Morfologi Nomina Bahasa Pakpak

(1)

MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK

TESIS

Oleh

AMHAR KUDADIRI

077009002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMHAR KUDADIRI

077009002/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : MORFOLOGI NOMINA BAHASA PAKPAK Nama Mahasiswa : Amhar Kudadiri

Nomor Pokok : 077009002

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S) (Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc.)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 4 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. 2. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D


(5)

ABSTRAK

Kudadiri, Amhar. 2010. ”Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Dalam hal pendekatan teoritis, dalam penelitian ini digunakan pendekatan linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan pada anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa.

Dalam penelitan tentang Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini dikemukakan hal-hal berikut. 1) Proses pembentukan nomina akibat pelesapan afiks pada kata dasar, yang terdiri dari: (a) proses afiksasi yaitu proses melekatnya afiks pada kata dasar untuk membentuk nomina, (b) proses reduplikasi, yaitu proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina ulang, (c) proses kompositum, yaitu proses penggabungan dua kata untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina majemuk. Dalam ketiga proses morfologi nomina itu, terjadi proses morfofonemik, yaitu proses perubahan fonem. Disamping proses morfofonemik, dalam bahasa Pakpak terjadi juga perubahan-perubahan bunyi yang mengikuti pola hukum bunyi sandi. 2) Ciri-ciri nomina bahasa Pakpak dapat diamati melalui: (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis, dan (c) perilaku morfologisnya. Dari perilaku semantisnya nomina adalah semua kata baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian. Dari perilaku morfologisnya nomina dapat diidentifikasi melalui afiks tertentu. Afiks tersebut adalah: /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-/ke-en/, /per-en/ yang melekat pada kata dasar untuk membentuk nomina. Dari perilaku sintaksisnya, nomina bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek, objek dan juga dapat mengisi fungsi predikat, di samping itu, pada tataran frase kata oda selalu dapat berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan ‘tidak’.

Kata Kunci: Morfologi Nomina, kualitatif, nomina, reduplikasi, kompositum, morfofonemik, perilaku semantis, perilaku sintaksis, perilaku morfologis


(6)

ABSTRACT

Kudadiri, Amhar. 2010. “The Nominal Morphology of Pakpak Languange“

This thesis was a qualitative research using a qualitative method. Due to the qualitative method was a procedure producing descriptive data as written or oral data in community of language. In theoretical approach, this research used structural linguistic or descriptive linguistic approach. The used of theory has been on assumption that the theory was not only useful to be applied in research of unknown dialect, but also to analyze the empirical data about a variety of languages.

This nominal morphology of Pakpak language research proposed te following: 1) Process of nominal formation due to release of affix in basic word, consisting of : (a). affixation process, i.e., the process attaching affix on basic word to form a nomina,(b). process of reduplication, i.e., a process of repeating basic word to form a new word result of which is repetitive nomina,(c). process of compositum, i.e., a process of combining two words to form a new word result of which is plural nomina. In all three processes of nominal morphology, a process of morphophonemic has occured, i.e., a process of phonem change. In addition to process of morphophonemic, in Pakpak language there was also change in sound following the pattern of encoding sound law. 2) the characteristics of Pakpak language could be observed through :(a). semantic behavior,(b). syntax behavior, and (c).morphological behavior.

Through semantic behavior, the noun was all words, either basic from or complex form making reference on human being, animals, plants, objects, and concept or meaning. Through morphological behavior the nomina could be identified by certain affix. The affix included : /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-en/, /per-en/ attaching on basic word to form the nomina. Through syntax behavior, the nomina of Pakpak language always performed the function of subject, object and also to perform the fuction of predicate ; in addition, in pharase level the word oda could be always combined with nomina to state “noy”.

Keywords : Nominal morphology, qualitative, nomina, reduplication, compositium, morphophonemic; semantic, syntax, and morphological, behaviors.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena diberikan kesehatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana penulis. Tesis ini berjudul “Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”.

Pemilihan judul tersebut dilakukan penulis atas dasar bahwa bahasa merupakan sarana komunikasi yang paling efektif guna mendukung interaksi antarindividu dalam suatu daerah. Melalui bahasa pula manusia mampu mengungkapkan berbagai bentuk ungkapan perasaan dan informasi kepada pihak lain. Tingkat intensitas penggunaan sebuah bahasa turut menentukan eksis atau tidaknya bahasa itu dalam sebuah masyarakat tutur. Kontak bahasa dan interaksi antarmasyarakat yang berbeda asal maupun bahasanya menimbulkan kekhawatiran terjadinya pergeseran dan kepunahan sebuah bahasa sejalan dengan kemajuan dan perkembangan zaman.

Menyikapi perkembangan informasi dan mobilitas penduduk di wilayah Kabupaten Dairi yang sangat tinggi pada dekade ini yang mengakibatkan keheterogenan masyarakatnya maka pembinaan dan pengembangan maupun inventarisasi bahasa Pakpak dirasakan perlu segera dilakukan untuk menjaga kelestarian bahasa itu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat lepas dari berbagai kekurangan. Akan tetapi, besar harapan peneliti semoga temuan penelitian ini bermanfaat bagi sivitas akademis program S-2 pada SPs USU pada Program Studi Magister Linguistik maupun masyarakat luas dan khususnya bagi masyarakat etnis Pakpak di Kabupaten Dairi.

Medan, Oktober 2009


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang atas izin dan ridho yang telah diberikan-Nya sehingga tesis ini dapat diseleseaikan.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Rektor USU, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM& H.Sp.A(K), yang telah memberi

kesempatan dan bantuan biaya pendidikan selama saya mengikuti Pendidikan Program Magister pada Sekolah Pascasarjana USU.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc. yang telah memberi perhatian dan dukungan selama saya mengikuti Pendidikan S-2 pada Sekolah Pascasarjana USU.

3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Linguistik dan Sekretaris Program Studi Linguistik Drs. Umar Mono, M.Hum. yang telah memberi perhatian dan bimbingan selama saya mengikuti pendidikan hingga selesai pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Pembimbing saya, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. dan Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D. yang telah banyak memberi peluang, waktu, perhatian, bimbingan dan bantuan selama penulisan dan penyelesaian Tesis ini.

5. Para Dosen saya yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang membekali ilmu pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir ilmiah. Semoga jasa baik beliau semua dalam mendidik dibalas Allah dengan pahala yang banyak.

6. Khusus kepada Istriku tercinta serta anak-anakku, Ayah ucapkan terima kasih atas pengorbanan, dorongan, kesabaran dan kesetiaan yang diberikan sehingga studi Ayah dapat terselesaikan.

7. Kepada semua teman angkatan 2007 saya ucapkan terima kasih atas kerjasama yang baik dan saling membantu selama menjalani proses belajar di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU.


(9)

Akhir kata saya berharap semoga dukungan, bantuan, pengorbanan dan budi

baik yang diberikan kepada saya dari berbagai pihak hendaknya mendapat balasan dan ridho yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Medan, Oktober 2009

Peneliti


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 6

BAB II REFLEKSI KABUPATEN DAIRI ... 8

2.1 Daerah Kabupaten Dairi... 8


(11)

2.3 Peta Kabupaten Dairi ... 11

2.4 Rumpun Bahasa Batak ... 12

2.5 Variasi Dialektis Bahasa Pakpak... 13

2.6 Tempat dan Situasi Pemakaian Bahasa Pakpak ... 15

2.7 Lingkungan Pemakaian Bahasa Pakpak... 15

2.8 Tradisi Sastra Tulis... ... 15

2.9 Pola Suku Kata ... 16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 18

3.1 Kerangka Teori... ... . 18

3.2 Kerangka Berpikir... ... . 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Metode Penelitian... ... 29

4.2 Teknik Pengumpulan Data ... ... 31

4.3 Prosedur... ... 33

BAB V TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Temuan Penelitian... 35

5.1.1 Proses Morfologi Nomina... 35

5.1.1.1 Afiksasi Nomina... 35

5.1.1.2 Reduplikasi Nomina... 37

5.1.1.3 Kompositum Nomina... ...37

5.1.2 Ciri-ciri Nomina... 38

5.1.2.1 Perilaku Semantis Nomina... 38

5.1.2.2 Perilaku Sintaksis... 39


(12)

5.1.3 Afiksasi Nomina... ... 42

5.1.3.1 Prefiksasi... 43

5.1.3.2 Infiksasi...50

5.1.3.3 Sufiksasi Nomina...51

5.1.3.4 Konfiksasi Nomina... ... 55

5.1.4 Reduplikasi Nomina... ... 62

5.1.5 Proses Pemajemukan (Kompositum)... ... 69

5.1.6 Bentuk Nomina... ... 70

5.2 Pembahasan... ... 77

5.2.1 Pembahasan Afiksasi... ... 77

5.2.2 Pembahasan Reduplikasi... 79

5.2.3 Pembahasan Kompositum... 81

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... ... 85

6.1 Simpulan... 85

6.2 Saran... 87


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak ... 14 2. Afiks-Afiks Pembentuk Nomina... 42


(14)

DAFTAR BAGAN

No Judul Halaman 1. Morfem Bahasa Pakpak ... 28


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1. Peta Kabupaten Dairi ... 11


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman


(17)

LAMBANG

Æ : Menjadi

/ / : Pengapit morfem


(18)

ABSTRAK

Kudadiri, Amhar. 2010. ”Morfologi Nomina Bahasa Pakpak”

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Dalam hal pendekatan teoritis, dalam penelitian ini digunakan pendekatan linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan pada anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa.

Dalam penelitan tentang Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini dikemukakan hal-hal berikut. 1) Proses pembentukan nomina akibat pelesapan afiks pada kata dasar, yang terdiri dari: (a) proses afiksasi yaitu proses melekatnya afiks pada kata dasar untuk membentuk nomina, (b) proses reduplikasi, yaitu proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina ulang, (c) proses kompositum, yaitu proses penggabungan dua kata untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina majemuk. Dalam ketiga proses morfologi nomina itu, terjadi proses morfofonemik, yaitu proses perubahan fonem. Disamping proses morfofonemik, dalam bahasa Pakpak terjadi juga perubahan-perubahan bunyi yang mengikuti pola hukum bunyi sandi. 2) Ciri-ciri nomina bahasa Pakpak dapat diamati melalui: (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis, dan (c) perilaku morfologisnya. Dari perilaku semantisnya nomina adalah semua kata baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian. Dari perilaku morfologisnya nomina dapat diidentifikasi melalui afiks tertentu. Afiks tersebut adalah: /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-/ke-en/, /per-en/ yang melekat pada kata dasar untuk membentuk nomina. Dari perilaku sintaksisnya, nomina bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek, objek dan juga dapat mengisi fungsi predikat, di samping itu, pada tataran frase kata oda selalu dapat berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan ‘tidak’.

Kata Kunci: Morfologi Nomina, kualitatif, nomina, reduplikasi, kompositum, morfofonemik, perilaku semantis, perilaku sintaksis, perilaku morfologis


(19)

ABSTRACT

Kudadiri, Amhar. 2010. “The Nominal Morphology of Pakpak Languange“

This thesis was a qualitative research using a qualitative method. Due to the qualitative method was a procedure producing descriptive data as written or oral data in community of language. In theoretical approach, this research used structural linguistic or descriptive linguistic approach. The used of theory has been on assumption that the theory was not only useful to be applied in research of unknown dialect, but also to analyze the empirical data about a variety of languages.

This nominal morphology of Pakpak language research proposed te following: 1) Process of nominal formation due to release of affix in basic word, consisting of : (a). affixation process, i.e., the process attaching affix on basic word to form a nomina,(b). process of reduplication, i.e., a process of repeating basic word to form a new word result of which is repetitive nomina,(c). process of compositum, i.e., a process of combining two words to form a new word result of which is plural nomina. In all three processes of nominal morphology, a process of morphophonemic has occured, i.e., a process of phonem change. In addition to process of morphophonemic, in Pakpak language there was also change in sound following the pattern of encoding sound law. 2) the characteristics of Pakpak language could be observed through :(a). semantic behavior,(b). syntax behavior, and (c).morphological behavior.

Through semantic behavior, the noun was all words, either basic from or complex form making reference on human being, animals, plants, objects, and concept or meaning. Through morphological behavior the nomina could be identified by certain affix. The affix included : /pe-/, /per-/, /-in-/, /-en/, /ke-en/, /pe-en/, /per-en/ attaching on basic word to form the nomina. Through syntax behavior, the nomina of Pakpak language always performed the function of subject, object and also to perform the fuction of predicate ; in addition, in pharase level the word oda could be always combined with nomina to state “noy”.

Keywords : Nominal morphology, qualitative, nomina, reduplication, compositium, morphophonemic; semantic, syntax, and morphological, behaviors.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan di mana manusia memegang peranan penting, bahasa juga turut ambil bagian dalam peran manusia itu karena fungsinya sebagai alat komunikasi yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Karena bagian dari budaya dan peranannya terhadap manusia inilah maka bahasa perlu dilestarikan, terutama yang berkenaan dengan pemakaian bahasa daerah karena merupakan lambang identitas suatu daerah, masyarakat, keluarga dan lingkungan. Pemakaian bahasa daerah dapat menciptakan kehangatan, dan keakraban. Oleh karena itu, bahasa daerah diasosiasikan dengan perasaan, kehangatan, keakraban dan spontanitas (Alwasilah, 1993).

Bangsa Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnis di tanah air. Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi antaretnis atau sesama suku. Bahasa memegang peranan penting dalam setiap bidang karena dengan bahasa dapat diungkapkan atau disampaikan isi pikiran si pemakai bahasa. Dengan bahasa dapat pula terjalin interaksi dalam masyarakat walaupun terdiri atas beberapa kelompok etnis yang berbeda. Bahasa


(21)

merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting peranannya sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikirannya.

Perencanaan bahasa nasional tidak bisa dipisahkan dari pengolahan bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya di samping mengolah bahasa nasional, Politik Bahasa Nasional pun berfungsi sebagai sumber dasar dan pengarah bagi pengolahan bahasa daerah yang jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dikatakan: “Bahasa daerah itu adalah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh negara”, yang fungsinya sebagaimana disimpulkan oleh peserta Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 di Jakarta, yakni:

“Di dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makassar, dan Batak berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.

Di dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah” (Halim (Ed.), 1976:145—46).

Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga


(22)

sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.

Sehubungan dengan kenyataan bahwa pentingnya fungsi bahasa daerah maka perlu diadakan penelitian yang mendasar secara sungguh-sungguh terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Dengan demikian, bahasa-bahasa yang diteliti dalam tesis ini adalah bahasa Pakpak, yang berkaitan dengan morfologi. Bahasa Pakpak adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara yang masih hidup yang digunakan masyarakat etnik Pakpak yang berdomisili di daerah tingkat II Kabupaten Dairi.

Proses afiksasi sebagai salah satu proses morfologi sering mengakibatkan proses morfofonemik. Contoh kata kerja mengelabang berasal dari prefiks /me-/ dan kata benda labang ‘paku’: di dalam pembentukan kata itu bentuk /me-/ berubah menjadi /menge-/. Kemudian, ditemukan pula kata benda pemekpek ‘pemukul’ yang berasal dari prefiks /pe-/ dan kata kerja pekpek; dalam pembentukan kata ini telah terjadi peluluhan /p/ pada kata pekpek. Sementara itu, bentuk /pe-/ berubah menjadi /pem-/.

Walaupun keberadaan proses morfofonemik dalam bahasa Pakpak sudah diidentifikasi, sistem morfologi nominanya belum pernah diteliti secara mendalam dan terperinci. Informasi tentang strukturnya, ciri morfologi, tipe, dan bentuk-bentuk nomina dalam bahasa Pakpak sangat mendesak untuk diteliti dengan cermat, apabila penelitian ini tidak segera dilaksanakan, dikhawatirkan sistem nomina (kata benda) bahasa Pakpak yang sesungguhnya sukar ditelusuri. Hal itu sebagai akibat dari


(23)

pengaruh pendidikan formal, administrasi, pemerintahan, agama, dan kemajuan sistem komunikasi massa, terutama radio dan televisi dan unsur kata lain sudah dan masih diserap ke dalam bahasa Pakpak dari bahasa Indonesia. Kata benda seperti perlombaan, pertahanan, koperasi dan generasi sudah sering digunakan sebagai bagian bahasa Pakpak oleh penutur asli. Penyerapan seperti ini lambat laun tentu mempengaruhi sistem nomina bahasa Pakpak.

Solin (1988:112), menyatakan bahwa penutur bahasa Pakpak adalah bilingual, yaitu menguasai bahasa Pakpak dan bahasa Toba bahkan bahasa Karo, di samping bahasa Indonesia. Menurutnya, bahasa Batak Toba dan bahkan bahasa Karo banyak dipakai oleh penutur bahasa Pakpak terutama yang beragama Kristen, yang merupakan agama mayoritas penduduk Pakpak. Di perantauan, (kota Medan) bahasa Pakpak sangat jarang digunakan suku Pakpak apalagi bila bertemu dengan suku Toba atau suku Karo maupun suku lainnya.

Dengan jarangnya dipakai maka bahasa Pakpak juga jarang terdengar, akibatnya bahasa itu kurang dikenal. Dengan demikian, penelitian ini dapat juga menjadi sarana pengenalan bahasa Pakpak kepada pembacanya yang sekaligus juga mempunyai dampak penting bagi penutur asli bahasa Pakpak. Deskripsi sistem morfologi nomina bahasa ini memperagakan kepada mereka berbagai ciri, bentuk, dan makna nomina bahasa Pakpak. Dengan demikian, penutur asli akan menyadari bahwa bahasa Ibu mereka memiliki sistem tersendiri yang sama baiknya dengan sistem bahasa-bahasa lain. Pengetahuan ini berdaya guna dalam upaya meningkatkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa mereka. Dengan penelitian ini, penutur


(24)

asli akan percaya bahwa mereka memiliki dan memakai bahasa sendiri dan tidak merasa malu atau segan-segan membina dan melestarikan bahasa mereka. Sebab bila bahasa ini tidak segera dilestarikan, karena jarangnya dipakai, lambat laun dapat menjadi bahasa mati. Akan tetapi, peneliti sebagai penutur asli bahasa ini berharap hal ini tidak akan terjadi karena bila bahasa Pakpak mati atau ditinggalkan penuturnya berarti akan hilang jugalah salah satu identitas suku bangsa.

Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia memerlukan masukan bahasa-bahasa daerah yang ada di tanah air sebagai pemerkaya khasanah kosa katanya. Sejalan dengan hal itu, hasil penelitian ini menyediakan deskripsi yang sahih mengenai sistem morfologi nomina bahasa Pakpak yang dapat digunakan untuk membandingkan bahasa Pakpak dengan bahasa Indonesia sehingga akan dapat diketahui secara meyakinkan persamaan serta pebedaan keduanya. Hal itu terkait dengan asumsi bahwa dua bahasa tidak dapat dibandingkan sebelum ada deskripsi masing-masing bahasa itu.

Sehubungan hal-hal di atas, penelitian ini ingin ‘menguak’ sebagian kecil dari fenomena yang terdapat dalam bahasa Pakpak, yaitu sistem morfologi nomina bahasa Pakpak.


(25)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian terhadap Morfologi Nomina Bahasa Pakpak ini berusaha menjawab beberapa masalah. Adapun permasalahan itu dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah proses morfologi nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak? 2. Bagaimanakah ciri-ciri nomina bahasa Pakpak?

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk afiksasi nomina bahasa Pakpak?

4. Bagaimanakah bentuk-bentuk perulangan nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak?

5. Bagaimanakah bentuk-bentuk majemuk nomina yang terdapat dalam bahasa

Pakpak?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka tujuan penelitian ini, antara lain, bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan proses morfologi yang terdapat dalam bahasa Pakpak, 2. mendeskripsikan ciri-ciri nomina bahasa Pakpak,

3. mendeskripsikan bentuk-bentuk afiksasi nomina bahasa Pakpak, 4. mendeskripsikan bentuk perulangan nomina dalam bahasa Pakpak, dan

5. mendeskripsikan bentuk majemuk nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak.

1.4 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan uraian dalam latar belakang penelitian ini, manfaat yang dapat diambil dari temuan penelitian ini ada dua, yakni manfaat akademis dan manfaat


(26)

praktis. Secara akademis temuan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kepustakaan morfologi dan sebagai bahasa pemerkaya khazanah perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia. Sementara itu, manfaat praktis temuan penelitian ini, yakni agar masayarakat etnis Pakpak lebih mencintai dan bangga terhadap bahasanya sehingga dapat terwujud pelestarian bahasa Pakpak dan bahasa Pakpak akan terhindar dari kepunahan. Selanjutnya, diharapkan juga dapat sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan tentang tipe morfologi nomina dalam bahasa daerah lainnya.


(27)

BAB II

REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI

2.1 Daerah Kabupaten Dairi

Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi:

1) Daerah Pegagan, terdiri dari Pegagan Hilir, yaitu daerah Kecamatan Tinga Lingga, Pegagan Julu, yaitu daerah Kecamatan Sumbul.

2) Derah Kepas, terdiri dari daerah Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-pungga.

3) Daerah Simsim, terdiri dari daerah Kecamatan Kerajaan dan daerah Kecamatan Salak.

4) Daerah Kelasan, terdiri dari daerah Kecamatan Parlilitan dan daerah Kecamatan Pakkat, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagian lagi terdiri dari daerah Simanduamas ke perbatasan Lipat Kajang, darah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kecamatan Singkil masuk Aceh Selatan.

5) Daerah Boang, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah administrsi Aceh Selatan.

Daerah-daerah yang di sebut di atas, yaitu daerah Pegagan, Kepas, dan Simsim ditambah dengan daerah Kecatan Taneh Pinem itulah yang menjadi daerah administratif Kabupaten Dairi yang sekarang. Selebihnya, yaitu daerah Kelasan dan Boang telah menjadi daerah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah dan Daerah Istimewa Aceh bagian Selatan.


(28)

Saat ini, daerah Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Sidikalang, ibu kotanya Sidikalang.

2. Kecamatan Sitinjo, ibu kotanya Sitinjo. 3. Kecamatan Perbuluan, ibu kotanya Perbuluan. 4. Kecamatan Sumbul, ibu kotanya Sumbul.

5. Kecamatan Pegagan Hilir, ibu kotanya Tiga Baru.

6. Kecamatan Sumbul berampu, ibu kotanya Sumbul berampu. 7. Kecamatan Lae Parira, ibu kotanya Lae Parira

8. Kecamatan Silima Pungga-pungga, ibu kotanya Parongil 9. Kecamatan Siempat Nempu, ibu kotanya Bunturaja 10.Kecamatan Siempat Nempu hulu, ibu kotanya Sungai raya 11.Kecamatan Tigalingga, ibu kotanya Tigalingga

12.Kecamatan Siempat Nempu hilir, ibu kotanya Pardamean 13.Kecamatan Gunung Stember, ibu kotanya Gunung Stember 14.Kecamatan Tanah Pinem, ibu kotanya Kuta Buluh

15.Kecamatan Silahisabungan, ibu kotanya Silalahi

Kabupaten Dairi di sebalah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah Barat dengan Kabupaten Pakpak Bharat dan di sebelah Timur dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo. Ibu kota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang.


(29)

2.2 Penduduk

Penduduk asli yang mendiami daerah Dairi adalah suku Batak Pakpak-Dairi. Akan tetapi, pada umumnya mereka tidak mau disebut suku Batak Pakpak-Dairi karena perkataan Batak di dalam bahasa Batak Pakpak-Dairi berarti babi. Oleh karena itu, tidak keseluruhan penduduk asli daerah Dairi mau menyebut dirinya orang Batak Pakpak-Dairi.

Penduduk asli yang mendiami daerah Pegagan, Kepas, dan Simsim menyebut dirinya orang Pakpak, mereka tidak mau disebut orang Dairi, setidaknya harus disebut orang Pakpak-Dairi. Setelah adanya keputusan Menteri Dalam Negeri berdasarkan Perpu No. 4/1964 tentang terbentuknya Kabupaten Dairi, barulah mereka mau disebut orang Pakpak-Dairi, tetapi sebelum Kabupaten Dairi terbentuk mereka tidak mau disebut orang Pakpak-Dairi, mereka hanya mau disebut orang Pakpak saja. Sebaliknya, penduduk asli yang mendiami daerah Kelasan tidak mau disebut orang Pakpak, tetapi mereka menebut dirinya orang Dairi karena mereka menganggap bahwa hanya Pegagan, Kepas, dan Simsim yang dinamai suku Pakpak. Selanjutnya, penduduk Kelasan menganggap bahwa Dairi terdiri atas:

a) Dairi-Pakpak (Pegagan, Kepas, dan Simsim).

b) Dairi-Kelasan, Dairi Boang, dan penduduk asli yang mendiami daerah Boang menyebut dirinya orang Pakpak-Kahia, maksudnya, mereka orang Pakpak dahulu kala atau berasal dari daerah Pakpak. Akan tetapi, walaupun berbeda penyebutan orangnya, tetapi adat istiadat dan bahasanya pada umumnya sama.


(30)

Mata pencarian utama penduduk Kabupaten Dairi adalah bertani, misalnya, berkebun kemenyan, kopi, dan nilam. Di samping itu, juga ada juga yang bersawah dan berladang.

Kabupaten Dairi didiami oleh masyarakat yang heterogen, yakni terdiri atas suku Batak Pakpak-Dairi, Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Sumalungun.

2.3 Peta Kabupaten Dairi

Sumber : http://sumut.bps.go.id/dairi/images/PETA%20EDIT.JPG Gambar 1. Peta Kabupaten Dairi


(31)

2.4 Rumpun Bahasa Batak

Pada tahun 1926 P.W. Schmidt menerbitkan bukunya ‘Dil Sprachfamilien und Sprachreisen der Erde’ (keluarga bahasa dan lingkungan bahasa sedunia) yang isinya menggambarkan penggolongan bahasa sedunia atas beberapa rumpun berdasarkan genealogi, yaitu berdasarkan asal dan sejarah perkembangannya. Salah satu di antara rumpun bahasa sedunia adalah bahasa Austria. Bahasa Austria terbagi atas, yaitu : 1) Bahasa-bahasa Austronesia

2) Bahasa-bahasa Austro-Asia 3) Bahasa-bahasa Tibeto-China

Wilayah bahasa Austronesia itu sangat luas sebagaimana dikatakan Mees (1954:11).

“Bahasa-bahasa Austronesia tersebar meliputi kepulauan-kepulauan Lautan Teduh dan pulau Easter Island di sebelah Timur, dan kepulauan-kepulauan Asia Tenggara sampai ke pulau Madagaskar di sebelah Barat. Bahasa-bahasa itu barangkali dekat 1.000 buah banyaknya. Keluarga bahasa ini biasanya dibagi pula atas bahasa-bahasa Oceania dan sebahagian sebelah Barat yang dulu disebut bahasa-bahasa Indonesia. Istilah yang akhir itu tidak dapat dipertahankan lagi sejak nama Indonesia digunakan sebagai nama suatu Negara Republik Indonesia. Maka bagian sebelah Barat itu hendaklah disebut bahasa Hesperanesia atau Nusantara.”

Slametmuljana (1957:137—38) nama Austronesia disamakan dengan nusantara:

“Demikianlah jika kita meneliti struktur bahasa-bahasa di daratan Asia Selatan dan Tenggara, akan sampai pada kesimpulan, dan agak menyimpang dari kesimpulan yang sudah-sudah. Menurut strukturnya bahasa Melayu termasuk golongan bahasa daratan Asia Tenggara. Bahasa Asia Tenggara ini mempunyai pengaruh besar terhadap bahasa-bahasa di Austronesia. Pihak-pihak yang dipengaruhi dari Sumatera Polinesia adalah bahasa Austronesia, kata ‘Melayu’ dalam nama ‘Melayu Polinesia’ adalah gempilan atau kepingan


(32)

kecil dari bagian besar Rumpun Bahasa Asia Selatan dan Tenggara. Rumpun bahasa di kepulauan dari Sumatera sampai Polinesia dapat disebut ‘Austronesia atau nusantara’.”

Kelompok bahasa Batak sebagai salah satu bahasa di Sumatera Utara adalah termasuk Bahasa Nusantara dan bahasa induknya adalah bahasa Austronesia. Kelompok Bahasa Batak itu adalah:

1) bahasa Batak Toba,

2) bahasa Batak Angkola-Mandailing, 3) bahasa Batak Simalungun,

4) bahasa Batak Karo, dan 5) bahasa Batak Pakpak-Dairi.

2.5 Variasi Dialektis Bahasa Pakpak

Bahasa Batak Pakpak-Dairi mengenal beberapa dialek. a) Dialek Pegagan, dipakai di Kecamatan Tigalingga.

b) Dealek Kepas, dipakai di Kecamatan Silima Pugga-pungga dan Kecamatan Siempat Nempu.

c) Dialek Simsim, dipakai di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak.

d) Dialek Kelasan, dipakai di Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pakkat (Kabupaten Tapanuli Utara), dan daerah Simanduamas sampai ke perbatasan Lipat Kajang Kecamatan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah).


(33)

Di samping dialek, bahasa Pakpak mengenal pula tingkat-tingkat bahasa, yaitu bahasa halus dan bahsa kasar, seperti tergambar pada tabel berikut.

Tabel 1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak Kasar Halus Arti

neneh penggel

kata kono

nehe coping

rana kene

kaki kuping

kata engkau

Tingkatan bahasa halus dipakai bila berhadapan atau berbicara dengan: para raja, raja-raja adat, tokoh masyarakat, dan orang yang lebih tua dari si penyapa. Sedangkan bahasa kasar dipakai dalam komunikasi orang kebanyakan atau orang yang seusia.

Bahasa Pakpak juga mengenal variasi bahasa yang dipakai pada waktu tertentu, seperti:

a) pada waktu meratapi orang yang meninggal dunia, yakni

1) bahasa yang dipakai sewaktu berbicara disebut rena telangke,

2) bahasa yang dipakai sewaktu menangisi mayat disebut tangis milangi.

b) bahasa yang dipakai pada waktu pergi ke hutan untuk mencari kapur barus disebut rana merteddung,

c) bahasa pantangan di tengah-tengah kampung disebut nggane, d) bahasa pantangan datu ‘dukun’ disebut pantang (rebun)


(34)

2.6 Tempat dan Situasi Pemakaian Bahasa Pakpak

Bahasa Pakpak sampai sekarang masih dipakai di rumah, di luar rumah dengan tetangga, di pasar, di gereja sewaktu kotbah, pada upacara-upacara adat, upacara kematian, dan pada waktu situasi yang tidak resmi.

2.7 Lingkungan Pemakaian Bahasa Pakpak Bahasa Pakpak dipakai:

a) intra dan antarkeluarga, bila keluarga itu seluruhnya terdiri dari orang Pakpak, b) di kantor, bila lawan berbicara itu orang Pakpak-Dairi atau mengerti bahasa

Pakpak pada situasi tidak resmi,

tetapi, bahasa Pakpak tidak dipakai jika a) di antara anggota masyarakat yang baru dikenal/pendatang di pakai bahasa Indonesia dan b) di sekolah dasar sebagai bahasa pengantar dipakai bahasa Batak Toba.

Sebagai mata pelajaran bahsa daerah di sekolah dasar dipakai bahasa Batak Toba akibat ketidakadaan buku pelajaran bahasa daerah Pakpak dan akibat dari kurangnya guru-guru yang berasal dari orang-orang Pakpak-Dairi. Pada umumnya guru-guru di sekolah dasar yang mengajar di Kabupaten Dairi adalah orang-orang Batak Toba.

2.8 Tradisi Sastra Tulis

Sastra tulis dulu memang ada, tetapi karena di sekolah-sekolah tidak dipelajari lagi maka orang-orang yang berusia 50 tahun ke bawah sudah jarang yang mengetahuinya.


(35)

Sastra tulis itu dahulu ditulis pada kulit-kulit kayu/bambu dengan tulisan/aksara Pakpak. Huruf yang dipakai adalah huruf silabis. Jumlah hurufnya delapan belas buah, yakni:

2.9 Pola Suku Kata

Pola-pola suku kata bahasa Pakpak terdiri atas: a) pola dua suku kata,

b) pola tiga suku kata, dan c) pola empat suku kata

1) Pola Dua Suku Kata

Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: a-nak, hem-bun, ba-pa, u-rat, cem-ber, pen-ter, bo-rih, dong-koh, sem-pul, u-dan, dan sebagainya.

2) Pola Tiga Suku Kata

Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: ci-ra-bun, pe-nga-yak, me-ran-dal, me-ro-ha, da-ha-ri, ki-ra-na, me-na-rut, mer-ba-gi, da-ho-li, me-nga-ga, ti-na-ruh, me-nga-li, meng-ku-ruk, me-nnu-tu, dan sebagainya.


(36)

3) Pola Empat Suku Kata

Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: si-tu-ren-dek, mi-sa-do-ne, to-kor-e-mas, dan sebagainya.

Walaupun telah dikemukakan pola suku kata tersebut di atas, tetapi dapat juga dicari sistem pola umum suku kata bahasa Pakpak yang disejajarkan dengan pola umum suku kata bahasa Indonesia.

Setiap suku kata ditandai oleh sebuah vokal. Vokal ini dapat didahului atau diikuti oleh konsonan. Pada bahasa Pakpak sistem pola umum suku kata itu dapat dicontohkan pada kata berikut.

1) Vokal (V)

Contoh: o-da, a-pi, a-ngin, e-gung, a-ku, e-kur, e-pen, u-dan. 2) Vokal Konsonan (VK)

Contoh: en-de, dan sebagainya. 3) Konsonan (KV)

Contoh: du-kak, mo-tik, ma-cik, ta-ka, bo-rih, sa-rut, dan sebagainya. 4) Konsonan, Vokal, Konsonan (KVK)

Contoh: rim-ba-ru, ngat-ngat, pen-ter, tem-bereng, meng-ku-rak, ter-mur-mur, dan sebagainya.


(37)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kerangka Teori

Untuk mencapai tujuan penelitian ini diperlukan pendekatan dan prosedur pemecahan masalah yang cukup relevan. Untuk keperluan itu, penelitian ini pada dasarnya mempergunakan teori linguistik struktural atau linguistik deskriptif. Pemakaian teori ini didasarkan anggapan bahwa teori ini bermanfaat tidak saja untuk diterapkan dalam penelitian bahasa daerah yang belum dikenal, tetapi juga untuk menganalisis data empiris tentang berbagai variasi bahasa. Setiap bahasa mempunyai ciri khas dalam unsur-unsurnya, akan tetapi untuk penelitian bahasa yang belum pernah dilakukan, dapat diterapkan dari teori bahasa yang sempurna (dalam hal ini bahasa Indonesia). Hal ini sesuai dengan kajian induktif, yaitu kajian atau analisis yang diterapkan apabila peneliti belum memiliki pemahaman yang cukup terhadap bahasa yang diteliti. Akan tetapi, kalau ada kelainan dalam bahasa ini (bahasa Pakpak) tidak akan ‘dipaksakan’ sama dengan unsur-unsur bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria dalam analisis bahasa yang tidak berusaha untuk memaksakan sesuatu bahasa yang diukur dari kategori-kategori bahasa Latin atau Yunani (Djajasudarma, 1993:15).

Kajian tentang struktur internal (internal structure) kata tidak muncul sebagai suatu sub-cabang linguistik yang berbeda hingga abad 19. Awal abad 19, morfologi memainkan peranan penting dalam rekonstruksi bahasa Indo-Eropa. Abad ini


(38)

morfologi dianggap sebagai disiplin (ilmu) sinkronik, yakni, suatu ilmu berfokus pada kajian word – structure bukan evolusi kata.

Aliran Linguistik Struktural, memandang bahasa bukan sebagai teori tentang sifat bahasa melainkan sebagai tubuh mengenai prosedur deskriptif dan analitik. Idealnya, analisis linguistik mulai dengan berfokus pada pilihan satu dimensi struktur bahasa. Dimensi merujuk pada tataran linguistik. Tataran disusun menurut hirarki, fonologi berada pada tataran paling bawah dan semantik tataran paling atas. Adapun tataran itu, yakni: a) tataran semantik berhubungan dengan makna, b) tataran sintaksis berhubungan dengan struktur kalimat, c) tataran morfologi berhubungan dengan struktur kata, dan c) tataran fonologi/fonemik berhubungan dengan sistem bunyi.

Terobosan kaum struktural terhadap pemisahan tingkat/tataran merupakan kesalahan. Akan tetapi, banyak yang pantas dipuji dalam pendekatan morfologi struktural. Satu dari kontribusi utama strukturalis adalah pengakuan tentang fakta bahwa kata memiliki struktur internal yang rumit. Sementara itu, analisis linguistik tradisional memperlakukan kata sebagai unit dasar teori gramatikal dan leksikografi (kata), kaum struktural Amerika menunjukkan bahwa kata bisa dianalisis yang ditautkan dengan morfem. Morfem adalah unit terkecil yang mengandung makna dan berfungsi gramatikal. Dahulu struktur kata diperlakukan bersama dengan struktur kalimat yang berada di bawah tata bahasa. Kaum struktural memperkenalkan morfologi sebagai subcabang linguistik yang terpisah. Tujuannya ialah mengkaji morfem dan susunannya dalam pembentukkan kata (Nida, 1949:1)


(39)

Matthews di dalam buku Morphology (dalam Ansari 2008), An Introduction to the Theory of Word-Structure membagi morfologi menjadi dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflectional morphology) dan morfologi leksikal (lexical morphology). Dalam pada itu, yang termasuk dalam lingkup pembentukan kata hanya morfologi derivasional (leksikal) sedangkan morfologi infleksional tidak. Bahkan menurut Beard (dalam Ansari, 2008) di dalam buku Lexeme Morpheme Base Morphology dijelaskan bahwa apabila terdapat adanya pembentukan kata yang mengalami perpindahan kelas juga harus dipertimbangkan adanya relasi gramatikalnya. Karena derivasi berindikasi harus fungsional dan perubahan kelas (reclassification). Derivasi dikatakan fungsional karena adanya perubahan kelas dan fungsi gramatikalnya.

Sejalan dengan Matthews, Chaer (2007:175) berpendapat bahwa pembentukan kata secara derivatif atau derivasional akan terbentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Umpamanya, dari kata dalam bahasa Inggris sing ‘menyanyi’ terbentuk kata singer ‘penyanyi’; dari kata write ‘menulis’ terbentuk kata writer ‘penulis’; dari kata hunt ‘memburu’ terbentuk kata hunter ‘pemburu’. Jelas, diantara kata sing dan singer berbeda identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga tidak sama; sing berkelas verba, sedangkan singer berkelas nomina. Begitu juga antara write dengan writer dan antara hunt dengan hunter. Contoh lain, dari ajektiva slow ‘lambat’ dibentuk kata slowly ‘dengan lambat’ yang berkelas adverbia; dan dari ajektiva quick ‘cepat’ dibentuk dari adverbia quickly ‘dengan cepat’. Contoh dalam bahasa Indonesia dapat


(40)

diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba; dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.

Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama, seperti kata makanan dan pemakan, yang sama-sama berkelas nomina, tetapi maknanya tidak sama. Begitu juga antara pelajar dan pengajar yang sama-sama berkelas nomina, tetapi bermakna tidak sama; atau antara belajar dengan mengajar yang kelasnya sama-sama verbal, tetapi mempunyai makna yang tidak sama. Verba to befriend adalah hasil derivasi dari nomina friend, bukan hasil infleksi karena kedua kata itu tidak sama kelasnya, yaitu verba dan nomina. Jika dua kata dengan dasar yang sama termasuk kelas kata yang sama, tetapi berbeda maknanya, kedua kata itu juga berbeda secara leksikal. Misalnya, friend dan friendship dalam bahasa Inggris, atau kata Indonesia pengajar dan pengajaran, yang sama-sama kelasnya dan dasarnya (ajar).

Eugene A.Nida (1976), seorang pakar morfologi dari Amerika, menyatakan bahwa morfologi adalah “The study of morphemes and their arrangements in forming words”, suatu kajian morfen dan susunannya dalam membentuk kata-kata. Defenisi yang senada juga diberikan Radhey L.Varshney (1993), seorang Linguis India yang menyatakan bahwa “Morphology is the science and study of the smallest grammatical units of language, and of their formation into words, including inflection, derivation and composition”, morfologi adalah suatu kajian ilmiah dari unit-unit gramatikal terkecil suatu bahasa dan pembentukannya menjadi kata-kata, termasuk infleksi,


(41)

derivasi dan komposisii. Varshney memberi tambahan penjelasan bahwa proses pembentukan itu tak terlepas dari ketiga proses tersebut, khususnya proses infleksi dan derivasi. Penulis mengambil pengertian dari kedua definisi yang diberikan oleh kedua ahli di atas bahwa morfologi mengkaji bagaimana kata-kata itu dibentuk, apa bentuk asal kata yang dibentuk, apa bentuk gramatikalnya, apa fungsi afiks yang melekat pada pembentukan kata tersebut, dan setelah terjadi pembentukan, kelas kata apa yang terbentuk.

Morfologi merujuk pada struktur internal kata komplek. Kata-kata dari berbagai bahasa bisa terbagi menjadi dua kategori besar, tertutup dan terbuka (O'Grady dan dobrovolsky, 1989). Akan tetapi, yang relevan untuk morfologi adalah kategori terbuka. Kategori tertutup adalah apa yang disebut function words, yaitu “a word which doest not carry a full lexical meaning, but rather a grammatical or functional significance” (Hartmann, p.91). function words adalah kata-kata yang tidak membawa arti leksikal namun lebih kepada makna gramatikal atau perbedaan pada fungsi, yaitu seperti pronomina (kita ambil contoh dalam bahasa Inggris), she atau you, konjungsi; and, but, jika, artikel; a dan the dan lain sebagainya. Di sisi lain kategori kata yang terbuka adalah apa yang disebut kategori leksikal, seperti nomina, verba, ajektiva dan adverbia. Untuk kategori ini, kata-kata baru bisa terbentuk. Karena masalah utama dalam morfologi adalah bagaimana kata itu terbentuk dari unsur dasarnya, maka materi pengkajiannya adalah pada kata terbuka atau kategori leksikal. Tiap kata yang menjadi anggota kategori leksikal disebut lexical item atau yang disebut leksem. Leksem disebut juga daftar kata dalam kamus. Daftar dari tiap


(42)

leksem mencakup informasi tentang arti (semantis) kategori leksikal tersebut dan lingkungan sintaksisnya dimana leksem tersebut berada.

Selanjutnya, apa unsur utama yang menjadi objek kajian dalam morfologi? Seperti yang disebutkan Nida (1976), morfem merupakan objek dalam kajian morfologi. Hal ini didukung oleh pernyataan O'Grady dan Dobrovolsky yang menyatakan “A major problem for morfological analysis is how to identify the morphemes that make up words”.

Pendapat yang agak berbeda dilontarkan oleh Harimurti Kridalaksana (1996) tentang elemen utama pembentukan kata. Beliau menyatakan bahwa “leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatikal” (Kridalaksana, 1996). Beliau menambahkan bahwa “leksem adalah satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologi” dan “leksem sebagai bahan baku dalam proses morfologi”.

Sejalan dengan pendapat di atas, penulis lebih sependapat dengan apa yang diutarakan oleh O'Grady dan Dobrovolsky dan juga beberapa ahli lain seperti Eugene A. Nida dan Katamba bahwa input pada proses morfologi adalah morfem dan kata sebagai outputnya. Penulis memiliki alasan tersendiri mengapa ia memilih morfem sebagai input dari proses morfologi, yaitu bahwa leksem itu berupa morfem bebas atau bisa juga morfem leksikal yang memiliki arti. Kata bisa terbentuk dari unsur lain, yaitu dalam kategori morfem terikat. Contoh berikut bisa memberi ilustrasi tersebut. per- dan –ceive masing-masingnya adalah morfem terikat. Bila keduanya mengalami proses morfologi, maka akan membentuk kata, yaitu perceive.


(43)

Lebih lanjut, proses morfologis atau pembentukan kata dengan afiks, yakni berkenaan dengan afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.

a) Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar ata bentuk dasar. Dalam proses initerlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif (Chaer, 2003).

Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat. Dapat juga berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada kata keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase, seperti ikut srta pada keikutsertaan, istri simpanan pada istri simpanannya.

Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.

b) Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja),


(44)

reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik).

Proses morfemis dengan reduplikasi dapat berupa; (1) morfem dasar seperti meja menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat kabar yang menjadi surat-surat kabar atau surat kabar-surat kabar. (2) bentuk reduplikasi yang disrtai afiks prosesnya mungkin: (a) proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjdai bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-metr; (b) proses redupliksi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (daranya kesatuan dan memukul). (3) pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi parsial. Misalnya, contoh yang reduplikasi penuh, yakni ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasarnya ayam itik dan sawah ladang). Contoh untuk reduplikasi parsial, yakni surt-surat kabar dan rumah-rumah sakit (dasarnya surat kabar dan rumah sakit). (4) reduplikasi yang bersifat derivasional seperti pada bentuk-bentuk mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia. (5) reduplikasi semantis, yakni dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama. (6) reduplikasi yang salah satu komponennya berupa morfem bebas dan komponen yang


(45)

lainberupa morfem unik. Contoh pada bentuk mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit.

c) Komposisi

Komposisi adalah hsil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Contoh: lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ciri morfologis adalah ciri yang ada dalam dan timbul akibat proses morfologis. Ciri morfologis nomina bahasa Pakpak berwujud morfem imbuhan penanda kelas nomina bahasa Pakpak. Seperti pada contoh: penjukjuk ‘penjolok’; penuan ‘penanam’; pengerana ‘pembicara’; di mana imbuhan /pe-/ merupakan penanda/pembentuk nomina yang berasal dari kelas nomina (jujuk ‘jolok’; suan ‘tanam’) dan dari kelas nomina (rana ‘kata’).

Nomina yang sering disebut kata benda berupa kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, konsep atau pengertian adalah salah satu kelas kata, di samping kelas kata nomina, adjektiva, adverbia yang dapat menduduki fungsi subjek, predikat, dan objek. Karena fungsinya di dalam kata yang sangat beragam itu, sulit diidentifikasi bentuk nomina itu dengan cepat. Hal ini berbeda dengan kelas nomina yang pada umumnya hanya menduduki fungsi predikat dalam sebuah kalimat, (Alwi, 1998:213).


(46)

Bentukan nomina berulang yang dimaksud dalam penelitian ini sama dengan bentukan kata ulang bahasa Indonesia yaitu bentukan nomina berulang yang pada prinsipnya terdiri dari perulangan sebagai berikut:

1) perulangan bentuk asal tunggal bebas, bentuk asal tanpa variasi fonem dan tanpa proses imbuhan seperti yang dinyatakan Ramlan (dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:33); dan Keraf (dalam Rusyana dan Samsuri, 1976:66—68). Perulangan seperti itu disebut perulangan utuh. Contoh: pekpek-pekpek ‘pemukul’; jujuk-jujuk ‘penjolok’.

2) perulangan kata sempurna yang berupa variasi bunyi bentuk asal, yaitu bagian kedua mengalami perubahan fonem.

Bentuk nomina majemuk adalah bentukan nomina yang terdiri dari dua komponen yang masing-masing berupa bentuk nomina sederhana (simple words) atau bentuk nomina asal tunggal bebas (a simple free base) dan juga berupa nomina majemuk yang mengalami proses afiksasi. Contoh: rambah mbeilen ‘hutan belantara’; roroh-rorohen ‘sayur-mayur’.

Dengan memedomani teori-teori tersebut di atas telah dapat dianalisis nomina bahasa Pakpak, terutama kata dasar dan kata berimbuhan. Demikian juga halnya mengenai proses-proses pembentukan nomina dalam bahasa Pakpak. Dengan demikian, kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini bersifat gabungan, tetapi tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi.


(47)

3.2 Kerangka Berpikir

Sejalan dengan pembatasan bahwa morfologi ialah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap fungsi dan arti kata maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Morfem Bahasa Pakpak

Ciri-ciri Nomina

Reduplikasi  Kompositum  Afiksasi

Perilaku Morfologis  Perilaku Sintaksis 

Perilaku Semantis

Morfologi Nomina Bahasa Pakpak

Proses Morfologi Nomina


(48)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang digunakan, ialah metode kualitatif. Hal itu dilakukan sebab metode kulaitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan di dalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi penutur asli bahasa yang diteliti. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar individu yang bersangkutan secara utuh. Oleh karena itu, di dalam penelitian bahasa jumlah informan dapat dianggap sebagai makrokosmos pada masyarakat bahasanya. Demi kepentingan penelitian itu sendiri sesuai dengan tujuannya maka informan dapat ditentukan jumlahnya sesuai keperluan penelitian (Djadjasudarma, 1993).

Data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka tapi dapat berupa kata-kata atau kalimat. Hal tersebut sebagai akibat dari penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini. Degan demikian, metode penelitian kualitatif ini adalah deskripsi ciri-ciri data secara akurat. Metode penelitian semacam ini disebut metode kualitatif deskriptif, sedangkan teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik perekaman, yaitu perekaman ujaran informan. Kemudian rekaman itu ditranskripsikan lalu diterjemahkan.


(49)

Di dalam kajian morfologi dikenal tiga pendekatan umum, yaitu Word and Paradigm (WP), Item and Process (IP), dan Item and Arrangement (IA) (The Linguistics Encyclopedia, 1995). Pada pendekatan WP, kata merupakan pusat dan unit fundamental dalam tata bahasa. Pendekatan ini memberikan perbedaan yang signifikan antara morfologi dan sintaksis. Pendekatan ini juga mengutamakan proses morfosintaksis. Selanjutnya, pendekatan ini menghindari masalah-masalah morfofonologi. Pendekatan ini memiliki kelebihan dalam deskripsi linguistik, kurang berhasil dalam pemerian terhadap tipe-tipe bahasa tertentu. IP menyarankan hubungan antara unit satu dan lainnya dengan merujuk kepada proses morfologi. IP menitikberatkan pada kata, bukan pada kata sebagai unsur gramatika. Menurut pendekatan ini, tiap morfem mempunyai bentuk dimana berbagai proses terjadi. Keunggulan IP adalah dapat melakukan banyak hal untuk menjelaskan pembentukan kata (word formation). IP memiliki bentuk-bentuk yang sederhana dan turunan (simple and derived). Sederhana maksudnya adalah bentuk dasar (root), sedangkan turunan adalah bentuk-bentuk yang terjadi dari proses yang ada. Namun, sebagaimana halnya dengan WP, IP juga tidak dapat menerangkan seluruh fitur-fitur semua bahasa. Untuk IA, pendekatan ini berhubungan dengan struktural dalam kalimat dan sistematis bloomfield. IA adalah suatu pendekatan yang sederhana yang juga merupakan bentuk gabungan. Untuk bentuk yang sederhana, IA menggunakan morfem, sementara untuk bentuk yang gabungan, IA menggunakan dua atau lebih konstituen yang berdekatan (immediate constituent). Kelebihan IA adalah dapat


(50)

menjelaskan banyak tentang masalah pemerian bahasa tapi kelebihannyae itu terletak pada keakuratan dalam menggunakan pendekatan tersebut.

Penelitian tentang struktur bahasa Pakpak sebelumnya lebih menitikberatkan pada hasil daripada proses, dimana pendekatan yang dipakai sebelumnya berupa pendekatan IA (Item and Arrangement). Berbeda dengan apa yang dilakukan penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Penulis lebih memilih pendekatan IP dikarenakan kelebihan dan prosesnya. IP menitikberatkan pada proses pembentukan kata, sebagaimana yang dianalisis penulis. IP memberi informasi pada proses, bukan pada bentuk (Molino, 1985 dalam The Linguistics Encyclopedia). Selain itu penelitian kualitatif yang dianut penulis juga lebih mementingkan proses daripada hasil (Djadjasudarma, 1993).

4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pada dasarnya metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode informan atau metode kontak (Hockett, 1948:119). Kontak dengan informan itu sebenarnya tidak harus terjadi di lapangan (tempat informan tinggal) melainkan dapat juga terjadi di tempat penelitian dimana saja (Samarin, 1977:10).

Meskipun demikian, dengan pertimbangan agar peneliti dapat secara langsung mendengar pemakaian bahasa target secara wajar dan agar peneliti dapat segera melaksanakan ‘pancingan korektif kepada informan penunjang apabila peneliti’ meragukan data yang diperoleh dari informan utama, maka pelaksanaan pengumpulan data ini dikerjakan langsung di lapangan.


(51)

Populasi penelitian ini adalah penutur bahasa Pakpak. Namun, sesuai pendapat Solin (1998) bahasa Pakpak terdiri atas lima dialek, yaitu: (1) dialek Pegangan, (2) dialek Keppas, (3) dialek Simsim, (4) dialek Kelasen, dan (5) dialek Boang. Di antara kelima dialek tersebut di atas berdasarkan ketiadaan pengaruh bahasa lain (Toba dan Karo) dialek yang paling standar adalah dialek Simsim. Maka yang menjadi informan penelitian ini pemakai bahasa Pakpak dialek Simsim, berdasarkan kriteria keaslian, umur, pendidikan, dan strata sosial dengan memperhatikan persyaratan, antara lain:

a. laki-laki, dewasa, di atas 40 tahun dan belum uzur dan

b. tidak banyak berpergian ke luar wilayah Kabupaten Dairi, misalnya, karena pindah tugas atau berdagang. Jadi lebih tepat, misalnya, petani.

Untuk menjaring data, dilakukan metode berikut ini. Peneliti sebagai penutur bahasa Pakpak (sebagai bahasa Ibu) sudah mendapat gambaran umum tentang bentuk-bentuk nomina, proses morfologis bahasa Pakpak. Berdasarkan pengetahuan ini dibuat daftar tanyaan sebagai panduan wawancara yang direkam dengan tipe recoreder.

Dengan instrumen yang telah disiapkan, ada alat perekam yang siap pakai, korpus ujaran dipancing dengan teknik-teknik sebagai berikut.

1) Pancingan terjemah.

Instrumen yang memuat kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang disusun atas dasar model-model hipotesis nomina bahasa Pakpak yang diharapkan diminta terjemahkan oleh informan ke dalam bahasa Pakpak.


(52)

2) Pancingan kontrastif.

Peneliti memberikan dua atau lebih bentukan yang berbeda hanya pada satu unsur (satu morfem), sedang informan diminta menjelaskan perbedaan artinya. Jawaban informan diharapkan dapat memberikan informasi tentang fungsi, dan nosi atau makna ketegori morfem tersebut.

3) Pancingan korektif.

Pancingan ini bertujuan untuk meyakinkan peneliti terhadap kebenaran gejala-gejala kebahasan tertentu. Informan diminta menilai benar tidaknya pemakaian gejala itu.

4) Wawancara sambil lalu.

Wawancara ini ditujukan kepada orang-orang yang belum terseleksi. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang gejala-gejala yang secara kebetulan diketahui atau didengar oleh peneliti dan cukup menarik perhatian.

4.3 Prosedur

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan prosedur analisis morfologis sebagaimana dikemukakan oleh Nida (1970) dan Verhaar (1987:108--109). Langkah-langkah menganalisis data dilakukan sebagai berikut.

a. Menyeleksi data.

b. Mentabulasi data berupa data nomina yang diambil dari kalimat-kalimat korpus data.


(53)

c. Menganalisis data-data nomina yang telah selesai ditabulasikan, ditentukan bentuk distribusi dan kelas morfem-morfemnya sehingga akan dihasilkan suatu “daftar tuntas” bentuk nomina dalam bahasa Pakpak berupa bentuk afiksasi nomina, bentuk perulangan nomina, dan nomina majemuk yang terdapat dalam bahasa Pakpak.

d. Bentuk-bentuk nomina yang telah selesai didaftarkan seperti yang tersebut di atas ditentukan maknanya masing-masing, berdasarkan model kategori gramatikal Nida (1970:166--169).

e. Langkah terakhir dari seluruh analisis data adalah penyimpulan atau generalisasi. Hasil analisis tersebut di atas disistematiskan sehingga akan menghasilkan deskripsi tentang ciri-ciri nomina, bentuk-bentuk morfologis nomina, dan makna nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak.


(54)

BAB V

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Temuan Penelitian

5.1.1 Proses Morfologi Nomina

Berdasarkan korpus data yang diperoleh dari para informan, proses morfologi nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak terbagi atas:

a) afiksasi nomina,

b) reduplikasi nomina, dan c) kompositum nomina.

Berkaitan dengan proses morfologi nomina dalam bahasa Pakpak yang ditemukan, berikut ini akan dipaparkan dan dianalisis proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi nomina, reduplikasi nomina, dan kompositum nomina.

5.1.1.1Afiksasi Nomina

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks, berupa morfem terikat, pada kata dasar untuk membentuk nomina. Dengan demikian, afiksasi nomina pada bahasa Pakpak meliputi afiks (a) prefiks (awalan), yakni /pe-/ dan /per-/, (b) infiks (sisipan), yakni /-in-/, (c) sufiks (akhiran), yakni /-en/, dan (d) konfiks (gabungan awalan dan akhiran), yakni /ke-en/, /pe-en/, dan /per-en/ yang melekat pada bentuk dasar nomina. Adapun temuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada contoh berikut.


(55)

a) Prefiks (awalan), yakni /pe-/, /per-/

Contoh: /pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + dedah Æ pendedah ‘penjaga’

/pe-/ + deddoh Æ pendeddoh ‘pemijak’

/per-/ + juma Æ perjuma ‘peladang’

/per-/ + sabah Æ persabah ‘penyawah’ b) Infiks (sisipan), yakni /-in-/

Contoh: /-in-/ + tangko Æ tinangko ‘yang dicuri’

/-in-/ + sipak Æ sinipak ‘yang disepak’ /-in-/ + suan Æ sinuan ‘yang ditanam’ /-in-/ + sarut Æ sinarut ‘yang digigit’ /-in-/ + caran Æ cinaran ‘yang ditarik’

c) Sufiks (akhiran), yakni /-en/

Contoh: /-en/ + kundul Æ kundulen ‘tempat duduk’

/-en/ + tabah Æ tabahen ‘yang ditebang’

/-en/ + parap Æ parapen ‘yang ditampar’

/-en/ + sintak Æ sintaken ‘yang ditarik’

/-en/ + bentir Æ bentiren ‘lemparan’

d) Konfiks (gabungan awalan dan akhiran), yakni /ke-en/, /pe-en/, dan /per-en/ Contoh: /ke-en/ + bincar Æ kebincaren ‘tempat terbit’


(56)

/pe-en/ + suan Æ penuanen ‘penanaman’ /per-en/ + kuta Æ perkutan ‘perkampungan’ /per-en/ + juma Æ perjuman ‘tempat berladang’

5.1.1.2 Reduplikasi Nomina

Reduplikasi nomina adalah proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru; hasil perulangan kata dasar tersebut merupakan bentuk nomina ulang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam bahasa Pakpak, reduplikasi nomina prosesnya terjadi, yakni proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan.

Contoh: pemorih Æ pemorih-morih ‘pencuci-cuci’

binuat Æ binuat-nuat ‘yang diambil-ambil’ caran Æ cinaran-caran ‘yang diseret-seret’ tangko Æ tinangko-tangko ‘yang dicuri’ suanen Æ suan-suanen ‘tanam-tanaman’ 5.1.1.3 Kompositum Nomina

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Dalam hal ini, kompositum nomina adalah proses penggabungan dua buah kata untuk membentuk kata yang baru. Dalam hal ini, kata baru tersebut merupakan bentuk nomina. Dalam bahasa Pakpak proses komposisi tidak produktif. Hal itu dapat dipahami sebab dalam perkembangan kosakata bahasa Pakpak sangat minim pada


(57)

dewasa ini. Adapun kompositum nomina yang ditemukan dalam bahasa Pakpak dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Contoh: guru geddang Æ ‘guru besar’ bunga mbara Æ ‘bunga merah’ daholi daberu Æ ‘suami istri’ anak perana Æ ‘anak lajang’

beru sembelgah Æ ‘anak sulung (perempuan)’ 5.1.2 Ciri-ciri Nomina

Sama halnya dengan nomina dalam bahasa Indonesia, nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati ciri-cirinya melalui:

1) perilaku semantis nomina, 2) perilaku sintaksis nomina, dan 3) perilaku morfologis nomina.

5.1.2.1Perilaku Semantis Nomina

Nomina berbeda dari kelas kata lainnya dari perilaku semantisnya. Perilaku semantis nomina adalah makna yang dikandung oleh nomina tersebut. Dari segi semantisnya nomina adalah kata yang baik bentuk dasar maupun bentuk kompleks yang mengacu pada manusia, binatang, tumbuhan, benda, dan konsep atau pengertian.

Dengan demikian, dalam bahasa Pakpak dapat dijabarkan hal yang berkaitan dengan prilaku semantik nomina pada contoh berikut ini.


(58)

Contoh:

dedahen ‘adik’ daberru ‘perempuan’ daholi ‘laki-laki’

bulung ‘daun’

dukut ‘rumput’

manuk-manuk ‘burung’

wari ‘hari’

nipe ‘ular’

Ada beberapa fitur semantik nomina (dasar) dalam bahasa Pakpak yang dapat digolongkan atas:

(1) Nomina yang mengacu pada nama tempat atau nama geografis, seperti: Medan, Dairi, Sidikalang, Salak, Silencang, dll.

(2) Nomina yang mengacu nama orang termasuk sapaan kekerabatan, seperti: Nurlince, Bapa Tengngah (Tonga) ‘Bapak Uda’, Puhun ‘Paman’.

(3) Nomina yang mengacu pada nama-nama hari, seperti: Senin, Selasa, Rabu.

5.1.2.2 Perilaku Sintaksis

Disamping ciri semantis, nomina dalam bahasa Pakpak juga dapat diamati melalui ciri sintaksisnya. Ciri-ciri sintaksis itu adalah sebagai berikut.

1) Tugas nomina dalam kalimat. 2) Pemarkah frase nomina.


(59)

a) Tugas Nomina dalam Kalimat

Nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati melalui ciri sintaksisnya. Dalam kalimat, nomina bertugas untuk mengisi atau menduduki fungsi subyek. Sebagaimana diketahui bahwa kalimat terdiri dari fungsi sintaksis tertentu yaitu fungsi subjek, predikat, objek dan keterangan. Fungsi-fungsi sintaksis ini merupakan tempat-tempat kosong yang dapat diisi oleh kelas-kelas kata tertentu.

Nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati melalui tugasnya sebagai pengisi fungsi subjek, objek, atau pelengkap. Hal itu dapat dilihat pada data berikut ini. Contoh:

Kalaki manjaha ‘Mereke membaca’

Meridi bapa ‘Bapak mandi’

Berkat ia ‘Ia berangkat’

Inang menuan rorohen ‘Ibu menanam sayuran’ Beltekna mbelen ‘Perutnya membesar’ Mengeloteh sabah Bapa ‘Ayah membajak sawah’

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa semua posisi subjek dalam kalimat-kalimat tersebut adalah kategori kelas nomina. Jadi nomina dalam bahasa Pakpak selalu mengisi fungsi subjek maupun objek di dalam sebuah kalimat.

b) Pemarkah Frase Nomina

Di samping ciri sebagai posisi fungsi subjek-subjek dan pelengkap dalam sebuah kalimat, pada tataran frase nomina, kata oda ‘bukan’ selalu dapat


(60)

berkombinasi dengan nomina untuk menyatakan makna menidakkan. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Contoh:

oda bapa ‘bukan bapa’ oda tambar ‘bukan obat’ oda kalak ‘bukan mereka’ oda jelma ‘bukan orang’ oda penangko ‘bukan pencuri’

Selain itu, dalam tataran frase, nomina dalam bahasa Pakpak dapat diikuti oleh adjektiva. Dengan demikian ketek ‘kecil’ dapat mengikuti nomina: oles ‘kain’, jelma ‘orang’, kempu ‘cucu’, pinakan ‘hewan’ menjadi oles ketek, jelma ketek, kempu ketek, pinakan ketek. Juga gomok ‘gemuk’ selalu dapat berkombinasi dengan nomina: dedahen ‘adik’, jelma ‘orang’, kempu ‘cucu’, pinakan ‘hewan’ menjadi: dedahen gomok, jelma gomok, kempu gomok, pinakan gomok. Jadi nomina dalam bahasa Pakpak berpeluang untuk dilekati oleh kata berkelas adjektiva.

5.1.2.3 Perilaku Morfologis Nomina

Nomina dalam bahasa Pakpak dapat diamati melalui proses morfologisnya. Proses morfologi adalah proses pembentukan kata dengan menggabungkan kata dasar dengan berbagai afiks. Dalam bahasa Pakpak terdapat afiks tertentu yang dapat berkombinasi dengan kata dasar untuk membentuk kelas nomina. Jadi afiks tersebut dapat diidentifikasi sebagai ciri pembentuk nomina dalam bahasa Pakpak. Afiks-afiks pembentuk nomina tersebut dapat dilihat pada table berikut.


(61)

Tabel 2. Afiks-Afiks Pembentuk Nomina

Prefiks Infiks Sufiks Konfliks

pe- -in- -en ke-en

per- pe-en

per-en

Contoh : /pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + dedah Æ pendedah ‘penjaga’ /pe-/ + deddoh Æ pendeddoh ‘pemijak’ /per-/ + juma Æ perjuma ‘peladang’

/-in-/ + tangko Æ tinangko ‘yang dicuri’

/-en/ + kundul Æ kundulen ‘tempat duduk’

/ke-en/ + bincar Æ kebincaren ‘tempat terbit’

/pe-en/ + suan Æ penuanen ‘penanaman’ /per-en/ + kuta Æ perkutaan ‘perkampungan’ Dari data-data di atas dapat dilihat bahwa afiks pembentuk nomina dalam bahasa Pakpak dapat melekat dengan kata dasar yang berupa nomina dan adjektiva. 5.1.3 Afiksasi Nomina

Proses afiksasi nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak mencakup: (a) prefiksasi, yakni perefiks /pe-/ dan /per-/ (perefiks /pe-/ mempunyai alomorf /peng-/, /pem-/, /penge-/, dan /pen-/), (b) infiksasi, yakni infiks /-in-/, (c) sufiksasi, yakni sufiks (-en-), dan (d) konfiksasi, yakni konfiks /ke-en/, /pe-en/, dan /per-en/.


(62)

Untuk itu, proses afiksasi dalam bahasa Pakpak berdasarkan data yang diperoleh dapat dijabarkan sebagai berikut.

5.1.3.1 Prefiksasi 1) Prefiks /pe-/ a. Bentuk

(1) Prefiks /pe-/ mengalami perubahan bentuk baik melekat pada kata dasar yang berfonem awal vokal maupun konsonan, untuk menghasilkan nomina; bila /pe-/ melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal, /g/ dan /k/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /peng-/.

Contoh: /pe-/ + angin Æ pengangin ‘cara mengangin’

/pe-/ + aleng Æ pengaleng ‘penjemput’

/pe-/ + oge Æ pengoge ‘pembuka’

/pe-/ + garar Æ penggararen ‘pembayar’ /pe-/ + goit Æ penggoit ‘pencubit’ /pe-/ + kolingi Æ pengolingi ‘cara menguliti’ /pe-/ + kuso Æ pengkuso ‘penanya’

(2) Jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /b/ dan /p/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /pem-/ sedangkan fonem awal kata dasar luluh.

Contoh:

/pe-/ + borih

Æ

pemorih ‘cara mencuci’ /pe-/ + buat

Æ

pemuat ‘cara mengambil’ /pe-/ + pekpek

Æ

pemekpek ‘cara memukul’


(63)

/pe-/ + pastap

Æ

pemastap ‘orang yang menampar, cara menampar’

/pe-/ + putar

Æ

pemutar ‘cara memutar’

(3) Jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /l/ dan /r/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /penge-/

Contoh:

/pe-/ + labang

Æ

pengelabang ‘cara memaku’ /pe-/ + lempit

Æ

pengelempit ‘cara melipat’ /pe-/ + roroh

Æ

pengeroroh ‘cara menyayur’ /pe-/ + rana

Æ

pengerana ‘cara berbicara’ /pe-/ + rakut

Æ

pengerakut ‘cara mengikat

(4) Bila melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /d/ dan /j/ maka prefiks /pe-/ berubah menjadi /pen-/

Contoh:

/pe-/ + dedah

Æ

pendedah ‘penjaga’ /pe-/ + deger

Æ

pendeger ‘penggoyang’ /pe-/ + jemak

Æ

penjemak ‘cara memegang’ /pe-/ + jalang

Æ

penjalang ‘pengejar’

/pe-/ + tutu

Æ

penutu ‘penumbuk’

/pe-/ + jukjuk

Æ

penjukjuk ‘penjolok’

(5) Jika melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal /s/ dan /t/ maka prefik /pe-/ berubah menjadi /pen-/ sedangkan fonem awal /s/ dan /t/ luluh


(64)

Contoh:

/pe-/ + suan

Æ

penuan ‘cara menanam’ /pe-/ + tutu

Æ

penutu ‘menumbuk’ /pe-/ + sipak

Æ

penipak ‘penyepak’ /pe-/ + tulus

Æ

penulus ‘pencari’ /pe-/ + sapu

Æ

penapu ‘penyapu’

b. Distribusi

Prefiks /pe-/ dapat melekat pada: (1) Nomina

Contoh: /pe-/ + sori

Æ

penori ‘cara menyisir’

/pe-/ + labang

Æ

pengelabang ‘cara memaku’ /pe-/ + pangkur

Æ

pemangkur ‘pencangkul’ /pe-/ + penggel

Æ

pemenggel ‘pemotong’ /pe-/ + borih

Æ

pemorih ‘pencuci tangan’

(2) Verba

Contoh : /pe-/ + embah

Æ

pengembah ‘pembawa’

/pe-/ + oge

Æ

pengoge ‘pembuka’ /pe-/ + keret

Æ

pengkeret ‘pemotong’

/pe-/ + tangko

Æ

penangko ‘pencuri’ /pe-/ + surat

Æ

penurat ‘penulis’


(65)

(3) Adjektiva

Contoh : /pe-/ + gomok

Æ

penggomok ‘yang menggemukkan’

/pe-/ + ketek

Æ

pengetek ‘yang mengecilkan’

/pe-/ + deher

Æ

pendeher ‘yang mendekatkan’

/pe-/ + bentar

Æ

pembentar ‘pemutih’ /pe-/ + koning

Æ

pengoning ‘penguning’

c. Makna/Arti

Makna yang didukung oleh prefiks /pe-/ adalah:

(1) menyatakan cara melakukan apa yang tersebut pada kata dasar.

Contoh: pengkuso ‘cara menanya’

penjalang ‘cara mengejar’ pemerroh ‘cara memeras’ penarut ‘cara menggigit’ pemangkur ‘cara mencangkul’

(2) menyatakan alat atau orang yang melakukan perbuatan seperti apa yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh: penangko ‘orang yang mencuri’

pendedah ‘orang yang menjaga’ penggarar ‘alat/orang yang membayar’ pengeremme ‘alat/orang yang merendam’ pengerana ‘orang yang berbicara’


(66)

2) Prefiks /per-/ a. Bentuk

Prefiks /per-/ tidak mengalami perubahan bentuk, baik melekat pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal maupun konsonan.

Contoh : /per-/ + oles

Æ

peroles ‘yang punya kain’

/per-/ + nange

Æ

pernange ‘peribu’

/per-/ + tanoh

Æ

pertanoh ‘yang mempunyai tanah’ /per-/ + motor

Æ

permotor ‘yang punya mobil’ /per-/ + sapo

Æ

persapo ‘yang punya rumah’ b. Distribusi

Prefiks /per-/ dapat melekat pada: (1) Nomina

Contoh:

/per-/ + kakak

Æ

perkakak ‘dijadikan kakak’ /per-/ + juma

Æ

perjuma ‘peladang’ /per-/ + bapa

Æ

perbapa ‘dijadikan bapak’ /per-/ + kempu

Æ

perkempu ‘dijadikan cucu’ /per-/ + dukak

Æ

perdukak ‘dijadikan anak’ (2) Adjektiva

Contoh:

/per-/ + kelleng

Æ

perkelleng ‘penyayang’ /per-/ + biar

Æ

perbiar ‘penakut’


(67)

/per-/ + melki

Æ

permelki ‘penyedih’ /per-/ + riah

Æ

periah ‘penggembira’ /per-/ + kirana

Æ

perkirana ‘cerdik pandai’

c. Makna

Makna yang didukung oleh prefiks /per-/ adalah: (1) Yang mempunyai seperti apa yang tersebut pada kata dasar

Contoh:

pertanoh ‘yang mempunyai tanah’ perkuta ‘yang mempunyai kampung’ perjuma ‘yang mempunyai ladang’ perdukak ‘yang mempunyai anak’

perleto ‘yang mempunyai burung puyuh’

(2) Menyatakan cara. Contoh:

pertubuh ‘cara lahir’ perkundul ‘cara duduk’ permulak ‘cara pulang’

pertangis ‘cara menangis’ percirem ‘cara senyum’ (3) Menyatakan alat.

Contoh:

perbentir ‘alat melempar’ perjukjuk ‘alat menjolok’


(1)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dalam penelitian ini, maka didapat simpulan sebagai berikut.

1. Proses morfologi nomina adalah proses pembentukan nomina melalui afiks pada kata dasar, yang terdiri dari: (a) proses afiksasi yaitu proses melekatnya afiks pada kata dasar untuk membentuk nomina, (b) proses reduplikasi yaitu proses perulangan kata dasar untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina ulang, (c) proses kompositum, yaitu proses penggabungan dua kata untuk membentuk kata yang baru, yang hasilnya merupakan bentuk nomina majemuk. Dalam ketiga proses morfologi nomina itu, terjadi proses morfofonemik, yaitu proses perubahan fonem. Disamping proses morfofonemik, dalam bahasa Pakpak terjadi juga perubahan-perubahan bunyi yang mengikuti pola hukum bunyi sandi.

2. Ciri-ciri nomina bahasa Pakpak dapat diamati melalui: (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis, dan (c) perilaku morfologisnya.

3. Bentuk nomina dalam bahasa Pakpak terdiri dari (a) Nomina Asal, (b) Nomina Turunan.


(2)

(1) Reduplikasi dengan modifikasi

Reduplikasi dengan modifikasi terjadi apabila proses perulangan dimodifikasi dengan proses afiksasi; sedangkan reduplikasi sempurna adalah reduplikasi dengan cara mengulang seluruh bentuk dasar tanpa mengalami proses afiksasi.

(2) Reduplikasi sempurna (full reduplication)

Dalam reduplikasi sempurna ini ditemukan reduplikasi partial, karena yang dilang hanya suku kata awal bentuk dasarnya. Dalam bahasa Pakpak perulangan sempurna atau full reduplication pada bentuk dasar nomina akan selalu menghasilkan perulangan nomina; hal ini juga berlaku untuk perulangan sempurna kelas nomina. Sebagian besar akan menghasilkan perulangan nomina.

Selanjutnya, reduplikasi dengan modifikasi dapat dibagi atas: (1) Reduplikasi dengan Prefiks

(2) Reduplikasi dengan Sufiks (3) Reduplikasi dengan Konfiks

5. Proses pemajemukan nomina dalam bahasa Pakpak biasanya bersifat gabungan kata dasar, tanpa proses afiksasi; walaupun ada pula kata majemuk nomina yang terbentuk dengan proses afiksasi (walaupun jumlahnya sangat sedikit).

Jenis-jenis kompositum nomina yang terdapat dalam bahasa Pakpak, yakni: (1) Kata majemuk yang bersifat Eksosentris dan penggabungan mempunyai


(3)

(2) Kata majemuk yang bersifat endosentris bagian kedua (merupakan kata benda dan kata kerja) menjelaskan bagian pertama.

(3) Kata majemuk yang bersifat endosentris tetapi bagian yang menjelaskan merupakan kata sifat.

6.2 Saran

Penelitian ini telah mendeskripsikan struktur morfologi nomina dalam bahasa Pakpak yang merupakan salah satu aspek dari struktur morfologi bahasa Pakpak secara keseluruhan, yang tentunya masih banyak aspek lain yang belum disentuh dalam penelitian ini, sehingga disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengkaji aspek lain dalam kajian morfologi bahasa Pakpak lebih mendalam lagi.

Mengingat besarnya pengaruh bahasa daerah dalam memperkaya bahasa Indonesia, kiranya penelitian terhadap bahasa Pakpak ini perlu terus dilanjutkan, sehingga bahasa ini dapat terus menjadi pengisi pendokumentasian bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Hal ini dirasakan sangat perlu mengingat pelestarian dan pembinaan bahasa-bahasa daerah yang tersebar di wilayah pemakaian bahasa Indonesia sangat mempengaruhi keberadaan pengembangan bahasa Indonesia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Alwasilah, C. 1993. Sosiologi Bahasa. Bandung: PT Angkasa.

Alwi, Hasan. Soejono, D.; Hans, L, dan Anton, M.M. 1998. Tata Bahasa Baku

Bahasa Indonesia. (edisi ketiga), Jakarta : Balai Pustaka.

Badudu, J.S. 1982. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia (Tata Bahasa). Bandung: Pustaka Prima.

Djajasudarma, Fatimah T. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan

Kajian. Bandung: Eresco.

Katamba, Francis. 1994. Morphology: Modern Linguistic. London: The Maemillan Press Ltd.

Kaseng, Syahruddin. 1975. Valensi Morfologi Dasar Nomina Bahasa Bugis Soppeng. Desertasi.

Keraf, Gorys. 1990. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1980.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mardalis. 1999. Metode Penelitian. Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(5)

Nida, E.A. 1970. Morphology: The Descriptive Analysis Of Words. Michigan: Ann Arbour, University Of Michigan Press.

Parera, Jos Daniel. 1994. Morfologi Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Rachman, H.A. Abdul, dkk. 1980. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bima. Malang: Laporan Penelitian Tim Peneliti. Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Malang.

Rusyana, Yus dan Samsuri (editor). 1976. Pedoman Penulisan Tata Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Ramlan, M. 1985. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Samarin, William. J. 1977. Field Linguistic: A Guide to Linguistics Field Work. New

York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Samsuri, 1982. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Secara Alamiah. Jakarta: Erlangga.

Silitonga, M. dkk. 1975. Bahasa Batak Toba. Laporan Hasil Penelitian. PPPB. Jakarta.

Siregar, Bahren Umar. 1988. Pengantar Metode Penelitian Kebahasaan. Makalah Disajikan Pada Penataran Metode Penelitian Untuk Dosen Muda USU.

Slametmuljana. 1957. Kaidah Bahasa Indonesia. Jakarta: Jambatan.

Solin, Matsyuhito, 1988. Dalam Tradisi dan Perubahan: Konteks Masyarakat

Pakpak-Dairi. Medan: Monora.

Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara. Sujana, Nana. 2001. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah-Makalah, Skripsi, Tesis,

Disertasi. Bandung: Percetakan Sinar Baru Algensido Offset.

Sukapiring, Praturen dan Amhar Kudadiri. 1990. Pelajaran Bahasa Pakpak/Dairi. Medan: Fakultas Sastra USU.


(6)

 

Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

..., 1979. Beberapa Aspek Bahasa Indonesia yang Menarik Dilihat dari Sudut Tipologi Struktural Tradisi Sapir–Greenburg-Lehman (Sebuah Tinjauan Sekilas). Kertas Kerja pada Seminar MLI di Yogyakarta 22-24 Maret 1979. Tarigan, Henry Guntur. 1993. Penyelidikan Bahasa dan Perkembangan

Wawasannya. Jakarta: MLI.

Verhaar, J.W.M. 1987. Pengantar Linguistik. Bandung: Gajah Mada University Press.