13 BAB II LANDASAN TEORI - Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement Pada PT. Perkebunan X

BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement I. Pengertian Employee Engagement Terdapat suatu definisi yang sering digunakan oleh salah satu lembaga

  konsultan yang bergerak dalam bidang sumber daya manusia yaitu Gallup Organization. Gallup Oranization menyatakan bahwa karyawan yang mempunyai nilai engagement merupakan pekerja yang memiliki keterlibatan secara penuh serta antusias terhadap pekerjaan mereka (Tritch, 2003). Definisi ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Harter dkk (2002) yang menyatakan engagement sebagai keterlibatan seorang karyawan serta kepuasan pada pekerjaan yang dilengkapi dengan antusiasme.

  Tokoh lain yang yang menyebutkan definisi employee engagement adalah Marciano (2010) yang mendefinisikan employee engagement sebagai berikut:

  “the extent to which one is committed, dedicated, and loyal to one’s organization,supervisor, work, and colleagues”

  Pengertian dari Marciano (2010) ini dapat diartikan sejauh mana seseorang berkomitmen, mendedikasikan dirinya dan loyal kepada organisasi, atasan, pekerjaan dan rekan kerjanya.

  Dvir, Eden, Avolio & Shamir (2002) mendefinisikan engagement dalam istilah “high level of activity, initiative and responsibility”. Secara lebih spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai positivitas, pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan dengan vigor, dedication dan absorption.

  Pengertian employee engagement ini juga dikemukakan oleh Robinson, Perryman & Hayday (2004) yang mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi.

  Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan tinggi pada organisasi memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional organisasi, mampu bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian unit kerja/organisasi melalui kerja sama antara individu karyawan dengan manajemen. Menurut Kahn (dalam Mujiasih dan Ratnaningsih, 2012)

  

employee engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota

  organisasi yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Sedangkan Hewitt

  

Associate (2004) menyatakan bahwa employee engagement sebagai keinginan

  karyawan untuk say (berbicara positive mengenai organisasi), stay (keinginan untuk menjadi anggota dari organisasi, dan strive (berbuat melebihi harapan organisasi). Employee engagement juga dikaitkan dengan dorongan motivasi internal yang tinggi (Colbert, Mount, Harter, Witt & Barrick, 2004). Hal ini sejalan dengan Wellins dan Concelman (dalam Little & Little, 2006) yang mengatakan bahwa employee engagement adalah dorongan ilusi yang memotivasi karyawan untuk menunjukkan performance yang tinggi. Dorongan ini merupakan gabungan dari komitmen, loyalitas, produktivitas dan kepemilikan. Definisi ini kemudian ditambahkan dengan memasukkan perasaan dan sikap karyawan terhadap pekerjaannya dan organisasi.

  Institute of Employee Studies (dalam Robinson, Perryman & Hayday, 2004) mendefinisikan employee engagement sebagai suatu sikap positif dari karyawan terhadap sikap organisasi tempat dirinya bekerja. Karyawan yang terpacu akan peduli terhadap bisnis organisasi dan bekerja secara tim untuk meningkatkan performasi organisasi.

  Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa keterikatan karyawan adalah sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi yang ditunjukkan dengan adanya komitmen, dedikasi dan loyal kepada organisasi, atasan, pekerjaan dan rekan kerjanya.

  Seorang karyawan yang memiliki tingkat keterikatan yang tinggi pada organisasi memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional organisasi, antuasias dalam bekerja, mampu bekerja sama dengan karyawan lain, berbicara positif mengenai organisasi, dan berbuat melebihi harapan organisasi.

II. Tipe Karyawan berdasarkan tingkat Employee engagement

  Seorang karyawan yang engaged akan merasa loyal dan peduli dengan masa depan organisasinya. Karyawan tersebut memiliki kesediaan untuk melakukan usaha ekstra demi tercapainya tujuan organisasi untuk tumbuh dan berkembang. Gallup (2004) mengelompokkan 3 jenis karyawan berdasarkan tingkat engagement yaitu:

  1. Engaged

  Karyawan yang engaged adalah seorang pembangun (builder). Mereka selalu menunjukkan kinerja dengan level yang tinggi. Karyawan ini akan bersedia menggunakan bakat dan kekuatan mereka dalam bekerja setiap hari serta selalu bekerja dengan gairah dan selalu mengembangkan inovasi agar perusahaan berkembang.

  2. Not Engaged

  Karyawan dalam tipe ini cenderung fokus terhadap tugas dibandingkan untuk mencapai tujuan dari pekerjaan itu. Mereka selalu menunggu perintah dan cenderung merasa kontribusi mereka diabaikan.

  3. Actively Disengaged

  Karyawan tipe ini adalah penunggu gua “cave dweller”. Mereka secara konsisten menunjukkan perlawanan pada semua aspek. Mereka hanya melihat sisi negatif pada berbagai kesempatan dan setia harinya, tipe

  actively disengaged ini melemahkan apa yang dilakukan oleh pekerja yang engaged.

III. Dimensi Employee engagement

  Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2009) employee engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu: a. Employee engagement sebagai energi psikis

  Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak experience) dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam pekerjaan tersebut. Employee engagement merupakan keseriusan ketika larut dalam pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving), penyerapan (absorption), fokus (focus) dan juga keterlibatan (involvement).

  b. Employee engagement sebagai energi tingkah laku: Bagaimana employee engagement terlihat oleh orang lain. Employee

  engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah laku yang

  berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam pekerjaan berupa: 1) Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan organisasi.

  2) Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”, mereka fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan organisasi. 3) Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan.

4) Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan rintangan atau situasi yang membingungkan.

  Marciano (2010) mengembangkan model RESPECT yang didasarkan pada prinsip sederhana yang menyatakan bahwa ketika orang diperlakukan dengan respect mereka akan engage dan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi. Keterikatan karyawan tergantung kepada sejauh mana karyawan merasa respect atau disrespect pada 5 area dimensi berikut:

  1. Organisasi Mencakup visi, misi, nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi.

  2. Kepemimpinan Sikap terhadap pimpinan khususnya pimpinan langsung, meyakini bahwa ia adalah orang yang kompeten, beretika, membuat keputusan yang bagus dan memperlakukan orang lain dengan adil.

  3. Anggota tim

  Meyakini bahwa anggota tim adalah orang yang berkompeten, kooperatif, jujur, suportif dan mau mendorong dan mendukung diri mereka sendiri.

  4. Pekerjaan Meyakini bahwa pekerjaan tersebut menantang, berharga, menarik dan memiliki nilai kepada pelanggan baik internal maupun eksternal.

  5. Individu Memiliki perasaan bahwa ia dihargai oleh organisasi, supervisor dan oleh sesama anggota tim

IV. Gejala Employee Engagement

  Marciano (2010) menunjukkan perilaku khusus yang menggambarkan

  employee engagement yaitu sebagai berikut:

  1. Mengutarakan ide-ide baru dalam bekerja

  2. Menunjukkan sikap bergairah dan antusias tentang pekerjaan

  3. Mengambil inisiatif

  4. Selalu mencari cara untuk memperbaiki dan mengembangkan diri, orang lain maupun perusahaan.

  5. Secara konsisten bertindak melampaui tujuan yang ditentukan serta harapan-harapan terhadap dirinya.

  6. Memiliki sifat ingin mendalami segala sesuatu, tertarik dan selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan

  7. Mendukung serta membesarkan hati anggota kelompok

  8. Bersifat optimis dan positif, senyum 9. Mengatasi hambatan dan tetap fokus terhadap tugas dan persisten.

  10. Komit terhadap organisasi Albrecht (2010) merangkum beberapa gejala engagement pada seorang karyawan antara lain:

  1. Karyawan akan mengerahkan dan menunjukkan semua usaha baik fisik, pemikiran maupun perasaan dalam melakukan pekerjaannya (Kahn, 1990)

  2. Karyawan mengerahkan seluruh tenaga, antusiasme, dan menunjukkan semangat, dedikasi dan dirinya larut dalam pekerjaan, muncul perasaan mengasikkan pada saat melaksanakan tugasnya

  3. Karyawan menginternalisasi semua tujuan dan aspirasi perusahaan sebagai tujuan dan aspirasi miliknya sendiri. karyawan merasa memiliki ikatan emosi antara dirinya dan perusahaan.

V. Keuntungan Dari Engagement

  Biro konsultasi DDI (dalam Marciano, 2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat keterikatan maka akan semakin tinggi kinerja organisasi tersebut.

  Marciano (2010) menjelaskan bahwa banyak keuntungan yang dihubungkan dengan level keterikatan yang tinggi, yaitu:

  1. Meningkatkan produktivitas

  2. Meningkatkan keuntungan perusahaan

  3. Kualitas kerja yang tinggi

  4. Meningkatkan efisiensi kerja

  5. Turnover yang rendah

  6. Mengurangi ketidakhadiran

  7. Meminimalkan kecurangan dan kesalahan karyawan

  8. Meningkatnya kepuasan pelanggan

  9. Meningkatnya kepuasan karyawan

  10. Mengurangi waktu yang hilang akibat kecelakaan kerja

  11. Meminimalkan keluhan EEO atau Employee Employment Opportunity

VI. Faktor Yang Menyebabkan Employee Engagement Dan Disengagement

  Vazirani, (2007) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang menyebabkan employee engagement, yaitu:

1. Pengembangan karir - kesempatan untuk pengembangan pribadi

  Organisasi dengan tingkat engagement yang tinggi memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kemampuan mereka, mempelajari keahlian baru, mendapatkan pengalaman baru dan menyadari potensi karyawan mereka. Ketika organisasi merancang jenjang karir bagi karyawan mereka dan mengembangkan pelaksanaannya bagi karyawan, maka karyawan juga akan menjadi investasi bagi perusahaan.

  2. Pengembangan karir - manajemen yang efektif dari potensi atau bakat individu

  Pengembangan karir mempengaruhi keterikatan karyawan dan mempertahankan karyawan yang paling berbakat dan menyediakan kesempatan bagi pengembangan pribadi.

  3. Kepemimpinan - kejelasan dari nilai perusahaan Nilai inti organisasi jelas dan tidak ambigu.

  4. Kepemimpinan - perlakuan yang penuh hormat kepada karyawan Organisasi menunjukkan respek pada setiap kualitas dan kontribusi dari karyawan tanpa memperhatikan level mereka.

  5. Kepemimpinan - standar perilaku etis sesuai standar perusahaan Standar etika organisasi juga menyebabkan karyawan engage

  6. Pemberdayaan Karyawan ingin dilibatkan dalam keputusan yang mempengaruhi kerja mereka. pemimpin dari tempat kerja yang memiliki keterikatan tinggi menciptakan lingkungan yang menantang dan penuh rasa percaya, dimana karyawan dibiarkan berinovasi untuk memajukan organisasi.

  7. Image

  Seberapa besar karyawan untuk memberikan dukungan pada produk dan jasa yang dihasilkan organisasinya tergantung pada luasnya persepsi pelanggan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan organisasinya tersebut.

  8. Faktor lainnya yang meliputi:

a. Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil

  Keterikatan karyawan akan tinggi jika atasan mereka memberikan perlakuan yang sama kepada semua karyawan dalam untuk berkembang dan meraih prestasi. b. Penilaian kinerja Evaluasi yang adil terhadap kinerja karyawan merupakan kritaria penting untuk menentukan tingkat employee engagement.

  Organisasi yang melakukan penilain kinerja dengan cara yang sesuai (transparan dan tidak bias) akan meningkatkan level

  engagement karyawannya.

  c. Gaji dan bonus Organisasi harus memiliki sistem upah yang sesuai sehingga karyawan termotivasi untuk bekerja di perusahaan. Untuk meningkatkan level keterikatan karyawan organisasi harus menyediakan upah dan benefit yang sesuai.

  d. Kesehatan dan keselamatan Hasil penelitian mengindikasikan bahwa keterikatan karyawan akan menurun jika karyawan merasa tidak aman ketika bekerja.

  Sehingga organisasi harus memiliki metode dan sistem yang sesuai untuk menjamin keselamatan dan kesehatan karyawan.

  e. Kepuasan kerja Hanya karyawan yang puas yang akan menjadi engage.

  f. Komunikasi Organisasi harus mengikuti kebijakan terbuka, sistem komunikasi keatas dan kebawah harus sesuai dan diatur sebaik mungkin. Jika karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mendapat hak untuk didengarkan maka level keterikatan karyawan akan meningkat.

  g. Family friendliness

  Keluarga karyawan mempunyai pengaruh dalam kehidupan kerjanya. Ketika seorang karyawan menyadai bahwa organisasi tempat ia bekerja juga memberikan perhatian pada keluarganya (tunjangan anggota keluarga) maka ia akan memiliki kedekatan emosional dengan organisasinya yang akan membuatnya engage.

h. Co-operation

  Jika seluruh organisasi saling bekerja sama dan saling membantu maka karyawan akan menjadi engage dengan organisasinya.

  Faktor-faktor ini kemudian digambarkan dalam sebuah bagan berikut:

Gambar 2.1 Factor leading to Employee engagement, Vazirani, 2007

  Career Development – Opportunities for personal development

  E

  Career Development – Effective

  N

  Management of Talent

  G

  Leadership – Clarity of Company Feeling

  Values

  A

  Leadership – Respectful treatment of valued

  G

  employees

  E

  Leadership – Company’s Standard of & ethical behavior

  M

  Empowerment Involved

  E

  Image Equal opportunies & Fair treatment

  N

  Performance Appraisal

  T

  Pay and Benefits Communication Health and Safety Family friendliness Job Satisfaction Co – operation

B. Semangat Kerja

I. Pengertian Semangat Kerja

  Upaya pencapaian tujuan operasional masalah semangat kerja pegawai tidak dapat diabaikan begitu saja karena pegawai perupakan faktor yang sangat penting disamping faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu semangat kerja pegawai perlu dipupuk dan ditingkatkan demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

  Semangat kerja merupakan terjemahan dari kata morale yang artinya moril atau semangat juang (Echols & Shadily,1997). Beach (1980) mendefinisikan semangat kerja sebagai sikap individu dalam kelompok terhadap lingkungan kerjanya dan bekerja sama secara sukarela mengerahkan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa semangat kerja merupakan perasaan yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik (Halsey, 2003). Sementara menurut Kossen (1993) semangat kerja adalah suasana yang ditimbulkan oleh sikap kerja dari para anggota suatu organisasi. Nitisemito (1996) mengatakan bahwa semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

  Pendapat lain dikemukakan oleh Strauss dan Sayless (1999) yang menyebutkan semangat kerja sebagai sikap partisipasi pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus dilakukan dengan dorongan yang kuat, antusias dan bertanggung jawab terhadap prestasi serta konsekuensi organisasi di masa sekarang dan yang akan datang. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa semangat kerja sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

  Sastrohadiwiryo (2002) mengatakan bahwa semangat kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi mental, atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.

  Pengertian semangat kerja juga dikemukakan oleh Davis & Newstrom (2000) yang menyatakan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik. Semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu organisasi dan terungkap dalam sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk di dalamnya lingkungan, kerjasama dengan orang lain yang secara optimal sesuai dengan kepentingan dan tujuan perusahaan. Menurut Winardi (2004) semangat kerja mengandung pengertian ketiadaan konflik, perasaan senang, penyesuaian pribadi secara baik, dan tingkat keterlibatan ego dalam pekerjaan.

  Para ahli lain yang menyebutkan pengertian semangat kerja adalah Danim (2004) yang mendefenisikan semangat kerja atau kegairahan kerja sebagai kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu Carlaw, Deming & Friedman (2003) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi adalah karyawan yang bekerja dengan berenergi, antusias, dan memiliki rasa kebersamaan. Karyawan yang memiliki semangat kerja rendah adalah ketika karyawan merasa bosan, berkecil hati, dan malas. Semangat kerja merupakan bentuk nyata dari komitmen yang ditunjukkan dengan semangat, antusiasme dan kepercayaan pada kebijakan organisasi, program dan tujuan organisasi. Semangat kerja ditunjukkan dengan apa yang individu dan kelompok katakan dan lakukan untuk memperlihatkan ketertarikan, pemahaman dan identifikasi diri terhadap keutuhan dan kesuksesan kelompok kerja (Yoder & Staudohar, 1982).

  Berdasarkan para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah sikap pekerja dalam mencapai tujuan organisasi yang harus ditunjukkan dengan bekerja penuh energi, antusias, dan memiliki rasa kebersamaan.

II. Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

  Bowles dan Cooper (2009) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan, yaitu: a. Pekerjaan itu sendiri dan image organisasi

  Hal ini termasuk bagaimana karyawan melihat organisasi dan pekerjaan mereka serta bagaimana ia berpikir mengenai orang lain (masyarakat dan pelanggan) akan melihat organisasi tempat dia berada.

  b. Kompensasi dan benefit Hal ini mencakup pembayaran upah serta benefit lain yang diberikan oleh organisasi.

  c. Karir dan pengembangan Merupakan aspek yang berhubungan dengan kesempatan untuk berprestasi, keadilan dalam proses promosi, perekrutan secara internal maupun eksternal, kesempatan mendapatkan pelatihan dan pengembangan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan pengetahuan.

  d. Keselamatan kerja

  Perasaan aman yang didapatkan oleh karyawan dalam bekerja, dan adanya jaminan bahwa organisasi akan terus bertahan dan berkembang.

  e. Komunikasi Mencakup seluruh informasi yang diberikan kepada karyawan, apa informasi itu penting, apakah informasi tersebut dapat dipercaya, apakah cara penyampaiannya sesuai.

  f. Produktifitas Bagaimana cara karyawan menjadi produktif, apakah sudah cukup diarahkan atau tidak, ketiadaan atau kurangnya pelatihan yang diberikan, kebijaksanaan dari manajemen, bagaimana desain alur kerja dan apakah seseorang mendapatkan beban kerja yang lebih banyak dibanding kan orang lain tanpa mendapatkan konsekuensi

  g. Kondisi kerja Hal ini termasuk kondisi kerja secara fisik, keselamatan, perlengkapan dan peralatan yang memadai, pengaturan jarak ruangan kantor, fasilitas kesehatan dan aspek yang berhubungan.

  h. Manajemen dan pengawasan Bagaimana karyawan melihat atasannya, apa yang diharapkan oleh pimpinan untuk karyawan lakukan atau kerjakan, bagaimana image pimpinan yang dilihat oleh karyawan, apakah perlakuan manajer atau pimpinan adil atau tidak, kapan terakhir kali karyawan mendapat masukan dari atasan atas kinerjanya, dan apakah masukan tersebut mampu memotivasinya.

i. Pengambilan keputusan

  Mencakup bagaimana suatu keputusan dibuat, apakah sudah sesuai atau belum, apakah keputusan itu berkualitas dsb.

  Pattanayak (2002) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja, yaitu : a. Perasaan kebersamaan.

  Karyawan memiliki rasa saling memiliki dan peduli antar anggota kelompok kerja.

  b. Kejelasan tujuan atau objektif yang diraih.

  Karyawan memiliki beban kerja yang jelas dan tujuan yang jelas.

  c. Pengharapan keberhasilan terhadap tujuan yang diinginkan.

  Memiliki kepercayaan bahwa pekerjaan dapat dilakukan sesuai tujuan yang diinginkan perusahaan atau organisasi.

  d. Rasa kerja sama dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan.

  Tugas yang diberikan akan dilaksanakan dengan saling berpartisipasi antar anggota kelompok kerja.

  e. Memiliki pemimpin yang memberikan dukungan dan dorongan.

  Pemimpin sering berhubungan langsung dengan para karyawan, memberikan motivasi yang membangun dan mengarahkan bawahan agar bekerja lebih produktif. Menurut Anoraga dan Suyati (1995), bahwa terdapat beberapa aspek yang dapat digunakan untuk mengukur semangat kerja antara lain:

a. Kerjasama

  Kerjasama berarti bekerja bersama-sama ke arah tujuan yang sama dimana setiap orang bekerja dan mengembangkan tenaganya dengan ikhlas tanpa bersungut-sungut dan rasa malas. Selanjutnya Anoraga menyatakan bahwa kerjasama dapat dilihat dari beberapa hal yaitu: 1) Kesediaan para karyawan untuk bekerjasama dengan teman-teman sekerja maupun dengan atasan mereka yang berdasarkan tujuan bersama.

2) Kesediaan untuk saling membantu di antara teman sekerja sehubungan dengan tugasnya.

  b. Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan sikap dimana seorang pegawai dituntut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi secara sadar sehingga menjadi kebiasaan yang berlaku di dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Mematuhi secara sadar berarti sudah tertanam adanya unsur pengendalian diri dalam mengimplementasikan apa yang telah disadari itu. Adanya sikap pengendalian berarti sudah menunjukkan adanya sikap mental dan moral yang tinggi yang melekat pada diri seseorang.

  c. Kegairahan Kerja Kegairahan kerja merupakan unsur penting dalam rangka terselesaikannya suatu tugas, karena setiap pemimpin harus dapat meningkatkan dan berusaha untuk membangkitkan kegairahan kerja karyawannya. Menurut Anoraga dan Suyati (1995), bahwa untuk mengetahui pelaksanaan kerja bawahan yang dilakukan dengan bergairah dapat dilihat dari beberapa hal:

  1) Karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan disertai perasaan gembira dan senang hati serta rela berkorban tanpa banyak perintah.

  2) Karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan penuh perhatian tanpa mengeluh dan bermalas-malasan.

3) Karyawan selalu mengisi waktu kosong dengan bekerja.

III. Indikator Turunnya Semangat Kerja

  Yoder dan Staudohar (1982) mengemukakan beberapa hal yang dapat dijadikan indikator dari turunnya semangat kerja karyawan, yaitu : a. Kurang tertarik, kelelahan dan bosan

  Ketika mengalami kegagalan dalam melakukan pekerjaan, karyawan kurang tertarik untuk memperbaiki kesalahannya, bersikap acuh dan meninggalkan tugasnya. Karyawan mengalami kelelahan fisik dan mental. Pekerjaan menjadi sesuatu yang sangat membosankan (monoton).

  b. Ketidakhadiran dan keterlambatan Ukuran dari semangat tidaknya para karyawan dalam bekerja dapat dilihat dari besar tidaknya ketidakhadiran atau keterlambatan kerja.

  c. Pindah kerja Jumlah karyawan yang berhasrat untuk keluar atau mengundurkan diri dari perusahaan adalah merupakan indikasi dari semangat kerja karyawan yang rendah.

  d. Hasil kerja yang lebih rendah Karyawan menghasilkan hasil kerja yang lebih rendah daripada kemampuan yang dimilikinya. Hal ini merupakan indikasi dari rendahnya semangat kerja karyawan.

IV. Ciri-Ciri Semangat Kerja Tinggi

  Carlaw, Deming & Friedman (2003) menyatakan bahwa yang menjadi ciri-ciri semangat kerja yang tinggi adalah sebagai berikut:

a. Tersenyum dan tertawa

  Senyum dan tawa mencerminkan kebahagiaan individu dalam bekerja. Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi di dalam dirinya individu merasa tenang dan nyaman bekerja serta menikmati tugas yang dilaksanakannya.

  b. Memiliki inisiatif Individu yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan memiliki kemauan diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan tanpa perintah dari atasan.

  c. Berfikir kreatif dan luas Individu mempunyai ide-ide baru, dan tidak mempunyai hambatan untuk menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.

  d. Menyenangi apa yang sedang dilakukan Individu lebih fokus terhadap pekerjaan daripada memperlihatkan gangguan selama melakukan pekerjaan.

  e. Tertarik dengan pekerjaannya Individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai keahlian dan keinginannya.

  f. Bertanggung jawab Individu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan.

  g. Memiliki kemauan bekerja sama Individu memiliki kesediaan untuk bekerja sama dengan individu yang lain untuk mempermudah atau mempertahankan kualitas kerja.

  h. Berinteraksi dengan atasan Individu berinteraksi dengan atasan dengan nyaman tanpa ada rasa takut dan tertekan.

  C. Gambaran umum perusahaan PT. Perkebunan X

I. Sejarah PT. X

  PT. Perkebunan X adalah suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dan industri. Perusahaan ini didirikan sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) No. 6 Tahun 1968 dan No. 12 Tahun 1970, dan perseroan ini didirikan berdasarkan Akte No. 37 Tanggal 16 Januari 1982 dan Akte No. 53 Tanggal 24 Oktober 1983 dihadapan seorang Notaris di Medan.

  Pada awal pendiriannya perusahaan ini menyerap tenaga kerja sebanyak 1.881 orang yang terdiri dari: 257 Orang

  1. Karyawan Organik 249 Orang

  2. Karyawan Harian Tetap 1.375 Orang

  3. Karyawan Harian Lepas Pada juni 2012, karyawan yang dimiliki adalah sebanyak 2.351 orang yang terdiri dari:

  590 Orang

  1. Karyawan Organik 327 Orang

  2. Karyawan Harian Tetap 1.375 Orang

  3. Karyawan Harian Lepas

  59 Orang

  4. Honorer, Guru SD, Dokter PT. Perkebunan X mengelola perkebunan kelapa sawitnya dengann memakai sistem swakelola yang artinya perkebunan diawasi oleh perusahaan sendiri mulai dari bahan-bahannya, pendanaan hingga penjualan. Hasil pengolahan perkebunan berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang nantinya akan diolah menjadi PKO, CPO, Karnel (inti sawit) dan PKM. Kantor Pusat PT.

  Perkebunan X berada di Medan. Kantor pusat ini berfungsi sebagai pusat pengendali dan pengaturan kegiatan produksi perkebunan.

II. Struktur perusahaan PT. Perkebunan X

  Struktur organisasi perkebunan PT. Perkebunan X disusun pada bulan April 1987 dan tertuang dalam surat keputusan Direksi No. SK/804/II/88 tanggal 1 Maret 1988. Adapun penjelasan bagan tersebut adalah sbb:

  1. Dewan Komisaris

  2. Kelompok Direksi

  

Gambar II.2 Struktur Organisasi PT. Perkebunan X a. Direktur Utama

  b. Direktur Keuangan

  c. Direktur Operasional

  3. Staf Khusus

  4. Pengembangan Proyek

  5. Staf Direksi

  a. Biro Personalia/Umum/Humas

  b. Biro Keuangan

  6. Processing Departement

  7. Estate Departement

  8. Trading Departement

  

D. Pengaruh Semangat Kerja Terhadap Employee Engagement Pada Karyawan

PT. Perkebunan X Employee engagement pertama kali dikemukakan oleh kelompok peneliti

  Gallup (Endres & Smoak, 2008). Mereka mengklaim bahwa employee engagement dapat memprediksi peningkatan kinerja pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, menghasilkan kepuasan konsumen, serta keberhasilan untuk organisasi (Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman, 2006).

  Penelitian mengenai employee engagement yang dilakukan oleh Desai, Majumdar & Prabhu (2010) menemukan bahwa tingkat engagement karyawan akan meningkat jika karyawan merasa perusahaan memiliki keperdulian terhadap mereka, menghargai mereka, memberi kebebasan dan adanya komunikasi yang baik dengan para atasan, sikap empati atasan mereka, penghargaan atas usaha mereka dalam mencapai tujuan perusahaan serta kebebasan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penyataan Paradise (2008) yang menyatakan bahwa employee engagement adalah hasil dari kondisi pekerjaan yang mendukung seperti reputasi organisasi sebagai perusahaan yang baik, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan kualitas kinerja yang tinggi serta penyampaian visi yang jelas dari top management mengenai keberhasilan yang diraih untuk jangka panjang.

  Crabtree (2011) menyatakan bahwa employee engagement berhubungan dengan kesejahteraan pribadi. Rath (2011) menyatakan bahwa kesejahteraan menciptakan keterikatan dan meningkatkan produktivitas. Penelitian lain juga menemukan hasil yang positif dari engagement terhadap karyawan seperti kepuasan terhadap karir (Koyuncu, Burke & Fiksenbaum, 2006), mengurangi keinginan untuk berpindah kerja (Hallberg & Schaufeli, 2006; Schaufeli & Bakker, 2004) dan mengurangi masalah kesehatan serta burnout pada karyawan (Bakker, Emmeric & Euwama, 2005; Koyuncu, Burke & Fiksenbaum, 2006).

  Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Llorens, Bakker, Schaufeli & Salanova (2006) menemukan bahwa engagement sebagai prediktor signifikan dari komitmen organisasi. Robinson dan Hayday (dalam Rastogi, 2012) menyatakan bahwa posisi keterikatan sebagai kombinasi dari aspek-aspek yang dihadapi perusahaan berupa komitmen, organizational citizenship behavior dan motivasi.

  Karyawan yang memiliki keterikatan akan termotivasi untuk memberikan usaha terbaiknya (Marciano, 2010).

  Sebaliknya hasil dari rendahnya keterikatan karyawan tidak hanya berdampak pada kinerja tetapi juga meningkatkan keinginan berpindah, menurunkan kepuasan pelayanan pelanggan dan meningkatkan ketidakhadiran (Cataldo 2011).

  Lebih jauh Bowles & Cooper (2009) yang menyatakan bahwa engagement merupakan hasil dari semangat kerja yang tinggi, lebih jauh dikatakan bahwa ketika kondisi lingkungan dipersepsikan positif baik secara fisik maupun psikososial maka karyawan akan mengalami perasaan sejahtera yang membangkitkan semangat kerja, ia akan bekerja dengan penuh antusias untuk menghasilkan yang lebih banyak dan lebih baik. Ketika semangat kerja pada level yang tinggi, maka akan memicu perilaku karyawan yang memiliki engagement yaitu advocacy, going to the extra mile, menolong orang lain, komitmen dsb. Dengan kata lain, engagement pada karyawan akan muncul ketika karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi.

  Mcknight, Ahmad & Schroeder (2001) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan derajat dimana karyawan merasa senang dengan lingkungan kerjanya.

  Semangat kerja yang dimiliki oleh setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan efektivitas kerja. Semangat kerja adalah kesinambungan dari situasi yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan seseorang untuk bekerja dengan giat dan kemudian akan mempengaruhi orang lain di lingkungan kerjanya (Halsey, 2003).

  PT. Perkebunan X masih mengalami hambatan dalam memperoleh karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi, hal ini dikarenakan masih banyaknya karyawan yang belum bekerja secara optimal bahkan cenderung bekerja seadanya. Permasalahan mengenai rendahnya semangat kerja karyawan haruslah diatasi sedini mungkin untuk meningkatkan employee engagement dan mencegah terjadinya penurunan kinerja.

E. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh antara semangat kerja terhadap employee

  engagement.