BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan Keputusan Memilih Penolong Persalinan Di Dusun Ujung Payung Lama Desa Pasar 4 Namotrasi Kecamatan Seibinge Kabupaten Langkat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan

  2.1.1 Pengertian Persalinan

  Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)

  Persalinan normal yaitu : terjadi pada kehamilan aterm (bukan premature atau postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (nukan partus presipitatustus atau partus lama), mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis, terlaksana tanpa bantuan artifisial (seperti forseps), tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat) dan mencakup pelahiran plasenta yang normal (Helen, 2001).

  2.1.2 Kala-Kala Persalinan

  stadium dilatasi serviks, kala satu berlangsung mulai dari onset persalinan hingga dilatasi serviks yang lengkap, (2) Kala dua yang merupakan stadium ekspulsi kala dua berlangsung mulai dari dilatasi lengkap serviks hingga pelahiran bayi, (3) Kala tiga yang merupakan stadium pelepasan dan pelahiran plasenta, kala tiga berlangsung dari saat pelahiran bayi hingga pelahiran plasenta dan selaput ketuban.

  Pada sebagian rumah sakit, atau 2 jam sesudah persalinan selesai di sebut sebagai kala “empat” (pembagian persalinan menjadi kala satu sampai empat juga digunakan di Indonesia). Periode persalinan ini merupakan salah satu perubahan dramatis yang terjadi pada tubuh seorang wanita. Ketika berbagai komplikasi dari persalinan atau pelahiran cenderung terjadi. Komplikasi yang paling sering ditemukan pada stadium ini adalah perdarahan akibat relaksasi uterus. Komplikasi emerjensi lainnya dapat timbul pada wanita hamil yang tampak sehat, seperti reaksi terhadap obat yang diberikan. (Helen, 2001)

  2.1.3 Faktor-Faktor Persalinan

  Faktor-faktor yang terlibat dalam persalinan adalah : (1) Power: Kontraksi dan retraksi otot-otot rahim plus kerja otot-otot volunter dari ibu, yaitu kontraksi otot perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan atau meneran, (2) Pasagge: Bagian tulang panggul, serviks, vagian dan dasar panggul (displacement), (3)

  

Passenger : Terutama janin (secara khusus, bagian kepala janin) plus plasenta,

  selaput dan cairan ketuban/amnion. (Helen, 2001)

  2.1.4 Tanda-Tanda Mulainya Persalinan

  Sebenarnya kepala janin ke dalam rongga panggul karena berkurangnya tempat didalam uterus dan sedikit melebarnya simfisis, keadaan ini sering meringankan keluhan pernafasan serta heartbuntn dan pada primigravida akan terlihat pada kehamilan 36 minggu sementara pada multipara baru tampak setelah persalinan dimulai mengingat otot-otot abdomennya lebih kendor, (2) Sering buang air kecil yang disebabkan oleh tekanan kepala janin pada kandung kemih, (3) Kontraksi Braxton-Hicks pada saat yang teregang dan mudah dirangsang itu menimbulkan distensi dinding abdomen sehingga dinding abdomrn menjdi lebih tipis dan kulit menjadi lebih peka terhadap rangsangan (Helen, 2001).

2.2 Pemilihan Penolong Persalinan

  Salah satu faktor yang paling mempengaruhi apa yang akan terjadi selama proses melahirkan adalah memilih penolong dalam membantu proses melahirkan (Gaskin, 2003).

  1. Definisi Pemilihan penolong persalinan adalah suatu penetapan pilihan penolong persalinan terhadap persalinan ibu yang melahirkan.

  2. Macam – macam Penolong Persalinan Menurut Syafrudin (2009) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada masyarakat. Adapun jenis tenaga kesehatan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dokter Spesialis Kandungan

  Dokter spesialis kandungan adalah dokter yang mengambil spesialis kandungan. Pendidikan yang mereka jalanin difokuskan untuk mendeteksi dan dengan proses melahirkan, seperti halnya Dokter ahli bedah. (Gaskin, 2003)

  Dokter spesialis kandungan dilatih untuk mendektesi patologi. Ketika mereka mendektesinya, seperti mereka yang sudah pelajari, mereka akan memfokuskan tugasnya untuk melakukan intervensi medis. Dokter spesialis kandungan menanganin wanita hamil yang sehat, demikian juga wanita hamil yang sakit dan resiko tinggi. Ketika mereka menanganin wanita hamil yang sehat, mereka sering melakukan intervensi medis yang seharusnya hanya dilakukan pada wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis. Disebagian besar Negara dunia, tugas Dokter kandungan adalah untuk menanganin wanita hamil yang sakit atau dalam keadaan kritis. (Gaskin, 2003)

  Baik Dokter spesialis kandungan maupun Bidan bekerja lebih higienis dengan ruang lingkup hampir mencakup seluruh golongan masyarakat.

  Umumnya, mereka hanya dapat mengulangin kasus – kasus fisiologis saja, walaupun Dokter spesialis secara teoritis telah di persiapkan untuk menghadapi kasus patologis. Jika mereka sanggup, harus segera merujuk selama pasien masih dalam keadaan cukup baik. (Syafrudin, 2009)

  Walaupun mereka dapat mengulangin semua kasus, tetapi hanya sebagian kecil saja masyarakat yang dapat menikmatinya. Hal ini disebabkan karena biaya yang terlalu mahal, jumlah yang terlalu sedikit dan pembayaran yang tidak merata. Dilihat dari segi pelayanan, tenaga ahli ini sangat terbatas kegunaannya. Namun, sebetulnya mereka dapat memperluas fungsinya dengan bertindak sebagai konseptor program obstetri yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh Dokter spesialis atau Bidan. (Syafrudin, 2009).

  Definisi bidan menurut Keputusan Menteri Kesehatan 2007 adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.

  Bidan adalah seorang tenaga kesehatan yang mempunyai tugas penting dalam bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir (prenatal care) (Wiknjosastro, 2005). Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medis dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medis. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

  Pada saat ini, ada dua jenis bidan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan khusus selama tiga tahun dan perawat yang kemudian dididik selama satu tahun mengenai kebidanan dan disebut sebagai perawat bidan (Syafrudin, 2009). Salah satu tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah BPS (Bidan Praktek Swasta).

  Menurut Meilani dkk (2009) BPS adalah satu wahana pelaksanaan praktik seorang bidan di masyarakat. Praktik pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyediaan pelayanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya.

  Penyebaran dan pendistribusian badan yang melaksanakan praktik perlu pengaturan agar dapat pemerataan akses pelayanan yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang membutuhkannya. Tarif dari pelayanan bidan praktik akan lebih baik apabila ada pengaturan yang jelas dan transparan, sehingga masyarakat tidak ragu untuk datang ke pelayanan Bidan Praktik Perorangan (swasta).

  Layanan kebidanan dimaksudkan untuk sebisa mungkin mengurangi intervensi medis. Bidan memberikan pelayanan yang dibutuhkan wanita hamil yang sehat sebelum melahirkan. Cara kerja mereka yang ideal adalah bekerjasama dengan setiap wanita dan keluarganya untuk mengidentifikasi kebutuhan fisik, sosial dan emosional yang unik dari wanita yang melahirkan. Layanan kebidanan terkait dengan usaha untuk meminimalisir episiotomy, penggunaan forcep, epidural dan operasi sesar (Gaskin, 2003).

c. Dukun Bersalin

  Pengertian dukun biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas, pekerjaan ini turun menurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. (Wiknjosastro, 2007). Menurut Syafrudin (2009), jenis dukun terbagi menjadi dua, yaitu :

  1) Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.

  Dukun tidak terlatih adalah dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Penolong persalinan oleh dukun mengenai pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena atau apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayi sampai pada kematian ibu dan anak (Wiknjosastro, 2005).

  Seperti diketahui, dukun bayi adalah merupakan sosok yang sangat dipercayai di kalangan masyarakat. Mereka memberikan pelayanan khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar. Apabila pelayanan selesai mereka lakukan, sangat diakui oleh masyatakat bahwa mereka memiliki tarif pelayanan yang jauh lebih murah dibandingkan dengan bidan. Umumnya masyarakat merasa nyaman dan tenang bila persalinannya ditolong oleh dukun atau lebih dikenal dengan bidan kampung, akan tetapi ilmu kebidanan yang dimiliki dukun tersebut sangat terbatas karena didapatkan secara turun menurun (tidak berkembang) (Meilani, dkk, 2009).

  Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam yang harus ada ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun dalam mengurangi angka kematian dan angka kesakitan (Wiknjosastro, 2005).

  

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemilihan Penolong

Persalinan

  Pemilihan penolong selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas bukanlah suatu proses yang sederhana. Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan tersebut, hal ini terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil. Faktor – faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sosial Ekonomi

  Sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha sehingga berhasil mencukupinya. Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan (sekunder) keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah.

  Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pendidikan.

  Hal ini menjadi alasan perempuan untuk memilih dukun sebagai penolong, karena mereka beralasan bahwa dukun lebih murah disbanding mereka dapat membayarnya dengan beras, kelapa atau ayam yang tersedia dirumah mereka, mereka tidak ingin memilih bidan karena mereka harus membayar bidan dengan uang yang kadang – kadang tidak tersedia dirumah mereka. Sebaliknya perempuan yang menganggap bahwa biaya kedukun sama dengan ke bidan, hanya cara pembayarannya yang berbeda cenderung akan memilih bidan. Mereka berpendapat bahwa, jika memilih bidan mereka harus membayar dengan uang yang relatif banyak dalam sekali waktu, jadi jika memilih dukun, mereka harus membayar secara berkesinambungan sampai periode nifas (Juariah, 2009).

2. Sosial Budaya

  Sosial budaya adalah nilai-nilai atau pola kebiasaan yang dimiliki seseorang dalam berperilaku dalam kelompok masyarakat. Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas mempengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan untuk memeriksa, dan sering diminta untuk memimpin upacara- upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan, persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang keharuan dan larangan adat istiadat selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebi memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh keharusan dan pantangan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas.

  (Juariah, 2009) 3.

  Dukungan suami dan keluarga Dukungan keluarga dan suami adalah suatu hubungan antara keluarga dengan orang yang merasa memperoleh duungan merasa lega karena diperhatikan, mendpat saran dan nasehat yang menyenangkan pada dirinya. Suami dan keluarga memiliki peranan penting dalam memilih penolong selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang relative muda usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri masih rendah. Mereka berpendapat bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua lebih berpengalaman dari pada mereka. Selain itu, kalau mereka mengikuti saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu ketika orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih dukun ataupun sebaliknya.

  Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya, mereka lebih mampu mengambil keputusan sendiri dalam memilih penolong persalinan. Sebagai contoh, dalam penelitian yang penulis lakukan, ada perempuan yang meskipun mendapat saran dari ibunya untuk memilih dukun tetapi memutuskan untuk memilih bidan karena dia fikir jika terjadi satu masalah muncul, dia dan bayinya yang akan terjadi “korban”. (Juariah, 2009)

4. Jarak Pelayanan Kesehatan

  Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh jarak yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi seorang perempuan dalam memilih penolong persalinan selama masa kehamilan,persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka jadi walaupun dikampung yang sama juga ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong, sebalinya perempuan yang memilih bidan juga beralasan karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilanya ke bidan (Juariah, 2009).

2.4 Pengambilan Keputusan

  Pengambilan keputusan yang optimal menurut Robins (2001) adalah rasional. Artinya, dia membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Pilihan-pilihan dibuat mengikuti model pengambilan keputusan rasional ada enam langkah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah 2.

  Mengidentifikasikan kriteria keputusan 3. Mengalokasikan bobot pada kriterianya 4. Mengembangkan alternative 5. Mengevaluasi alternative 6. Memilih alternatif yang terbaik

  Tanda-tanda umum dari penetapan keputusan (Decision Making) adalah : (1) Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, (2) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif, (3) Keputusan selalu melibatkan Menurut Rahmat, meskipun masih belum banyak yang dapat diungkapkan tentang proses penetapan keputusan. Tapi telah disepakati, bahwa lain kognisi, motif dan sikap. Kognisi artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki. Motif amat mempengaruhi pengambilan keputusan. Sikap merupakan faktor penentu lainnya dalam proses pengambilan keputusan. (Rahmat, 2005)

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan Keputusan Memilih Penolong Persalinan Di Dusun Ujung Payung Lama Desa Pasar 4 Namotrasi Kecamatan Seibinge Kabupaten Langkat

8 96 67

Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Pemilihan Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara

2 54 145

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Memilih Penolong Persalinan Pada Ibu Hamil Di Kecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008

3 33 98

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan - Pengaruh Hypnobirthing terhadap Lama Persalinan pada Ibu Bersalin di Klinik Bersalin Eka Sri Wahyuni Kecamatan Medan Denai Tahun 2014

0 0 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan (Partus) - Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan (Demand) - Analisis Permintaan Pelayanan Persalinan Menggunakan Jaminan Persalinan Pada Ibu-Ibu Yang Telah Mendapatkan Pelayanan Jaminan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Perbaungan Kecamatan Perbaungan Kabu

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan - Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan Bidan Desa terhadap Kepuasan Ibu Bersalin Peserta Jaminan Persalinan di Puskesmas Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

0 1 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persalinan - Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Memilih Persalinan Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis di Rumah Sakit Umum Bunda Thamrin Medan

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persalinan 1. Pengertian Persalinan - Pengaruh Teknik Hypnobirthing Terhadap Lamanya Proses Persalinan Di Klinik Sumiariani Kecamatan Medan Johor Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

0 7 20

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pengambilan Keputusan Memilih Penolong Persalinan Di Dusun Ujung Payung Lama Desa Pasar 4 Namotrasi Kecamatan Seibinge Kabupaten Langkat

0 0 22