Kajian Perbedaan Kinerja atas Penerapan Anggaran Zero Based Budget dengan Berbasis Kinerja Pada SKPD Pemko Medan

Jumal Keuangan dan Bisnis
Vol. 6, No.1, Maret 2014

KAJIAN PERBEDAAN KINERJA ATAS pA RAPAN ANGGARAN
ZERO BASED BUDGET DENGAN BERBASIS KINERJA
P ADA SKPD PEMKO MEDAN
Arifin Lubis ,;
(wutankim88@gmail.com)
Accounting Department - Economic Faculty of North Sumatera University
Hasan Sakti Siregar
(hasansaktisiregar@yahoo.com)
Accounting Department - Economic Faculty of North Sumatera University

Syarief Fauzi
(syarieffauzi@yahoo.com)
Accounting Department - Economic Faculty of North Sumatera University

ABSTRACT
In the framework of the implementation of regional autonomy, as mandated by the UU
No. 22 Year of 1999 and UU No. 25 Year 1999 on Regional Financial Balance Center and as
amended by UU No. 32 Year 2004 and UU No. 33 Year 2004 has provided new powers for the

development of local government autonomy and initiative in accordance with the aspirations of
the people. With both these laws, which means that local authorities are given full and rounded
to plan, implement, supervise, control and evaluation of local policies.
Zero Based Budgeting concept is intended to address the weaknesses in traditional
anggara system. Budgeting by using the concept of Zero-Based Budgeting can eliminate
incrementalism and line - item for the budget assumed to start from scratch (zero - base).
Related to job peiformance, the Government Regulation of PP No. 58 Year 2005 mandated to
do an assessment ofjob peiformance using benchmarks, peiformance indicators and targets socalled performance-based budgeting (peiformance budget). The second type of budget can
affect economic peiformance, efficiency, and effectiveness. But the question arises what kind of
budget that most affect the peiformance? This research identify to know what kind of budget
that is more relevant to use. Samples taken is the implementation of the budget of the 33 (thirtythree) on SKPD by 51 respondents contained in ~an
city government environment officer.
The results showed there together influence the application of zero -based budgeting (zero
based budgets) and peiformance based on performance on education in the city of Medan.
Partial implementation ofperformance-based budgeting influence performance on education in
the city ofMedan.
Keyword:

Zero Based Budgeting, Peiformance Budgeting and Peiformance on SKPD


LATAR BELAKANG

sertapenggunaan indikator kinerja tersebut
dalam
proses
penyusunan
anggaran
pemerintah.
Dokumen-dokumentersebut
meliputi Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan
Plafon ,'-'Anggaran Sementara (PPAS) pada
tingkat
pemerintah
daerah
(provinsi/kabupaten/kota). Sedangkan, pada

Di Indonesia, berbagai peraturan dan

pedoman telah diterbitkan terkait dengan
penerapan penganggaran berbasis kinerja
(peifol'mance-based
budgeting)
pada
pemerintah daerah. Termasuk yang diatur
dalamnya adalah pencantuman indikator
kinerja
dalam
dokumen-dokumen
perencanaan
dan
penganggaran

52

2014

Arifin Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi


(zer~-b

, J:l
Penyusunan anggaran yang
berslfat incremental mendasarkan besamya
anggaran tabun ini untuk menetapkan
anggaran tabun depan, yaitu dengan
menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau
jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan
pada anggaran tabun lalu untuk menyusun
anggaran tahun ini, namun penentuan
anggaran didasarkan pada kebutuhan saat inL
Dengan ZBB seolah-olab proses anggaran
dimulai dari hal yang baru sarna sekali. Item
anggaran yang sudah tidak relevan
dibutuhkan dan tidak mendukung pencapaian
tujuan organisasi dapat bilang dari struktur
anggaran atau mungkin juga muneuI item
barn. Beberapa Keunggulan ZBB yaitu :


tingkat satuan kerja pemerintab daerah
(SKPD) meliputi Reneana Stratejik (Renstra)
SKPD, Reneana Kerja (Renja) SKPD dan
Reneana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah, sebagaimana amanat
Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UUNomor 25 Tabun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian
diubab dengan UU Nomor 32 tabun 2004
dan UU Nomor 33 tahun 2004 telah
memberikan
kekuatan
barn
bagi
pengembangan otonomi pemerintah daerah
sesuai dengan prakarsa dan aspirasi
?I~syarkt.
Dengan kedua undang-undang
mI, berarti daerah diberi kewenangan yang

utub dan bulat untuk merencanakan
melaksanakan, mengawasi, mengdal~
dan
mengevaluasi
kebijakan-kebijakan
daerah.






.
Dengan adanya kewenangan y~g
lebib besar dalam pelaksanaan otonomi ini,
maka pengelolaan anggaran keuangan daerab
merupakan suatu bal yang barns dilakukan
seeara transparan dan selalu berpedoman
pada kaidab-kaidab yang ditetapkan dalam
regulasi yang mengatur mengenai keuangan

daerab (Baridwan, 2003). Anggaran Daerah
yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerab (APBD) merupakan
instrumen kebijakan yang utama bagi
pemerintah daerah. Sebagai instrumen
kebijakan, Anggaran Daerah menduduki
dalam upaya pengembangan
posisi. ~entral
kapablbtas dan efektivitas pemerintah
daerab. Anggaran Daerah digunakan sebagai
alat untuk menentukan besamya pendapatan
dan pengeluaran, membantu pengambilan
kep~tusan
dan perencanaan pembangunan,
otonsasi pengeluaran di masa yang akan
datang, sumber pengembangan ukuranukuran standar untuk evaluasi kinerja serta
alat koordinasi bagi semua aktivitas berbagai
unit kerja.













.
Konsep Zero Based Budgeting
dlIDaksudkan untuk mengatasi kelemahan
yang ada pada sistem anggara tradisional.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan
konsep Zero Based Budgeting dapat
menghilangkan incrementalism dan line-item
karena anggaran diasumsikan mulai dari nol

53


Jika ZBB dilaksanakan dengan baik
maka dapat menghasilkan alokasi
sumber daya secara Iebib efisien.
ZBB berfokus pada value for money.
Memudahkan untuk mengidentifikasi
terjadinya
inefisiensi
dan
ketidakefektivan biaya.
Meningkatkan pengetahuan dan motivasi
staf dan manajer.
Meningkatkan partisipasi manajemen
level bawah dalam proses penyusunan
anggaran.
Merupakan eara yang sistematik untuk
menggeser status quo dan mendorong
organisasi
untuk selalu
menguji

altematif aktivitas dan pola perilaku
biaya serta tingkat pengeluaran.
Sedangkan kelemahan ZBB adalah :
Prosesnya memakan waktu lama (time
consuming), terIal teoritis dan tidak
praktis, membutuhkml biaya yang besar,
serta menghasilkan kertas kerja yang
menumpuk karena pembuatan paket
keputusan.
ZBB cenderung mmekankan manfaat
jangka pendek.
Implementasi
ZllIr
membutuhkan
teknologi yang maj:n.
Masalah besar y.:amg dibadapi ZBB
adalah pada proS§) meranking dan
mereview paket .
tusan. Mereview
ribuan paket kelDtusan merupakan

pekerjaan
yang melelahkan
dan
me~bosank:
sehingga
dapat
me1npengarnhi kepltbsan.

52 -70







Maret

Jurnal Keuangan & Bisnis

ti ~

"

atau
Pendekatan line item, yaitu
perancangan anggaran yang didasarkan
"item" yang telah ada dimasa lalu.
IDt
tidak memungkinkan
Pendekatan
pemerintah daerah untuk menghilangkan
satu atau lebih item pengeluaran yang telah
ada, sekalipun keberadaan item pengeluaran
tersebut secara riil tidak dibutuhkan oIeh unit
ketja yang bersangkutan. Konsekuensi logis
dari kedua pendekatan ini adalah terjadinya
overfinancing atau underfinancing pada
suatu unit kerja. Dalam situasi seperti ini
banyak layanan publik yang dijalankan
secara tidak ekonomis, tidak efisiensi dan
tidak efektif serta kurang sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan publik, sementara
anggaran daerah habis dibelanjakan.

Untuk melakukan perankingan paket
staf yang
keputusan
dibutuhkan
memiliki keahlian yang mungkin tidak
dimiliki organisasi. ZBB berasumsi
bahwa semua staf memiliki kemampuan
untuk mengkalkulasi paket keputusan.
Selain itu dalam perankingan muncul
pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak
obyektif lagi.
Memungkinkan munculnya kesan yang
keliru bahwa semua paket keputusan
harus masuk dalam anggaran.
Implementasi
ZBB
menimbulkan
masalah keperilakuan dalamorganisasi

Dalam masa kurun waktu sebelum
diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 105 tahun 1999, APBD hanya
menyajikan infonnasi tentangjumlah sumber
pendapatan
dan
penggunaan
dana,
sedangkan infonnasi mengenai kinerja sena
keadaan ekonomi dan sosial daerah beserta
potensinya tidak tergambarkan. Padahal
infonnasi ini merupakan indikator yang
seharusnya menjadi tolok ukur dalam
menyusun
anggaran.
Ketidakjelasan
infonnasi tersebut menyebabkan sistem
anggaran tidak memberikan gambaran yang
komprehensif mengenai kebutuhan daerah.
Akibatnya
kinerja
daerah
dalam
pembangunan daerah tidak dapat dinilai dari
struktur anggaran. Hal tersebut berarti cukup
sulit untuk mengukur apakah pelayanan
masyarakat yang dilakukan telah efesien dan
efektif.

Disamping
itu,
pendekatan
penganggaran line items dan incremental
tidak
menghasilkan
laporan
pertanggungjawaban yang dapat memenuhi
tuntutan refonnasi. Yang diharapkan dari
masyarakat adalah laporan keuangan yang
lebih transparan dan akuntabel. Dengan
berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan
UU Nomor 25 Tahun 1999 Jo UU No.32
tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004, maka
selain dilakukan refonnasi anggaran daerah
juga dilakukan refonnasi dalam pertanggung
jawaban pengelolaan keuangan daerah.
Refonnasi yang dilakukan adalah dengan
menggunakan pola penganggaran kinetja dan
laporan pertanggungjawaban yang juga
bersifat kinetja. Melalui sistem anggaran
kineija ini penetapan besarnya alokasi
anggaran daerah lebih mempertimbangkan
nilai uang (value for money) sesuai dengan
kebutuhan riil setiap unit kerja. Hal ini
karena APBD merupakan penjabaran
kuantitatif dari program kebijakan serta
usaha pembangunan yang dituangkan dalam
bentuk aktivitas yang dimiliki oleh Unit
Ketja terkecil sesuai dengan Tugas Pokok
dan Fungsi yang telah dibebankan dalam
setiap
tahun.
Dengan
menggunakan
anggaran kinerja maka setiap pemerintah
daerah akan diketahui kinetjanya. Kinerja ini
akan
tercermin
di
laporan
pertanggungjawaban dalam bentuk Iaporan
pre stasi ketja satuan kerja pemerintah
daerah.

Struktur APBD yang berlaku pada
masa sebelum munculnya regulasi mengenai
otonomi daerah masih menggunakan
pendekatan incremental dan line item.
Pendekatan incremental menggunakan data
tahun sebelumnya sebagai dasar dalam
menyesuaikan besarnya penambahan atau
pengurangan dengan jumlah atau persentase
tertentu tanpa menggunakan alasan yang
lebih rasional. Pendekatan semacam ini
tidak saja belum menjamin terpenuhinya
kebutuhan
riil,
namun
juga
bisa
mengakibatkan kesalahan yang terus
berlanjut, karena tidak diketahui apakah
pengeluaran periode sebelumnya yang
dijadikan dasar penyusunan anggaran sudah
didasarkan kepada kebutuhan yang wajar

Terkait dengan prestasi kerja ini,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005

54

2014

Arifin Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi

mengamanatkan untuk dilakukan penilaian
atas prestasi kerja dengan menggunakan
tolok ukur, indikator dan target kinerja. Hasil
akhir atas penilaian kinerja adalah capaiancapaian kinerja yang diformulasikan dalam
bentuk ekonomis, efisiensi, dan efektivitas.
Ekonomis dan efisiensi terkait dengan
pelaksanaan suatu kegiatan, sedangkan efektivitas akan selalu terkait dengan
pelaksanaan suatu program. Tanggungjawab
untuk menyajikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan suatu kegiatan ada pada Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Tanggungjawab
atas
keberhasilan
pelaksanaan suatu program ada di tangan
Kepala Daerah. Pelaksanaan evaluasi kinerja
dengan menggunakan indikator ekonomis,
efisiensi dan efektivitas belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Evaluasi kinerja dengan menggunakan proxy
ekonomis, efisiensi dan efektivitas sering
disebut sebagai value for money.

2.
3.

4.

5.

Penelitian ini dimaksudkan untuk
melihat perbedaan penerapan anggaran zero
based budged versus anggaran basis kinerja.
Selain itu juga melihat pengaruh penerapan
anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja
SKPD. Peneliti mengambil objek amatan
pada 33 SKPD di lingkungan SKPD
Pemerintah Kota Medan.

TINJAUAN PUSTAKA

Zero Based Budget

Zero Based Budgeting adalah
sistem anggaran yang didasarkan pada
perkiraan kegiatan, bukan pada yang telah
dilakukan dimasa lalu. Setiap kegiatan akan
dievaluasi secara terpisah. Ini berarti
berbagai program dikembangkan dalam visi
pada tabun yang bersangkutan. (Ulum,
2004). Konsep Zero Based Budgeting
dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
yang ada pada sistem anggaran tradisional.

RUMUSAN PERMASALAHAN

Adapun rumusan permasalahan pada
penelitian ini adalah "Apakah Anggaran
berbasis nol (zero based budget) dan
Anggaran berbasis kinerja berpengaruh
secara simultan parsial terhadap kinerja
SKPD di Kota Medan?"

Sebagian
kelemahan
sistem
anggaran tradisional itu sendiri antara lain :

TUJUAN KHUSUS

Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut "Untuk mengetahui apakah
ada pengaruh penerapan anggaran berbasis
nol (zero based budget) dan berbasis kinerja
terhadap kinerja SKPD di Kota Medan".

• Hubungan yang tidak memadai antara
anggaran tahunan dengan rencana
pembangunan jangka panjang.
• Pendekatan incremental menyebabkan
sejumlah besar pengeluaran tidak diteliti
secara menyeluruh efektivitasnya.

URGENSI (KEUTAMAAN PENELITIAN)
Urgensi penelitian ini, yaitu:

• Proses
anggaran
penge}ttaran rutin
modallinvestasi.

1. Mengetahui perbedaan capaian kinerja
antara penerapan anggaran basis zero
based budget dengan anggaran basis

55

r -

kin~
a ' pada SKPD Pemerintah Kota
Medan.
Untuk mengetahui penerapan anggaran
berbasis kinerja di Kota Medan
Bagi
Pemerintah
untuk
melihat
penerapan anggaran berbasais kinerja di
Kabupaten Kota Medan terhadap kinerja
SKPD, sehingga Pemerintah Kota
Medan dapat melakukan perbaikan dan
pembenahan
dalam
penyusunan
anggaran dan meningkatkan kinerja
masing-masing SKPD.
Bagi akademisi, hasil penelitian ini bisa
dijadikan referensi dan bahan kajian
lebih lanjut dalam menilai tingkat
ekonomis dan efisiensi untuk pemerintah
daerah lain.
Bagi penelitian selanjutnya, hasil
penelitian ini bisa digunakan sebagai
bahan pijakan seIanjutnya untuk meneliti
tingkat efektivitas pelaksanaan programprogram Pemerintah Kota Medan. Selain
itu juga bisa digunakan untuk meneliti
tingkat ekonomis dan efisiensi satuan
kerja perangkat daerah di daerah lain di
Indonesia.

terpisah
untuk
dan pengeluaran

52 -70

Jurnal Keuangan & Bisnis

m~

• Anggaran tradisional bersifat tahunan.
Anggaran tahunan tersebut sebenarnya
terlalu pendek, terutama untuk proyek
modal dan hal tersebut dapat mendorong
praktik-praktik yang tidak diinginkan.

n J a (li
subdinas-subdinas; subdinas
dipecah lagi menjadi subprogram, dan
sebagainya. Dengan demikian, suatu
pemerintah daerah bisa memiliki ribuan
unit keputusan.

Setelah dilakukan identiflkasi unitunit keputusan secara tepat, tahap
berikutnya
adalah
menyiapkan
dokumen yang berisi tujuan unit
keputusan dan tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dokumen tersebut disebut
(decision
paket-paket
keputusan
packages).

Penyusunan
anggaran
dengan _
menggunakan konsep Zero Based Budgeting
disini dapat menghilangkan incrementalism
dan line-item, karena anggaran diasumsikan
dimulai dari nol. Penyusunan anggaran yang
bersifat incremental mendasarkan besarnya
realisasi anggaran tabun illl untuk
menetapkan anggaran ditabun depan, yaitu
dengan menyesuaIkannya dengan tingkat
inflasi atau jumlah penduduk. Sedangkan
pada sistem ZBB tidak berpatokan pada
anggaran tahun lalu untuk menyusun
anggaran tabun ini, namun penentuan
anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini
juga. Dengan ZBB, seolah-olah proses
anggaran dimulai dari hal yang barn sama
sekali (dimulai dari nol lagi). Item anggaran
yang sudah tidak relevan dan tidak
mendukung peneapaian tujuan dapat
dihilangkan dari struktur anggaran, atau
mungkin mueul item yang baru.

2.

Penentuan paket-paket keputusan
Paket keputusan merupakan
gambaran komprehensif mengenai
bagian dari aktivitas organisasi atau
fungsi yang dapat dievaluasi secara
individual. Paket keputusan dibuat oleh
manajer pusat pertanggungjawaban dan
harns menunjukkan secara detail
estimasi biaya dan pendapatan yang
dinyatakan dalam bentuk pencapaian
tugas dan perolehan manfaat. Secara
teoritis,
paket-paket
keputusan
dimaksudkan uotuk mengidentiflkasi
berbagai alternatif kegiatan untuk
melaksanakan fungsi unit keputusan dan
untuk menentukan perbedaan level
usaba pada tiap-tiap altematif. Terdapat
dua jenis paket keputusan, yaitu:

Proses Implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri
dari tiga tahap, yaitu:
1.

Maret

Identiftkasi unit-unit keputusan

a. Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat
mutually-exclusive adalah paketpaket keputusan yang memiliki
fungsi yang sarna. Apabila dipilih
salah satu paket kegiatan atau
program, maka konsekuensinya
adalah menolak semua alternatif
yang lain.

Struktur organisasi pada dasarnya
terdiri
dari
pusat-pusat
pertanggungjawaban
(responsibility
Setiap
pusat
center).
pertanggungjawaban merupakan unit
pembuat keputusan (decision unit) yang
salah satu fungsinya adalah untuk
menyiapkan anggaran. Zero Based
Budgeting merupakan sistem anggaran
yang
berbasis
pusat
pertanggungjawaban sebagai dasar
perencanaan
dan
pengendalian
anggaran.
Suatu
unit keputusan
merupakan
kumpulan
dari
unit
keputusan level yang lebih keeil.
Sebagai eontoh, pemerintab daerah
merupakan suatu unit keputusan besar
yang dapat dipecah-peeah lagi menjadi
dinas-dinas; dinas-dinas dipeeah lagi

h. Paket keputusan incremental. Paket
keputusan incremental merefleksikan
tingkat
usaba
yang
berbeda
(dikaitkan dengan biaya) dalam
melaksanakan aktivitas tertentu.
Terdapat base
package yang
menunjukkan tingkat minimal suatu
kegiatan, dan paket lain yang tingkat
~ivtasny
lebih tinggi yang akan
berpengarnh terhadap kenaikan level
aktivitas dan juga akan berpengaruh

56

Arifin Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi

2014

terhadap
biaya.
Setiap
paket
memiliki biaya dan manfaat yang
dapat ditabulasikan dengan jelas.
3.

• ZBB ·.•:centlerung menekankan manfaat
yang bersifat jangka pendek.
• Memerlukan keahlian khusus di dalam
penentuan prioritas.

Meranking dan mengevaluasi paket
keputusan
Jika
paket
keputusan
telah
disiapkan, tahap berikutnya adalah
meranking semua paket berdasarkan
manfaatnya terhadap organisasi. Tahap
ini merupakan jembatan untuk menuju
proses alokasi sumber daya di antara
berbagai kegiatan yang beberapa di
antaranya sudah ada dan lainnya barn
sarna sekali.

• Memerlukan data yang lebih lengkap dan
dukungan analisis yang cukup kuat.
-

Anggaran Berbasis Kinerja
Berdasarkan UU no. 17 tahun 2003,
maka penyusunan APBD dilakukan dengan
mengintegrasikan program dan kegiatan
masing-masing satuan keIja di lingkungan
pemerintah daerah untuk mencapai sasaran
dan tujuan yang ditetapkan. Dengan
demikian tercipta sinergi dan rasionalitas
yang tinggi dalam mengalokasikan sumber
daya yang terbatas untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas.
Hal terse but juga untuk menghindari
duplikasi rencana keIja serta bertujuan untuk
meminimalisasi kesenjangan antara target
dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok
ukur kineIja yang telah ditetapkan.

Keunggulan ZBB
o Proses pembuatan paket keputusan
dapat menjamin tersedianya informasi
yang Iebih bennanfaat bagi manajemen ..-

o

Dana dapat dialokasi dengan lebih
efisien, karena terdapat beberapa
altematif keputusan dan altematif
pelaksanaan keputusan tersebut.

o

Setiap program dan kegiatan selalu
ditinjau ulang.

n

Pengambil keputusan dapat memperoleh
informasi mengenai kegiatan yang ada
dalam kondisi kritis dan mendesak.

Menurut Otley (1999) dalam
Mahmudi (2005) "kineIja mengacu pada
sesuatu yang terkait dengan kegiatan
melakukan pekeIjaan, dalam hal ini meliputi
hasil yang dicapai keIja tersebut". Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa kineIja
adalah hasil dari kegiatan yang telah
dilaksanakan.
Prawirosentono
(1992)
dalam
(2008)
mengatakan
kineIja
Widodo
merupakan suatu hasil keIja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral
dan etika.

Kelemahan ZBB
• Sulit untuk diterapkan. Karena memakan
waktu yang lama, terlalu teoritis dan tidak
praktis, memakan biaya yang besar serta
menghasilkan
kertas
keIja
yang
menumpuk karena pembuatan paket
keputusan.
• Implementasi
ZBB
menimbulkan
masalah keperilakuan dalam organisasi.
• Memungkinkan munculnya kesan yang
keliru, bahwa semua paket keputusan
harus masuk kedalam anggaran.

Osborn dan Gaebler (1993) dalam
Bastian (2006) mengemukakan 'the power of
performance measurement' yang disajikan
dalam Tabel berikut:

57

52 -70

Jurnal Keuangan & Bisnis

Maret

Tabell
'"
The Power of Performance Measurement
menurut Osborn dan Gaebler
What Gets Measured Gets Done:

If You Don't Measure Result, You
Can't Tell Success from Failure

If You Can't See Success, You can't
Reward It.

If You Can't Reward Success,You're
Probably Rewarding Failure

If You Can't See Success, You Can't
Learn from It.
If You Can't Recognize Failure, You
Can't Correct It.
If You Can Demonstrate Result, You
Can Win Public Support

Pada dasarnya mereka mengatakan bahwa
orang atau pegawai akan meres pons dalam
tindakan yang positif segera setelah
- ditetapkannya ukuran-ukuran kinerja.
Jika kita tidak mengukur has iI, maka kita
tidak dapat membedakan mana organisasi
yang berhasil dan mana yang gagal.
Akhirnya,
seringkali
pengambilan
keputusan dapat salah.
Pemberian penghargaan terhadap yang
berhasil merupakan hal penting dalam
memacu pencapaian tingkat produktivitas
yang lebih tinggi. Karenanya penting untuk
dapat mengidentifIkasi keberhasilan.
Sekali lagi ditekankan disini bahwa jika
mengidentifIkasi
kita
tidak
dapat
keberhasilan, kemungkinan kita dapat salah
.mengambil keputusan, yaitu memberi
insentif pada pihak yang mengalami
kegagalan.
Ukuran kinerja juga sangat diperlukan agar
kita dapat belajar dari keberhasilankeberhasilan yang ada.
Ketidakberhasilan dapat dihindari atau
diperbaiki dimasa yang akan datang jika
kita mempunyai informasi tentangnya.
Pada akhirnya, jika kita mampu
mendemonstrasikan hasil, apalagi hasil
yang baik, niscaya kita bisa mendapatkan
dukungan publik.

Sumber: Osborn dan Gaebler (1993) dalam Bastian (2006).

Dengan demikian, ukuran kinerja
dalam anggaran memberikan dorongan
kepada para pelaksana anggaran untuk dapat
mencapai hasil yang maksimal sesuai ukuran
kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam
pencapaian kinerja menjadi satu ukuran
untuk melakukan perbaikan pada masa yang
akan datang. Sementara keberhasilan atas
kinerja membutuhkan suatu penghargaan
untuk dapat meningkatkan produktivias serta
untuk mendapatkan dukungan publik
terhadap pemerintah.
Mengukur kinerja kegiatan suatu
organisasi dapat mencerminkan
baik
tidaknya pengelolaan organisasi yang
bersangkutan. Pengelola suatu organisasi
perlu mengetahui apakah kegiatan pelayanan
yang mereka berikan sudah memenuhi

prinsip-prinsip ekonomis, efIsien dan efektif.
Hal
ml
merupakan
wujud
pertanggungjawaban pengelola kepada para
stakeholders. Pengelola bertanggungjawab
tidak hanya sebatas pelayanan fIsiko
melainkan lebih dari itu, yaitu pada
pengelolaan usaha yang baik.
Defmisi yang dirumuskan oleh
beberapa peneliti mengenai pengukuran
kinerja cukup beragam, namun tetap
bermuara pada satu kesepakatan bahwa
dengan mengukur kinerja maka proses
pertanggungjawaban pengelola atas segala
kegiatannya kepada stakeholders dapat
menjadi ~ bih
obyektif. Hatry (1999)
mendefmisikan pengukuran kinerja sebagai
pengukuran hasil dan efIsiensi jasa atau

58



2014

Arifin Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi

proses -"ti fYk menunjukkan bagaimana
program berdasarkan basis reguler (tetap,
penggunaan
dana
publik.
Konsep
teratur). Dalam konteks pengukuran kinerja
akuntabilitas mencakup juga proses untuk
untuk instansi pemerintah, Whittaker (1995)
menunjukkan apakah dana publik telah
mendefmisikan
sebagai
suatu
alat
digunakan secara efisien dan efektif. Dengan
manajemen
yang
digunakan
untk
demikian, pada prinsipnya akuntabilitas
meningkatkan
kualitas
pengambilan
organisasi
pemerintahan
mencakup
keputusan dan akuntabilitas dalam menilai
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan - akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja.
kegiatan (program) sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan sebelurnnya
Fokus pengukuran kinerja pada
dalam rangka mewujudkan misi dan visi
awalnya adalah pada pengukuran tingkat
instansi pemerintah. Sejalan dengan itu,
efisiensi. Hal tersebut berhubungan erat
Smith (1996) menyatakan bahwa sistem
dengan obyek pembahasan pada awalnya
pengukuran kinerja dapat membantu
yakni pengukuran kinerja kegiatan usaha
pengelola dalam memonitor implementasi
swasta. Ketika kesadaran para pengambil
strategi
organisasi
dengan
cara
kebijakan muncul bahwa kegiatan pelayanan
membandingkan antara hasil (output) aktual
publik yang dilakukan oleh pemerintah
dengan sasaran dan tujuan strategis. Dengan
seharnsnya juga dapat diukur efisiensi dan
kata lain, pengukuran kinerja merupakan
efektivitasnya, maka pembahasan yang
suatu metoda untuk menilai kemajuan yang
intensif mengenai pengukuran kinerja
telah dicapai dibandingkan dengan tujuan
pemerintah dimulai. Meskipun demikian,
yang telah ditetapkan.
masalah muncul ketika disadari bahwa untuk
Pemerintah Kota Medan sebagai
pelayanan publik banyak sekali hal-hal yang
institusi pemerintah, dalam hal memberikan
bersifat kualitatif. Oleh karena itu,
pelayanan
publik
tidak
dapat
diperlukan suatu pendekatan yang lebih
diperbandingkan secara langsung dengan
spesifik untuk dapat mengukur kinerja
pemerintah. Beberapa data yang dimiliki oleh
pengelolaan produksi sebagaimana yang
dilakukan oleh perusahaan swasta. Oleh
suatu instansi pemerintahan ada yang bersifat
kuantitatif
seperti laporan keuangan atau
karena itu diperlukan suatu pengukuran dan
laporan realisasi anggaran, hal ini relatif
penilaian kinerja pemerintahan yang
lebih mudah untuk diukur kinerjanya secara
tersendiri.
Dengan adanya
informasi
langsung. Akan tetapi pengukuran aspek
mengenai kinerja maka akan membantu
kualitatif seperti kepuasan masyarakat
dalam menyusun dan mengesahkan rencana
terhadap pelayanan kesebatan, pendidikan,
anggaran. Informasi basil penilaian kinerja
dan data kualitatif lainnya memerlukan suatu
juga penting untuk membantu kepala daerah
proxy. Memahami keterbatasan diatas,
dalam mengelola organisasi. Dan dengan
adanya informasi ini, maka juga akan
perkembangan lebih lanjut dari cara
membantu
meningkatkan
kemampuan
pengukuran kinerja adalah diketemukannya
pemerintah dalam mengelola sumber daya
konsep pengukuran kinerja atas dasar value
for money (VFM). Pada prinsipnya, konsep
yang dimiliki. Sistem pengukuran kinerja
illl
menyatakan bahwa segala bentuk
yang baik akan membantu juga bagi pegawai
kegiatan harns dapat dipertanggungjawabkan
untuk menunjukkan kepada publik dan
pada tiga hal yaitu economy, efficiency, dan
pengambil kebijakan bahwa jasa publik telah
effectivity.
diselenggarakan secara fair, sebingga pada
akhirnya akan membentuk kepercayaan
publik (Hatry, 1999).
Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Menurut Flynn (1997) manfaat
Matrik hasil penelitian sebelumnya
pengukuran dan manajemen kinerja terutama
yang hampir berhubungan dengan penelitian
adalah untuk meningkatkan akuntabilitas dan
ini dapat diketahui pada Tabel2 berikut ini:
untuk menyediakan jasa publik secara lebih
baik. Pengertian akuntabilitas lebih luas dari
...

.
~

59

52 -70

Jumal Keuangan & Bisnis

Maret

Tabel2
.,,"
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.

Tabun

Nama
Peneliti
Erwati, Misni

1.

2009

2

2011

Finnansyah,
M.Aris

3.

1997

Mahfatik

4.

2003

- Priyono
- Wardan

5.

2006

Riyanto,
Utomo
dan
Ratrninto

6.

2003

Rahmanti

Judul

Variabel yang digunakan

Pengaruh Partisipasi Kinerja sebagai dependen,
Penyusunan
Partisipasi
Penyusunan
Anggaran
Berbasis Anggaran
sebagai
Kinerja
terhadap independen
variabel
SKPD
Pemerintah Komitmen Organisasi dan
Kepemimpinan
Daerah
dengan Gaya
moderating
Komitmen Organisasi sebagai
dan
Gaya variabel
Kepemimpinan
Sebagai Moderating
di Kota Jambi
Faktor-faktor
yang Faktor ketrampilan dan
mempengaruhi
ke~ian;
(2)
faktor
perencanaan
dokumen perencanaan; (3)
anggaran berbasis
faktor pengetahuan tentang
(4)
faktor
lcineIja di propinsi anggaran;
prosedur
perencanaan
DKIJakarta
anggaran; (5) faktor data;
(6) faktor inforrnasi yang
valid dan mutakhir; dan (7)
faktor
deskripsi keIja
terhadap Kinerja.
Pengukuran KineIja Pengeluaran Pemerintah
Pemda, Study Kasus dan KineIja SKPD
pada
Kabupaten
Sleman

Pen~a

Implementasi Model
KineIja
SKPD
Kabupaten
Purwokerto
Implementasi
Anggaran Berbasis
KineIja
di
Lingkungan
Pemerintahan
Kabupaten Sleman
Implementasi
Pen~a
KineIja
Model UAD pada
Dinas Kota Magelang

Hasil Penelitian
Partisipasi
Penyusunan
Anggaran
berpengaruh
terhadap Kinerja dengan
Komitmen Organisasi dan
Gaya
Kepemimpinan
sebagai
moderating
variabel.

Dari ketujuh faktor tersebut,
berdasarkan hasil regresi
linier temyata terdapat 5
faktor yang mempengaruhi
perencanaan

Pengeluaran
pemerintah
pada
setiap
kategori
infrastruktur
cenderung
dari
lebih
besar
kebutuhannya dan lcineIja
yang
dihasilkan
oleh
pengeluaran
pemerintah
Kabupaten Sleman untuk
infrastruktur
masih
memberikan kelemahan dan
ancaman pada tugas pokok
dan fungsi unit kerja yang
menangani.
Mudah
diIaksanakan,
KineIja SKPD
namun memerlukan SDM
yang memadai dan harus
didukung dengan dana yang
memadai.
Complience
Annual Performance Plan, Budget
Budget
Complience Procedure dan Personel
Procedure dan Personel Competence
berpengaruh
terhadap
Annual
Competence
Performance Plan,
KineIja SKPD Kesehatan

60

Model
tidak
dapat
digunakan untuk mengukur
derajat kesehatan sebagai
indicator
utama
yang
menggambarkan
keberhasilanlkegagalan
pembangunan
bidang
Kesehatan.

Kerangka Konseptual

OBJEK ~

Kerangka
konseptual
yang
digunakan
dalam penelitian ini, dapat
digambarkan sebagai berikut:

Populasi dan Metode Pengambilan
Sam pel
Populasi dari penelitian ini rneliputi
seluruh penguna anggaran dan satu
anggotanya yang terlibat dalam penyusunan
anggaran di setiap SKPD yang ada di Kota
Medan. Sampel penelitian sebanyak 51
orang, dimana proses pengambilan sampeI
dilakukan
dengan
stratified random
sampling dari 33 SKPD yang terdapat pada
lingkungan
SKPD
Pemko
Medan.
Pengambilan sampel dilakukarl dengan cara
seluruh populasi penelitian diberi kuesioner
penelitian, dan kuesioner yang dikembalikan
dalam waktu 2 minggu akan digunakan
sebagai sampel penelitian.

Zero Based
Budegting
~

METODE PENELITIAN

Kinerja SKPD

Anggaran
Berbasis Kinerja
(performance
budf!et)
Gambar 1 : Kerangka Konseptual

Defenisi Operasional dan Pengukuran
Varia bel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari
variabel bebas dan variabel terikat. Yang
menjadi variabel bebas dalam penelitian ini
adalah variabel penerapan anggaran berbasis
kinerja dan variabel terikatnya adalah
kinerja SKPD. Defmisi operasional dan
pengukuran variabeI dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

Hipotesis Penelitian
Adapun Hipotesis penelitian tru
adalah sebagai berikut : "Anggaran berbasis
nol (zero based budget) dan berbasis kinerja
berpengaruh
secara
simultan
parsial
terhadap kinerja SKPD di Kota Medan"

Tabel3
Definisi Operasional dan Pengu uran Variabel
Variabel
Dependen
Kinerja
SKPD

Definisi Operasional

Pen2ukuran

Skala

Kinerja
adalah Kinerja diukur dengan mengukur tingkat Rasio
keluaranlhasil
dari ekonomis SKPD yaitu tolok ukur
kegiatan yang dicapai sebagaimana LAKIP dan tolok ukur yang
sehubungan
dengan telah dikembangkan oleh UAD dan BPK
penggunaan
anggaran (2003). Rasio ekonomis dikukur dengan
dengan kuantitas dan rumussebagaiberikut:
kualitas terukur.
Input Realisasi
Ekonomis=-----------------------x 100%
Input yang direncanakan

61



J

52 -70

Jumal Keuangan & Bisnis

Maret

Lanjutan Tabel 3 ''': I"~
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Varia bel
Definisi Operasional
Independen Variabel
Anggaran
Anggaran
berbasis
Berbasis
kineIja adalah anggaran
KineIja
yang disusun dengan
menghubunkan
pengeluaran dan hasil
yang
akan
dicapai,
mengidentifikas input,
output dan outcome
yang dihasilkan oleh
suatu
program
dan
kegiatan

Zero Based sistem anggaran yang
Budgeting
didasarkan
pada
perkiraan
kegiatan,
bukan pada ya9g telah
dilakukan dimaSa lalu.
Setiap kegiatan akan
dievaluasi
secara
terpisah.

Pengukuran

Skala

kineIja
diukur Interval
Anggaran
berbasis
berdasarkan persepsi mereka tentang
anggaran yang mereka susun apakah telah
menggunakan prmSlp-pnnSlp anggaran
berbasis kineIja yang meliputi:.
1. mengidentifikasi input program /
kegiatan
2. mengidentifikasi output program /
kegiatan
3. mengidentifikasi outcome program /
kegiatan
4. Menghubungkan pengeluaran dengan
Hasil yang akan dicapai.
5. Mengkaitkan program / kegiatan
dengan misi dan visi daerah.
Variabel ini diukur dengan skala likert
yaitu mengukur sikap dengan mengatakan
setuju atau ketidaksetujuannya terhadap
pemyataan yang diajukannya dengan skor
5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju),
skor 3 (IT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak
setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak
setuju) tetapi pemyataan yang negatip skor
akan dibalik
Interval
1. Identifikasi unit-unit keputusan
2. Penentuan paket-paket keputusan
3. Meranking dan mengevaluasi paket
keputusan

Teknik Pengumpulan data

BASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN

Pengumpulan data penelitian ini
menggunakan data sekunder dan angket.
Angket tersebut terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama berisi sejumlah pertanyaan
yang bersifat umum, yaitu data demografi
responden. Bagian kedua, berisi sejumlah
pemyataan yang berhubungan dengan
anggaran berbasis kineIja. Data sekunder
diperoleh dari LAKIP yaitu mengenai rasio
ekonomis yang dicapai oleh SKPD.

DAN

Deskripsi Data
Jumlah kuesioner yang disebar
kepada responden adalah sebanyak 76
eksemplar dan dilakukan satu tahap.
Kemudian sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan kuesioner dijemput kembali.
Semua kuesioner yang dibagikan dapat
terkumpul kembali dan dapat dipergunakan
sebagai ~
dalam penelitian ini.

62

2014

Arifin Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi

,,' . knjutan Tabel 5
Vmur Responden

Tabel4
Distribusi Kuesioner
Keterangan
Kuesioner yang
dibagikan
Kuesioner yang kembali
Kuesioner yang tidak
kembali
Kuesioner yang dapat
dipergunakan dalam
penelitian

Jumlah Persentase
150
100%
51
99

34%
66%

51

34%

Demografi Responden
Berdasarkan data penelitian yang
telab dikumpulkan, maka diperoleh data
tentang demografi responden penelitian yang
terdiri dari jenis kelamin kelompok usia,
tingkat pendidikan kepangkatan dan lama
bekeIja terdapat pada Tabel berikut :

Karakteristik Responden
Berdasarkan Lama Bekerja

4.29%
2
100.00%
51
Total
Dari S1S1 jenis kelamin terbanyak
adalab pria sebanyak 61 ,43% dan wanita
. sebanyak 38,57%. Dari sisi umur responden
yang terbanyak berada pada umur 31-40
tahun sebanyak 40,71 % dan sedangkan yang
terendab pada umur 20-30 tahun yaitu
masing-masing 5 orang (9,43%).
Tingkat pendidikan responden relatif
tinggi, hal ini dapat dilihat babwa terbanyak
50,86% dari responden memiliki tingkat
pendidikan S 1 ke atas, sedangkan tingkat
pendidikan S 1 ke bawah sedangkan tingkat
pendidikan S2 dan S3 sebanyak 34,57%.

Tabel5
Vmur Responden
Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Frekuensi
Persen
Pria
32
61.43%
38.57%
19
Wanita
Total
100.00%
51
Berdasarkan Kelompok Usia
20-30 Tabun
5
9.43%
31-40 Tabun
22
40.71%
13
26.29%
41-50 Tabun
51-55 Tabun
11
23.57%
51
100.00%
Total
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
SD
SMP
1
1.43%
SMA
5
13.14%
Sa!",janaMuda
30
50.86%
SaIjana ~S 1)
34.57%
15
S2 atau S3
100.00%
Total
51
Berdasarkan Tingkat Kepangkatan
GollI
2
4.15%
43
80.39%
Gol ill
Gol IV
6
15.46%
100.00%
51
Total

Dari sisi kepangkatan paling banyak
adalab golongan ill sebanyak 80,39% dan
golongan II sebanyak 4.15%. Dari sisi lama
bekerja paling banyak bekerja kurang dari 5
tahun (70,89%) dan paling sedikit adalah
lebih dari 20 tahun sebanyak 4.29%.

Analisis Pengujian Instrumen Penelitian
Dari hasil uji coba kuesioner yang
disebarkan kepada 51 orang responden yang
merupakan responden di luar sampel
penelitian di dapat hasil sebagai berikut.

Variabel Zero Based Budget
Hasil uji validitas dan realibilitas
kuesioner variabel Zero Based Budget
dapat dilihat pada Tabel berikut inL

Tabel6
Vji Validitas Variabel Zero Based Budget
Butir
1

2

...
~

r

Status

.488

Valid

.488

Valid

Sumber : Data Primer Diolah, 2013.

63



Maret

JurnaI Keuangan & Bisnis

52 -70

Ta~

'~

atas menunjukkan bahwa
dari 3 (tiga) butir pertanyaan variabel kineIja
anggaran, ketiga butir pertanyaan adalah
valid sehingga semua butir pertanyaan dapat
digunakan untuk analisa variabel tersebut
dengan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih
besar dari 0,2257.

Tabel di atas menunjukkan bahwa
dari 2 (dua) butir pertanyaan variabel adalah
valid sehingga semua butir pertanyaan dapat
digunakan untuk analisa variabel tersebut
dengan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih
besar dari 0,2257. Dengan demikian butir
pertanyaan 1 sampai butir pertanyaan 5
adalah valid.

Uji Asumsi Klasik
Variabel Anggaran Basis Kinerja

Pada analisis ini perlu dilihat terlebih
dahulu apakah data tersebut bisa dilakukan
pengujian model regresi. Pengujian asumsi
klasik dilakukan untuk menentukan model
regresi dapat diterirna secara ekonometrik.
Pengujian asumsi klasik terdiri dari
pengujian
pengujian
normalitas,
pengujian
dan
multikolinieritas
heteroskedastisitas.

Hasil uji validitas dan realibilitas
kuesioner variabel Anggaran Berbasis
Kinerja dapat dilihat pada Tabel berikut
inL

Tabel7
Uji Validitas
Variabel Anggaran Basis Kinerja
Butir
1
2
3

r
.572
.649
.728

Berdasarkan hasil uji normalitas
dengan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov dan dengan melihat uji grafik, maka
dapat disimpulkan bahwa data mempunyai
distribusi normal. Jika nilai probabilitas
asymp.sig (2-tailed) pada uji Kolmogorov
Smirnov lebih besar dari 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa data berdistribusi normal,
sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2tailed) lebih keeil dari 0,05 maka dapat
disimp.ulkan bahwa data berdistribusi tidak
normal (Ghozali, 2006).

Status
Valid
Valid
Valid

Sumber: Data Primer Diolah, 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa
dari 3 (tiga) butir pertanyaan Anggaran
Basis Kinerja, ketiga butir pertanyaan
adalah valid sehingga semua butir pertanyaan
dapat digunakan untuk analisa. "ariabel
tersebut dengan nilai koefisien korelasi (r)
yang lebih besar dari 0,2257. Dengan
demikian butir pertanyaan 1 sampai butir
pertanyaan 5 adalah valid.

Variabel Kinerja Anggaran
Hasil uji validitas dan realibilitas
kuesioner varlabel prosedur dapat dilihat
pada Tabel berikut ini.

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

DependemVariable: KINER.JA...,Y
1.0...----'----------.:=------,.,

..,

e

i

Q

c .•

'2

! c.,
w

c .~

Tabel8
Uji Validitas Variabel Kinerja Anggaran
Butir
r
Status
1
.538
Valid
2
.587
Valid
3
.515
Valid

0.0 -1"""=--...----..----,.----..----;
LO
00

0.2

o.~

0.$

0.8

Obcerv.d CUM Proil

Gambar 2. ..Normal PMPlot of Regression
. Standardized

Sumber : Data Primer Diolah, 2012

64

AriOO Lubis, Hasan Sakti Siregar & SyariefFauzi

2014

l)ari hasil uji statistik Tabel di atas
menunjukkan bahwa nilai KolmogorovSmirnov Z sebesar 1.310 dan signifikansinya
. pada 0.065 dan nilainya di atas a = 0,05
(Asymp.Sig = 0,065 > 0,05) sehingga
hipotesis Ha diterima yang berarti data
residual berdistribusi normal.

Residual
Histogram
Dependent Variable: KINERJA_Y
OQ

~

•c....
::JJ

~
II.

Uji Multikolinieritas

10

Berdasarkan hasil uji korelasi
diantara variabel independen dengan melihat
nilai VIF dan nilai tolerance dapat
disimpulkan
tidak
terjadi
masalah
multikolinieritas. Hal ini didukung dengan
nilai VIF yang relatif kecil, yaitu tidak ada
yang lebih besar dari 10 dan nilai tolerance
tidak kurang dari 0,1 (Ghozali,2006)

·4

Gambar 2. Histogram
Dengan melihat tampilan grafik
normal plot pada Gambar 2. dapat
disimpulkan bahwa data menyebar di sekitat
garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonalnya. Hal ini menunjukan data
residual berdistribusi normal. Demikian pula
dengan hasil graftk histogram pada Gambar
2. yang menunjukkan bahwa data residual
berdistribusi normal yang dilihat dari gambar
berbentul lonceng yang hampir sempuma
(simetris).
Uji statistik yang dapat digunakan
untuk menguji normalitas residual antara lain
adalah uji
statistik non :' parametrik
Kolmogorov-Smirnov
(K-S).
Hasil
menunjukkan :

TabellO
Basil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model ,
1

Residual

Most Extreme
Differences

51

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Kolmogoroy-Smirnoy Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Nonnal.
b. Calculated from data.

ZBB Xl

.156

6.419

ABKX2

.156

6.419

Dari perhitungan menggunakan
program SPSS dapat kita ketahui bahwa nilai
VIF dan tolerance sebagai berikut : Variabel
ZBB mempunyai nilai VIF sebesar 6,419 dan
tolerance sebesar 0,156. Variabel ABK
mempunyai nilai VIP sebesar 6,419 dan
tolerance sebesar 0,156. Dari ketentuan yang
ada bahwajika nilai VIF < 10 dan tolerance
> 0,10 maka tidak terjadi gejala
multikolinearitas dan nilai nilai yang didapat
dari perhitungan adalah sesuai dengan
ketetapan nilai VIF dan tolerance, dan dari
hasil analisis diatas dapat diketahui nilai
toleransi semua variabel independen lebih
dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10 maka
dapat
disimpulkan
bahwa
variabel
independennya tidak terjadi multikolinieritas
sehingga model tersebut telah memenuhi
syarat asumsi klasik dalam analisis regresi.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized

Nonnal
Parametersa,b

VIF

a. Dependent Variable: Y

Tabel9
Kolmogorov - Smirnov Test

N

Tolerance

OE-7
1.45808523
.183

.131
-.183
1.310
.065

Uji Betr~dasi
r

Uji heteroskedastisitas terhadap data
menyimpulkan bahwa model regresi tidak

65

Jurnal Keuangan & Bisnis

52 -70

~ asny

Untuk lebi{l
11.

teIjadi heteroskedastisitas. Hal ini dapat
dilihat dari scatterplot dimana penyebaran
titik-titik yang menyebar secara acak, tidak
membentuk sebuah pola tertentu yang jelas,
serta tersebar baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y (Ghozali, 2006).

Tabelll

Basil Uji Simultan
ANOVA a
Sum of
df Mean
Squares
Square
66.680
2 33.340

Model

Seatterplot
Depen