Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement Pada Karyawan PT. Inalum Kuala Tanjung

(1)

   

   

 

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP

EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN PT INALUM

KUALA TANJUNG

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

KHOIRUNNISA ADE PUTRI SIREGAR

091301003

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2013/2014


(2)

   

     


(3)

 

       

 

 


(4)

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Employee Engagement pada karyawan PT INALUM Kuala Tanjung

Khoirunnisa Ade Putri Siregar dan Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung yang bekerja di 3 pabrik utama yaitu Pabrik Karbon, Pabrik Reduksi, dan Pabrik Penuangan yang berjumlah 300 karyawan serta diambil dengan metode cluster sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala budaya organisasi (rxx’ = 0,917) dan skala employee engagement (rxx’ = 0,890).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap employee engagement. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin tinggi tingkat employee engagement pada karyawan. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 2,6 % dalam meningkatkan employee engagement pada karyawan.


(5)

   

   

 

Influence of Organizational Culture on Employee Engagement at PT INALUM Kuala Tanjung

Khoirunnisa Ade Putri Siregar dan Emmy Mariatin

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on employee engagement among employees. Data were gathered from 300 employees in PT. INALUM Kuala Tanjung working in three main processing plants namely Carbon Plant, Reduction Plant, and Cast House, which collected by cluster sampling method. The data were collected by using organizational culture scales (rxx’ = 0,917) and employee engagement scales (rxx’ = 0,890).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/positive effect on employee engagement among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the higher level employee engagement among employees. Organizational culture give 2,6 % effective contribution towards improving employee engagement among employees.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT oleh karena rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Employee Engagement pada karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung” guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara serta meraih gelar Strata 1 (S1).

Keberhasilan penulisan skripsi ini dapat terwujud tidak hanya hasil kerja keras saya sendiri namun juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini dan juga selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Emmy Mariatin, M.A., PhD., psikolog selaku dosen pembimbing saya yang telah rela meluangkan waktunya untuk membimbing serta memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penyelesaian skripsi saya ini.

3. Pak Ferry Novliadi, M.Si dan Kak Siti Zahreni, M.Psi selaku dosen penguji yang sudah sangat teliti dalam mengkoreksi hasil penelitian saya.


(7)

   

ii   

Terima kasih telah memberi saran-saran yang sangat membangun serta untuk kesempurnaan hasil penelitian saya.

4. Seluruh dosen-dosen pengajar di Fakultas Psikologi. Terima kasih telah memberikan ilmu yang bermanfaat untuk saya.

5. Teristimewa kepada kedua orangtua saya, Bapak Drs. H. Satia Halomoan Siregar dan Ibu Hj. Mispah Lubis yang senantiansa memberikan kasih sayang dan doa tanpa henti, serta memberikan motivasi, kebahagiaan dan segala hal yang dibutuhkan baik secara moril dan materil kepada saya. 6. Saudara-saudara kesayangan, kakak saya Efrida Sari S, AMKeb, Yuni

H.S, SKM. dan Adik Rahmad Suhaeri yang selalu memberikan kasih sayang, doa, motivasi dan keceriaan untuk saya. Buat abang ipar Mara Halim, SH, untuk segala doa dan dukungannya. Keponakan tersayang Alzena Arroyisiah yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan. 7. Abang Mara Fajar Amin, SSi dan ibu Neng selaku Humas INALUM,

terima kasih telah memberikan saya dukungan dan membantu kelancaran dalam proses untuk melakukan penelitian di PT. INALUM Kuala Tanjung. 8. Untuk Sahabat terbaik saya, A R P Harahap a.k.a Bayo terimakasih telah setia memberikan doa, motivasi, keceriaan dan kebahagiaan kepada saya. 9. Untuk teman-teman terbaik Putri, mimi, rahmadani a.k.a Butet, ecy,

aisyah, yang memberikan motivasi, keceriaan dan dukungan kepada saya, serta teman-teman angkatan 2009.

10.Untuk semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.


(8)

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan yang ada, namun sumbangan pemikiran yang peneliti sampaikan mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2014

Khoirunnisa Ade Putri Siregar

                                 


(9)

   

iv   

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK  

KATA PENGANTAR ... i 

DAFTARISI ... iv

DAFTARTABEL ... viii

DAFTARLAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 7

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 7

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 8

4.1.1 Manfaat Teoritis ... 8

4.1.2 Manfaat Praktis ... 8

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN ... 9

BAB II LANDASANTEORI ... 11

2.1. EMPLOYEE ENGAGEMENT ... 11

2.1.1. Pengertian Employee Engagement ... 11

2.1.2. Dimensi Employee Engagement ... 12

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement ... 14

2.2. BUDAYA ORGANISASI ... 17


(10)

2.2.2. Dimensi Budaya Organisasi ... 19

2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi ... 23

2.3. PENGARUH BUDAYA ORGANISASI ... 23

TERHADAP EMPLOYEE ENGAGEMENT 2.4. HIPOTESA ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 28

3.2. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ... 28

3.2.1. Employee Engagement ... 28

3.2.2. Budaya Organisasi ... 29

3.3. LOKASI PENELITIAN ... 29

3.4. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ... 30

3.4.1. Populasi Penelitian ... 30

3.4.2. Sampel Penelitian ... 30

3.5. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL ... 31

3.6. METODE PENGUMPULAN DATA ... 31

3.6.1. Skala Employee Engagement ... 32

3.6.2. Skala Budaya Organisasi ... 34

3.7. UJI COBA ALAT UKUR ... 36

3.7.1. Validitas Alat Ukur ... 36

3.7.2. Uji Beda Aitem ... 36

3.7.3. Reliabilitas Alat Ukur ... 37

3.7.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38

3.8. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN ... 44


(11)

   

vi   

3.8.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 45

3.8.3. Tahap Pengolahan Data ... 46

3.9. METODE ANALISIS DATA ... 46

3.9.1. Uji Normalitas ... 46

3.9.2. Uji Linieritas ... 47

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN ... 48

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 49

4.1.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 49

4.2. HASIL PENELITIAN ... 50

4.2.1. Hasil Uji Asumsi ... 50

4.2.1.1. Uji Normalitas ... 51

4.2.1.2. Uji Linieritas ... 52

4.2.2 Hasil Utama Penelitian ... 53

4.2.2.1 Hasil Analisis Data ... 53

4.2.2.2. Uji Hipotesis ... 53

4.2.3. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ... 55

4.2.3.1. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Budaya Organisasi ... 55

4.2.3.2. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Employee Engagement ... 56

4.2.4. Kategorisasi Data Penelitian ... 56

4.2.4.1. Kategorisasi Data Budaya Organisasi ... 57


(12)

4.3. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1. KESIMPULAN ... 61

5.2. SARAN ... 62

5.2.1. Saran Praktis ... 62

5.2.2. Saran Metodologis ... 63

DAFTARPUSTAKA LAMPIRAN

                     


(13)

   

viii   

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Alternatif Jawaban Skala ... 32

Tabel 2. Blue Print Skala Employee engagement Sebelum Uji Coba ... 33 

Tabel 3. Skor Alternatif Jawaban Skala ... 34 

Tabel 4. Blue Print Skala Budaya Organisasi Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 5. Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Employee Engagement ... 39

Tabel 6. Penomoran Aitem-Aitem Skala Employee Engagement yang Digunakan dalam Penelitian ... 40

Tabel 7. Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Budaya Organisasi ... 42

Tabel 8. Penomoran Aitem-Aitem Skala Budaya Organisasi yang Digunakan dalam Penelitian ... 43

Tabel 9. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 10. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia... 49

Tabel 11. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 50

Tabel 12. Normalitas Sebaran Variabel Employee Engagement dan Budaya Organisasi ... 51

Tabel 13. Hasil Pengujian Linieritas ... 52

Tabel 14. Hasil Ringkasan Uji Hipotesis Mayor ... 53

Tabel 16. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Budaya Organisasi ... 55

Tabel 17. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Employee Engagement ... 56

Tabel 18. Kategorisasi Data Hipotetik Budaya Organisasi ... 57


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Uji Validitas Isi

Lampiran B. Skala Uji Coba

Lampiran C. Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem

Lampiran D. Skala Penelitian

Lampiran E. Hasil Olah Data Penelitian

Lampiran F. Data Demografik

Lampiran G. Profil Organisasi

               


(15)

   

   

 

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Employee Engagement pada karyawan PT INALUM Kuala Tanjung

Khoirunnisa Ade Putri Siregar dan Emmy Mariatin

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung yang bekerja di 3 pabrik utama yaitu Pabrik Karbon, Pabrik Reduksi, dan Pabrik Penuangan yang berjumlah 300 karyawan serta diambil dengan metode cluster sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan skala budaya organisasi (rxx’ = 0,917) dan skala employee engagement (rxx’ = 0,890).

Metode analisis data yang digunakan adalah regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap employee engagement. Pengaruh ini mengindikasikan bahwa semakin kuat budaya organisasi maka akan semakin tinggi tingkat employee engagement pada karyawan. Serta budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 2,6 % dalam meningkatkan employee engagement pada karyawan.


(16)

Influence of Organizational Culture on Employee Engagement at PT INALUM Kuala Tanjung

Khoirunnisa Ade Putri Siregar dan Emmy Mariatin

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the influence of organizational culture on employee engagement among employees. Data were gathered from 300 employees in PT. INALUM Kuala Tanjung working in three main processing plants namely Carbon Plant, Reduction Plant, and Cast House, which collected by cluster sampling method. The data were collected by using organizational culture scales (rxx’ = 0,917) and employee engagement scales (rxx’ = 0,890).

The data were analyzed by using simple regression method. The result showed that organizational culture have a significant/positive effect on employee engagement among employees. The influence indicated that strong organizational culture will be followed by the higher level employee engagement among employees. Organizational culture give 2,6 % effective contribution towards improving employee engagement among employees.


(17)

 

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang bisa menjamin kelangsungan hidup dan keberkanjutan (sustainable), sulit untuk ditiru (immutability) dan perkembangan perusahaan jangka panjang (longtime life cycle). Bila tidak segera menonjolkan keunggulan, sangat sulit bagi perusahaan dalam memenangkan persaingan bisnis. Dari beberapa faktor sumber daya perusahaan meliputi phisical capital resources, organizational capital resources, dan human capital resources. Human capital resources atau sumber daya manusia yang kini diakui penting dan menjadi fokus organisasi. Organisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitik beratkan pada sumber daya manusia (human resources) guna menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi (Barney, 1991).

Gallup Organization mendefinisikan employee engagement sebagai keterlibatan dengan dan antusiasme untuk pekerjaan. Gallup sebagaimana dikutip Dernovsek (2008) mengumpamakan employee engagement dengan ikatan emosional positif karyawan dan komitmen karyawan.

Studi Markos & Sridevi (2010) telah menemukan hubungan positif antara employee engagement dan hasil kinerja organisasi: retensi karyawan,


(18)

produktivitas, profitabilitas, loyalitas dan keamanan pelanggan. Penelitian juga menunjukkan bahwa dimana karyawan lebih engaged semakin besar kemungkinan perusahaan untuk melebihi rata-rata industri dalam pertumbuhan pendapatan.

Menurut penelitian Perrin (2003), engagement dipengaruhi oleh banyak faktor yang melibatkan faktor emosional dan rasional yang berhubungan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja secara keseluruhan. Employeee engagement adalah sebagai hasrat anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka dimana mereka bekerja dan mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif, dan emosi selama melakukan pekerjaan (Kahn, 1990 dalam Albrecht, 2010).

Fernandez (2007) menunjukkan perbedaan antara kepuasan kerja sebagai konstruk terkenal dalam manajemen, dan berpendapat bahwa engagement pada kepuasan karyawan tidak sama dengan employee engagement. Engagement adalah tentang semangat dan komitmen kemauan untuk menginvestasikan diri dan memperluas upaya kebijaksanaan seseorang untuk membantu perusahaan sukses, yang melampaui kepuasan dengan pengaturan pekerjaan atau loyalitas dasar untuk perusahaan (BlessingWhite, 2008; Erickson, 2005; Macey dan Schnieder, 2008). Employee engagement memperlihatkan seberapa besar karyawan mengidentifikasikan diri dengan pekerjaannya dan secara emosional komit terhadap pekerjaannya, dan memiliki kemampuan dan sumber daya untuk melakukan pekerjaannya.


(19)

3  

 

Studi BlessingWhite (2006) telah menemukan bahwa hampir dua pertiga (60%) dari karyawan yang disurvei ingin lebih banyak mendapat kesempatan untuk tumbuh ke depan untuk tetap puas dalam pekerjaan mereka. Hubungan antara manajer dengan karyawan yang kuat adalah hal penting dan yang diperhatikan dalam employee engagement. Konsultasi organisasi Gallup melakukan survei engagement, menemukan bahwa manajer adalah kunci untuk tenaga kerja yang engaged. James Clifton, CEO Gallup Organization menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki persahabatan yang erat di tempat kerja adalah pekerja lebih engaged (Clifton, 2008).

Vance (2006) menjelaskan fakta bahwa employee engagement terkait erat dengan praktik perusahaan. Untuk menjelaskan cara di mana praktek kerja mempengaruhi kinerja dan engagement, yaitu dengan menyajikan model prestasi kerja. Sejalan dengan hal tersebut, employee engagement adalah hasil dari atribut pribadi seperti pengetahuan, keterampilan, kemampuan, temperamen, sikap dan kepribadian, konteks organisasi yang meliputi kepemimpinan, pengaturan fisik dan lingkungan sosial dan praktek SDM yang secara langsung mempengaruhi individu, proses dan konteks komponen prestasi kerja (Vance, 2006). Seorang karyawan yang engaged menyadari konteks bisnis, dan bekerja dengan rekan-rekan untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan organisasi.

Organisasi harus bekerja untuk mengembangkan dan memelihara engagement, yang membutuhkan hubungan dua arah antara employer dan employee. Employee engagement didefinisikan sebagai sikap positif yang dimiliki


(20)

oleh karyawan terhadap organisasi dan nilainya (Robinson, Perryman, dan Hayday, 2004).

Smith (2004) dalam demand media, memaparkan bahwa, “Budaya organisasi anda dapat memiliki dampak yang kuat pada karyawan anda. Budaya, positif terbuka dapat menciptakan kepercayaan dan loyalitas antara karyawan memberi mereka semangat untuk pekerjaan mereka dan dedikasi untuk perusahaan. Karyawan yang merasa nyaman dalam budaya lebih cenderung untuk engaged dalam pekerjaan mereka dan perusahaan, yang dapat menginspirasi antusiasme dan produktivitas. Dengan menginvestasikan waktu dan uang untuk menciptakan budaya yang kuat, anda dapat membuat perusahaan anda lebih kompetitif dan menguntungkan”.

Membangun budaya perusahaan yang khas merupakan salah satu strategi menciptakan employee engagement yang perlu untuk diperhatikan oleh para manajer, perusahaan harus mempromosikan budaya kerja yang kuat di mana tujuan dan nilai-nilai manajer sejajar di semua bagian pekerjaan. Perusahaan yang membangun budaya saling menghormati dengan menjaga kisah sukses hidup tidak hanya akan menjaga karyawan mereka yang engaged, tetapi juga mereka karyawan yang baru masuk dapat menularkan budaya semangat kerja, (Markos & Sridevi, 2010).

Turner (1992) menyatakan bahwa suatu budaya merupakan perangkat yang sangat kuat akan mengarahkan perilaku, dimana suatu budaya organisasi yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota


(21)

5  

 

organisasi mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Sejalan dengan hal tersebut perilaku yang kuat akan menunjang employeee engagement pada karyawan.

Teori strong culture menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat akan meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. Dengan teori ini diyakini bahwa kekuatan budaya organisasi berhubungan dengan kinerja perusahaan (Boejoeng, 1995). Budaya organisasi adalah seperangkat kebiasaan dan pola cara khas melakukan sesuatu. Kekuatan, kegunaan dan sifat, seperti nilai modal kepercayaan bervariasi dari satu organisasi ke organisasi (Porter, Lawler dan Hackman, 1975).

Budaya organisasi menjadi alat yang penting dalam menafsirkan kehidupan dan perilaku dari organisasinya. Budaya yang kuat merupakan perangkat (software) yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu setiap anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik, (Turner,1992). Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem yang diselenggarakan oleh anggota-anggotanya yang membedakan organisasi satu dari organisasi lain. Sistem tersebut melihat secara dekat suatu rangkaian karakteristik yang dianut oleh organisasi. Namun ini dapat diasumsikan bahwa sebuah organisasi yang memiliki sejarah telah mengembangkan semacam budaya dan ini akan memiliki dampak penting pada tingkat sukses dari setiap upaya untuk mengubah atau memperbaiki organisasi, (Porter, Lawler dan Hackman, 1975). Hal ini sejalan dengan definisi dari employee engagement yang juga melibatkan


(22)

perasaan atau reaksi positif terhadap perkerjaan, organisasi juga nilai-nilai dari organisasi itu sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Ekawati (2011), pada perusahaan merger dan akuisisi (M&A), dimana perubahan suatu budaya organisasi dapat diakibatkan dengan dilakukannya merger dan akuisisi (M&A). Pada perusahaan multinasional, akuisisi secara internasional merupakan salah satu kunci dari strategi korporasi yang digunakan untuk memperluas, mendiversifikasi, atau mengkonsolidasi bisnis mereka. Penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara budaya organisasi terhadap employee engagement.

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pada perusahaan merger dan akuisisi (M&A) sedangkan pada penelitian yang selanjutnya akan dilakukan pada perusahaan BUMN. Dimana pada proyek Asahan, PT INALUM dibangun dengan tiga tujuan utama yaitu sebagai simbol persahabatan dan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang, Memanfaatkan potensi tenaga sungai Asahan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air, mempercepat perkembangan ekonomi Indonesia khususnya kawasan Sumatera Utara, dan mempromosikan industri aluminium di Indonesia, serta supplai aluminium ingot yang berkesinambungan ke Jepang. Pada INALUM melekat harapan terwujudnya kesejahteraan regional, daya saing industri nasional dan daya saing internasional Indonesia. INALUM sampai saat ini merupakan pabrik peleburan aluminium satu-satunya di Asia Tenggara. Banyak masyarakat yang masih mengenal INALUM


(23)

7  

 

hanya sebagai pabrik peleburan aluminium yang berada di Kuala Tanjung. Sebenarnya INALUM lebih dari itu (Inalum, 2012).

Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap employee engagement. Berdasarkan dengan pendapat para pakar, teori-teori, serta hasil penelitian terdahulu pada perusahaan merger yang telah dikemukakan di atas tersebut peneliti tertarik untuk memahami lebih lanjut sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka peneliti membuat suatu rumusan masalah yaitu, “Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung?.”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa kuat budaya organisasi telah terinternalisasi pada karyawayan yang ada di PT INALUM Kuala Tanjung.

2. Mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa tinggi tingkat employee engagement pada karyawan yang ada di PT INALUM Kuala Tanjung.


(24)

3. Mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan di PT INALUM Kuala Tanjung.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian di bidang psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi terutama yang berkaitan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan pada organisasi, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan, serta memberikan informasi kepada organisasi mengenai seberapa besar pengaruh budaya organisasi pada karyawan.

2. Untuk mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa kuat budaya organisasi telah terinternalisasi pada karyawayan yang ada di PT INALUM Kuala Tanjung.

3. Untuk mengetahui dan mendapatkan data mengenai seberapa tinggi tingkat employee engagement pada karyawan yang ada di PT INALUM Kuala Tanjung.


(25)

9  

 

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Berisikan latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Berisikan tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang budaya organisasi dan employee engagement.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel dan metode analisis data.

Bab IV : Analisis Data dan Pembahasan

Membahas mengenai analisis data dan pembahasan yang berisikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian yang merupakan perbandingan hipotesis dengan teori-teori atau hasil penelitian terdahulu.


(26)

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan oleh peneliti baik itu untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti di masa mendatang serta saran untuk organisasi.

                         


(27)

 

11 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Employee Engagement

2.1.1. Definisi Employee Engagement

Employee engagement merupakan rasa keterikatan secara emosional dengan pekerjaan dan organisasi, termotivasi dan mampu memberikan kemampuan terbaik mereka untuk membantu sukses dari serangkaian manfaat nyata bagi organisasi dan individu, (McLeod, 2009). David Guest, percaya hal ini sangat membantu untuk melihat employee engagement sebagai cara kerja yang dirancang untuk memastikan bahwa karyawan berkomitmen untuk tujuan dan nilai-nilai organisasi mereka, termotivasi untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi, dan pada saat yang sama agar mampu meningkatkan rasa kesejahteraan diri.

Organisasi yang engaged memiliki kekuatan dan nilai otentik, dengan bukti yang jelas dari kepercayaan dan keadilan yang didasarkan pada saling menghormati, di mana keduanya memiliki janji dan komitmen antara employer dan employee yang dipahami dan terpenuhi, (McLeod, 2009).

Engagement didefinisikan sebagai sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi, yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption (Schaufeli, 2002 dalam Breso, Schaufeli, & Salanova, 2010). Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai


(28)

dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang. Absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas, (Schaufeli & Bakker, 2003).

IES mendefinisikan employee engagement sebagai attitute positif yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilainya. Seorang karyawan yang terlibat menyadari konteks bisnis, dan bekerja dengan koleganya untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk kepentingan organisasi. Organisasi juga harus bekerja untuk mengembangkan dan memelihara engagement, yang membutuhkan hubungan dua arah yaitu antara employer dan employee, (Robinson, Perryman, dan Hayday, 2004).

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa employee engagement adalah sebagai sikap yang positif yang dimiliki karyawan dengan penuh makna, dan energi motivasi yang tinggi, resiliensi dan keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas yang disesuaikan dengan nilai dan tujuan organisasi.

2.1.2. Dimensi Employee engagement

Dimensi atau aspek-aspek dari employee engagement terdiri dari tiga (Schaufeli et al, 2003), yaitu:

a. Aspek Vigor

Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha


(29)

13  

 

dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli & Bakker, 2003).

b. Aspek Dedication

Aspek dedication ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan menantang dalam pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat menidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka (Schaufeli dan Bakker, 2003).

c. Aspek Absorption

Aspek absorption ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga dan melupakan segala sesuatu disekitarnya, (Schaufeli & Bakker, 2003). Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupa dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa


(30)

tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu (Schaufeli & Bakker, 2003).

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee engagement

Employee engagement adalah tanggung jawab seluruh tenaga kerja. Faktor-faktor yang membuat karyawan merasa engagement (BlessingWhite, 2011), adalah sebagai berikut:

1. Individuals (I): Ownership, Clarity, and Action.

Individu perlu mengetahui apa yang mereka inginkan, apa kebutuhan organisasi, dan kemudian mengambil tindakan untuk mencapai kedua hal tersebut.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Maslach, Schaufelli, dan Leiter, 2001 dalam (Kulaar, et al 2008),, bahwa employee engagement

dikarakteristikkan dengan kekuatan, dedikasi dan kesenangan dalam bekerja. Engagement dasarnya persamaan individual. Hal ini mencerminkan hubungan yang unik pada setiap orang dengan pekerjaan. Apakah satu karyawan menemukan hak yang menantang atau bermakna mungkin disisi lain ada yang merasa terbebani dengan pekerjaan. Para pemimpin dan manajer tidak dapat dan tidak harus memikul seluruh beban melibatkan tenaga kerja mereka. Individu harus memiliki engagement, datang bekerja dengan motivator yang unik, minat, dan bakat. Mereka tidak bisa mengharapkan organisasi untuk memberikan set yang tepat dari tugas atau kondisi agar sesuai pribadi mereka definisi pekerjaan yang berarti atau memuaskan. Mereka bertanggung jawab untuk kesuksesan pribadi dan profesional mereka. Jelas pada nilai-nilai inti dan tujuan organisasi,


(31)

15  

 

tidak akan menemukannya dalam pekerjaan mereka saat ini atau berpotensi di lain. Jika karyawan tidak tahu apa yang penting bagi mereka. Individu juga harus mengambil tindakan, karyawan tidak bisa menunggu ketukan di bahu untuk perintah langkah karir atau proyek baru yang menarik. Mereka perlu mengambil inisiatif untuk membangun keahlian mereka, mengartikulasikan kepentingan mereka, memuaskan nilai-nilai inti mereka, dan mengidentifikasi cara untuk menerapkan bakat mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Individu perlu untuk memulai percakapan tentang membentuk kembali pekerjaan mereka, menjelaskan prioritas kerja mereka, atau mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari manajer mereka, (BlessingWhite, 2011).

2. Managers (M): Coaching, Relationships, and Dialogue.

Manajer harus memahami bakat masing-masing individu, kepentingan, dan kebutuhan dan kemudian mencocokkan mereka dengan tujuan organisasi, sementara pada saat yang sama menciptakan hubungan interpersonal yaitu hubungan saling percaya. Manajer yang engaged juga mempengaruhi level engagement karyawan (Vazirani, 2007). Hubungan interpersonal yang saling mendukung dan membantu antar karyawan akan meningkatkan level engagement dari karyawan (Vazirani, 2007). Manajer harus mengendalikan engagement mereka sendiri. Dimana manajer harus memfasilitasi engagement sebagai persamaan yang unik bagi pekerja melalui pelatihan. Yang mempengaruhi atas kepuasan kerja di seluruh dunia adalah kesempatan untuk menggunakan bakat dan pengembangan karir, umpan balik kinerja yang spesifik dan kejelasan apa dan mengapa yang diperlukan oleh organisasi. Manajer harus menjaga dialog dengan


(32)

memberikan umpan balik, tentu saja koreksi, dan kesempatan pengembangan untuk memastikan kinerja tinggi. Selain itu manajer juga harus membangun hubungan, semakin banyak karyawan merasa mereka mengetahui manajer mereka, mungkin mereka akan semakin engaged. Menajer harus menghargai dinamika tim, tingkat engagement pada salah satu anggota tim memiliki dampak sisa tim yang baik atau buruk. Manajer tidak dapat menutup mata terhadap isu-isu engagement individu tanpa risiko efek domino yang negatif. Mereka perlu untuk menangani dengan cepat dengan potensi masalah dan juga memanfaatkan antusiasme dan etos kerja anggota tim dengan membangun engagement tim secara keseluruhan, (BlessingWhite, 2011).

3.Executives (E): Trust, Communication, and Culture

Eksekutif harus menunjukkan konsistensi dalam kata-kata dan tindakan, banyak berkomunikasi (dan dengan banyak kedalaman), dan menyelaraskan semua pelaksanaan organisasi dan perilaku seluruh organisasi untuk mendorong hasil dan engagement. Sebuah strategi juga dikomunikasikan dengan jelas membangun kepercayaan tenaga kerja dalam kompetensi bisnis eksekutif yang memperkuat kepercayaan. Eksekutif harus mendorong hasil dan engagement dalam setiap kegiatan organisasi (misalnya, penghargaan dan pengakuan, kesepakatan penjual, kebijakan pribadi) atau hambatan lain (misalnya, manajer tingkat menengah yang buruk) yang melemahkan kinerja tinggi dan tempat kerja yang berkembang. Eksekutif harus mengatur arah yang jelas. Kepentingan karyawan untuk engaged harus selaras dengan tujuan organisasi. Hal itu tidak bisa terjadi jika arah organisasi dan definisi keberhasilan tidak didefinisikan dengan


(33)

17  

 

baik dan jelas. Strategi juga dikomunikasikan untuk membangun kepercayaan tenaga kerja dalam kompetensi bisnis eksekutif yang memperkuat kepercayaan. Membangun budaya yang engagement merupakan dasar. Kata-kata dan tindakan kolektif dari semua pemimpin membentuk budaya organisasi. Budaya yang engagement bukan hanya hangat dan ramah. Inspirasi komitmen dan kepercayaan pada employee engagement tidak hanya memahami apa yang perlu dilakukan, tetapi juga cukup peduli untuk menerapkan upaya bijaksana, (BlessingWhite, 2011).

Dari berbagai faktor yang mempengaruhi employee engagement di atas, sebagian besar menempatkan pada lingkungan kerja yang mendukung kinerja tinggi di organisasi sebagai pembentuk engagement pada karyawan.

2.2. Budaya Organisasi

2.2.1.Definisi Budaya Organisasi

Pada dasarnya semua organisasi memiliki budaya organisasi yang khas. Selain itu, budaya dapat bekerja dengan baik untuk daya saing perusahaan. Budaya organisasi adalah pola dasar asumsi bersama, nilai-nilai, dan keyakinan yang dianggap sebagai cara yang benar memikirkan dan bertindak atas peluang masalah yang dihadapi organisasi. Budaya organisasi mendefinisikan apa yang penting dan tidak penting dalam perusahaan. Budaya organisasi dapat dipandang sebagai DNA organisasi, tak terlihat dengan kasat mata, namun menjadi template yang kuat yang membentuk apa yang terjadi di tempat kerja, (McShane, Steven, dan Glinow, 2000).


(34)

Budaya organisasi sebagai sistem makna bersama yang dibentuk oleh warganya serta sebagai pembeda dengan organisasi lain ( Robbins, 2007). Budaya organisasi adalah hal-hal umum yang dilaksanakan dalam kerangka pikiran anggota organisasi. Kerangka kerja mengandung asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai, (Smith, 2004). Asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi. Schein (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi dikembangkan dari waktu ke waktu, sebagai orang dalam organisasi berhasil belajar adaptasi mengatasi masalah eksternal dan integrasi internal. Hal ini menjadi bahasa yang umum dan latar belakang umum bagi organisasi. Budaya muncul dari apa yang telah berhasil bagi organisasi, (Smith, 2004). Model Denison tentang kebudayaan dan efektivitas menyajikan keterkaitan budaya organisasi, pelaksanaan manajemen, kinerja dan efektivitas. Pelaksanaan manajemen dengan asumsi dan keyakinan ketika mempelajari budaya dan efektivitas organisasi, (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002)

Budaya organisasi berjalan lebih dari kata-kata yang digunakan dalam menyatakan misinya. Budaya adalah pemahaman yang tersirat, batasan-batasan, bahasa umum, dan harapan bersama dari waktu ke waktu oleh anggota organisasi, (Smith, 2004). Nilai-nilai dan keyakinan dari suatu organisasi menimbulkan serangkaian pelaksanaan manajemen, yang merupakan kegiatan dalam organisasi yang biasanya berakar pada nilai-nilai organisasi. Kegiatan ini diperkuat dari nilai-nilai dominan dan kepercayaan organisasi. Model budaya Denison


(35)

19  

 

berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement, (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Literatur efektivitas organisasi menekankan pentingnya budaya dalam memotivasi dan memaksimalkan nilai, aset intelektual, yang merupakan sumber daya manusia. (Baker, 2011).

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem yang kolektif, keyakinan, asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, bahasa, batasaan-batasan, norma, ideologi, mitos dan ritual yang diajarkan kepada anggota organisasi sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi.

2.2.2. Dimensi Budaya Organisasi

Denison berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002).

1. Involvement (Keterlibatan)

Involvement adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat partisipasi karyawan (anggota organsasi) dalam pengambilan keputusan. Organisasi yang efektif memberdayakan masyarakat, membangun organisasi mereka di sekitar tim, dan mengembangkan kemampuan manusia di semua tingkatan (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen untuk pekerjaan mereka dan merasa bahwa mereka memiliki sebagian dari organisasi. Orang-orang di semua tingkatan merasa bahwa


(36)

mereka memiliki setidaknya beberapa masukan ke dalam keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka dan bahwa pekerjaan mereka terhubung langsung ke tujuan dari organisasi (Katzenberg, 1993; Spreitzer, 1995, dalam Fey dan Denison, 2000).

2. Consistency (Konsistensi)

Consistency menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Organisasi juga cenderung efektif karena mereka memiliki budaya "kuat" yang sangat konsisten, terkoordinasi, dan terintegrasi dengan baik (Davenport, 1993; saffold, 1988, dalam Fey dan Denison, 2000). Perilaku berakar pada seperangkat nilai-nilai inti, pemimpin dan pengikut terampil mencapai kesepakatan bahkan ketika ada beragam sudut pandang (Block, 1991, dalam Fey dan Denison, 2000). Jenis konsistensi adalah sumber yang kuat stabilitas dan integrasi internal yang dihasilkan dari pola pikir umum dan tingkat tinggi kesesuaian (Senge, 1990, dalam Fey dan Denison, 2000).

3. Adaptability (Adaptabilitas)

Adaptability adalah kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan-perubahan internal organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Ironisnya, organisasi yang terintegrasi dengan baik yang paling sering sulit untuk berubah (Kanter, 1983, dalam Fey dan Denison, 2000). Integrasi internal dan adaptasi eksternal sering dapat bertentangan. Adaptasi organisasi didorong oleh pelanggan mereka, mengambil


(37)

21  

 

risiko dan belajar dari kesalahan mereka, dan memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menciptakan perubahan (Nadler, 1998; Senge, 1990, dalam Fey dan Denison, 2000). Mereka terus berubah sistem sehingga mereka memperbaiki kemampuan kolektif organisasi untuk memberikan nilai bagi para pelanggan mereka (Stalk, 1988, dalam Fey dan Denison, 2000).

4. Mission (Misi)

Mission adalah dimensi inti yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan anggota organisasi yakin dan teguh terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002). Organisasi yang sukses memiliki tujuan yang jelas dan arah yang mendefinisikan tujuan organisasi dan tujuan strategis dan mengungkapkan visi tentang bagaimana organisasi akan terlihat di masa depan (Mintzberg, 1987; 1994; Ohmae, 1982; Hamel & Prahalad, 1994, dalam Fey dan Denison, 2000). Ketika perubahan misi yang mendasari organisasi, perubahan juga terjadi pada aspek lain dari budaya organisasi.

Involvement dan adaptability secara bersama-sama mempengaruhi efektifitas organisasi terutama dalam hal tingkat pertumbuhan organisasi. Consistency dan mission mempengaruhi tingkat profitability organisasi. Involvement mempengaruhi efektifitas organisasi melalui mekanisme informal dan struktur formal organisasi. Consistency mempengaruhi efektivitas melalui integrasi normatif yang direfleksikan dalam kecocokan antara ideolodi dengan praktik sehari-hari dan tingkat predictability sistem organisasi. Terakhir, mission mempengaruhi efektivitas organisasi melalui pemaknaan yang dilakukan oleh


(38)

anggota organisasi terhadap eksistensi organisasi dan arah kebijakan pada organisasi, (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002).

Dari keempat dimensi budaya organisasi yang telah dikemukakan diatas, Denison membuat skala efektifitas budaya organisasi dimana penelitian yang telah dilakukan Denison dan rekan-rekannya, (Denison, 1984, 1990, 1996; Denison & Mishra 1995, 1998; Denison & Neale, 1996; Denison, Cho, & Young, 2000; Fey & Denison, 2002 ; Denison, Haaland, & Neale, 2002) mengembangkan model eksplisit budaya organisasi dan efektivitas dan metode pengukuran yang divalidasi. Dimana hasil penelitian yang dilakukan Denison dari kedua studi, yang pertama menyatakan bahwa terdapat korelasi sederhana 12 indexs budaya organisasi dan peringkat subjektif dari efektivitas secara keseluruhan, hasil yang kedua adalah serangkaian one-way ANOVA untuk memahami perbedaan yang signifikan dalam skor dari masing-masing negara dan wilayah dengan menggunakan data dari 764 organisasi.

Penelitian yang dilakukan Fey (2000) dengan mengembangkan literatur tentang budaya organisasi dan efektivitas Denison dengan meneliti perusahaan milik asing yang beroperasi di Rusia. Dengan model budaya organisasi dan efektifitas Denison, penelitian menyajikan dua studi. Penelitian pertama adalah survei dari 179 perusahaan yang dirancang untuk menguji penerapan model dalam konteks Rusia. Studi kedua menyajikan empat kasus penelitian yang dirancang untuk hasil empiris dalam konteks Rusia dan mengidentifikasi dimana daerah strategis yang mungkin perlu diperpanjang atau ditafsirkan kembali. Hasil kedua studi tersebut ditafsirkan berhubungan dengan literatur tentang praktek


(39)

23  

 

manajemen Rusia, (Fey, 2000). Skala budaya organisasi dan efektivitas Denison telah diterapkan dan dikembangkan kepada beberapa penelitian yang meneliti secara global di beberapa negara.

2.2.3. Fungsi Budaya Organisasi

Robbins dan Judge (2007) menyimpulkan empat fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan yaitu sebagai berikut:

a. Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

b. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya organisasi dapat mempermudah terbentuknya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

d. Budaya organisasi dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial.

2.3. Pengaruh Budaya Organisasiterhadap Employee Engagement

Budaya perusahaan yang kuat menunjukkan bahwa karyawan memegang keyakinan dan nilai-nilai etika yang sama. Ketika keyakinan dan nilai-nilai etika selaras dengan tujuan organisasi, mereka bisa efektif dalam membangun tim karena adanya hubungan dan kepercayaan membantu mereka menghindari konflik


(40)

dan fokus pada penyelesaian tugas (Davoren, 2009). Karyawan yang memaknai serta berkontribusi terhadap pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan dengan mencurahkan segenap energi fisik, kognitif, dan emosinya disebut sebagai karyawan yang engaged (Kahn, 1990 dalam Kulaar, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008). Perilaku engagement yang paling terlihat jelas adalah usaha dari orang tersebut. Orang yang engaged terlihat bekerja keras, berusaha, dan terlibat penuh pada pekerjaan. Mereka fokus pada apa yang mereka kerjakan dengan mengerahkan segenap energinya, (Schaufeli & Baker, 2004 dalam Albrecht, 2010).

Budaya organisasi dapat memiliki berbagai dampak terhadap kinerja karyawan dan tingkat motivasi. Sering kali, para karyawan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi jika mereka menganggap dirinya sebagai bagian dari budaya perusahaan. Budaya perusahaan yang kuat mempermudah komunikasi, peran dan tanggung jawab untuk semua individu. Karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, bagaimana manajemen menilai kinerja mereka dan apa bentuk penghargaan yang tersedia. (Davoren, 2009).

Setiap karyawan memerlukan nilai yang jelas dari organisasi seperti didengarnya pendapat mereka terutama oleh pemimpin (Vazirani, 2007; MacLeod & Clarke, 2009). Akan tetapi, engagement bukanlah sekedar bekerja keras. Individu akan menempatkan diri mereka, diri mereka yang sebenarnya pada pekerjaan. Mereka sangat peduli dengan apa yang mereka kerjakan, dan komitmen untuk melakukan yang terbaik. Ketika seseorang merasakan engagement, maka ia bekerja dengan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif


(41)

25  

 

dan emosional selama kerja. Aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka,aspek kognitif meliputi beliefkaryawan terhadap organisasi, dan aspek emosi fokus pada perasaan karyawan mengenai tiga faktor ini, (Kahn, 1990 dalam Kulaar, et al 2008).

Menyediakan pemimpin dan manajer merupakan tools yang diperlukan untuk memastikan bahwa karakteristik organisasi (budaya) berfungsi untuk menginspirasi karyawan untuk mencapai bagian positif yang tinggi terhadap pekerjaan mereka dan organisasi, yang kita kenal sebagai engagement. Memahami employee engagement yang paling tepat ketika dipahami dalam konteks kekuatan dan kelemahan organisasi. Jika kita melihat employee engagement saja, tanpa mempertimbangkan budaya dimana karyawan bekerja, hal tersebut berpotensi meninggalkan terhadap kekuatan strategis dan kelemahan dalam organisasi yang berdampak pada kinerja karyawan dan pada akhirnya pada kinerja organisasi (Denison, dalam Davidson, 2003). Employeee engagement dapat diukur sejauh mana karyawan merasa berpatisipan secara aktif dalam pekerjaannya atau sampai sejauh mana karyawan mencari beberapa ekspresi diri dan aktualisasi dalam pekerjaannya (Perrot, 2002). Salah satu dimensi budaya menurut Denison, yaitu Involvement adalah dimensi budaya organisasi yang menujukkan tingkat partisipasi karyawan (anggota organsasi) dalam pengambilan keputusan (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002).Asumsi-asumsi dasar dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anggota baru sebagai cara untuk melihat, berpikir, merasa, berperilaku, dan mengharapkan orang lain untuk berperilaku dalam organisasi (Smith, 2004). Teori strong culture menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat akan


(42)

meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. Dengan teori ini diyakini bahwa kekuatan budaya organisasi berhubungan dengan kinerja perusahaan, (Boejoeng, 1995). Budaya organisasi adalah seperangkat kebiasaan dan pola cara khas melakukan sesuatu. Organisasi yang engaged memiliki kekuatan dan nilai otentik, dengan bukti yang jelas dari kepercayaan dan keadilan didasarkan pada saling menghormati, di mana dua janji dan komitmen antara employer dan employee yang dipahami dan terpenuhi, (McLeod, 2009).

Membangun budaya perusahaan yang khas merupakan salah satu strategi menciptakan employee engagement yang perlu untuk diperhatikan oleh para manajer, perusahaan harus mempromosikan budaya kerja yang kuat di mana tujuan dan nilai-nilai manajer sejajar di semua bagian pekerjaan. Perusahaan yang membangun budaya saling menghormati dengan menjaga kisah sukses hidup tidak hanya akan menjaga karyawan mereka yang engaged, tetapi juga mereka karyawan yang baru masuk dapat menularkan budaya semangat kerja, (Markos & Sridevi, 2010).

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap employee engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk memahami lebih lanjut secara empiris mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement pada karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung.


(43)

27  

 

2.4. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh positif budaya organisasi terhadap employee engagement. Semakin kuat budaya organisasi terinternalisasi dalam diri para karyawan maka akan semakin tinggi tingkat employee engagement dan sebaliknya, semakin lemah budaya organisasi terinternalisasi dalam diri karyawan maka akan semakin rendah tingkat employee engagement.

   


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel penelitian digunakan untuk menguji hipotesa penelitian. Variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel tergantung : Employee engagement b. Variabel bebas : Budaya organisasi

3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian 3.2.1. Employee engagement

Engagement didefinisikan sebagai sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi, yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication, dan absorption. Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang. Absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas, (Schaufeli et al, 2003).

Petunjuk tinggi rendahnya employee engagement adalah skor total yang diperoleh dari hasil pengolahan data skala employee engagement. Semakin tinggi skor yang dicapai karyawan semakin tinggi tingkat employee engagement yang dimilikinya. Sedangkan jika semakin rendah skor yang dicapai karyawan semakin rendah tingkat employee engagement yang dimilikinya.


(45)

29  

 

3.2.2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah nilai-nilai dan keyakinan dari suatu organisasi yang menimbulkan serangkaian pelaksanaan manajemen, yang merupakan kegiatan dalam organisasi yang biasanya berakar pada nilai-nilai organisasi. Kegiatan ini diperkuat dari nilai-nilai dominan dan kepercayaan organisasi. Model budaya Denison berpendapat bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement, (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, Haaland, dan Goelzer, 2002).

Petunjuk kuat lemahnya budaya organisasi adalah skor total yang diperoleh dari hasil pengolahan data skala budaya organisasi. Skor budaya organisasi yang tinggi berarti mengindikasikan kuatnya penerimaan karyawan terhadap budaya yang ada dalam organisasi tersebut. Sedangkan skor budaya organisasi yang rendah berarti mengindikasikan lemahnya penerimaan karyawan terhadap budaya yang ada dalam organisasi tersebut.

3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah bertempat di PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM) berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.


(46)

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan, (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di PT. Indonesia Asahan Aluminium, Kuala Tanjung.

3.4.2. Sampel Penelitian

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Berdasarkan populasi yang telah ditentukan maka akan diambil wakil dari populasi yang disebut sampel penelitian. Hadi (2000) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan yang bekerja di PT. Indonesia Asahan Aluminium, Kuala Tanjung. Menurut Hadi (2000) tidak ada ketetapan yang mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 300 orang yang diambil dari tiga pabrik utama di PT INALUM Kuala Tanjung, yaitu Pabrik Karbon, Pabrik Reduksi, dan Pabrik Penuangan.

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai tetap. Kemudian pegawai yang telah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun dengan pertimbangan bahwa pegawai yang telah bekerja selama minimal satu tahun sudah mengerti dan paham mengenai budaya yang ada di organisasinya.


(47)

31  

 

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster sampling dimana proporsi yang lebih kecil lagi dari group sampling. Mempunyai kesamaan dengan area probality sampling. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah incidental sampling, yaitu diperoleh semata-mata dari keadaan-keadaan insidental atau kebetulan (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000) teknik incidental sampling memiliki kelebihan dan kelemahan di dalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya dan adanya keterandalan subjektifitas penelitian yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang dipilih sudah sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat memberi taraf keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan ataupun mengeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas peneliti juga memiliki resiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan sampel (Hadi, 2000).

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan skala atau disebut dengan metode skala. Menurut Hadi (2000), metode skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis. Hadi (2000) mengatakan bahwa metode skala mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut:


(48)

a. Subjek adalah orang yang paling tahu mengenai dirinya.

b. Apa yang dinyatakan subjek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

3.6.1. Skala employee engagement

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Skor pilihan jawaban pada pilihan jawaban terdapat pada tabel 1.

Tabel 1.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala employee engagement yang dibuat berdasarkan konsep Schaufeli (et al, 2003) yaitu vigor,


(49)

33  

 

dedication dan absorption. Skala employee engagement dapat dilihat pada rincian blue print yang terdapat pada tabel 2.

Tabel 2.

Blue Print Skala Employee Engagement Sebelum Uji Coba

No Dimensi Indikator Perilaku Nomor Aitem Jlh P

(%) Fav Unfav

1. Vigor 1. Tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja.

58,10, 51,7

42,33, 18

20 33,3 2. Kesediaan untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan.

41,29, 49

37,23, 4, 57 3.Gigih dalam menghadapi

kesulitan dalam pekerjaan.

25, 6, 34

17, 46, 53 2. Dedication 1.Suatu perasaan yang penuh

makna dalam bekerja.

44, 30 11, 55

20 33,3 2.Antusias dalam bekerja. 19, 8 48, 2

3.Inspirasi. 13, 38 1, 21 4.Kebanggaan. 43, 22 32, 15 5. Merasa tertantang dalam

melakukan pekerjaan.

28, 16 26, 35 3. Absorption 1.Adanya konsentrasi dan minat

yang mendalam terhadap pekerjaan

39, 54, 12

52, 40, 9

20 33,3 2.Waktu terasa berlalu begitu

cepat saat bekerja

59,545 ,31

24, 3, 56 3. Individu sulit melepaskan diri

dari pekerjaan

20, 36, 50

14, 47, 27, 60


(50)

3.6.2. Skala Budaya Organisasi

Metode skala yang digunakan adalah metode Likert (Azwar, 2012). Skala budaya organisasi dikembangkan dari skala budaya Denison, Setiap aitem meliputi lima pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari jawaban subjek yang menyatakan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Skor pilihan jawaban pada pilihan jawaban terdapat pada tabel 3.

Tabel 3.

Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

Sangat tidak setuju 1 Sangat tidak setuju 5

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala budaya organisasi yang dibuat berdasarkan konsep Denison dan dikembangkan dari skala budaya organisasi Denison, bahwa ada empat dimensi budaya organisasi, yaitu: involvement (keterlibatan), consistency (konsistensi), adaptability (adaptabilitas) dan mission (misi), (Denison, 2002). Skala budaya organisasi dapat dilihat pada rincian blue print yang terdapat pada tabel 4.


(51)

35  

 

Tabel 4

Blue Print Skala Budaya Organisasi Sebelum Uji Coba No Dimensi Indikator

Perilaku

Nomor Aitem

Jumlah P (%) 

1. Involvement (Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 7, 25, 32, 17,57

15 25  2.Orientasi tim 3, 22, 35

41, 44 3.Pengembangan

kemampuan

6, 11, 20, 29, 54 2. Consistency

(konsistensi)

1.Nilai-nilai inti 4, 13, 28, 37, 51

15

  25 2. Kesepakatan 18, 24,

34, 46, 49 3. Koordinasi &

integrasi

1, 31, 39, 55,59 3. Adaptability

(Adaptabilitas)

1. Menciptakan perubahan

2, 16, 21, 36, 42

15 25  2. Fokus

pelanggan

9, 12, 30, 47, 52 3. Pembelajaran

organisasi

15, 26, 40, 48, 58 4. Mission (Misi) 1.Arah strategis &

tujuan

8, 27, 33, 43

15 25  2.Tujuan &

sasaran

5, 19, 45, 50, 53

3.Visi 10, 14,

23, 38, 56, 60


(52)

3.7. Uji Coba Alat Ukur 3.7.1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 2009). Validitas sejauh mana kejituan dan ketelitian suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukur (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini, validitas yang akan diestimasi yaitu validitas tampang (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas tampang merupakan validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Validitas isi berkaitan dengan aitem-aitem alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian isi tes atau aitem pada alat ukur dengan analisis rasional atau melalui professional judgment. Pendapat profesional diperoleh dengan cara bimbingan dengan dosen pembimbing dengan menggunakan koefisien validitas isi Aiken’s V. Formula Aiken’s V didasarkan pada penilaian panel ahli terhadap suatu aitem mengenai sejauh mana aitem tersebut memiliki konstrak yang diukur. Rentang angka V yang diperoleh adalah antara 0 sampai 1,00 (Azwar, 2012).

3.7.2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012).


(53)

37  

 

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2012). Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2012). 3.7.3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2012). Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada subjek yang sama di kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).

Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama (Azwar, 2012). Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan prosedur hanya memerlukan satu kali penyajian tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi. Metode yang digunakan adalah reliabilitas Alpha Cronbach.

Koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya, (Azwar, 2012).


(54)

3.7.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba terhadap alat ukur skala employee engagement dan skala budaya organisasi dilakukan pada tanggal 15 November 2013. Uji coba dikenakan kepada Karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung dengan karakteristik karyawan tetap dan sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

Pada uji coba ini peneliti menyebarkan kedua skala sekaligus kepada 120 orang karyawan yang terpilih melalui incidental sampling. Kedua skala tersebut telah diuji secara validitas isi yang merupakan validitas yang diestimasi melalui professional judgment. Nilai validitas isi dengan menggunakan formula Aiken’s V untuk skala employee engagement adalah sebesar 0,680 dan indeks nilai validitas isi aitem bergerak dari 0,38 sampai 0,81, sedangkan nilai validitas isi untuk skala budaya organisasi adalah sebesar 0,669 dan indeks nilai validitas isi aitem bergerak dari 0,30 sampai 0,80. Kemudian skala yang telah dibagikan, dikembalikan ke peneliti berjumlah 118, sehingga dapat dilakukan pengolahan data. Uji daya beda aitem dan reliabilitas skala penelitian dihitung dengan menggunakan program SPSS versi 20.0 for windows.

a) Skala Employee Engagement

Hasil uji coba skala employee engagement menunjukkan bahwa dari 57 aitem terdapat 37 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 20 aitem yang gugur dikarenakan daya bedanya tidak baik yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 9, 14, 15, 17, 20, 21, 23, 26, 27, 31, 33, 36, 39, 41, 45. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012). Pada skala employee engagement


(55)

39  

 

menunjukkan hasil reliabilitas dengan menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0,890 yang berarti tingkat reliabilitasnya tinggi.

Tabel 5.

Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Employee Engagement No Dimensi Indikator Perilaku Fav Unfav Jlh P(%)

1. Vigor 1. Tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja.

7, 10, 51, 57

18, 42

14 37,8 2. Kesediaan untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan.

29, 49 37 3.Gigih dalam menghadapi

kesulitan dalam pekerjaan.

6, 25, 34

46, 53 2. Dedication 1.Suatu perasaan yang penuh

makna dalam bekerja.

30, 44 55

13 35,1 2.Antusias dalam bekerja. 8, 19 48

3.Inspirasi. 13, 38 4.Kebanggaan. 22, 43 32 5. Merasa tertantang dalam

melakukan pekerjaan.

28 35 3. Absorption 1.Adanya konsentrasi dan

minat yang mendalam terhadap pekerjaan

12, 16, 54

40, 52

10 27,1 2.Waktu terasa berlalu begitu

cepat saat bekerja

11 24, 56 3. Individu sulit melepaskan

diri dari pekerjaan

50 47

Total 37 100

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala employee engagement, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam


(56)

penelitian. Skala tersebut akan disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan data penelitian, dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6.

Penomoran Aitem Skala Employee Engagement yang Digunakan dalam Penelitian

No Dimensi Indikator Perilaku Fav Unfav Jlh P(%)

1. Vigor 1.Tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja.

4, 11, 32,17

10, 37

14 37,8 2. Kesediaan untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh di dalam pekerjaan.

16, 3 34 3.Gigih dalam menghadapi

kesulitan dalam pekerjaan.

25,12,28 14, 7 2. Dedication 1.Suatu perasaan yang penuh

makna dalam bekerja.

5,18 20

13 35,1 2.Antusias dalam bekerja. 35,8 1

3.Inspirasi. 23,29 4.Kebanggaan. 26, 15 36 5. Merasa tertantang dalam

melakukan pekerjaan.

2 22 3. Absorption 1.Adanya konsentrasi dan

minat yang mendalam terhadap pekerjaan

31, 19, 6 27, 33

10 27,1 2.Waktu terasa berlalu begitu

cepat saat bekerja

30 21, 9 3. Individu sulit melepaskan

diri dari pekerjaan

13 24

Total 37 100

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aitem-aitem pada skala employee engagement dapat diandalkan


(57)

41  

 

untuk tujuan pengambilan data penelitian. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala employee engagement dapat dilihat pada lampiran C.

b) Skala Budaya Organisasi

Hasil uji coba skala budaya organisasi menunjukkan bahwa dari 56 aitem terdapat 39 aitem yang memiliki daya beda tinggi. Ada 17 aitem yang gugur dikarenakan daya bedanya tidak baik yaitu aitem nomor 1, 2, 4, 6, 9, 12, 20, 21, 24, 26, 30, 31, 33, 37, 46, 51, 55. Hasil uji daya beda aitem ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Jadi apabila aitem yang memiliki daya beda dibawah 0,30 dianggap gugur (Azwar, 2012).

Pada skala budaya organisasi menunjukkan hasil reliabilitas dengan

menggunakan teknik reliabilitas Alpha Cronbach, maka diperoleh hasil rxx’ = 0,917 yang berarti tingkat reliabilitasnya tinggi.


(58)

Tabel 7.

Aitem-Aitem yang Memiliki Daya Beda Tinggi pada Skala Budaya Organisasi

No Dimensi Indikator Perilaku

Nomor Aitem

Jumlah P (%) 

1. Involvement (Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 7, 25, 32, 17

12 30,8  2.Orientasi tim 3, 22, 35

41, 44 3.Pengembangan

kemampuan

11, 29, 54

2. Consistency (konsistensi)

1.Nilai-nilai inti 13, 28

6

 

15,4

2. Kesepakatan 18, 34, 49 3. Koordinasi &

integrasi

39

3. Adaptability (Adaptabilitas)

1. Menciptakan perubahan

16, 36, 42

8 20,5  2. Fokus

pelanggan

47, 52

3. Pembelajaran organisasi

15, 40, 48

4. Mission (Misi) 1.Arah strategis & tujuan

8, 27, 43

13 33,3  2.Tujuan &

sasaran

5, 19, 45, 50, 53

3.Visi 10, 14,

23, 38, 56

Total 39 100

Setelah diketahui aitem-aitem yang memiliki daya beda tinggi pada skala budaya organisasi, maka aitem-aitem tersebut akan digunakan dalam penelitian.


(59)

43  

 

Skala tersebut akan disusun kembali dengan melakukan penyesuaian nomor bagi aitem-aitem tersebut untuk selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan data penelitian. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8.

Penomoran Aitem-Aitem Skala Budaya Organisasi yang Digunakan dalam Penelitian

No Dimensi Indikator Perilaku

Nomor Aitem

Jumlah P (%) 

1. Involvement (Keterlibatan)

1. Pemberdayaan 14, 19, 3, 27

12 30,8  2.Orientasi tim 36, 7, 23,

16, 8 3.Pengembangan

kemampuan

24, 30, 1

2. Consistency (konsistensi)

1.Nilai-nilai inti 12, 20

6

  15,4 2. Kesepakatan 5, 33, 9

3. Koordinasi & integrasi

17

3. Adaptability (Adaptabilitas)

1. Menciptakan perubahan

11, 35, 22

8 20,5  2. Fokus

pelanggan

15, 2

3. Pembelajaran organisasi

26, 32, 6

4. Mission (Misi) 1.Arah strategis & tujuan

13, 29, 21

13 33,3  2.Tujuan &

sasaran

18, 37, 4, 34, 39

3.Visi 31, 25,

38, 28, 10


(60)

Berdasarkan hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aitem-aitem pada skala budaya organisasi dapat diandalkan untuk tujuan pengambilan data penelitian. Hasil uji daya beda aitem dan reliabilitas skala budaya organisasi dapat dilihat pada lampiran C.

3.8. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data. 3.8.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

a) Perizinan

Hal yang pertama kali dilakukan dalam proses persiapan untuk melakukan penelitian adalah mengurus surat izin untuk melakukan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ke organisasi yang akan dituju. Peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data penelitian ke PT. INALUM Kuala Tanjung.

Surat permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak instansi PT.INALUM Kuala Tanjung pada tanggal 11 November 2013. Kemudian pada tanggal 15 November 2013 pihak instansi memberikan konfirmasi yang menyatakan bahwa peneliti diberikan izin untuk melakukan penelitian di instansi tersebut.


(61)

45  

 

b) Pembuatan Alat Ukur

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, maka peneliti membuat alat ukur yang terdiri dari skala employee engagement dan skala budaya organisasi yang dibuat berdasarkan teori yang telah diuraikan. Peneliti membuat 60 aitem untuk skala employee engagement dan 60 aitem untuk skala budaya organisasi yang di adaptasi dari skala budaya Denison. Setelah kedua skala tersebut selesai dibuat, maka aitem-aitem tersebut akan ditelaah dengan analisis rasional dari professional judgement untuk mengetahui validitas alat ukur tersebut.

c) Uji Coba Alat Ukur

Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian. Uji coba alat ukur dikenakan kepada karyawan PT.INALUM Kuala Tanjung. karyawan yang dijadikan subjek untuk uji coba alat ukur adalah sebanyak 120 orang dengan karakteristik yakni sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun dan skala yang kembali adalah sebanyak 118 orang. Peneliti membagi dua skala secara bersamaan 57 aitem untuk skala employee engagement dan 56 aitem untuk skala budaya organisasi.

3.8.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah peneliti melakukan uji coba, merevisi alat ukur, dan telah menyusun kembali aitem-aitem yang diterima pada saat uji coba, maka peneliti mengambil data penelitian dengan menyebarkan skala employee engagement dan skala budaya organisasi yang telah direvisi kepada subjek penelitian yaitu


(62)

karyawan PT.INALUM Kuala Tanjung yang berjumlah 300 orang dengan karakteristik yakni sudah bekerja di instansi tersebut selama minimal satu tahun.

3.8.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, maka untuk pengolahan data selanjutnya diolah dengan menggunakan SPSS versi 20.0 for windows.

3.9. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement adalah dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program SPSS versi 20.0 for windows. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian yaitu uji normalitas dan uji linieritas.

3.9.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS versi 20.0 for windows.


(63)

47  

 

Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Field, 2009).

3.9.2. Uji Linieritas

Uji linieritas hubungan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung serta untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Apabila penyimpangan tersebut tidak signifikan maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan metode statistik uji F dengan bantuan program SPSS versi 20.0 for windows.

Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000).

   


(64)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. INALUM Kuala Tanjung. Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu diuraikan gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, dan masa kerja.

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9.

Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-laki 289 96,3 %

Perempuan 11 3,7 %

Total 300 100 %

Berdasarkan tabel 9 di atas maka dapat dilihat bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 96,3%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 3,7%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa subjek yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada yang berjenis kelamin perempuan.


(65)

49  

 

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10.

Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase

20 – 40 tahun 151 50,3%

41 – 60 tahun 149 49,7%

Total 300 100 %

Berdasarkan teori perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst (Papalia, Olds, & Feldman, 2008) maka rentang usia 20 – 40 tahun dinamakan periode masa dewasa muda, sedangkan rentang usia 41 – 60 tahun dinamakan periode masa dewasa madya. Dapat dilihat pada tabel 10 di atas bahwa subjek yang berada pada periode dewasa muda (20 – 40 tahun) yaitu sebesar 50,3 % lebih banyak dari pada subjek yang berada pada periode dewasa madya (41 – 60 tahun) yaitu sebesar 49,7 %.

4.1.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja subjek penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran subjek seperti terdapat pada tabel 11 di bawah ini.


(66)

Tabel 11.

Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

< 10 tahun 69 23 %

10 – 19 tahun 87 29 %

20 – 29 tahun 52 17,3 %

> 30 tahun 92 30,7 %

Total 300 100 %

Dapat dilihat pada tabel 11 di atas bahwa subjek yang memiliki masa kerja yang paling banyak adalah yang telah bekerja selama > 30 tahun yaitu sebesar 30,7 %, sedangkan yang memiliki masa kerja paling sedikit adalah yang telah bekerja selama 20 – 29 tahun yaitu sebesar 17,3 %.

4.2. Hasil Penelitian 4.2.1. Hasil Uji Asumsi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Sebelum melakukan analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang digunakan untuk mengetahui pengolahan data yang akan dipakai. Uji asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji linieritas.


(1)

 

b. PLTA Siguragura

Bendungan Penadah Air Sugragura (Siguragura Intake Dam) terletak di Simorea, 9 km dari Bendungan Pengatur. Tipe bendungan ini adalah beton massa dengan ketinggian 46 m, panjang 173 m. Bendungan ini berfungsi untuk mengontrol debit air yang masuk ke Stasiun Pembangkit Siguragura (Siguragura Power Station). Stasiun Pembangkit Siguragura berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator di dalamnya. Stasiun Pembangkit ini merupakan stasiun pembangkit bawah tanah pertama di Indonesia. Kapasitas tetap dari PLTA Siguragura adalah 203 MW.

c. PLTA Tangga

Bendungan Penadah Air Tangga (Tangga Intake Dam) yang terletak di Tangga, 4 km di bagian hilir Stasiun Pembangkit Listrik Siguragura. Tipe bendungan ini adalah beton massa berbentuk busur dengan ketinggian 82 m, panjang 125 m. Bendungan ini berfungsi untuk mengatur pasokan air ke dalam Stasiun Pembangkit Listrik Tangga (Tangga Power Station). Bendungan ini merupakan bendungan busur pertama di Indonesia. Total kapasitas tetap dari PLTA Tangga ini adalah 223 MW.

d. Jaringan Tansmisi

Tenaga listrik yang dihasilkan stasiun pembangkit listrik Siguragura dan Tangga disalurkan melalui jaringan transmisi sepanjang 120 km dengan jumlah menara 271 buah dan tegangan 275 kV ke Kuala Tanjung. Melalui gardu induk Kuala Tanjung tegangannya didistribusikan ke tiga gedung


(2)

 

tungku reduksi dan gedung penunjang lainnya melalui 2 unit penyearah silikon dengan DC 37 KA dan 800 V.

2. Pabrik Peleburan Aluminium

INALUM membangun pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di atas area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara (dulu Asahan), kira-kira 110 km dari kota Medan , Ibukota Provinsi Sumatera Utara.

Pabrik peleburab dengan kapasitas terpasang 225.000 ton aluminium per tahun ini dibangun menghadap Selat Malaka. Pembangunan pabrik peleburan ini dimulai pada tanggal 6 Juli 1979 dan tahap I operasi dimulai pada tanggal 20 Januari 1982. Pembangunan ini diresmikan oleh Presiden RI, Soeharto yang didampingi oleh 12 Menteri Kabinet Pembangunan II. Operasi pot pertama dilakukan pada tanggal 15 Februari 1982 dan Maret 1982, aluminium ingot pertama berhasil dicetak.

Pada tanggal 14 Oktober 1982, kapal Ocean Prima memuat 4.800 ton Aluminium Ingot meninggalkan Kuala Tanjung menuju Jepang untuk mengekspor produk PT Inalum dan membuat Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor aluminium di dunia. Produksi kesatu juta ton berhasil dicetak pada tanggal 8 Februari 1988, kedua juta ton pada 2 Juni 1993, ketiga juta ton pada 12 Desember 1997, ke empat juta ton pada 16 Desember 2003 ke lima juta ton pada tanggal 11 Januari 2008 dan ke enam juta ton pada tanggal 12 Januari 2012.


(3)

 

Produk INALUM menjadi komoditi ekspor ke Jepang dan juga dalam negeri dan digunakan sebagai bahan baku industri hilir seperti ekstrusi, kabel dan lembaran aluminium. Kualitas produk Inalum adalah 99,70% dan 99,90%.

Pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung bergerak dalam bidang mereduksi alumina menjadi aluminium dengan menggunakan alumina, karbon, dan listrik sebagai material utama. Pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung terdiri dari 3 pabrik utama, yaitu Pabrik Karbon, Pabrik Reduksi, dan Pabrik Penuangan serta fasilitas pendukung lainnya.

a. Pabrik Karbon

Pabrik karbon memproduksi blok anoda. Pabrik karbon terdiri dari Pabrik Karbon Mentah, Pabrik Pemanggangan dan Pabrik Penangkaian Anoda. Di pabrik Karbon Mentah, Coke dan hard pitch dicampur dan dibentuk menjadi blok anoda dan dipanggang hingga temperatur 1.250° Celcius di pabrik pemanggangan Anoda. Kemudian di pabrik penangkaian Anoda, sebuah tangkai dipasang ke blok anoda yang sudah dipanggang tadi dengan menggunakan cast iron. Blok anoda berfungsi sebagai elektroda di pabrik Reduksi.

b. Pabrik Reduksi

Pabrik reduksi terdiri dari 3 bangunan dengan ukuran yang sama. Ada 510 pot di gedung tersebut. Pot tersebut bertipe Prebaked Anode

Furnaces (PAF) dengan desain 175 KA, namun sudah ditingkatkan


(4)

rata- 

rata dapat menghasilkan aluminium sekitar 1,3 ton atau lebih aluminium cair per hari.

c. Pabrik Penuangan

Di pabrik penuangan, aluminium cair dituangkan ke dalam Holding Furnace. Ada 10 unit Holding Furnace di pabrik ini, masing-masing berkapasitas 30 ton. Aluminium cair ini kemudian dicetak ke dalam cetakan casting machine. Pabrik ini memiliki 7 unit casting machine dengan kapasitas 12 ton/jam untuk masing-masing mesin dan menghasilkan 22,7 kg/ingot (batang).

d. Fasilitas Penunjang

Untuk kelancaran operasional pabrik, perusahaan juga mendirikan beberapa fasilitas pendukung di kedua proyek seperti sebuah pelabuhan dengan 3 dermaganya, dimana salah satunya telah diserahkan ke Pemerintah Indonesia pada tahun 1984 untuk kepentingan umum, dan jalan penghubung. Kompleks perumahan untuk karyawan juga dibangun di atas areal 200 ha di pabrik peleburan dan 80 ha di PLTA lengkap dengan fasilitas di dalamnya seperti Mesjid, Gereja, Gedung Olah Raga dan Pertemuan, Rumah Sakit, Supermarket, Kantor Pos, Fasilitas Olah Raga, Telekomunikasi, dan lain sebagainya.


(5)

 

A. Visi

PT. INALUM menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat, dan dalam 10 tahun ke depan setelah tahun 2009 akan menjadi perusahaan terkenal dalam produktivitas dan daya saing didunia industri aluminium.

B. Misi

Untuk merealisasikan visi tersebut diatas maka PT. INALUM menetapkan 4 misi utama dalam pembangunannya, misi tersebut antara lain :

1) Menciptakan manfaat bagi semua pihak berkepentingan (stakeholder) melalui produksi aluminium ingot yang berkualitas tinggi dan produk-produk terkait serta mampu bersaing dipasar global.

2) Mendukung operasi pabrik peleburan aluminium yang menguntungkan dan berkelanjutan melalui pengoperasian pembangkit listrik tenaga air yang efektif dan efisien.

3) Mendukung pengembangan kelompok industri aluminium nasional yang pada akhirnya mendukung pengembangan ekonomi nasional.

4) Berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi regional melalui pengelolaan operasi yang optimal secara menguntungkan.


(6)

 

C. Budaya Organisasi

Budaya Organisasi PT. INALUM adalah sebagai berikut:

a. Tanggap:

“Kami menanggapi dengan segera terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan produktivitas kami”

b. Integritas:

“Kami memperlakukan diri kami untuk bertanggung jawab dalam menjalankan seluruh urusan bisnis kami dengan integritas”

c. Tanggung jawab:

“Kami berusaha untuk bertanggung jawab secara terbuka dan bersedia untuk menyelaraskan kekuatan pengambilan keputusan dengan tanggung jawab dan semua tingkat perusahaan”

d. Kerjasama:

“Kerjasama yang efektif merupakan kunci keberhasilan perusahaan”

e. Kepercayaan dan Keterbukaan:

“Inti dari semua etika bisnis, harus ada kepercayaan. Kami harus terbuka dalam hal berkomunikasi dengan pihak-pihak lain, memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu. Komitmen kami terhadap kepedulian lingkungan, tanggung jawab sosial, kesehatan dan keselamatan tidak dapat ditawar.”