Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X

(1)

PENGARUH SEMANGAT KERJA TERHADAP EMPLOYEE

ENGAGEMENT PADA PT. PERKEBUNAN X

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Magister Profesi Psikologi

Oleh

FARHAH MEUTHIA

097029006

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa Tesis saya yang berjudul “Pengaruh Semangat Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X”

yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister

Psikologi Profesi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di perguruan tinggi

manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Tesis ini yang

saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di

dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi pancabutan gelar

akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku

Medan, Desember 2012

Farhah Meuthia 097029006


(3)

Pengaruh Semangat Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X

Farhah Meuthia dan Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog

Abstrak

Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan

mengenai perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi.

Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun sosial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged. Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan PT. Perkebunan X yang berjumlah 42 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yaitu skala employee engagement dan skala semangat kerja yang disusun berdasarkan dimensi employee engagement oleh Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) serta aspek semangat kerja oleh Anoraga dan Suyati (1995). Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi sederhana menunjukkan hubungan yang positif antara semangat kerja dengan employee engagement (R=0.661 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel semangat kerja sebesar 43.7% terhadap employee engagement. Hasil penelitian ini selanjutnya menjadi dasar untuk menetapkan intervensi berupa pelatihan peningkatan semangat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan semangat kerja yang akhirnya akan meningkatkan employee engagement pada karyawan.


(4)

Effect Of Morale On Employee Engagement at PT.Perkebunan X.

Farhah Meuthia and Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog

Abstract

Employee engagement becomes an interesting issue on organizational behavior in recent years. Employee engagement has impact on overall company performance as key to success and high profitability to organization. Employee engagement will arise when employees have high morale. When workplace conditions are perceived positively both physical and social, the employee will experience a feeling of well-being that evokes the high level of morale, and then they will work with enthusiasm. In other words, morale should appear first before the employees getting engaged. Morale is a mental attitude that can provide impetus for someone to be able to work harder, faster, and better. High employee morale will affect the work efficiency and effectiveness.

This study used quantitative correlation methods to determine the influence of the morale to employee engagement. The subject in this study were 42 employee of PT. Perkebunan X. Measurement tool used in this study was scale, namely employee engagement scale and morale scale that composed based on the dimensions of employee engagement by Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) and the aspect of morale by Anoraga and Suyati (1995). Data Analyze using simple regression method showed a positive relationship between morale and employee engagement. (R=0.661 dan p=0.000). Contribution of morale to employee engagament was 43.7%. Result of this study as basis to create an intervention in form of training that namely Improved Morale Training in order to increasing employee engagement through employee morale.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah

Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Semangat Kerja

terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X” ini. Tesis ini diajukan untuk

memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera

Utara dan dipersembahkan kepada Erwin Alimansyah Siregar yang telah memberikan doa,

cinta, perhatian dan dukungan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Puji syukur juga penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan

rahmat dan hidayah Nya kepada kedua orang tua penulis, Ibunda Diana Roswita Iriani

Sitorus dan Ayahanda A. Natsir Tanjung, sehingga mereka bisa terus-menerus memberikan

semangat, motivasi, dan doanya kepada penulis dalam mengerjakan Tesis ini.

Selama proses penulisan Tesis ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai

pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara

2. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing Tesis yang

dengan sabar memberikan ilmunya, arahannya, dan kerelaannya untuk meluangkan

waktunya membimbing penulis dalam mengerjakan Tesis ini.

3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog yang telah meluangkan waktunya untuk menguji

dan membimbing penulis.

4. Ucapan terima kasih yang spesial buat Siti Annisa Rizki sebagai sahabat terbaik


(6)

menghadapi masalah. Tanpa dirinya, menyelesaikan Tesis ini pasti akan terasa

berat.

5. Marintan Octarina, Laila Maya dan Frandawati, terima kasih sudah menjadi sahabat

dan teman berbagi keluh kesah bagi penulis. Terima kasih untuk selalu bersedia

mendengarkan curahan hati penulis dan memberikan semangat sepanjang masa

kuliah hingga akhir pengerjaan Tesis ini. Karena kehadiran mereka, menjalani

perkuliahan sehari-hari menjadi terasa sangat menyenangkan.

6. Kepada Fauzi Kurniawan dan Fahmi Ananda, terima kasih telah menjadi teman

seperjuangan di Magister Profesi Psikologi ini, kalianlah idola sesungguhnya.

7. Kak Shirley, kak Suryati, Dian dan Keke. Terima kasih atas berbagai bantuan yang

diberikan kepada penulis dan kebersamaan selama menjalani perkuliahan.

8. Pihak PT. Perkebunan X yang telah memberikan izin pengambilan data dan telah

memberikan bantuan yang sangat berharga bagi penyelesaian tesis ini.

9. Saudara-saudaraku tersayang, Bang Yuri, Kak Rina, Dita, Nobel dan ponakan

penulis Amanda dan Luna. Semoga kita tetap akur dan saling menyayangi. Amin.

10.Seluruh Pihak yang telah membantu dan namanya mungkin tidak tersebutkan,

penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya, semoga pengorbanan dan jasa baik

yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis menyadari Tesis ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran penulis

harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi

pihak-pihak yang terkait serta para pembaca pada umumnya.

Medan, Desember 2012


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 0

LEMBAR PERNYATAAN... 0

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI ... 14

A. Employee Engagement ... 14

I. Pengertian Employee Engagement ... 14

II. Tipe Karyawan berdasarkan Employee Engagement ... 16

III. Dimensi Employee Engagement ... 17

IV. Gejala Employee Engagement ... 19

V. Keuntungan Dari Employee Engagement ... 20

VI. Faktor Yang Menyebabkan Employee Engagement ... 21

B. Semangat Kerja ... 25

I. Pengertian Semangat Kerja ... 25

II. Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja ... 27

III. Indikator Turunnya Semangat Kerja... 31

IV. Ciri-Ciri Semangat Kerja Yang Tinggi... 32

C. Gambaran Umum PT. Perkebunan X ... 33

I. Sejarah PT. Perkebunan X ... 33

II. Struktur PT. Perkebunan X ... 35

D. Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement ... 36

E. Hipotesis Penelititan ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Identifikasi Variabel ... 39

B. Definisi Operasional ... 39

C. Populasi Penelitan ... 42

D. Metode Pengambilan Data ... 42


(8)

2. Skala Semangat Kerja ... 46

E. Validitas, Reabilitas dan Uji Daya Beda Aitem ... 47

1. Validitas ... 47

2. Reabilitas... 48

3. Daya Beda Aitem ... 49

F. Hasil Analisa Alat Ukur Penelitian ... 50

1. Hasil Analisa Skala Employee Engagement ... 50

2. Hasil Analisa Skala Semangat Kerja ... 51

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 52

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 52

2. Pelaksanaan Penelitian ... 53

3. Pengelolaan Data Penelitian... 53

C. Metode Analisa Data ... 54

1. Uji Normalitas ... 55

2. Uji Linieritas ... 55

BAB IV ANALISA DATA ... 56

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 56

I. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

II. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 56

B. Hasil Penelitian ... 57

I. Uji Asumsi Penelitian ... 57

II. Hasil Utama Penelitian ... 59

C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 61

D. Pembahasan ... 65

E. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Keterlambatan Karyawan ... 9

Tabel 1.2 DataPenilaian Kinerja Karyawan ... 10

Tabel 3.1 Definisi Operasional Dimensi Employee Engagement ... 40

Tabel 3.2 Definisi Operasional Dimensi Semangat Kerja ... 41

Tabel 3.3 Blue Print Distribusi Aitem-Aitem Employee Engagement ... 45

Tabel 3.4 Rincian Skor dari Pilihan Respon pada Skala Employee Engagement ... 46

Tabel 3.5 Blue Print Distribusi Aitem-Aitem Semangat Kerja ... 47

Tabel 3.6 Rincian Skor dari Pilihan Respon pada Skala Semangat Kerja ... 47

Tabel 3.7 Jumlah Aitem Skala Employee Engagement Setelah Analisa ... 51

Tabel 3.8 Jumlah Aitem Skala Semangat Kerja Setelah Analisa... 51

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 56

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 58

Tabel 4.4 HasilUji Linearitas... 59

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Analisa Regresi ... 59

Tabel 4.6 Sumbangan Efektif Variabel Semangat Kerja ... 60

Tabel 4.7 Model Persamaan Regresi ... 60

Tabel 4.8 Perbandingan Data Emprik Dan Teoritik Employee Engagement ... 61

Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Employee Engagement ... 62

Tabel 4.10 Perbandingan Data Emprik Dan Teoritik Semangat Kerja ... 63


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Factor Leading to Employee Engagement ... 24


(11)

Pengaruh Semangat Kerja terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X

Farhah Meuthia dan Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog

Abstrak

Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan

mengenai perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan merupakan kunci keberhasilan dan profitabilitas organisasi.

Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun sosial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged. Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan PT. Perkebunan X yang berjumlah 42 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yaitu skala employee engagement dan skala semangat kerja yang disusun berdasarkan dimensi employee engagement oleh Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) serta aspek semangat kerja oleh Anoraga dan Suyati (1995). Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi sederhana menunjukkan hubungan yang positif antara semangat kerja dengan employee engagement (R=0.661 dan p=0.000). Sumbangan efektif variabel semangat kerja sebesar 43.7% terhadap employee engagement. Hasil penelitian ini selanjutnya menjadi dasar untuk menetapkan intervensi berupa pelatihan peningkatan semangat kerja dengan tujuan untuk meningkatkan semangat kerja yang akhirnya akan meningkatkan employee engagement pada karyawan.


(12)

Effect Of Morale On Employee Engagement at PT.Perkebunan X.

Farhah Meuthia and Cherly Kemala Ulfa, M.Psi, Psikolog

Abstract

Employee engagement becomes an interesting issue on organizational behavior in recent years. Employee engagement has impact on overall company performance as key to success and high profitability to organization. Employee engagement will arise when employees have high morale. When workplace conditions are perceived positively both physical and social, the employee will experience a feeling of well-being that evokes the high level of morale, and then they will work with enthusiasm. In other words, morale should appear first before the employees getting engaged. Morale is a mental attitude that can provide impetus for someone to be able to work harder, faster, and better. High employee morale will affect the work efficiency and effectiveness.

This study used quantitative correlation methods to determine the influence of the morale to employee engagement. The subject in this study were 42 employee of PT. Perkebunan X. Measurement tool used in this study was scale, namely employee engagement scale and morale scale that composed based on the dimensions of employee engagement by Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) and the aspect of morale by Anoraga and Suyati (1995). Data Analyze using simple regression method showed a positive relationship between morale and employee engagement. (R=0.661 dan p=0.000). Contribution of morale to employee engagament was 43.7%. Result of this study as basis to create an intervention in form of training that namely Improved Morale Training in order to increasing employee engagement through employee morale.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi atau perusahaan selalu mempunyai berbagai macam tujuan yang

hendak dicapai. Hal ini menjadi dasar bahwa setiap organisasi yang didirikan

mempunyai harapan bahwa kelak di kemudian hari akan mengalami perkembangan

yang pesat di dalam lingkup kegiatannya dan menginginkan terciptanya produktivitas

yang tinggi dalam bidang pekerjaannya. Untuk mewujudkan operasinya tersebut

dibutuhkan beberapa faktor produksi yaitu, tenaga kerja, modal, dan keahlian, dimana

ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung

untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisisen. Diantara ketiga faktor utama

tersebut faktor tenaga kerja atau manusia dalam hal ini adalah pegawai, merupakan

hal yang terpenting karena manusia merupakan pemakai dan penggerak serta penentu

dari semua aktivitas. Oleh karena itu karyawan merupakan asset yang sangat bernilai

bagi perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis (Dessler, 2003).

Setiap perusahaan tentu sangat ingin mempertahankan karyawan terbaiknya untuk

tetap berada di dalam perusahaan. Karyawan tersebut sebisa mungkin dipelihara agar

karyawan akan merasa betah dalam perusahaan. Untuk itu perilaku karyawan

dipelajari oleh perusahaan agar mampu memelihara mereka dengan baik. Perusahaan

akan lebih beruntung lagi apabila karyawan mereka sudah merasa terikat dengan

perusahaan (Sandy & Suharnomo, 2011)

Employee engagement menjadi isu yang menarik dalam pembahasan mengenai

perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena

employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan dan


(14)

Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti Gallup

(Endres & Smoak, 2008). Mereka mengklaim bahwa employee engagement dapat

memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan

karyawan, menghasilkan kepuasan konsumen, serta keberhasilan untuk organisasi

(Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman, 2006).

Harter, Schmidt, dan Hayes (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai

bentuk keterlibatan individu dan kepuasan serta antusiasmenya dalam melakukan

pekerjaan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Frank et al (dalam Saks,

2006) bahwa employee engagement sebagai sejumlah usaha yang diberikan melebihi

apa yang diharapkan oleh perusahaan (discretionary effort) dalam bekerja. Karyawan

yang memiliki keterikatan dengan perusahaan akan berkomitmen secara emosional

dan intelektual terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya

melebihi apa yang diharapkan dalam suatu pekerjaan.

Vazirani (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang

menyebabkan karyawan menjadi engage yaitu: 1) Kesempatan untuk pengembangan

pribadi. 2) Manajemen yang efektif atas potensi atau bakat individu. 3) Kejelasan dari

nilai inti perusahaan. 4) Perlakuan organisasi yang penuh hormat kepada karyawan.

5) Perilaku etis yang sesuai standar perusahaan. 6) Pemberdayaan. 7) Image 8) Faktor

lainnya yang meliputi: a) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil. b)

Penilaian kinerja. c) Gaji dan bonus. d) Kesehatan dan keselamatan. e) Kepuasan

kerja. f) Komunikasi. g) Family friendliness h) Co-operation.

Satu artikel yang membahas mengenai Engagement pada situs HR Portal

menunjukkan sebuah penelitian yang dilakukan Wayne Hochwarter yang merupakan

seorang Profesor administasi bisnis di Florida State University College of Business


(15)

biasa maupun pejabat perusahaan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas

tentang employee engagement, manfaatnya pada perusahaan, dan juga bahaya yang

mungkin timbul apabila tidak dikelola dengan baik. Hasil penelitian tersebut

menemukan bahwa karyawan yang merasa terlibat 50% lebih tinggi dalam hal

kepuasan kerja, 45% lebih tinggi dalam kinerja, dan 40% lebih tinggi dalam kepuasan

hidup. Mereka juga 33% lebih kecil kemungkinannya untuk pindah ke tempat lain

dan 30% lebih berkomitmen kepada perusahaan. Hochwarter juga menambahkan

bahwa karyawan yang engaged bekerja dengan lebih keras, lebih kreatif dan lebih

berkomitmen, dan mereka merupakan prediktor yang penting terhadap produktivitas

perusahaan. Selain itu organisasi yang memiliki karyawan engaged dapat lebih

berhasil mengatasi tekanan resesi.

Employee engagement adalah hasil dari kondisi pekerjaan yang mendukung

seperti reputasi organisasi sebagai perusahaan yang baik, ketersediaan sumber daya

yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas kinerja yang tinggi serta penyampaian

visi yang jelas dari top managemen mengenai keberhasilan yang diraih untuk jangka

panjang (Paradise, 2008). Bowles & Cooper (2009) mengatakan bahwa karyawan

yang merasa engaged, akan melakukan beberapa tindakan seperti: advocacy

(merekomendasikan organisasinya sebagai tempat bekerja yang baik atau

merekomendasikan barang dan jasa yang dihasilkan); “going the extra mile” (tidak

langsung pulang ketika jam kerja berakhir, tetap mengusahakan agar kebutuhan

pelanggan dapat terpenuhi); menjadi relawan dalam menyelesaikan suatu tugas;

menunjukkan rendahnya penentangan dan sebagainya.

Engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat

kerja yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowles & Cooper (2009) yang


(16)

lebih jauh dikatakan bahwa ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik

secara fisik maupun psikososial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera

yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk

menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Ketika semangat kerja pada level

yang tinggi, maka akan memicu perilaku karyawan yang telah dijelaskan diatas tadi

(advocacy, going to the extra mile, menolong orang lain, komitmen dsb). Perilaku

karyawan inilah yang disebut dengan perilaku karyawan yang memiliki engagement.

Selanjutnya dikatakan bahwa engagement tidak mungkin ada tanpa semangat kerja

yang tinggi, dan semangat kerja yang tinggi biasanya menghasilkan engagement

(Bowles & Cooper, 2009). Dengan kata lain, semangat kerja merupakan aspek yang

harus muncul terlebih dahulu pada diri karyawan sebelum karyawan merasa engaged.

Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang

mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat,

dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi

kerja dan efektivitas kerja. Semangat kerja adalah kesinambungan dari situasi yang

dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan

seseorang untuk bekerja dengan giat dan kemudian akan mempengaruhi orang lain di

lingkungan kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasali (1998) yang menyatakan

bahwa semangat kerja terdiri dari sikap para individu dan kelompok terhadap hidup,

lingkungan dan pekerjaan.

Anoraga dan Suyati (1995) mengemukakan semangat kerja sebagai sikap individu

maupun kelompok terhadap lingkungan kerja yang tercermin dengan adanya minat,

gairah, dan bekerja secara lebih giat terhadap pekerjaan yang dilakukan. Semangat

kerja juga dapat diartikan sebagai sikap perorangan dan kelompok terhadap


(17)

mengerahkan kemampuan yang dimiliki secara sukarela. Dalam hal ini lebih

menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya daripada sekedar

kesenangan saja (Werther & Davis, 1989).

Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja dengan

energik, antusias dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika sampai di kantor

(Carlaw, Deming, dan Friedman, 2003). Sebaliknya, ketika semangat kerja rendah

dalam perusahaan, karyawan akan merasakan kebosanan dan malas dalam bekerja.

Dengan kata lain, karyawan tidak bergairah dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan

hanya bermalas-malasan ketika sampai di kantor. Keadaan tersebut dapat

mengakibatkan performansi kerja karyawan menjadi rendah, menciptakan masalah di

tempat kerjanya, cenderung menarik diri dari lingkungan kerja, sering terlambat

datang ke tempat kerja dan pulang lebih awal dari waktu yang ditetapkan dalam

aturan perusahaan, tidak mau berinteraksi dengan karyawan lain dan akhirnya terjadi

tingkat pindah kerja yang tinggi dalam perusahaan (Carlaw, Deming dan Friedman,

2003).

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Tohardi (2002) mengenai

pentingnya semangat kerja karyawan pada organisasi atau perusahaan. Alasannya

dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dengan semangat kerja yang tinggi, tentunya

dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas dan tidak

terjadinya peringatan secara lisan dan tertulis tidak terjadi. 2) Pekerjaan yang

diberikan atau yang ditugaskan kepada karyawan dapat diselesaikan dalam waktu

yang lebih singkat. 3) Pihak organisasi atau perusahaan memperoleh keuntungan dari

sudut kecilnya angka kerusakan, karena semakin karyawan tidak puas dalam bekerja,


(18)

semakin besar angka kerusakan yang terjadi diperusahaan. 4) Membuat karyawan

akan merasa senang bekerja, sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah

bekerja ke tempat lain. 5) Dengan semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi

angka kecelakaan, karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi

cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga bekerja sesuai dengan

prosedur yang ada.

PT. Perkebunan X adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam

bidang perkebunan kelapa sawit yang didirikan pada tahun 1983. Perusahaan ini

mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengan memakai sistem swakelola yang

artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri, mulai dari penyediaan bibit,

pupuk, pemeliharaan dan penjualan. Perusahaan ini memiliki lebih dari 2.351

karyawan yang terdiri dari karyawan organik 590 orang, karyawan harian tetap 327

orang, karyawan harian lepas 1.375 orang serta karyawan honorer 59 orang. Kantor

pusat PT. Perkebunan X berlokasi di kota Medan, dengan jumlah karyawan sebanyak

51 orang.

Pada awal didirikan, perusahaan ini hanyalah satu dari sedikit perusahaan swasta

yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, sehingga tujuan utama perusahaan

lebih terfokus pada pencapaian profit dan kurang memperhatikan aspek sumber daya

manusianya. Namun seiring berjalannya waktu, banyak bermunculan perusahaan

yang juga bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, bahkan perusahaan

perkebunan yang menjadi saingan memiliki teknologi yang lebih maju serta skala

produksi yang lebih besar dan pemasaran hingga ke luar negeri. Persaingan ini

menyebabkan perusahaan akhirnya mulai merubah pandangan dan lebih memberi

perhatian pada sumber daya manusia yang ada. Pemberian fasilitas komputer dan


(19)

teknologi dalam hal mempermudah proses kerja. Perbaikan sistem penerimaan

karyawan juga dilakukan, jika pada awalnya proses perekrutan karyawan hanya

melalui wawancara dengan manager namun saat ini seluruh karyawan yang direkrut

harus melalui psikotes disalah satu biro psikologi yang ditunjuk. Selain itu, syarat

karyawan yang direkrut juga ditingkatkan, jika pada awalnya seseorang yang lulus

SMA dapat diterima menjadi karyawan, maka saat ini tingkat pendidikan karyawan

pelaksana minimal adalah D3.

Perjalanan menuju perusahaan yang lebih global tentunya membutuhkan daya

upaya yang luar biasa. Fasilitas hari demi hari terus dilengkapi, dikembangkan

dengan mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Dilain pihak ketiadaan HRD

yang profesional menjadi kendala dalam menciptakan sistem manajemen yang baik

bagi sumber daya manusia yang ada. Meskipun memiliki keterbatasan, departemen

personalia berusaha untuk memperbaiki sistem manajemen karyawan perusahaan PT.

Perkebunan X. Namun tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaannya banyak

tantangan dan hambatan yang terjadi sehingga belum semua aspek yang ada dapat

berjalan sebagaimana yang diharapkan untuk kemajuan perusahaan, seperti terungkap

dari wawancara dengan Manajer personalia PT. Perkebunan X berikut ini.

Belum semua aspek perusahaan yang berjalan dengan maksimal untuk mendukung kelancaran proses kerja sarana dan fasilitas yang ada dirasa belum dipergunakan secara efektif. Karyawan juga belum mengeluarkan kemampuan maksimal yang mereka miliki dalam bekerja…..

(Komunikasi Personal, Juli 2012)

Sebagai salah satu perusahaan yang mencari profit melalui pengolahan kepala

sawit, PT. Perkebunan X memiliki tentunya mengharapkan karyawan harus memiliki

rasa antusias yang tinggi, menyambut tantangan kerja dan tidak diharapkan menjadi

karyawan yang pasrah, bekerja apa adanya dan tidak ingin maju. Akan tetapi


(20)

semangat kerja yang tinggi, hal ini dikarenakan masih banyaknya karyawan yang

belum bekerja secara optimal bahkan cenderung bekerja seadanya seperti yang

dikemukakan oleh manager personalia PT. Perkebunan X.

...tidak semua karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Dari sepuluh orang karyawan, pasti ada salah satu atau dua yang semangatnya rendah, tidak semua karyawan memiliki semangat yang besar seperti yang diharapkan oleh perusahaan.

(Komunikasi Personal, Juli 2012)

Hasil observasi yang dilakukan bulan Mei – Juli 2012 menunjukkan hal-hal

sebagai berikut: (1) ketika jam kerja dimulai, kebanyakan karyawan masih belum

memulai aktivitas kerja namun masih melaksanakan aktivitas pribadi seperti

berdandan, sarapan, membaca koran, dan berkumpul diruang pantry perusahaan. Hal

ini berlangsung antara 30 menit hingga 1 jam sebelum mereka kembali ke meja kerja

masing-masing. (2) hampir setiap hari ditemukan karyawan yang meninggalkan

pekerjaannya di jam kerja untuk melakukan aktivitas lain seperti membaca koran,

bercanda gurau, makan dan minum dll diruang pantry. (3) beberapa karyawan

terlihat bermain game pada saat bekerja, hal ini bahkan berlangsung hingga

berjam-jam. (4) beristirahat makan siang sebelum jam istirahat dan terlambat kembali ke

kantor. (5) sering meninggalkan lingkungan kantor ketika jam kerja dengan berbagai

alasan seperti menjemput anak, melihat saudara sakit, menghadiri acara adat

pernikahan tetangga, membuat SIM, ke bank dsb. Rendahnya semangat kerja juga

ditunjukkan dengan perilaku keterlambatan karyawan. Tabel hasil keterlambatan

karyawan dapat dilihat sbb:

Tabel I.1 Data Keterlambatan Karyawan

Bulan Terlambat

April 4.6%

Mei 12%

Juni 15,6%


(21)

Dari tabel I.1 dapat dilihat bahwa pada bulan Juni, tingkat keterlambatan karyawan

mencapai 15,6%, bahkan 3 orang diantaranya telah mendapat surat peringatan (Data

Surat Keluar Perusahaan, Juli 2012). Disamping itu, terdapat penurunan kategori

baik dari hasil penilaian kinerja karyawan, data penilaian prestasi kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel I.2 Data Keterlambatan Karyawan

Tahun Kategori Penilaian Jumlah Karyawan Baik Cukup Kurang

2009 26 (59%) 16 (36%) 2 (5%) 44

2010 25 (53%) 14 (30%) 8 (17%) 47

2011 21 (41%) 21 (41%) 9 (18%) 51

Sumber: PT. Perkebunan X, Medan

Berdasarkan tabel I.2 dapat dilihat persentase kategori baik dari penilaian kinerja

karyawan untuk tahun 2011 lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya dan terjadi

peningkatan persentase pada kategori kurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya penurunan semangat kerja yang

berdampak pada kinerja mereka namun hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

Permasalahan mengenai rendahnya semangat kerja karyawan haruslah diatasi

sedini mungkin. Karyawan harus selalu diupayakan untuk bekerja dengan baik dan

selalu antusias dalam mengerjakan tugas-tugasnya semaksimal mungkin untuk

mencegah terjadinya penurunan kinerja. Hasil Siroto Survey Intelligence

(Ubaydillah, 2006) tentang antusiasme karyawan menunjukkan bahwa sebagian

besar karyawan mempunyai antusias tinggi ketika menemukan pekerjaan baru, tetapi

antusiasme itu akan menurun setelah enam bulan bekerja. Ini dirasakan oleh 85%

dari 1000 perusahaan yang dijadikan obyek studi dan melibatkan kurang lebih satu


(22)

bahwa kegairahan karyawan hanya akan berlangsung maksimal satu tahun dari sejak

mendapatkan pekerjaan. Selama masa satu tahun pertama ini, karyawan sangat

antusias, komitmen bagus, bersedia untuk menerima nasihat dari atasan, dan datang

tepat waktu (The Gallup Organization dalam Ubaydillah, 2006).

Menurunnya kegairahan dan antusias karyawan dalam bekerja tentunya menjadi

indikator dalam melihat penurunan semangat kerja (Anoraga & Suyati, 1995). Hal ini

juga akan berdampak pada tingkat engagement yang dimiliki karyawan.

Melihat pentingnya semangat kerja dengan kaitannya terhadap employee

engagement, maka peneliti tertarik untuk mengkaji semangat kerja yang dimiliki

karyawan PT. Perkebunan X serta pengaruhnya terhadap employee engagement.

Hasil penelitian ini akan digunakan untuk menentukan intervensi yang tepat dalam

meningkatkan employee engagement melalui peningkatan semangat kerja karyawan

PT. Perkebunan X.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian diatas, peneliti mengangkat 4 rumusan masalah

penelitian, yaitu:

1. Bagaimana gambaran employee engagement karyawan PT. Perkebunan X.

2. Bagaimana gambaran semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.

3. Seberapa besar pengaruh antara semangat kerja dengan employee engagement PT.

Perkebunan X.

4. Intervensi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan semangat kerja

karyawan dengan tujuan meningkatkan employee engagement PT. Perkebunan X.


(23)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui gambaran employee engagement dan semangat kerja pada karyawan

PT. Perkebunan X.

2. Mengetahui pengaruh semangat kerja terhadap employee engagement pada

karyawan PT. Perkebunan X.

3. Merancang intervensi untuk meningkatkan employee engagement melalui

peningkatan semangat kerja karyawan PT. Perkebunan X.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

1. Secara akademis, manfaat penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada

ilmu pengetahuan tentang employee engagement dan semangat kerja. Penelitian

ini juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis penelitian ini memberi gambaran mengenai employee engagement,

semangat kerja dan rancangan intervensi dalam meningkatkan semangat kerja.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai apa yang harus

dilakukan organisasi dalam meningkatkan employee engagement melalui

peningkatan semangat kerja karyawan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.


(24)

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang

menjadi objek penelitian yaitu memuat teori mengenai employee

engagement dan semangat kerja

Bab III Metode penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel,

metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan

reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk

mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil

penelitian tambahan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Employee Engagement

I. Pengertian Employee Engagement

Terdapat suatu definisi yang sering digunakan oleh salah satu lembaga

konsultan yang bergerak dalam bidang sumber daya manusia yaitu

Gallup Organization. Gallup Oranization menyatakan bahwa karyawan yang

mempunyai nilai engagement merupakan pekerja yang memiliki keterlibatan

secara penuh serta antusias terhadap pekerjaan mereka (Tritch, 2003). Definisi

ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Harter dkk (2002) yang

menyatakan engagement sebagai keterlibatan seorang karyawan serta kepuasan

pada pekerjaan yang dilengkapi dengan antusiasme.

Tokoh lain yang yang menyebutkan definisi employee engagement adalah

Marciano (2010) yang mendefinisikan employee engagement sebagai berikut:

“the extent to which one is committed, dedicated, and loyal to one’s organization,supervisor, work, and colleagues”

Pengertian dari Marciano (2010) ini dapat diartikan sejauh mana seseorang

berkomitmen, mendedikasikan dirinya dan loyal kepada organisasi, atasan,

pekerjaan dan rekan kerjanya.

Dvir, Eden, Avolio & Shamir (2002) mendefinisikan engagement dalam

istilah “high level of activity, initiative and responsibility”. Secara lebih

spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002)


(26)

dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication dan

absorption.

Pengertian employee engagement ini juga dikemukakan oleh Robinson,

Perryman & Hayday (2004) yang mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai

sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi.

Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan tinggi pada organisasi

memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional

organisasi, mampu bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian unit

kerja/organisasi melalui kerja sama antara individu karyawan dengan

manajemen. Menurut Kahn (dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012)

employee engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota

organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan

dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Sedangkan Hewitt

Associate (2004) menyatakan bahwa employee engagement sebagai keinginan

karyawan untuk say (berbicara positive mengenai organisasi), stay (keinginan

untuk menjadi anggota dari organisasi, dan strive (berbuat melebihi harapan

organisasi). Employee engagement juga dikaitkan dengan dorongan motivasi

internal yang tinggi (Colbert, Mount, Harter, Witt & Barrick, 2004). Hal ini

sejalan dengan Wellins dan Concelman (dalam Little & Little, 2006) yang

mengatakan bahwa employee engagement adalah dorongan ilusi yang

memotivasi karyawan untuk menunjukkan performance yang tinggi. Dorongan

ini merupakan gabungan dari komitmen, loyalitas, produktivitas dan

kepemilikan. Definisi ini kemudian ditambahkan dengan memasukkan perasaan


(27)

Institute of Employee Studies (dalam Robinson, Perryman & Hayday,

2004) mendefinisikan employee engagement sebagai suatu sikap positif dari

karyawan terhadap sikap organisasi tempat dirinya bekerja. Karyawan yang

terpacu akan peduli terhadap bisnis organisasi dan bekerja secara tim untuk

meningkatkan performasi organisasi.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

keterikatan karyawan adalah sikap positif individu karyawan terhadap

organisasi dan nilai organisasi yang ditunjukkan dengan adanya komitmen,

dedikasi dan loyal kepada organisasi, atasan, pekerjaan dan rekan kerjanya.

Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan yang tinggi pada

organisasi memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan

operasional organisasi, antuasias dalam bekerja, mampu bekerja sama dengan

karyawan lain, berbicara positif mengenai organisasi, dan berbuat melebihi


(28)

II. Tipe Karyawan berdasarkan tingkat Employee engagement

Seorang karyawan yang engaged akan merasa loyal dan peduli dengan

masa depan organisasinya. Karyawan tersebut memiliki kesediaan untuk

melakukan usaha ekstra demi tercapainya tujuan organisasi untuk tumbuh dan

berkembang. Gallup (2004) mengelompokkan 3 jenis karyawan berdasarkan

tingkat engagement yaitu:

1. Engaged

Karyawan yang engaged adalah seorang pembangun (builder). Mereka

selalu menunjukkan kinerja dengan level yang tinggi. Karyawan ini akan

bersedia menggunakan bakat dan kekuatan mereka dalam bekerja setiap

hari serta selalu bekerja dengan gairah dan selalu mengembangkan inovasi

agar perusahaan berkembang.

2. Not Engaged

Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas dibandingkan

untuk mencapai tujuan dari pekerjaan itu. Mereka selalu menunggu perintah

dan cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan.

3. Actively Disengaged

Karyawan tipe ini adalah penunggu gua “cave dweller”. Mereka secara

konsisten menunjukkan perlawanan pada semua aspek. Mereka hanya


(29)

actively disengaged ini melemahkan apa yang dilakukan oleh pekerja yang

engaged.

III. Dimensi Employee engagement

Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) employee engagement

mencakup 2 dimensi penting, yaitu:

a. Employee engagement sebagai energi psikis

Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak experience) dengan

berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan

tersebut. Employee engagement merupakan keseriusan ketika larut

dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving),

penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan

(involvement).

b. Employee engagement sebagai energi tingkah laku:

Bagaimana employee engagement terlihat oleh orang lain. Employee

engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang

berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa:

1) Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan


(30)

mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan

organisasi.

2) Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”,

mereka fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara

konsisten mengenai kesuksesan organisasi.

3) Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas

kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan visi

dan misi perusahaan.

4) Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan

rintangan atau situasi yang membingungkan.

Marciano (2010) mengembangkan model RESPECT yang didasarkan

pada prinsip sederhana yang menyatakan bahwa ketika orang

diperlakukan dengan respect mereka akan engage dan bekerja keras untuk

mencapai tujuan organisasi. Keterikatan karyawan tergantung kepada

sejauh mana karyawan merasa respect atau disrespect pada5 area dimensi

berikut:

1. Organisasi

Mencakup visi, misi, nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi.

2. Kepemimpinan

Sikap terhadap pimpinan khususnya pimpinan langsung, meyakini

bahwa ia adalah orang yang kompeten, beretika, membuat keputusan

yang bagus dan memperlakukan orang lain dengan adil.


(31)

Meyakini bahwa anggota tim adalah orang yang berkompeten,

kooperatif, jujur, suportif dan mau mendorong dan mendukung diri

mereka sendiri.

4. Pekerjaan

Meyakini bahwa pekerjaan tersebut menantang, berharga, menarik dan

memiliki nilai kepada pelanggan baik internal maupun eksternal.

5. Individu

Memiliki perasaan bahwa ia dihargai oleh organisasi, supervisor dan

oleh sesama anggota tim

IV. Gejala Employee Engagement

Marciano (2010) menunjukkan perilaku khusus yang menggambarkan

employee engagement yaitu sebagai berikut:

1. Mengutarakan ide-ide baru dalam bekerja

2. Menunjukkan sikap bergairah dan antusias tentang pekerjaan

3. Mengambil inisiatif

4. Selalu mencari cara untuk memperbaiki dan mengembangkan diri, orang

lain maupun perusahaan.

5. Secara konsisten bertindak melampaui tujuan yang ditentukan serta

harapan-harapan terhadap dirinya.

6. Memiliki sifat ingin mendalami segala sesuatu, tertarik dan selalu

mengajukan pertanyaan-pertanyaan


(32)

8. Bersifat optimis dan positif, senyum

9. Mengatasi hambatan dan tetap fokus terhadap tugas dan persisten.

10.Komit terhadap organisasi

Albrecht (2010) merangkum beberapa gejala engagement pada seorang

karyawan antara lain:

1. Karyawan akan mengerahkan dan menunjukkan semua usaha baik fisik,

pemikiran maupun perasaan dalam melakukan pekerjaannya (Kahn, 1990)

2. Karyawan mengerahkan seluruh tenaga, antusiasme, dan menunjukkan

semangat, dedikasi dan dirinya larut dalam pekerjaan, muncul perasaan

mengasikkan pada saat melaksanakan tugasnya

3. Karyawan menginternalisasi semua tujuan dan aspirasi perusahaan sebagai

tujuan dan aspirasi miliknya sendiri. karyawan merasa memiliki ikatan

emosi antara dirinya dan perusahaan.

V. Keuntungan Dari Engagement

Biro konsultasi DDI (dalam Marciano, 2010) menyatakan bahwa semakin

tinggi tingkat keterikatan maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut.

Marciano (2010) menjelaskan bahwa banyak keuntungan yang dihubungkan

dengan level keterikatan yang tinggi, yaitu:

1. Meningkatkan produktivitas

2. Meningkatkan keuntungan perusahaan

3. Kualitas kerja yang tinggi

4. Meningkatkan efisiensi kerja

5. Turnover yang rendah


(33)

7. Meminimalkan kecurangan dan kesalahan karyawan

8. Meningkatnya kepuasan pelanggan

9. Meningkatnya kepuasan karyawan

10.Mengurangi waktu yang hilang akibat kecelakaan kerja

11.Meminimalkan keluhan EEO atau Employee Employment Opportunity

VI. Faktor Yang Menyebabkan Employee Engagement Dan Disengagement

Vazirani, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang

menyebabkan employee engagement, yaitu:

1. Pengembangan karir - kesempatan untuk pengembangan pribadi

Organisasi dengan tingkat engagement yang tinggi memberikan

kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kemampuan

mereka, mempelajari keahlian baru, mendapatkan pengalaman baru dan

menyadari potensi karyawan mereka. Ketika organisasi merancang

jenjang karir bagi karyawan mereka dan mengembangkan pelaksanaannya

bagi karyawan, maka karyawan juga akan menjadi investasi bagi

perusahaan.

2. Pengembangan karir - manajemen yang efektif dari potensi atau bakat


(34)

Pengembangan karir mempengaruhi keterikatan karyawan dan

mempertahankan karyawan yang paling berbakat dan menyediakan

kesempatan bagi pengembangan pribadi.

3. Kepemimpinan - kejelasan dari nilai perusahaan

Nilai inti organisasi jelas dan tidak ambigu.

4. Kepemimpinan - perlakuan yang penuh hormat kepada karyawan

Organisasi menunjukkan respek pada setiap kualitas dan kontribusi dari

karyawan tanpa memperhatikan level mereka.

5. Kepemimpinan - standar perilaku etis sesuai standar perusahaan

Standar etika organisasi juga menyebabkan karyawan engage

6. Pemberdayaan

Karyawan ingin dilibatkan dalam keputusan yang mempengaruhi kerja

mereka. pemimpin dari tempat kerja yang memiliki keterikatan tinggi

menciptakan lingkungan yang menantang dan penuh rasa percaya, dimana

karyawan dibiarkan berinovasi untuk memajukan organisasi.

7. Image

Seberapa besar karyawan untuk memberikan dukungan pada produk dan

jasa yang dihasilkan organisasinya tergantung pada luasnya persepsi

pelanggan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan organisasinya

tersebut.

8. Faktor lainnya yang meliputi:

a. Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil

Keterikatan karyawan akan tinggi jika atasan mereka memberikan

perlakuan yang sama kepada semua karyawan dalam untuk


(35)

b. Penilaian kinerja

Evaluasi yang adil terhadap kinerja karyawan merupakan kritaria

penting untuk menentukan tingkat employee engagement.

Organisasi yang melakukan penilain kinerja dengan cara yang

sesuai (transparan dan tidak bias) akan meningkatkan level

engagement karyawannya.

c. Gaji dan bonus

Organisasi harus memiliki sistem upah yang sesuai sehingga

karyawan termotivasi untuk bekerja di perusahaan. Untuk

meningkatkan level keterikatan karyawan organisasi harus

menyediakan upah dan benefit yang sesuai.

d. Kesehatan dan keselamatan

Hasil penelitian mengindikasikan bahwa keterikatan karyawan

akan menurun jika karyawan merasa tidak aman ketika bekerja.

Sehingga organisasi harus memiliki metode dan sistem yang sesuai

untuk menjamin keselamatan dan kesehatan karyawan.

e. Kepuasan kerja

Hanya karyawan yang puas yang akan menjadi engage.

f. Komunikasi

Organisasi harus mengikuti kebijakan terbuka, sistem komunikasi

keatas dan kebawah harus sesuai dan diatur sebaik mungkin. Jika

karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mendapat

hak untuk didengarkan maka level keterikatan karyawan akan

meningkat.


(36)

Career Development – Opportunities for personal development Feeling valued & Involved E N G A G E M E N T

Keluarga karyawan mempunyai pengaruh dalam kehidupan

kerjanya. Ketika seorang karyawan menyadai bahwa organisasi

tempat ia bekerja juga memberikan perhatian pada keluarganya

(tunjangan anggota keluarga) maka ia akan memiliki kedekatan

emosional dengan organisasinya yang akan membuatnya engage.

h. Co-operation

Jika seluruh organisasi saling bekerja sama dan saling membantu

maka karyawan akan menjadi engage dengan organisasinya.

Faktor-faktor ini kemudian digambarkan dalam sebuah bagan

berikut:

Gambar 2.1 Factor leading to Employee engagement, Vazirani, 2007

Career Development – Effective Management of Talent

Leadership – Clarity of Company Values

Leadership – Respectful treatment of employees

Leadership – Company’s Standard of ethical behavior

Empowerment Image

Equal opportunies & Fair treatment Performance Appraisal

Pay and Benefits Communication

Health and Safety Family friendliness


(37)

B. Semangat Kerja

I. Pengertian Semangat Kerja

Upaya pencapaian tujuan operasional masalah semangat kerja pegawai

tidak dapat diabaikan begitu saja karena pegawai perupakan faktor yang sangat

penting disamping faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu semangat kerja

pegawai perlu dipupuk dan ditingkatkan demi tercapainya tujuan organisasi

secara efektif dan efisien.

Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale yang artinya

moril atau semangat juang (Echols & Shadily,1997). Beach (1980)

mendefinisikan semangat kerja sebagai sikap individu dalam kelompok

terhadap lingkungan kerjanya dan bekerja sama secara sukarela mengerahkan

kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pendapat lain mengatakan

bahwa semangat kerja merupakan perasaan yang memungkinkan seseorang

bekerja untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik (Halsey, 2003).

Sementara menurut Kossen (1993) semangat kerja adalah suasana yang

ditimbulkan oleh sikap kerja dari para anggota suatu organisasi. Nitisemito

(1996) mengatakan bahwa semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara

lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Pendapat lain dikemukakan oleh Strauss dan Sayless (1999) yang

menyebutkan semangat kerja sebagai sikap partisipasi pekerja dalam mencapai

tujuan organisasi yang harus dilakukan dengan dorongan yang kuat, antusias

dan bertanggung jawab terhadap prestasi serta konsekuensi organisasi di masa

sekarang dan yang akan datang. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa semangat

kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya


(38)

Sastrohadiwiryo (2002) mengatakan bahwa semangat kerja dapat diartikan

sebagai suatu kondisi mental, atau perilaku individu tenaga kerja dan

kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri

tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan perusahaan.

Pengertian semangat kerja juga dikemukakan oleh Davis & Newstrom

(2000) yang menyatakan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan

maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan

kerja lebih banyak dan lebih baik. Semangat kerja merupakan suasana kerja

yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap

individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di

dalamnya lingkungan, kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai

dengan kepentingan dan tujuan perusahaan. Menurut Winardi (2004) semangat

kerja mengandung pengertian ketiadaan konflik, perasaan senang, penyesuaian

pribadi secara baik, dan tingkat keterlibatan ego dalam pekerjaan.

Para ahli lain yang menyebutkan pengertian semangat kerja adalah Danim

(2004) yang mendefenisikan semangat kerja atau kegairahan kerja sebagai

kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai

tujuan tertentu. Selain itu Carlaw, Deming & Friedman (2003) juga

menyatakan bahwa karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi adalah

karyawan yang bekerja dengan berenergi, antusias, dan memiliki rasa

kebersamaan. Karyawan yang memiliki semangat kerja rendah adalah ketika

karyawan merasa bosan, berkecil hati, dan malas. Semangat kerja merupakan

bentuk nyata dari komitmen yang ditunjukkan dengan semangat, antusiasme


(39)

Semangat kerja ditunjukkan dengan apa yang individu dan kelompok katakan

dan lakukan untuk memperlihatkan ketertarikan, pemahaman dan identifikasi

diri terhadap keutuhan dan kesuksesan kelompok kerja (Yoder & Staudohar,

1982).

Berdasarkan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja

adalah sikap pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus ditunjukkan

dengan bekerja penuh energi, antusias, dan memiliki rasa kebersamaan.

II. Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Bowles dan Cooper (2009) mengemukakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi semangat kerja karyawan, yaitu:

a. Pekerjaan itu sendiri dan image organisasi

Hal ini termasuk bagaimana karyawan melihat organisasi dan pekerjaan

mereka serta bagaimana ia berpikir mengenai orang lain (masyarakat dan

pelanggan) akan melihat organisasi tempat dia berada.

b. Kompensasi dan benefit

Hal ini mencakup pembayaran upah serta benefit lain yang diberikan oleh

organisasi.

c. Karir dan pengembangan

Merupakan aspek yang berhubungan dengan kesempatan untuk berprestasi,

keadilan dalam proses promosi, perekrutan secara internal maupun

eksternal, kesempatan mendapatkan pelatihan dan pengembangan dalam

upaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan.


(40)

Perasaan aman yang didapatkan oleh karyawan dalam bekerja, dan adanya

jaminan bahwa organisasi akan terus bertahan dan berkembang.

e. Komunikasi

Mencakup seluruh informasi yang diberikan kepada karyawan, apa

informasi itu penting, apakah informasi tersebut dapat dipercaya, apakah

cara penyampaiannya sesuai.

f. Produktifitas

Bagaimana cara karyawan menjadi produktif, apakah sudah cukup

diarahkan atau tidak, ketiadaan atau kurangnya pelatihan yang diberikan,

kebijaksanaan dari manajemen, bagaimana desain alur kerja dan apakah

seseorang mendapatkan beban kerja yang lebih banyak dibanding kan orang

lain tanpa mendapatkan konsekuensi

g. Kondisi kerja

Hal ini termasuk kondisi kerja secara fisik, keselamatan, perlengkapan dan

peralatan yang memadai, pengaturan jarak ruangan kantor, fasilitas

kesehatan dan aspek yang berhubungan.

h. Manajemen dan pengawasan

Bagaimana karyawan melihat atasannya, apa yang diharapkan oleh

pimpinan untuk karyawan lakukan atau kerjakan, bagaimana image

pimpinan yang dilihat oleh karyawan, apakah perlakuan manajer atau

pimpinan adil atau tidak, kapan terakhir kali karyawan mendapat masukan

dari atasan atas kinerjanya, dan apakah masukan tersebut mampu

memotivasinya.


(41)

Mencakup bagaimana suatu keputusan dibuat, apakah sudah sesuai atau

belum, apakah keputusan itu berkualitas dsb.

Pattanayak (2002) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

semangat kerja, yaitu :

a. Perasaan kebersamaan.

Karyawan memiliki rasa saling memiliki dan peduli antar anggota

kelompok kerja.

b. Kejelasan tujuan atau objektif yang diraih.

Karyawan memiliki beban kerja yang jelas dan tujuan yang jelas.

c. Pengharapan keberhasilan terhadap tujuan yang diinginkan.

Memiliki kepercayaan bahwa pekerjaan dapat dilakukan sesuai tujuan yang

diinginkan perusahaan atau organisasi.

d. Rasa kerja sama dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan.

Tugas yang diberikan akan dilaksanakan dengan saling berpartisipasi antar

anggota kelompok kerja.

e. Memiliki pemimpin yang memberikan dukungan dan dorongan.

Pemimpin sering berhubungan langsung dengan para karyawan,

memberikan motivasi yang membangun dan mengarahkan bawahan agar

bekerja lebih produktif.

Menurut Anoraga dan Suyati (1995), bahwa terdapat beberapa aspek yang

dapat digunakan untuk mengukur semangat kerja antara lain:

a. Kerjasama

Kerjasama berarti bekerja bersama-sama ke arah tujuan yang sama dimana


(42)

bersungut-sungut dan rasa malas. Selanjutnya Anoraga menyatakan bahwa

kerjasama dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

1) Kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman

sekerja maupun dengan atasan mereka yang berdasarkan tujuan

bersama.

2) Kesediaan untuk saling membantu di antara teman sekerja sehubungan

dengan tugasnya.

b. Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan sikap dimana seorang pegawai dituntut untuk

mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi secara sadar sehingga menjadi

kebiasaan yang berlaku di dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Mematuhi

secara sadar berarti sudah tertanam adanya unsur pengendalian diri dalam

mengimplementasikan apa yang telah disadari itu. Adanya sikap pengendalian

berarti sudah menunjukkan adanya sikap mental dan moral yang tinggi yang

melekat pada diri seseorang.

c. Kegairahan Kerja

Kegairahan kerja merupakan unsur penting dalam rangka terselesaikannya

suatu tugas, karena setiap pemimpin harus dapat meningkatkan dan berusaha

untuk membangkitkan kegairahan kerja karyawannya. Menurut Anoraga dan

Suyati (1995), bahwa untuk mengetahui pelaksanaan kerja bawahan yang

dilakukan dengan bergairah dapat dilihat dari beberapa hal:

1) Karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan disertai perasaan

gembira dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.

2) Karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan penuh perhatian


(43)

3) Karyawan selalu mengisi waktu kosong dengan bekerja.

III. Indikator Turunnya Semangat Kerja

Yoder dan Staudohar (1982) mengemukakan beberapa hal yang dapat

dijadikan indikator dari turunnya semangat kerja karyawan, yaitu :

a. Kurang tertarik, kelelahan dan bosan

Ketika mengalami kegagalan dalam melakukan pekerjaan, karyawan

kurang tertarik untuk memperbaiki kesalahannya, bersikap acuh dan

meninggalkan tugasnya. Karyawan mengalami kelelahan fisik dan mental.

Pekerjaan menjadi sesuatu yang sangat membosankan (monoton).

b. Ketidakhadiran dan keterlambatan

Ukuran dari semangat tidaknya para karyawan dalam bekerja dapat dilihat

dari besar tidaknya ketidakhadiran atau keterlambatan kerja.

c. Pindah kerja

Jumlah karyawan yang berhasrat untuk keluar atau mengundurkan diri dari

perusahaan adalah merupakan indikasi dari semangat kerja karyawan yang

rendah.

d. Hasil kerja yang lebih rendah

Karyawan menghasilkan hasil kerja yang lebih rendah daripada

kemampuan yang dimilikinya. Hal ini merupakan indikasi dari rendahnya

semangat kerja karyawan.

IV. Ciri-Ciri Semangat Kerja Tinggi

Carlaw, Deming & Friedman (2003) menyatakan bahwa yang menjadi ciri-ciri

semangat kerja yang tinggi adalah sebagai berikut:


(44)

Senyum dan tawa mencerminkan kebahagiaan individu dalam bekerja.

Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi di

dalam dirinya individu merasa tenang dan nyaman bekerja serta menikmati

tugas yang dilaksanakannya.

b. Memiliki inisiatif

Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan memiliki kemauan

diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan tanpa perintah dari atasan.

c. Berfikir kreatif dan luas

Individu mempunyai ide-ide baru, dan tidak mempunyai hambatan untuk

menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.

d. Menyenangi apa yang sedang dilakukan

Individu lebih fokus terhadap pekerjaan daripada memperlihatkan

gangguan selama melakukan pekerjaan.

e. Tertarik dengan pekerjaannya

Individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai keahlian dan

keinginannya.

f. Bertanggung jawab

Individu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan.

g. Memiliki kemauan bekerja sama

Individu memiliki kesediaan untuk bekerja sama dengan individu yang lain

untuk mempermudah atau mempertahankan kualitas kerja.

h. Berinteraksi dengan atasan

Individu berinteraksi dengan atasan dengan nyaman tanpa ada rasa takut


(45)

C. Gambaran umum perusahaan PT. Perkebunan X I. Sejarah PT. X

PT. Perkebunan X adalah suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak

dibidang perkebunan kelapa sawit dan industri. Perusahaan ini didirikan sesuai

dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) No. 6

Tahun 1968 dan No. 12 Tahun 1970, dan perseroan ini didirikan berdasarkan

Akte No. 37 Tanggal 16 Januari 1982 dan Akte No. 53 Tanggal 24 Oktober

1983 dihadapan seorang Notaris di Medan.

Pada awal pendiriannya perusahaan ini menyerap tenaga kerja sebanyak 1.881

orang yang terdiri dari:

1. Karyawan Organik 257 Orang

2. Karyawan Harian Tetap 249 Orang

3. Karyawan Harian Lepas 1.375 Orang

Pada juni 2012, karyawan yang dimiliki adalah sebanyak 2.351 orang yang

terdiri dari:

1. Karyawan Organik 590 Orang

2. Karyawan Harian Tetap 327 Orang

3. Karyawan Harian Lepas 1.375 Orang

4. Honorer, Guru SD, Dokter 59 Orang

PT. Perkebunan X mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengann memakai

sistem swakelola yang artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri


(46)

perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang nantinya akan diolah

menjadi PKO, CPO, Karnel (inti sawit) dan PKM. Kantor Pusat PT.

Perkebunan X berada di Medan. Kantor pusat ini berfungsi sebagai pusat

pengendali dan pengaturan kegiatan produksi perkebunan.

II. Struktur perusahaan PT. Perkebunan X

Struktur organisasi perkebunan PT. Perkebunan X disusun pada bulan April

1987 dan tertuang dalam surat keputusan Direksi No. SK/804/II/88 tanggal 1

Maret 1988. Adapun penjelasan bagan tersebut adalah sbb:

1. Dewan Komisaris

2. Kelompok Direksi


(47)

a. Direktur Utama

b. Direktur Keuangan

c. Direktur Operasional

3. Staf Khusus

4. Pengembangan Proyek

5. Staf Direksi

a. Biro Personalia/Umum/Humas

b. Biro Keuangan

6. Processing Departement

7. Estate Departement


(48)

D. Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement Pada Karyawan PT. Perkebunan X

Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti

Gallup (Endres & Smoak, 2008). Mereka mengklaim bahwa employee engagement

dapat memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas,

mempertahankan karyawan, menghasilkan kepuasan konsumen, serta keberhasilan

untuk organisasi (Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman, 2006).

Penelitian mengenai employee engagement yang dilakukan oleh Desai,

Majumdar & Prabhu (2010) menemukan bahwa tingkat engagement karyawan akan

meningkat jika karyawan merasa perusahaan memiliki keperdulian terhadap mereka,

menghargai mereka, memberi kebebasan dan adanya komunikasi yang baik dengan

para atasan, sikap empati atasan mereka, penghargaan atas usaha mereka dalam

mencapai tujuan perusahaan serta kebebasan untuk berpartisipasi dalam proses

pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penyataan Paradise

(2008) yang menyatakan bahwa employee engagement adalah hasil dari kondisi

pekerjaan yang mendukung seperti reputasi organisasi sebagai perusahaan yang baik,

ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas kinerja yang

tinggi serta penyampaian visi yang jelas dari top management mengenai keberhasilan

yang diraih untuk jangka panjang.

Crabtree (2011) menyatakan bahwa employee engagement berhubungan

dengan kesejahteraan pribadi. Rath (2011) menyatakan bahwa kesejahteraan

menciptakan keterikatan dan meningkatkan produktivitas. Penelitian lain juga

menemukan hasil yang positif dari engagement terhadap karyawan seperti kepuasan


(49)

berpindah kerja (Hallberg & Schaufeli, 2006; Schaufeli & Bakker, 2004) dan

mengurangi masalah kesehatan serta burnout pada karyawan (Bakker, Emmeric &

Euwama, 2005; Koyuncu, Burke & Fiksenbaum, 2006).

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Llorens, Bakker, Schaufeli &

Salanova (2006) menemukan bahwa engagement sebagai prediktor signifikan dari

komitmen organisasi. Robinson dan Hayday (dalam Rastogi, 2012) menyatakan

bahwa posisi keterikatan sebagai kombinasi dari aspek-aspek yang dihadapi

perusahaan berupa komitmen, organizational citizenship behavior dan motivasi.

Karyawan yang memiliki keterikatan akan termotivasi untuk memberikan usaha

terbaiknya (Marciano, 2010).

Sebaliknya hasil dari rendahnya keterikatan karyawan tidak hanya berdampak

pada kinerja tetapi juga meningkatkan keinginan berpindah, menurunkan kepuasan

pelayanan pelanggan dan meningkatkan ketidakhadiran (Cataldo 2011).

Lebih jauh Bowles & Cooper (2009) yang menyatakan bahwa engagement

merupakan hasildari semangat kerja yang tinggi, lebih jauh dikatakan bahwa ketika

kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun psikososial maka

karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja,

ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan

lebih baik. Ketika semangat kerja pada level yang tinggi, maka akan memicu perilaku

karyawan yang memiliki engagement yaitu advocacy, going to the extra mile,

menolong orang lain, komitmen dsb. Dengan kata lain, engagement pada karyawan

akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi.

Mcknight, Ahmad & Schroeder (2001) menyatakan bahwa semangat kerja

merupakan derajat dimana karyawan merasa senang dengan lingkungan kerjanya.


(50)

mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat,

dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi

kerja dan efektivitas kerja. Semangat kerja adalah kesinambungan dari situasi yang

dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan

seseorang untuk bekerja dengan giat dan kemudian akan mempengaruhi orang lain di

lingkungan kerjanya (Halsey, 2003).

PT. Perkebunan X masih mengalami hambatan dalam memperoleh karyawan

yang memiliki semangat kerja yang tinggi, hal ini dikarenakan masih banyaknya

karyawan yang belum bekerja secara optimal bahkan cenderung bekerja seadanya.

Permasalahan mengenai rendahnya semangat kerja karyawan haruslah diatasi sedini

mungkin untuk meningkatkan employee engagement dan mencegah terjadinya

penurunan kinerja.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh antara semangat kerja terhadap employee


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, S. L. (2010). Handbook of Employee Engagement: Perspectives, Issues, Research and Practice.United Kingdom: Edward Elgar Publishing Ltd. Azwar. S. (2005). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ________. (2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Anoraga, P & Suyati. (1995). Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta : PT. Dunia

Pustaka Jaya

Bakker, A., Emmerick, V.H & Euwama, M.C. (2005). Crossover of Burnout And Engagement In Work Teams. Work and Occupations, 33: 464-489.

Bates, Steve. (2004). Getting Engaged.

http://www.shrm.org/Publications/hrmagazine/EditorialContent/Pages/0204covst ory.aspx [Online: akses September 2012]

Beach, D.S. (1980). Personnel, the Management of People at Work, 4th Edition. New York : Macmillan Publishing Co, Inc.

Bowles, D & Cooper, C. (2009). Employee Morale: Driving Performance in Challenging Times. Basingstoke: Palgrave Macmillan

Baumruk, R. (2004). The missing link: the role of employee engagement in Business success. Workspan, Vol.47: hal. 48-52

Cataldo, P. (2011). Focusing on Employee Engagement: How to Measure It and Improve It.

https://www.kenan-flagler.unc.edu/executive-development/custom-programs/~/media/E93A57C2D74F4E578A8B1012E70A56FD.pdf [Online: akses Desember 2012]

Carlaw, Deming & Friedman 2003. Managing & Motivating Contact Center Employees. USA : The McGraw-Hill Companies.

Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Colbert, A. E., Mount, M. K., Harter, J. K., Witt, L. A., & Barrick, M. R. (2004).

Interactive Effects Of Personality And Perceptions Of The Work Situation On Workplace Deviance. Journal of Applied Psychology. 89(4): hal. 599-609

Crabtree, Steve. (2011). What Your Employees Need to Know.

http://businessjournal.gallup.com/content/146996/employees-need-know.aspx [Online: Desember 2012]

Danim, S. (2004). Motivasi Kepemimpinan & Efektifitas Kelompok. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


(2)

Davis, K & Newstom, J.W. (2000). Human Behavior at Work. New Delhi: Graw Hill Publishing Company Ltd.

Desai, M., Majumdar, B. & Prabhu, G.P. (2010). Study On Employee Engagement In Two Indian Businesses.

http://www.ipublishing.co.in/ajmrvol1no1/sped12011/AJMRSP1008.pdf [Online: akses Desember 2012]

Dessler, G.(2003). Human Resource Management Tenth Edition. New Jersey: Prentice Hall

Dvir, Avolio, Eden & Shamir. (2003). Impact Of Transformational Leadership On Follower Development And Performance: A field experiment. Academy of Management Journal, 45: hal.735-744

Endres, G. M & Smoak, L.M. (2008). The Human Resource Craze: Human Performance Improvement and Employee Engagement.

Organization Development Journal; Spring 2008: hal. 26

Gallup. (2004). Study Engaged Employees Inspire Company Innovation.

Gallup Management Journal.

http://gmj.gallup.com/content/24880/Gallup-Study-Engaged-Employees-Inspire-Company.aspx[online: akses Desember 2012]

Gallup. (2011). Majority American Worker Not Engaged.

http://www.gallup.com/poll/150383/majority-american-workers-not-engaged-jobs.aspx [online: akses Desember 2012]

Hadi, S. (2000). Metodologi reserach (jilid I-IV). Yogyakarta : Penerbit Andi. Hallberg, U. E. & Schaufeli, W. B. 2006. "Same Same" But Different? Can Work

Engagement be Discriminated From Job Involvement And Organizational commitment? European Psychologist, 11: hal.119-127.

Halsey, G. (2003). Supervising People (terjemahan). Jakarta : Rineka Cipta. Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Hayes, T. L. (2002). Business‐Unitlevel

Relationship Between Employee Satisfaction, Employee Engagement, And Business Outcomes: A Meta‐Analysis. Journal of Applied Psychology Vol.87: hal.268-79

Harter, J.K., Schmidt, F., Kilham, E.A. and Asplund, J.W. (2006). Q12 Metaanalysis. The Gallup Organization.

http://strengths.gallup.com/private/Resources/Q12Meta-Analysis_Flyer_GEN_08%2008_BP.pdf [Online: akses September 2012] Harter, J.K., Schmidt, F., Kilham, E.A., Agarwal, S & Asplund, J.W. 2010. Causal

Impact Of Employee Work Perceptions On The Bottom Line Of Organizations Perspectives on Psychological Science, 5(4): hal. 378-389


(3)

Hasan, S.A & Subhani, M.I. (2011). Can co-workers motivational efforts pave the way for morale and job commitment for employees?

European Journal of Economics, Finance &Administrative Sciences, 43

http://mpra.ub.uni-muenchen.de/35684/1/EJEFAS_Final_co-workers_motivational_efforts_8Dec11.pdf (Online: akses Januari 2013) Hasibuan, M. S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Hewitt Associates LLC. (2004). Employee Engagement.

http://www.aon.com/attachments/thoughtleadership/Trends_Global_Employee_E ngagement_Final.pdf [Online: akses September 2012]

Kahn, W. A. (1990). Psychological Conditions Of Personal Engagement And

Disengagement At Work. Academy of management journal Vol. 33, No. 4: hal. 692-724

Kasali, Rhenald. (1998). Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, Positioning. Jakarta : PT.Pustaka Utama Grafiti

Kerlinger,F.N. (2003.) Asas-asas penelitian behavioral (3th ed). Yogyakarta :Gajah Mada University Press.

Kossen, S. (1993). Aspek Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Koyuncu, M., Burke, R. J., & Fiksenbaum, L. (2006). Work Engagement Among

Women Managers and Professionals in a Turkish Bank: Potential Antecedents And Consequences. Equal Opportunities International, 25: hal. 299-310.

Little, B & Little, P,.(2006). Employee Engagement: Conceptual Issues. Journal of Organizational Culture, Communications and Conflict, Volume 10: hal 111 - 118.

Llorens, S., Bakker, A. B., Schaufeli, W., & Salanova, M. (2006). Testing The

Robustness of The Job Demands-Resources Model. International Journal of Stress Management Vol. 13: hal. 378-391.

Macey, W.H., Schneider, B., Barbera, K.M & Young, S.A. (2009).

Employee Engagement: Tools for Analysis, Practice, and Competitive Advantage. USA: John Wiley & Sons

Macey, W.H & Schneider, B. (2008). The Meaning of Employee Engagement. Industrial and Organizational Psychology Vol. 1: hal. 3–30

McFadzean, F. A. and McFadzean, E. S. (2005). Riding the emotional roller- coaster: A framework for improving nursing morale.


(4)

Mcknight, D. H,, Ahmad, S & Schroeder, R.G. (2001). When Do Feedback, Incentive Control and Autonomy Improve Morale? Journal of Managerial Issues. Vol. 13: hal 466-482

Marciano, Paul L,. 2010. Carrots and Sticks Don't Work: Build a Culture of Employee Engagement with the Principles of RESPECT. USA: McGraw Hill

.

Morris, J.H & Sherman, J.D. (1981). Generalizability of an Organizational

Commitment Model. The Academy of Management Journal Vol. 24, (3): hal. 512-526.

Mujiasih, E & Ratnaningsih, I.Z. (2012). Meningkatkan Work Engagement Melalui Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi.

http://eprints.unisbank.ac.id/464/1/ARTIKEL-55.pdf [online: akses September 2012]

Nitisemito, A.S. (1996). Manajemen Personalia, Jakarta: Ghalia Indonesia Ott, B. (2007).Investors take note: Engagement Boosts Earnings.

The Gallup Management Journal

http://businessjournal.gallup.com/content/27799/investors-take-note-engagement-boosts-earnings.aspx?version=print [Online: akses September 2012]

Padmakumar, R., Prabhakar, G.V. (2011). The Role Of Employee Engagement In Work-Related Outcomes.

www.idjrb.com/articlepdf/vol1no3e.pdf (akses September 2012) Pattanayak, B. (2002). Human Resource Management. New Delhi: Printice-Hall of

India.

Paradise, A,.(2008).Influences Engagement, Astd, T + D, Training & Development, An Hr Director’s Guide To Employee Engagement

http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?vid=10&hid=119&sid=ff10 50e7-bf3e-4f5e-8c08-048b1c44a830%40sessionmgr110 [online: akses September 2012]

Perrins, Tower. (2003). Working today: Understanding What Drives Employee Engagement. Stamford, CT: Author.

http://www.towersperrin.com/tp/getwebcachedoc?webc=hrs/usa/2003/2 00309/talent_2003.pdf [online: akses September 2012]

Rastogi, Rajni (2012). Employee Engagement: An Important Step Towards Improving Employees Performance.

http://lotus.edu.in/publication/index.php?option=com_content&view=articl e&id=82:employee-engagement-an-important-step-towards-improving-employees-performance&catid=36:hr&Itemid=60 [online: akses Desember 2012]


(5)

ProQuest Platinum: T + D; 65, 1; hal. 12

Richman, A. (2006). Everyone Wants An Engaged Workforce How Can You Create It?

http://www.wfd.com/PDFS/Engaged%20Workforce%20Amy%20Richman %20Workspan.pdf [online: akses September 2012]

Robinson, D., Perryman, S & Hayday, S. (2004). The Drivers of Employee Engagement.

http://www.wellbeing4business.co.uk/docs/Article%20-%20Engagement%20research.pdf [Online: akses Agustus 202]

Saks, A.M. (2006). Antecedents And Consequences Of Employee Engagement. Journal of Managerial Psychology Vol. 21 No. 7, 2006

Sandy, Nusatria & Suharnomo. (2011). Employee Engagement : Anteseden dan Konsekuensi Studi pada Unit CS PT. Telkom Indonesia Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/32106/1/Jurnal_Sandi_Nusatria.pdf [Online: akses Januari 2012]

Sastrohadiwiryo, B. S. (2002). Manajemen Tenaga Kerja Idonesia; Administratif & Operasional. Jakarta: Bumi Aksara

Schaufeli, W. B. & Bakker, A. B. (2004). Job Demands, Job Resources, And Their Relationship With Burnout And Engagement: A Multi-Sample Study. Journal of Organizational Behavior. Vol. 25: hal. 293.

Schaufeli,W. B., Salanova, M., Gonzalez-Romá, V., & Bakker, A. B. (2002). The

Measurement Of Engagement And Burnout: A Confirmative Analytic Approach. Journal of Happiness Studies. Vol. 3, Issue 1: hal. 71-92

Schaufeli,W. B., Bakker, A. B. & Salanova, M. (2006). The Measurement Of Work Engagement With A Short Questionnaire: A Cross-National Study.

Educational and Psychological Measurement, Volume 66 Number 4: hal. 701-716

Shadily, H & Echols, J.M. (1997). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Shaw, K. (2005). An Engagement Strategy Process For Communicators. Strategic

Communication Management. Vol 9, No 3: hal. 26-29

Strauss, G. & Sayles, LR. (1999). Perilaku Organisasi (Terjemahan Early Sundari). Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Szilagyi, A.D & Wallace, M.J. ( 1990.) Organizational Behavior and Performance. Glenview, IL: Scott, Foresman.

Tohardi, Ahmad. (2002). Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia,. Bandung: Mandar Maju


(6)

Tritch, T. (2003). Engagement Drives Results At New Century. Gallup Management Journal

http://www.nova.edu/ie/ice/forms/engagement_drives_results.pdf [online: akses September 2012]

Triton, B.P. (2006). SPSS 13.0 Terapan : Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penerbit Andi

Ubaydillah, A.N. (2006). Mengantisipasi Kelumpuhan Karir.

http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=195 [online: akses Agustus 2012]

Vazirani, N.A. (2007). Employee Engagement. Working Paper for the SIES College of Management Studies, 2007

http://www.siescoms.edu/images/pdf/reserch/working_papers/employee_ engagement.pdf [online: akses September 2012]

Wagner, R., & Harter, J.K. (2006). 12: The Elements of Great Managing.

http://kentblumberg.typepad.com/kent_blumberg/files/12_the_elements_of _great_managing_summarized_by_kent.pdf [Online: akses

September 2012]

Werther, W.B & Davis, K. (1989). Personnel Management And Human Resources. 2nd ed. New York: McGraw-Hill

______________________.(1993). Human Resources and Personnel Management. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill

Winardi, J. (2004). Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenada Media. Yoder, D & Staudohar, P.D. (1982). Personnel. Management and Industrial

Relations. New. Jersey: Prentice-Hall, Inc.