga 1 jam sebelum mereka kembali ke meja kerja masing-masing. (2) hampir setiap hari ditemukan karyawan yang meninggalkan pekerjaannya di jam kerja untuk melakukan aktivitas lain seperti membaca koran, bercanda gurau, makan dan minum dll diruang pantry. (3) beberapa karyawan terlihat bermain game pada saat bekerja, hal ini bahkan berlangsung hingga berjam- jam. (4) beristirahat makan siang sebelum jam istirahat dan terlambat kembali ke kantor. (5) sering meninggalkan lingkungan kantor ketika jam kerja dengan berbagai alasan seperti menjemput anak, melihat saudara sakit, menghadiri acara adat pernikahan tetangga, membuat SIM, ke bank dsb. Rendahnya semangat kerja juga ditunjukkan dengan perilaku keterlambatan karyawan. Tabel hasil keterlambatan karyawan dapat dilihat sbb:

   Tabel I.1 Data Keterlambatan Karyawan Bulan Terlambat

  April 4.6% Mei 12% Juni 15,6%

  Sumber: absensi PT. Perkebunan X, data diolah) ( Dari tabel I.1 dapat dilihat bahwa pada bulan Juni, tingkat keterlambatan karyawan mencapai 15,6%, bahkan 3 orang diantaranya telah mendapat surat peringatan (Data Surat Keluar Perusahaan, Juli 2012). Disamping itu, terdapat penurunan kategori

  

baik dari hasil penilaian kinerja karyawan, data penilaian prestasi kerja karyawan

  dapat dilihat dalam tabel berikut:

   Tabel I.2 Data Keterlambatan Karyawan Kategori Penilaian Tahun Jumlah Karyawan Baik Cukup Kurang 2009 26 (59%) 16 (36%) 2 (5%)

  44 2010 25 (53%) 14 (30%) 8 (17%)

  47 21 (41%) 21 (41%) 9 (18%)

  51 2011

  Sumber: PT. Perkebunan X, Medan

  Berdasarkan tabel I.2 dapat dilihat persentase kategori baik dari penilaian kinerja karyawan untuk tahun 2011 lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya dan terjadi peningkatan persentase pada kategori kurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan semangat kerja yang berdampak pada kinerja mereka namun hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

  Permasalahan mengenai rendahnya semangat kerja karyawan haruslah diatasi sedini mungkin. Karyawan harus selalu diupayakan untuk bekerja dengan baik dan selalu antusias dalam mengerjakan tugas-tugasnya semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya penurunan kinerja. Hasil Siroto Survey Intelligence (Ubaydillah, 2006) tentang antusiasme karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan mempunyai antusias tinggi ketika menemukan pekerjaan baru, tetapi antusiasme itu akan menurun setelah enam bulan bekerja. Ini dirasakan oleh 85% dari 1000 perusahaan yang dijadikan obyek studi dan melibatkan kurang lebih satu setengah juta karyawan dari tahun 2000 sampai 2004. Studi lain mengungkapkan bahwa kegairahan karyawan hanya akan berlangsung maksimal satu tahun dari sejak mendapatkan pekerjaan. Selama masa satu tahun pertama ini, karyawan sangat antusias, komitmen bagus, bersedia untuk menerima nasihat dari atasan, dan datang tepat waktu (The Gallup Organization dalam Ubaydillah, 2006).

  Menurunnya kegairahan dan antusias karyawan dalam bekerja tentunya menjadi indikator dalam melihat penurunan semangat kerja (Anoraga & Suyati, 1995). Hal ini juga akan berdampak pada tingkat engagement yang dimiliki karyawan.

  Melihat pentingnya semangat kerja dengan kaitannya terhadap employee

  engagement, maka peneliti tertarik untuk mengkaji semangat kerja yang dimiliki karyawan PT. Perkebunan X serta pengaruhnya terhadap employee engagement.

  Hasil penelitian ini akan digunakan untuk menentukan intervensi yang tepat dalam meningkatkan employee engagement melalui peningkatan semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.

B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang penelitian diatas, peneliti mengangkat 4 rumusan masalah penelitian, yaitu:

  1. Bagaimana gambaran employee engagement karyawan PT. Perkebunan X.

  2. Bagaimana gambaran semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.

  3. Seberapa besar pengaruh antara semangat kerja dengan employee engagement PT.

  Perkebunan X.

  4. Intervensi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dengan tujuan meningkatkan employee engagement PT. Perkebunan X.

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

  1. Mengetahui gambaran employee engagement dan semangat kerja pada karyawan PT. Perkebunan X.

  2. Mengetahui pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement pada karyawan PT. Perkebunan X.

  3. Merancang intervensi untuk meningkatkan employee engagement melalui peningkatan semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

  1. Secara akademis, manfaat penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan tentang employee engagement dan semangat kerja. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis penelitian ini memberi gambaran mengenai employee engagement, semangat kerja dan rancangan intervensi dalam meningkatkan semangat kerja.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai apa yang harus dilakukan organisasi dalam meningkatkan employee engagement melalui peningkatan semangat kerja karyawan.

E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan teori

  Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu memuat teori mengenai employee

  engagement dan semangat kerja

  Bab III Metode penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

  Bab IV Analisa Data dan Pembahasan Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan. Bab V Kesimpulan dan Saran Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait.