Mengancang Gejala Bahasa untuk Data Penelitian: Melihat Kembali Kasus Konstruksi Nomina + Banget dalam Bahasa Indonesia

kingu~t

Indo~ia
Jurnal IImiah
Masyarakat linguistik Indonesia
Terakreditasi SK Dirjen Dikti No. 040/P/2014

Agustus 2014

I

ISSN 0215-4846

Volume ke 32, Nomor 2

I

II

-


-

=

I:

I

II

-

-

I

---I

II


-

i
I
!

I

II

--

I

Masyarakat Linguistik Indonesia

Daftar lsi

Juara Satu dan Dua: Membandingkan Situasi Kebahasaan Indonesia dan
Papua Nugini

Rene van den Berg ............................................................................ 103
Local Languages in Indonesia: Language Maintenance or Language Shift
Abigail C. Cohn & Maya Ravindranath ............................................ 131
Introduction in Indonesian Social Sciences and Humanities Research
Articles: How Indonesian Writers Justify Their Research Projects
Safnil Arsyad & Dian Eka Chandra Wardhana ................................ 149
Keajekan Konseptua1 dalam Metafora Baru
Bahren Umar Siregar ....................................................................... 165
Kata dan Makna dalam Bahasa Melayu Ternate
Betty Litamahuputty .......................................................................... 179
Resensi:
Andrew Carnie
Modern Syntax: A Coursebook
Diresensi oleh Yassir Nasanius .................................................................. 199
v1elajah Linguistik:
Mengancang Gejala Bahasa untuk Data Penelitian: Melihat
Kembali Kasus Konstruksi Nomina + banget da1am Bahasa
Indonesia
./Ridwan Hanajiah & Bahren Umar Siregar ............................................... 20 I "
Indeks ........................................... .............................................................. 205


Linguistik Indonesia, Agustus 2014, 201-203
Copyrighti02014, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: 0215-4846

Volume ke-32, No.2

JELAJAH LINGUISTIK
Rllbrik ini membuka pe/llang lin/ilk saling berbagi di antara kila lentang beberapa kemllngkinan lopik ini:
a. pencanangan me/ode pene/itian /inguistikyang be/11m /ccim digllnakan
b. daur-u/ang me/od%gi pene/ilian linguis/ik
c. persoa/an data yang - meskipun barangka/i be/11m ditemukan pell1ecahannya - pene/lIslirannya
belpe/llang membuka sesllatu yang baru yang be/lim pernah menjadi perhalian pene/iti terdahu/II
d penerapan leori /ingllistik lerlenlll unluk menje/askan dala bahasa seperli bahasa indonesia yang
membual peneliti mempersoalkan teori yang bersangkulan

MENGANCANG GEJALA BAHASA UNTUK DATA PENELITIAN:
MELIHAT KEMBALI KASUS KONSTRUKSI NOMINA + banget
DALAM BAHASA INDONESIA
Ridwan Hanafiah
Universitas Sumatera Utara

ridwan.hanafiah@karet.usu.ac.id

Bahren Umar Siregar'
Universitas Katolik Indonesia Alma
bahren.siregar@atmajaya.ac.id

Pad a umumnya peneliti maupun pemerhati bahasa memiliki dua sikap atau pandangan ketika
sedang mengamati suatu gejala bahasa, yaitu preskriptif dan deskriptif. Pandangan preskriptif
melihat gejala bahasa secara normatif dengan mengacu pada kaidah tata Bahasa, semen tara
pendekatan deskriptif menganggap bahasa bersifat dinamis dan dapat menyesuaikan bentuknya
sehingga gejala bahasa seperti apapun dianggap diatur oleh suatu kaidah (rule-governed).
Oengan demikian dari sisi pandangan deskriptif, gejala bahasa tidak ada yang bersifat acak
tetapi sistematik sehingga penelitian deskriptif utamanya bertujuan untuk mengungkapkan
bagaimana suatu gejala bahasa terjadi atau terbentuk dan kaidah seperti apa yang mengatur
bentuk tersebut. Sementara itu, pandangan preskriptif cenderung menilai keselarasan gejala
bahasa yang ada dengan kaidah tata bahasa sehingga gejala bahasa yang tidak selaras dengan
kaidah tata bahasa dianggap sebagai bentuk yang 'salah' atau 'rancu'.
Oalam perjalanan penggunaannya di tengah-tengah masyarakat, gejala bah as a yang
dianggap salah atau rancu ini kemudian digllnakan secara luas pada berbagai kesempatan
sehingga menjadi bentuk yang 'salah-kaprah', yaitu bentuk yang awal kehadirannya dalam

penggunaan bahasa dianggap suatu kesalahan tetapi kemudian menjadi bentuk yang lazim.
Misalnya, konstruksi nomina + banget merupakan gejala bahasa yang termasuk ke dalam
kategori salah-kaprah ini, bentuk yang secara normatif melanggar kaidah tata bahasa Indonesia
tetapi menjadi lazim dalam penggllnaannya, paling tidak dalam laras bahasa tidak resmi.
Pakar yang pertama sekali mencoba mengkaji kaslls ini dari 'kaca mata' perskriptif
adalah Prof. Soenjono Oardjowidjojo (Oardjowidjojo 2009). Beliau mengambil contoh
konstruksi nomina + banget seperti kopi banget, cow ok banget, sabun banget, dan eskrim
bange! dan secara perskriptif mengatakan bahwa konstruksi ini "tidak rule-governed" . Dia
menambahkan, "Sebagai adverbia, kata ini terkendala oleh aturan yang mewajibkannya menjadi
keterangan pada adjektiva. Sesuai dengan parameter bahasa Indonesia, kita peroleh frasa kecil
banget, tinggi banget, mahal banget, dsb."
Berikut ini, mari kita perhatikan dengan saksama kutipan di bawah ini dari blog bahasa
Kompasiana, yang berkaitan dengan konstruksi nomina + banget. Yang menjadi pokok bahasan
pada paragraf ini adalah konstruksi sesuatu + banget. Oari cara pemaparan terhadap pokok
bahasan dapat disimpulkan bahwa penulis cenderung menggllnakan pendekatan preskriptif.

Je/ajah Linguistik

Sesualu bangel, jargon yang menjadi ciri khas Syahrini ini begitll populer selahun
belakangan ini. Namun, lahukah Anda, bahwa jargon ini bisa membllal Syahrini

dikatakan sebagai pendobrak tatanan baku laksana Sulardji Calzoum Bachri di era
tahlln 1970-an dulll? (Maa/, ini hanya sekadar penilaian iseng-iseng saja, yang
merasa sastrawan mohon lak meradang).
Bagaimana tidak? Syahrini telah mendobrak sebuah aturan yang menyalakan
bahwa kata banget yang merupakan bentllk tak baku dari sangat ini hanya
menerangkan kala sifal. Kata berjenis kata sifat memang diterangkan dengan kala
keterangan (dalam hal ini sangal), misalnya sangat cantik, sangat merah, sangat
tinggi, dU. Sedangkan sesuatu lermasllk pronomina yang berarli kata untuk
menllnjukkan suatu hal atau barang yang tak tentll. Barang tenlulah lak bisa
disangatkan karen a bukan merllpakan kata sifat. Jadi, kalau Syahrini berani
menerangkan kala sesuatu (pronomina) dengan bangel (kala keterangan), slldah
pastilah ia termasllk orang-orang pembaharu semacam SlItardji dalam puisi Balunya. (Cetak tebal sesuai dengan aslinya)2
Lalu, bagaimana pemerian kasus konstruksi nomina + banget ini apabila dikaji dari
sudut pandang deskriptif? Sebagai langkah awal, kita perlu menyimak apa yang dikatakan oleh
Siregar (20 II , him . 135) seperti di bawah ini:

... ujaran atau kalimat yang dillcapkan oleh penutur yang normal tidaklah terjadi
secara acak begitll saja melainkan terpola o!eh kaidah bahasa. Selama itu
menyangkut penggunaan bahasa oleh penutur bahasa yang normal, tidak ada
kerancuan bahasa alau salah penalaran dalam bahasa karen a apa yang

dilunjukkan oleh kedua gejala bahasa ini adalah kehadiran sistem bani da!am
variasi penggunaan bahasa.
Siregar (2011, him. 12) juga mengatakan bahwa "bukti empiris yang diperoleh dari
masyarakat bahasa tertentu ... menunjukkan bentuk-bentuk yang dianggap kerancuan bahasa
(bahasa rancu) ternyata memiliki pola keteraturan ." Dalam hubungannya dengan penggunaan
bahasa yang baku, (Siregar 2011 , him. 128) melanjutkan bahwa "bentuk-bentuk ' rancu' ...
sebenarnya adalah salah satu bentuk ragam bahasa yang digunakan di tengah-tengah masyarakat
penutur bahasa Indonesia, yang sama makulnya dengan bentuk-bentuk baku lainnya."
Dari sejumlah data empiris penggunaan konstruksi frasa dengan bentuk banget dapat
diperikan bahwa kata ini dapat berfungsi untuk menerangkan atau membatasi dua kategori
leksikal, yaitu adjektiva (adjektiva + banget) seperti keci! banget, tinggi banget, atau mahal
banget, dan (pro)nomina (nomina + banget) seperti sesuatu bangel, kopi bangel, cowok banget,
atau sabun banget. Kata banget membatasi masing-masing makna adjektiva dan nomina dalam
konstituen frasa adjektiva (FA) dan nomina (FN). Konstruksi yang terakhir ini merupakan
perkembangan mutakhir gejala bahasa yang ditemukan dalan1 penggunaan bahasa Indonesia
tidak resmi atau bahasa sehari-hari. Pemerian deskriptif seperti ini dihasilkan melalui anal isis
data empiris yang apa adanya. Berbeda dengan pendekatan perskriptif yang berangkat dari
kaidah formal tata bahasa Indonesia, pendekatan deskriptif berbasis data dan keteraturan yang
dapat diamati pada data tersebut.
Menilik makna kata bangel dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI 2008, him. 43),

makna kata ini mencakup 'amat sangat, amat, begitu, benar-benar, betul, betul-betul, kelewat,
luar biasa, nian, sangat, sekali, sungguh, terlalu, terlampau '. Dari senarai makna ini dapat
dikelompokkan dua gugus makna yang sesllai dengan fungsi kata banget dalam kedua struktur
frasa FA dan FN. Yang pertama, gugus makna 'amat sangat, amat, begitu, betul, kelewat, luar
biasa, nian, sangat, sekali, sllngguh, terlalu, terlampau', yang bergayut dengan makna konstruksi
frasa FA. Yang kedua, gugus makna ' benar-benar, betul-betul, luar biasa ', yang berpaut dengan
makna konstruksi frasa FN. Dengan demikian makna frasa sesuatll banget, kopi banget, cowok

202

Linguistik Indonesia , Volume ke-]Z, No. 1, Februari Z014

banget, atau sabltn banget adalah ' benar-benar (betul-betul) sesuatu', ' benar-benar (betul-betul)
kopi, 'benar-benar (betul-betul) cowok, atau ' benar-benar (betul-betul) sabun' atau 'sesuatu
yang luar biasa ', 'ko pi yang luar biasa', 'cowok yang luar biasa ', atau 'sabun yang luar biasa' ,
yang tentu saja secara deskriptiftidak dapat dikaitkan dengan makna superlatif.
Gejala bah as a yang terjadi pada kata banger dalam penggunaan bahasa Indonesia
sehari-hari kemungkinan merupakan gejala pembentukan polisemi baru, yang diikuti dengan
perluasan kategoris dari adverbia menjadi adverbia dan adjektiva. Perbedaan kategori ini
ditentukan oleh unsur leksikal yang menjadi inti frasa yang menggunakan bangel, apakah inti

adjektiva atau nomina. Namun, untuk mendukung pendapat ini memang diperlukan data yang
lebih lengkap lagi .
Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa gejala bahasa yang sama boleh jadi dinilai
secara berbeda berdasarkan pendekatan yang digunakan untuk mengancang gejala bahasa itu
menjadi data penelitian. Ancangan deskriptif dan preskriptif merupakan dua di antara beberapa
ancangan penelitian linguistik yang dapat digunakan untuk kepentingan yang berbeda.

CATATAN
1

Komunikasi email tentang isi tulisan ini dapat ditujukan pada penulis kedua Bahren Umar Siregar.

2

http://bahasa.kompasiana.com12012/09/Illsalah-tetapi-kaprah-492263.html

REFERENSI
Dardjowidjojo, Soenjollo. 2009. Bahasa dan pola berfikir bangsa kita. Makalah dibacakan pada
KOllgres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7
November 2009.

Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus bahasa Indonesia .
Jakalia: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Siregar, Bahren Umar. 20 II . Seluk belukfungsi bahasa. Jakarta: PKBB Unika Atma Jaya.

203