Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Pemilihan Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara

(1)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIH BIDAN DESA SEBAGAI PENOLONG

PERSALINAN DI KECAMATAN SAMUDERA KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Oleh :

SRI GUSTI FRIANTI 077012021 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAMILY DECISION MAKING ON THE MOTHER CHOOSING RURAL MIDWIFE AS DELIVERY ASSISTANT IN SAMUDERA

SUBDISTRICT, ACEH UTARA DISTRICT.

T H E S I S

By:

SRI GUSTI FRIANTI 077012021 / IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIH BIDAN DESA SEBAGAI PENOLONG

PERSALINAN DI KECAMATAN SAMUDERA KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

SRI GUSTI FRIANTI 077012021 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIH BIDAN DESA SEBAGAI PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN SAMUDERA KABUPATEN ACEH UTARA

Nama Mahasiswa : Sri Gusti Frianti Nomor Induk Mahasiswa : 077012021

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG)

Ketua Anggota

(Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Juli 2012

KETUA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG Anggota : 1. Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc

2. Dr. Fikarwin Zuska 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIH BIDAN DESA SEBAGAI PENOLONG

PERSALINAN DI KECAMATAN SAMUDERA KABUPATEN ACEH UTARA

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012


(7)

ABSTRAK

Safe motherhood adalah memperhatikan seberapa banyak persalinan yang

dapat ditangani, khususnya oleh tenaga kesehatan. Keputusan melakukan persalinan yang tepat merupakan salah satu cara untuk menekan angka kematian ibu dan bayi dan merupakan salah satu program MDGS (Millineum Development Goals) yang harus dicapai pada tahun 2015 , berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengangkat judul penelitian “Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara”.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan “fenomenology” pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan di kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara, berdasarkan dari hasil survei pendahuluan bahwa di daerah ini angka cakupan persalinan bidan desa lebih rendah dibandingkan angka cakupan persalinan bidan puskesmas dan bidan swasta. Objek dalam penelitian ini adalah 1 orang kepala Bidan Desa dan 8 orang Ibu Hamil yang telah memilih di Bidan Desa sebagai penolong persalinan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih Bidan Desa sebagai penolong persalinan dipengaruhi oleh hubungan kedekatan antara anggota keluarga, peran individu dalam keluarga, peranan pasangan hidup, akses geografis yang terjangkau, akses ekonomi yang terjangkau, akses sosial atau budaya yang dapat diterima oleh masyarakat, pengetahuan ibu yang cukup memadai dan pengetahuan Bidan Desa yang baik. Sehingga keluarga mengambil keputusan untuk memilih Bidan Desa sebagai penolong persalinan ibu melalui proses yang dirundingkan oleh ibu dan suami, ibu dan orangtua, ibu, suami dan orangtua serta ibu, suami dan mertua.


(8)

ABSTRACT

Safe motherhood is to pay attention to how many deliveries can be handled especially by the health workers. The correct decision to do delivery is one of the ways to minimize the maternal and infant mortality rate and one of the MDGs programs which needs to be achieved in 2015. Based on the above information, the researcher was interested in studying Family Decision Making on the Mother Choosing Rural Midwife as Delivery Assistant in Samudera Subdistrict, Aceh Utara District.

The purpose of this qualitative study with phenomenological approach

conducted in Samudera Subdistrict, Aceh Utara District, was to find out the factors influencing family decision making on choosing rural midwife as delivery assistant based on the result of preliminary survey showing that the delivery coverage of rural midwife was lower than that of Puskesmas midwife and private midwife. The object of this study was 1 (one) Head of Rural Midwife and 8 (eight) pregnant mothers who have chosen Rural Midwife as delivery assistant.

The result of this study showed that the family decision making on the mother choosing Rural Midwife as delivery assistant was influenced by the proximity relationship among family members, the role of an individual in the family, the role of spouse, affordable geographical access, affordable economic access, social or cultural access that can be accepted by community members, adequate knowledge of mothers, and good knowledge of Rural Midwife. The family made a decision to choose Rural Midwife as delivery assistant through the process of negotiation done by mother and husband, mother and parents, mother, husband and parents and mother, husband and parents in law.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Pemilihan Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara”

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan dan dukungan serta arahan dari banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A,(K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan Sekretarisnya Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.


(10)

4. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan dukungan moril dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc. Sc selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya tesis ini. 6. Dr. Fikarwin Zuska selaku penguji yang banyak memberikan masukan untuk

kesempurnaan tesis ini.

7. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku penguji yang banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan kesempatan untuk izin belajar.

9. Seluruh Dosen dan staf administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi pengajaran dan bimbingan selama pendidikan.

10.Secara khusus kepada kedua orangtua tercinta H. Hasanul Arifin dan Hj. Sulastrini, suami tercinta dr. H. Makhrozal Sungkar, M.Kes dan anak-anak tersayang Muhammad Iqbal Sungkar, Muhammad Alfaridzi Sungkar, Muhammad Haekal Sungkar yang selalu mendoakan serta memberi semangat dan inspirasi hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

11.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berharap adanya masukan dan saran dari semua pihak untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini mendapat keridhaan dari Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis

Sri Gusti Frianti 077012021 / IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Gusti Frianti, lahir di Pangkalan Brandan tahun 1971 anak dari H. Hasanul Arifin dan Hj. Sulastrini. Menikah dengan dr. H. Makhrozal Sungkar, M.Kes dan dikaruniai 3 orang anak laki-laki yang bernama Muhammad Iqbal Sungkar, Muhammad Alfaridzi Sungkar dan Muhammad Haekal Sungkar.

Penulis mengikuti jenjang pendidikan SD di SD YPDP Rantau tahun 1984, dilanjutkan pendidikan SMP di SMP YPDP Pangkalan Brandan tahun 1987. Pada tahun 1990 penulis melanjutkan pendidikan SMA Negeri 1 Medan dan pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Methodist Indonesia Fakultas Kedokteran dan pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Penulis bekerja di RS Pertamina Pangkalan Susu Kabupaten Langkat pada tahun 2002 dan dokter PTT di Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara. Pada tahun 2003 penuis bekerja di Puskesmas Simpang Keuramat Kabupaten Aceh Utara dan pada tahun 2004 di Puskesmas Samudera. Pada tahun 2009 – sekarang di Puskesmas Medan Sunggal.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 4

1.3. Landasan Teori ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pandangan Umum tentang Keluarga ... 6

2.1.1. Pengertian Keluarga ... 6

2.1.2. Peranan Keluarga dalam Persalinan ... 12

2.2. Pemilihan Pertolongan Persalinan ... 15

2.2.1. Pengaruh Keluarga dalam Keputusan Memilih Pertolongan Persalinan ... 15

2.2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bidan Desa ... 18

2.2.3. Persalinan dan Permasalahannya ... 26

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2. Waktu Penelitian ... 32

3.3. Pemilihan Informan Penelitian ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.5. Metode Analisis Data ... 34

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Gambaran Umum ... 36


(14)

4.1.2. Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Utara ... 37

4.1.3. Kondisi Sosial Budaya Kabupaten Aceh Utara ... 39

4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Aceh Utara ... 42

4.2. Kecamatan Samudera ... 45

4.2.1. Kondisi Geografis Kecamatan Samudera ... 45

4.2.2. Gambaran Penduduk Kecamatan Samudera ... 47

4.2.3. Kebudayaan ... 50

4.2.4. Fasilitas Kesehatan ... 54

4.3. Gambaran Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 55

4.3.1. Ketua Bidan Desa ... 55

4.3.2. Ibu ... 57

4.3.3. Informan II... 58

4.3.4. Informan III ... 64

4.3.5. Informan IV ... 68

4.3.6. Informan V ... 72

4.3.7. Informan VI ... 76

4.3.8. Informan VII ... 80

4.3.9. Informan VIII ... 82

4.3.10. Informan IX ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 89

5.1. Pengaruh Keluarga dalam Pengambilan Keputusan terhadap Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 89

5.1.1. Pengaruh Kedekatan Keluarga ... 89

5.1.2. Peran Individu dalam Keluarga yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 90

5.1.3. Peran Pasangan Hidup dalam Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 95

5.2. Akses terhadap Pelayanan Bidan Desa yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 96

5.3. Proses Pengambilan Keputusan Keluarga pada Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan ... 111

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

6.1. Kesimpulan ... 120

6.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Aceh Utara Menurut Kecamatan ... 38 4.2 Sarana Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara ... 45 4.3 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah di Kecamatan Samudera

Tahun 2009 ... 47 4.4 Rekapitulasi Kependudukan di Kecamatan Samudera ... 48 4.5 Gambaran Pengambilan Keputusan pada Ibu yang Memilih Bidan

Desa sebagai Penolong Persalinan ... 53 4.6 Kasus Ibu Hamil yang Memilih Persalinan pada Tahun 2009 di

Kecamatan Samudera ... 56 4.7 Gambaran Pengambilan Keputusan pada Ibu yang Memilih Bidan


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 4.1 Peta Kabupaten Aceh Utara ... 38 4.2 Peta Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara ... 46


(17)

ABSTRAK

Safe motherhood adalah memperhatikan seberapa banyak persalinan yang

dapat ditangani, khususnya oleh tenaga kesehatan. Keputusan melakukan persalinan yang tepat merupakan salah satu cara untuk menekan angka kematian ibu dan bayi dan merupakan salah satu program MDGS (Millineum Development Goals) yang harus dicapai pada tahun 2015 , berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengangkat judul penelitian “Pengambilan Keputusan Keluarga terhadap Ibu yang Memilih Bidan Desa sebagai Penolong Persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara”.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan “fenomenology” pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan di kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara, berdasarkan dari hasil survei pendahuluan bahwa di daerah ini angka cakupan persalinan bidan desa lebih rendah dibandingkan angka cakupan persalinan bidan puskesmas dan bidan swasta. Objek dalam penelitian ini adalah 1 orang kepala Bidan Desa dan 8 orang Ibu Hamil yang telah memilih di Bidan Desa sebagai penolong persalinan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih Bidan Desa sebagai penolong persalinan dipengaruhi oleh hubungan kedekatan antara anggota keluarga, peran individu dalam keluarga, peranan pasangan hidup, akses geografis yang terjangkau, akses ekonomi yang terjangkau, akses sosial atau budaya yang dapat diterima oleh masyarakat, pengetahuan ibu yang cukup memadai dan pengetahuan Bidan Desa yang baik. Sehingga keluarga mengambil keputusan untuk memilih Bidan Desa sebagai penolong persalinan ibu melalui proses yang dirundingkan oleh ibu dan suami, ibu dan orangtua, ibu, suami dan orangtua serta ibu, suami dan mertua.


(18)

ABSTRACT

Safe motherhood is to pay attention to how many deliveries can be handled especially by the health workers. The correct decision to do delivery is one of the ways to minimize the maternal and infant mortality rate and one of the MDGs programs which needs to be achieved in 2015. Based on the above information, the researcher was interested in studying Family Decision Making on the Mother Choosing Rural Midwife as Delivery Assistant in Samudera Subdistrict, Aceh Utara District.

The purpose of this qualitative study with phenomenological approach

conducted in Samudera Subdistrict, Aceh Utara District, was to find out the factors influencing family decision making on choosing rural midwife as delivery assistant based on the result of preliminary survey showing that the delivery coverage of rural midwife was lower than that of Puskesmas midwife and private midwife. The object of this study was 1 (one) Head of Rural Midwife and 8 (eight) pregnant mothers who have chosen Rural Midwife as delivery assistant.

The result of this study showed that the family decision making on the mother choosing Rural Midwife as delivery assistant was influenced by the proximity relationship among family members, the role of an individual in the family, the role of spouse, affordable geographical access, affordable economic access, social or cultural access that can be accepted by community members, adequate knowledge of mothers, and good knowledge of Rural Midwife. The family made a decision to choose Rural Midwife as delivery assistant through the process of negotiation done by mother and husband, mother and parents, mother, husband and parents and mother, husband and parents in law.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan ibu di Indonesia masih memprihatinkan dimana Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target Millineum Development Goals (MDGS) untuk tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).

Penyebab kematian ibu tersebut sebagian besar karena perdarahan, toksemia gravidarum dan infeksi, sedangkan faktor yang dianggap melatar belakangi kematian ibu adalah 3 jenis keterlambatan (3T) yaitu Terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan merujuk, Terlambat untuk mencapai fasilitas kesehatan dan Terlambat memperoleh pertolongan yang memadai di fasilitas kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2005). Kematian ibu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagian besar disebabkan oleh perdarahan (34%), eklampsi (18%), Infeksi (11%) dan lain-lain (37%) (Profil Dinkes Prov.NAD 2008).

Masa selama persalinan merupakan masa paling kritis yang mengancam jiwa ibu hamil karena umumnya komplikasi kebidanan terjadi pada masa ini. Oleh karena itu semua ibu hamil dan keluarganya harus mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan, persalinan, nifas serta harus punya akses terhadap pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kegawat daruratan kebidanan yang berkualitas. Kematian ibu karena kehamilan dan persalinan sangat erat kaitannya


(20)

dengan penolong persalinan. Terdapat korelasi antara cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan AKI, dimana semakin tinggi persalinan oleh tenaga kesehatan yang berkualitas semakin rendah AKI (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Di Indonesia, berdasarkan data SDKI 2007, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah sebanyak 65% (oleh bidan 55%, sisanya 10% ditolong oleh dokter umum atau dokter spesialis kebidanan), persalinan yang ditolong oleh dukun sebanyak 35% yang artinya setiap 1 dari 3 ibu melahirkan menggunakan jasa dukun untuk membantu persalinan. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2008, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah sebanyak 88,42%, sedangkan di Kabupaten Aceh Utara cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah 67,2% dan di Puskesmas Samudera Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2008 jumlah persalinan sebanyak 590 orang, sebanyak 489 orang (82,9% persalinan) ditolong oleh tenaga kesehatan dengan rincian: sebanyak 22 orang (4,5% persalinan) ditolong oleh bidan desa, sisanya sekitar 467 orang (95,5% persalinan) ditolong oleh bidan puskesmas dan bidan swasta. (Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008).

Cakupan ibu hamil yang mendapat pelayanan kesehatan Ante Natal Care (ANC) sesuai dengan standar serta paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi 1 kali pada trimester pertama (K1), 1 kali pada trimester kedua (K2) dan 2 kali pada trimester ketiga (K3 dan K4). Ibu hamil yang memeriksakan dirinya pada petugas kesehatan sebanyak 4 kali selama kehamilan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


(21)

adalah 73,62%, di Kabupaten Aceh Utara 85% dan di Kecamatan Samudera adalah 59,15%. (Profil Kesehatan Aceh Utara, 2008).

Pada waktu ibu sedang hamil, melahirkan hingga selesai masa nifas, ibu mengalami rasa sakit sehingga dalam bersikap dan bertindak terutama dalam mencari penolong persalinan selalu didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman baik diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian kesehatan dan keselamatan ibu hamil dan bersalin dipengaruhi oleh siapa yang mengambil keputusan dalam keluarga tersebut, khususnya pengambilan keputusan dalam pencarian pertolongan persalinan (Zuhdy, 2008).

Penelitian terhadap penolong persalinan perlu dilakukan karena salah satu indikator kesehatan adalah seberapa banyak persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan.Terdapat korelasi antara cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan AKI, di mana semakin tinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan semakin rendah AKI, sehingga kematian ibu karena kehamilan dan persalinan sangat erat kaitannya dengan penolong persalinan.

Dari uraian diatas maka permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan. Para ibu hamil memeriksakan kehamilan pada bidan desa tetapi melahirkan pada bidan puskesmas atau bidan swasta, bahkan masih ada yang memilih persalinan pada dukun. Sementara itu bidan desa yang bertugas di wilayah kerja umumnya tidak tinggal di desa sehingga masyarakat kurang begitu yakin terhadap pertolongan persalinan yang diberikannya, disamping usia bidan yang relatif masih


(22)

muda dan kurangnya kesabaran dalam melayani ibu bersalin juga menjadi faktor yang turut mempengaruhi rendahnya keyakinan masyarakat terhadap bidan desa.

1.2. Permasalahan

Pengkajian dalam penelitian ini adalah bagaiman keluarga memengaruhi pengambilan keputusan pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan serta bagaimana proses pengambilan keputusan pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan.

1.3. Landasan Teori

1. Keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan tidaklah banyak, hal ini diketahui dari cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah.

2. Berdasarkan hasil survey awal yang telah dipaparkan, dapat diasumsikan bahwa keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan dipengaruhi faktor-faktor penghambat maupun faktor pendukung.

3. Dengan menganalisa faktor-faktor tersebut akan dapat dilakukan peningkatan persalinan oleh bidan desa sehingga menekan angka kematian ibu dan anak sesuai tujuan MDGS tahun 2015.


(23)

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan dalam masyarakat kecamatan Samudera serta bagaimana proses pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan dalam masyarakat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara sebagai masukan untuk mengevaluasi keberhasilan program penempatan bidan pegawai tidak tetap (PTT), sehingga dapat membuat kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

2. Bagi Kepala Puskesmas Samudera sebagai masukan untuk meningkatkan motivasi kerja bidan desa sebagai upaya peningkatan pertolongan persalinan. 3. Bagi Bidan Desa sebagai informasi dan bahan masukan dalam meningkatkan


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pandangan Umum tentang Keluarga 2.1.1.

Keluarga tetap merupakan kelompok sosial pertama dan utama bagi manusia dan termasuk lembaga sosial terpenting. Keluarga berasal dari bahas

Pengertian Keluarga

kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" atau "kelompok kerabat". Keluarga merupakan kelompok sosial yang kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Departemen Kesehatan RI (1988) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Pembagian struktur keluarga 1. Patrilineal

(Yeni, 2008):

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.

2. Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.


(25)

3. Matrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4. Patrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. 5. Keluarga kawinan

Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

Ciri-ciri struktur keluarga 1. Terorganisasi

(Yeni, 2008):

Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. 2. Ada keterbatasan

Setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan

Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing. Ciri-ciri keluarga Indonesia

1. Suami sebagai pengambil keputusan

(Yeni, 2008):

2. Merupakan suatu kesatuan yang utuh 3. Berbentuk monogram

4. Bertanggung jawab 5. Pengambil keputusan


(26)

6. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa 7. Ikatan kekeluargaan sangat erat 8. Mempunyai semangat gotong-royong

Macam-macam struktur/tipe/bentuk keluarga (Yeni, 2008):

a.

1. Tradisional :

The nuclear family (keluarga inti)

b.

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.

The dyad family

c.

Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.

Keluarga usila

d.

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.

The childless family

e.

Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua, kakak, nenek, keponakan, dll.


(27)

f.

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).

The single-parent family (keluarga duda/janda)

g.

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end).

Commuter family

h.

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

Multigenerational family

i.

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama, misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dll.

Kin-network family

j.

Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

Blended family

k. The single adult living alone/single-adult family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti : perceraian atau ditinggal mati.


(28)

a.

2. Non tradisional :

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

The unmarried teenage mother

b. The stepparent family

c.

Keluarga dengan orangtua tiri.

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok / membesarkan anak bersama.

Commune family

d.

Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

The nonmarital heterosexual cohabiting family

e.

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners).

Gay and lesbian families

f. Cohabitating couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.


(29)

g.

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya.

Group-marriage family

h.

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.

Group network family

i.

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

Foster family

j.

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

Homeless family

k.

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.


(30)

2.1.2. Peran Keluarga dalam Persalinan

Keluarga merupakan unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila salah satu angota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya.

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Peran keluarga sangat berpengaruh dalam kesehatan ibu terkait dengan persalinan. Keluarga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan ibu saat dalam proses kehamilan hingga proses persalinan.

Peran keluarga dalam persiapan persalinan aman (Admin, (2008): A. Membuat rencana persalinan

a. Menentukan tempat persalinan

Keluarga sangat berpengaruh dalam menentukan tempat bersalin seperti di rumah ibu hamil, di rumah orang tua atau di tempat pelayanan kesehatan.


(31)

Keluarga merupakan faktor penentu utama dalam menentukan siapa yang akan menolong persalinan. Apakah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan seperti yang kita harapkan atau oleh tenaga non kesehatan. Macam-macam tenaga kesehatan untuk menolong persalinan yang terlatih adalah bidan desa, bidan prakter swasta, dokter umum dan dokter ahli kebidanan.

c. Memilih transportasi ke tempat persalinan

Apabila persalinan dilakukan di sarana kesehatan maka keluarga ikut berperan dalam pemilihan transportasi dan mempertimbangkan jarak yang akan ditempuh ke tempat bersalin dengan meminjam kendaraan atau menggunakan ambulance. d. Menentukan pendamping ibu bersalin

Keluarga sangat dominan dalam penentuan siapa yang sebaiknya mendampingi ibu disaat melahirkan.

e. Biaya persalinan

Biaya persalinan perlu untuk diketahui sebelum proses persalinan berlangsung. Berapa banyak dana yang dibutuhkan dan bagaimana cara mengumpulkan biaya tersebut. Mungkin ibu mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan, asuransi kesehatan , jaminan kesehatan sosial tenaga kerja (Jamsostek), dana sehat dan tabungan ibu bersalin (tabulin).

f. Menentukan penjaga anak-anak

Keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu pada saat akan menjalani proses melahirkan. Keluarga turut menentukan siapa yang akan menjaga anak-anak jika ibu bersalin dan masih dalam proses pemulihan pasca persalinan.


(32)

B. Membuat rencana jika terjadi kegawatdaruratan

a. Setiap keluarga harus mempunyai suatu rencana jika terjadi kegawatdaruratan, perlu ditentukan siapa pembuat keputusan utama dalam keluarga dan siapa yang akan menggantikan membuat keputusan apabila pembuat keputusan utama tidak ada saat terjadi kegawatdaruratan.

b. Menentukan sarana kesehatan tempat ibu dirujuk

Peran keluarga sangatlah penting bagi ibu bila terjadi kegawatdaruratan. Jika terjadi komplikasi, dibuat keputusan kemana ibu akan dirujuk, apakah ke rumah sakit umum pemerintah atau rumah sakit swasta.

c. Memilih transportasi ke tempat rujukan kegawat daruratan

Keluarga juga berperan dalam merencanakan transportasi yang dapat membawa ibu ke tempat sarana kesehatan rujukan yang memberi pelayanan yang kompeten untuk menolong persalinan ibu.

d. Biaya persalinan

Cara mendapatkan dana jika terjadi kegawatdaruratan, bisa saja dengan meminjam uang dari keluarga atau lainnya, keluarga sudah mempersiapkan dana untuk kegawatdaruratan atau desa tempat ibu bersalin tinggal mempunyai dana mayarakat yang telah disiapkan bersama.

e. Donor darah yang potensial

Keluarga sangat berperan dalam mencari calon pendonor darah yang potensial, yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu. Banyak kasus keterlambatan yang terjadi di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya dan


(33)

membuat keputusan untuk segera mendapatkan pertolongan persalinan sehingga dapat menyebabkan kematian dan kesakitan ibu. Umumnya terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan atau keputusan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada ditangan suami yang sering menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi (Kandra, 2008).

2.2. Pemilihan Pertolongan Persalinan

2.2.1. Pengaruh Keluarga dalam Keputusan Memilih Pertolongan Persalinan Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya, perlu melakukan suatu persiapan persalinan yang aman yaitu mengambil keputusan dalam memilih tenaga penolong persalinan. Bagi ibu lingkungan sosial adalah relasi ibu hamil dengan orang-orang sekitarnya yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam hal-hal yang terkait dengan persalinan (Buku Referensi Siap antar Jaga, 2006).

Morgan dan Cerullo (1984) mendefenisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi (Salusu, J., 1996).


(34)

Pengambilan keputusan meliputi segala bidang kehidupan manusia, laki – laki dan perempuan serta keseluruhan bidang pembangunan, politik, ekonomi, kesehatan, sosial dan budaya.

Menurut Brinckloe (1977) ada empat tingkat keputusan yaitu :

a. Keputusan otomatis (automatic decisions) adalah keputusan yang dibuat dengan sangat sederhana. Meski sederhana, informasi tetap diperlukan. Hanya informasi yang ada itu sekaligus melahirkan satu keputusan.

b. Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (expected information decision) adalah informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. Setelah informasi dipelajari langsung dibuat keputusan, sama seperti putusan otomatis.

c. Keputusan berdasarkan pertimbangan (Factor weighting decision) adalah keputusan yang lebih kompleks. Informasi yang diperlukan lebih banyak. Informasi-informasi ini dikumpulkan dan dianalisis. Faktor-faktor yang berperan dalam informasi dipertimbangkan dan diperhitungkan.

d. Keputusan berdasarkan ketidakpastian ganda (Dual-uncertainty decision) merupakan keputusan yang paling kompleks. Jumlah informasi yang diperlukan semakin bertambah banyak. Selain itu, dalam setiap informasi yang sudah ada atau informasi yang masih akan diharapkan, terdapat ketidak pastian atau ketidakpastian ganda (Salusu, J., 1996).


(35)

Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas : 1. Pola & proses komunikasi

2. Struktur peran 3. Struktur kekuatan 4. Nilai-nilai keluarga Struktur kekuatan adalah :

1. Legilimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua terhadap anak

2. Referent power (Seseorang yang ditiru) 3. Resource or expert power (Pendapat, ahli, dll)

4. Coercive power (Pengaruh yang dipaksakan sesuai keingginannya) 5. Informational power ( Pengaruh yang dilalui melalui persuasi )

6. Affective power (Pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih) misalnya hubungan sexual

Hasil dari kekuatan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti :

• Konsesus.

• Tawar menawar atau akomodasi.

• Kompromi atau defacto. • Paksa.


(36)

2.2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bidan Desa

Bagi dunia kesehatan, khususnya tenaga bidan yang dikatakan sebagai ujung tombak pelayan kesehatan, utamanya dalam membantu proses persalinan dan pemeliharaan kesehatan bayi. Pelayanan kesehatan adalah suatu aktifitas yang bertujuan untuk memberikan pertolongan, bimbingan, pendidikan, perlindungan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik. Secara luas pelayanan mencakup fungsi pengembangan menyangkut memberikan pelayanan seperti pendidikan kesehatan kerumah-rumah maupun bentuk- bentuk pelayanan umum lainnya.Upaya kesehatan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 131/MENKES/SK/II/2004 tanggal 10 Februari 2004, Sistem Kesehatan Nasional mempunyai 2 bentuk yaitu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) meliputi: Strata 1 : Puskesmas, Strata 2 : Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Strata 3 : Dinas Kesehatan Provinsi. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) meliputi: Upaya Kesehatan Dasar, Upaya Kesehatan Spesialis dan Upaya Kesehatan Unggulan.

Dari hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh bidan desa cenderung dalam pelayanan tingkat dasar pertama. Selain membantu penurunan angka kematian ibu juga peningkatan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Bidan desa juga membantu memberikan pengobatan pertama pada masyarakat yang membutuhkan pertolongan dalam pelayanan kesehatan sebelum pasien mendapat pertolongan yang lebih efesien di


(37)

Puskesmas atau Rumah Sakit. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 900/MENKES/SK/VII/ 2002 tentang registrasi dan praktek bidan Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dan dalam melaksanakan pelayanan medis baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bidan desa harus bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas. Dasar pelaksanaan penempatan bidan desa sesuai surat edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No.429/Binkesmas /DJ/III/89 pada tanggal 29 Maret 1989. Bidan Puskesmas adalah bidan yang ditempatkan dan bertugas di Puskesmas, mempunyai wilayah kerja di Kecamatan dan dibantu oleh bidan di Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Bidan Desa (Bides) dalam melaksanakan tugas pelayanan medis, baik di dalam maupun di luar jam kerjanya. Bidan harus tetap bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas di wilayah kecamatan dimana ia ditempatkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Tujuan khusus penempatan Bidan di Puskesmas (Panduan Bidan Tingkat Desa, Depkes RI, 1990) :

a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

b. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan khususnya 5 program prioritas di desa.

c. Meningkatnya mutu pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas dan perinatal serta pelayanan kontrasepsi.

d. Menurunnya jumlah kasus-kasus yang berkaitan dengan penyulit kehamilan, persalinan dan perinatal.


(38)

e. Menurunnya jumlah balita dengan gizi buruk dan diare.

f. Meningkatnya kemampuan keluarga untuk hidup sehat dengan membantu pembinaan kesehatan kelompok Dasa Wisma.

g. Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa seperti gerakan Dana Sehat.

Tugas Pokok Bidan Puskesmas (Panduan Bidan Tingkat Desa, Depkes RI, 1990) :

a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah yang dihadapi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

b. Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar tumbuh kesadarannya untuk berperilaku hidup sehat.

Fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah (Panduan Bidan Tingkat Desa, Depkes RI, 1990) :

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ke rumah-rumah, menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pelayanan kontrasepsi. b. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.

c. Membina dan memberikan bimbingan teknis pemasalahan kesehatan setempat. d. Membina kelompok dasa wisma dibidang kesehatan.

e. Membina kerjasama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.


(39)

f. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.

g. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian obat serta adanya penyakit–penyakit dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan.

Wewenang bidan yang bekerja di desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada bidan lainnya. Hal ini diatur dengan keputusan Menteri Kesehatan No. 900/MENKES/SK/VII/2002, bidan dalam praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada masa pranikah termasuk remaja puteri, prahamil, persalinan, nifas, menyusui dan masa antara kehamilan (periode interval). Pelayanan kepada wanita dalam masa pranikah adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan menjelang pranikah. Tujuan dari pemberian pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan wanita usia subur dan pasangannya yang akan menikah agar mengetahui kesehatan reproduksi sehingga dapat berperilaku reproduksi sehat secara mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak.

Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan, karena kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi dalam masa tersebut. Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya bayi baru lahir), balita dan anak pra sekolah. Dalam


(40)

melaksanakam pertolongan persalinan, bidan dapat memberikan uterotonika. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologik yang dapat dilakukan oleh bidan adalah kelainan ginekologik yang diberikan tersebut pada dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter atau tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.

Pelayanan kesehatan kepada anak meliputi :

a. Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit yang meliputi : pertolongan persalinan yang bersih dan aman. Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini, membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi bernafas spontan. Pemberian air susu ibu (ASI) dini dalam 30 menit setelah melahirkan, mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusat secara higienes, pemberian imunisasi dan pemberian ASI eksklusif. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari, penyuluhan kepada ibu tentang pemberian makanan pengganti ASI (MPASI) untuk bayi diatas 6 bulan, pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita. b. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan, sepanjang sesuai

dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk ke dokter. Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan antara lain : a. Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja puteri, calon


(41)

b. Memberikan suntikan kepada peyulit kehamilan meliputi pemberian secara parental antibiotika pada infeksi/sepsis, oksitosin pada kala III dan kala IV untuk pencegahan atau penanganan perdarahan post partum karena hipotonia uteri,

sadativa pada preeklamsi atau eklamsi sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.

c. Melakukan tindakan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm pada letak belakang kepala, pada distosia karena inertia uteri dan diyakini bahwa bayi dapat lahir pervaginam.

d. Kompresi bimanual internal dan/atau eksternal dapat dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa ibu pada pendarahan postpartum untuk menghentikan pendarahan, diperlukan keterampilan bidan dan pelaksanaan tindakan sesuai dengan protap yang berlaku.

e. Versi luar pada gemelli pada kelahiran bayi kedua. Kehamilan ganda seharusnya sejak semula direncanakan pertolongan persalinannya di rumah sakit oleh dokter. Bila hal tersebut tidak diketahui, bidan yang menolong persalinan terlebih dahulu dapat melakukan versi luar pada bayi kedua yang tidak dalam presentasi kepala sesuai dengan protap.

f. Ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam bila janin dalam presentasi belakang kepala dan kepala janin telah berada di dasar panggul.

g. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Bidan diberi wewenang

melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, yang sering terjadi pada partus lama, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan dan pada


(42)

bayi dengan berat lahir rendah, utamanya bayi prematur yang mempunyai berat kurang dari 2500 gram.

h. Hipotermi pada bayi baru lahir, Bidan diberi wewenang untuk melaksanakan

penanganan hipotemi pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini dan metode kangguru.

Bidan dalam melaksanakan pemberian pelayanan Keluarga Berencana (KB) harus memperhatikan kompetensi dan protap yang berlaku di wilayahnya, meliputi : a. Memberikan pelayanan Keluarga Berencana yakni: pemasangan IUD, alat

kontrasepsi bawah kulit (AKBK), suntikan, tablet, kondom, diafragma, jelly dan melaksanakan konseling.

b. Memberikan pelayanan efek samping pemakaian kontrasepsi. Pertolongan yang diberikan oleh bidan bersifat pertolongan pertama yang perlu mendapatkan pengobatan oleh dokter bila gangguan berlanjut.

c. Melakukan pencabutan AKBK tanpa penyulit. Tindakan ini dilakukan atas dasar kompetensi dan pelaksanaannya berdasarkan protap. Pencabutan AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB keliling.

d. Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa, bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan bila tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli. Dalam memberikan pertolongan bidan harus mengikuti protap yang berlaku.


(43)

Bidan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan. Beberapa kewajiban bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan adalah :

a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan. Pasien berhak mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan. Pasien berhak mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum tindakan.

b. Memberikan informasi mengenai pelayanan atau tindakan yang diberikan dan efek samping yang ditimbulkan perlu disampaikan secara jelas sehingga memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.

c. Melakukan rekam medis dengan baik, setiap pelayanan yang diberikan oleh bidan perlu didokumentasi atau dicatat hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan dengan menggunakan format yang berlaku.

Proses dalam penyediaan dan penyerahan obat-obatan :

a. Bidan harus menyediakan obat–obatan maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keperluan darurat dan sesuai dengan protap.

Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :


(44)

a. Untuk surat keterangan lahirnya hanya dapat dibuat oleh bidan yang memberikan pertolongan persalinan tersebut dengan menyebutkan :

a) Identitas bidan penolong persalinan. b) Identitas suami dan ibu yang melahirkan.

c) Jenis kelamin, berat badan dan panjang badan anak yang dilahirkan. d) Waktu kelahiran (tempat, tahun, bulan, tanggal dan jam).

b. Untuk surat keterangan kematian hanya dapat diberikan terhadap ibu dan atau bayi yang meninggal pada waktu pertolongan persalinan, dilakukan dengan menyebutkan :

a) Identitas bidan.

b) Identitas ibu/bayi yang meninggal.

d) identitas ayah dan ibu dari bayi yang meninggal. e) Jenis kelamin.

f) Waktu kematian (tempat, tahun, bulan, tanggal dan jam). g) Dugaan penyebab kematian.

c. Setiap pemberian surat keterangan kelahiran atau surat kematian harus dilakukan pencatatan.

2.2.3. Persalinan dan Permasalahannya

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta

dan selaput janin dari tubuh ibu. a. Persalinan spontan


(45)

Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir atau tanpa usaha dari luar.

b. Persalinan buatan

Persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar, misalnya ekstraksi dengan forceps atau malakukan operasi sectio caesarea.

c. Persalinan anjuran

Persalinan setelah pemecahan ketuban, pemberian oksitosin atau prostaglandin. Penyebab utama kematian ibu terdiri atas beberapa faktor seperti trias klasik yaitu perdarahan, infeksi jalan lahir dan eklamsia, faktor-faktor lainnya seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, kondisi sosio ekonomi serta ketrampilan petugas kesehatan terutama bidan desa (Santi Martini, 1999)

Penyulit dalam persalinan yang menyebabkan kematian ibu melahirkan adalah:

a. Perdarahan

Perdarahan yang sering terjadi tidak dapat diramalkan sebelumnya. Kematian ibu di Indonesia 28% diakibatkan oleh perdarahan. Perdarahan pasca persalinan adalah perlukaan jalan lahir akibat persalinan sulit, tindakan (vakum forsep) dan bayi besar. Perdarahan pasca persalinan dapat juga disebabkan karena retensio plasenta yaitu tertinggalnya plasenta (sebagian/seluruhnya) setelah bayi lahir, dengan gejalanya rahim berkontraksi baik namun terjadi peradarahan pervaginam, tak lengkapnya plasenta (mungkin teraba jaringan plasenta sisa/selaput ketuban).


(46)

b. Eklampsia

Eklampsia adalah kejang pada kehamilan/persalinan/nifas disebabkan oleh

perubahan sistem vaskuler (peredaran darah) akibat dari proses kehamilan. Ditandai dengan peningkatan tekanan darah, edema, proteinuria. Gejala

eklampsia adalah hipertensi dimana tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg,

sistolik naik lebih dari 30 mmHg, diastolik naik lebih dari 15 mmHg dan edema (bengkak). Eklampsia merupakan 13% penyebab kematian ibu di Indonesia, sedangkan angka rata-rata dunia adalah 12%.

c. Komplikasi aborsi

Abortus/aborsi adalah perdarahan pervaginam akibat pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia normal kehamilan (< 20 minggu). Gejalanya hamil muda dan perdarahan banyak. Angka kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman ada 11%. d. Sepsis

Sepsis suatu keadaan infeksi lanjut sehingga dapat mengganggu sistem sirkulasi, mengganggu fungsi organ tubuh, persalinan yang sulit dan lama, ketuban pecah dini lanjut, penanganan persalinan yang tidak aseptik. Gejalanya adalah suhu badan sangat tinggi, bisa disertai penurunan kesadaran, tensi menurun, nadi cepat,

leukositosis. Sepsis sering terjadi karena kebersihan (higiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit infeksi menular seksual. Sepsis terjadi sebanyak 10%.


(47)

e. Proses persalinan yang lama

Disproposi cephalopelvic, kelainan letak dan gangguan kontraksi uterus

berkontribusi bagi 9% kematian ibu (rata-rata dunia 8%). Pola penyebab kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat (SDKI, 2003).

Dari data yang ada pada latar belakang menunjukkan bahwa, ada fenomena menarik dimasyarakat, mereka mengetahui dan mampu mengakses pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan namun pada saat persalinan mereka pindah ke layanan dukun. Melihat fenomena ini, tampaknya faktor ekonomi menjadi hambatan utama. Apalagi fenomena ini hanya terjadi pada bidan yang banyak digunakan oleh masyarakat di pedesaan atau masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah. Para ibu hamil tampaknya harus menyiasati keterbatasan ekonomi yang ada dengan memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan tetapi melahirkan pada dukun adalah pilihan yang diambil. Selain itu tidak boleh mengabaikan bahwa ternyata dukun masih dipercaya oleh masyarakat dalam membantu persalinan.

Keterbatasan ekonomi juga terlihat dari pilihan tempat persalinan, hampir 60% ibu melahirkan di rumah. Artinya tidak cukup banyak ibu hamil yang ditolong petugas kesehatan yang melahirkan disarana kesehatan, tetapi memilih melahirkan di


(48)

rumah. Selain keterbatasan ekonomi, hal-hal lain seperti Puskesmas ataupun klinik bersalin yang jauh, kondisi ibu yang tidak memungkinkan untuk dibawa ketempat pelayanan kesehatan atau alasan lain yang perlu dipertimbangkan untuk melihat permasalahan yang ada di masyarakat.

Persalinan juga mempunyai resiko komplikasi. Berdasarkan hasil survei SDKI, 2003 sekitar 30% ibu melahirkan mengalami komplikasi persalinan yang lama. Di sisi lain 1/3 ibu yang bayinya meninggal dalam masa 1 bulan setelah kelahiran mengalami komplikasi pesalinan yang lama (Buku Referensi Siap antar Jaga, 2006).


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi menaruh minat pada “dunia kehidupan (life word)” pribadi individu dan kelompok, serta bagaimana life word tersebut mempengaruhi motif, tindakan, serta komunikasi mereka (daymon, 2001:218).

Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan cara tertentu, pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda.

Dalam penelitian ini, fenomena yang digali adalah pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan dikecamatan Samudera Aceh Utara

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah :

a. Berdasarkan dari hasil survei awal bahwa di daerah ini angka cakupan persalinan bidan desa lebih rendah dibandingkan angka cakupan persalinan bidan puskesmas dan bidan swasta.


(50)

b. Dukungan dari pihak Dinas Kesehatan dan lintas sektoral untuk peningkatan motivasi kerja bidan desa sebagai upaya peningkatan persalinan dan kesehatan ibu-anak.

c. Keinginan peneliti yang pernah bekerja di Kecamatan Samudera dari Tahun 2002 sampai 2009 untuk menyumbang karya nyata dalam upaya peningkatan motivasi kerja bidan desa sebagai upaya peningkatan persalinan

d. Penelitian pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan belum pernah dilaksanakan sebelumnya di Kabupaten Aceh Utara maupun di Propinsi NAD.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan survei awal, penelusuran pustaka, konsultasi judul dengan ketua program, konsultasi dengan dosen pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian, pelaksanaan seminar proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan akhir. Penelitian berlangsung 4 (empat) bulan dilakukan pada awal November 2009.

3.3. Pemilihan Informan Penelitian

Kecamatan Samudera jumlah persalinan yang ditolong oleh bidan desa ada 22 orang, ibu yang pindah ada 2 orang, 9 ibu setelah melahirkan kembali kerumahnya di kecamatan lain, 13 ibu yang ada di kecamatan Samudera.


(51)

Karena penelitian kualitatif menuntut suatu pemberian informasi yang mendalam berkaitan dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak memungkinkan untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak.

Dalam pemilihan informan ada beberapa jenis informan yang digunakan diantaranya: informan kunci (key informan), adalah informan yang pertama kali dijumpai untuk memperoleh data atau informasi tentang keluarga yang member pengaruh pengaruh pengambilan keputusan pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan dan proses pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan. Adapun yang menjadi informan kunci antara lain; kepala Puskesmas, bidan koordinator, bidan desa dan kader posyandu. Informan pokok adalah informan yang mengetahui pemberi pengaruh pada pengambilan keputusan keluarga pada bidan desa sebagai penolong persalinan, adapun yang menjadi informan pokok adalah ibu yang bersalin dengan bidan desa dan anggota keluarganya (suami, orangtua, mertua, kakak dan sepupu).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam. Wawancara dilakukan terhadap informan dengan mendatangi informan ke tempat tinggalnya. Kunci keabsahan dilakukan dengan teknik triagulasi data. Peneliti akan memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatan-catatan harian untuk


(52)

memastikan tidak ada informasi yang bertentangan dengan catatan harian wawancara. Proses triagulasi dilakukan terus menerus sepanjang proses pengumpulan data dan analisis data,sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan (Bugin, 2007:252).

Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis, `notebook’ dan tape recorder. Data hasil wawancara umumnya ditulis langsung di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk `field note’.

Data primer pertama yang ingin diketahui adalah tentang pemberi pengaruh pengambilan keputusan keluarga pada ibu yang memilih bidan desa sebagai penolong persalinan (walaupun tetap tidak mengesampingkan data-data yang lain).

3.5. Metode Analisis Data

Hal yang ingin dicapai dalam melakukan analisa data kualitatif adalah menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena dan memperoleh gambaran tuntas terhadap proses tersebut, serta menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena.

Penganalisaan data dilakukan dengan tehnik “on going analysis” yaitu analisis yang terjadi dilapangan berdasarkan data-data yang diperoleh, dan secara countiguous

causation-nya (Vayda, 1996 dalam Zuska, 2008:55). Kemudian data-data ini

dikelompokan sesuai dengan tahapan yang dilalui ibu dari alasan/penyebab, proses mengapa keputusan keluarga memilih bidan desa sebagai penolong persalinan.


(53)

Pengelompokan data ini untuk memudahkan dalam menuangkan data-data tersebut kedalam bentuk tulisan dan juga akan mempermudah penulis untuk mengetahui data-data mana yang masih kurang dan informan mana yang harus diwawancarai kembali sehingga penulis segera kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan dan wawancara kepada informan yang dimaksud.

Proses trianggulasi data berlangsung dengan sendirinya, ketika data yang diberikan salah satu informan dirasakan masih kurang jelas untuk menggambarkan situasi yang terjadi, maka informasi yang diperoleh dari informan lain ”secara tidak sengaja” akan memberikan penjelasan kepada penulis sehingga data yang diperoleh sebelumnya layak disertakan dalam kajian penulisan ini. Jadi, proses triangulasi data selalu berlangsung dan keputusan tetap berada pada penulis.


(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Sejarah Kabupaten Aceh Utara

Sejarah Aceh Utara tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan Kerajaan Islam di pesisir Sumatera yaitu Samudera Pasai yang terletak di Kecamatan Samudera Geudong yang merupakan tempat pertama kehadiran Agama Islam di kawasan Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh mengalami pasang surut, mulai dari zaman Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, kedatangan Portugis ke Malaka pada tahun 1511 sehingga 10 tahun kemudian Samudera Pasai turut diduduki, hingga masa penjajahan Belanda.

Dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor I/ Missi / 1957, lahirlah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dengan sendirinya Kabupaten Aceh Utara masuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, berdasarkan Undang Undang Nomor I tahun 1957 dan Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 1959.

Pada tahun 1999 Kabupaten Aceh Utara yang terdiri dari 26 Kecamatan dimekarkan lagi menjadi 30 kecamatan dengan menambah empat kecamatan baru berdasarkan PP Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999. Seiring dengan pemekaran kecamatan baru tersebut, Aceh Utara harus merelakan hampir sepertiga wilayahnya untuk menjadi kabupaten baru, yaitu Kabupaten Bireuen berdasarkan


(55)

Undang Undang Nomor 48 Tahun 1999. Wilayahnya mencakup bekas wilayah Pembantu Bupati di Bireuen.

Kemudian pada Oktober 2001, tiga kecamatan dalam wilayah Aceh Utara, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat dijadikan Kota Lhokseumawe. Saat ini Kabupaten Aceh Utara dengan luas wilayah sebesar 3.296,86 Km2 dan berpenduduk sebanyak 477.745 jiwa membawahi 27 kecamatan, 2 kelurahan, dan 850 gampong/desa.

4.1.2. Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Aceh Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang terletak di bagian pantai pesisir utara pada 96.52.00o - 97.31.00o Bujur Timur dan 04.46.00o - 05.00.40o

Kabupaten Aceh Utara memiliki wilayah seluas 3.296,86 Km Lintang Utara.

2

1. Sebelah Utara dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka;

dengan batas-batas sebagai berikut :

2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah; 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur; 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Bireuen.


(56)

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Aceh Utara

Luas wilayah tersebut terbagi ke dalam 27 wilayah kecamatan dengan luas masing-masing kecamatan sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Aceh Utara Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Persentase

1. Sawang 384,65 11,67

2. Nisam 193,47 5,87

3. Nisam Antara 30,00 0,91

4. Banda Baro 18,00 0,55

5. Kuta Makmur 151,32 4,59

6. Simpang Keramat 79,78 2,42


(57)

Tabel 4.1. (Lanjutan)

8. Geureudong Pase 271,45 8,23

9. Meurah Mulia 202,57 6,14

10. Matangkuli 78,65 2,39

11. Paya Bakong 418,32 12,69

12. Pirak Timu 45,99 1,39

13. Cot Girek 189,00 5,73

14. Tanah Jambo Aye 162,98 4,94

15. Langkahan 150,52 4,57

16. Seunuddon 100,63 3,05

17. Baktiya 158,67 4,81

18. Baktiya Barat 83,08 2,52

19. Lhoksukon 243,00 7,37

20. Tanah Luas 30,64 0,93

21. Nibong 44,91 1,36

22. Samudera 43,28 1,31

23. Syamtalira Aron 28,13 0,85

24. Tanah Pasir 20,29 0,62

25. Lapang 19,36 0,59

26. Muara Batu 33,34 1,01

27. Dewantara 39,47 1,20

Total 3.296,86 100,00

Sumber : BPS, Aceh Utara Dalam Angka, 2007

Kabupaten Aceh Utara memiliki curah hujan rata-rata 86,9 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata sebanyak 14 hari per bulan. Curah hujan tertinggi rata-rata terjadi setiap tahunnya pada bulan Mei. Kecepatan angin rata-rata 5 knots, dan maksimum 14,66 knots dengan arah angin terbanyak dari Timur Laut dengan temperatur maksimum 34,0oC dan minimum 19,6o

4.1.3. Kondisi Sosial Budaya Kabupaten Aceh Utara C.

Kondisi sosial budaya daerah yang meliputi penduduk dan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, dan keluarga berencana, merupakan faktor penunjang bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Utara.


(58)

Pada tahun 2007, penduduk Kabupaten Aceh Utara berjumlah 515.974 jiwa. Mereka terdiri atas 252.889 jiwa laki-laki dan 263.085 jiwa perempuan, serta tersebar di 27 kecamatan. Jumlah ini meningkat 1,75 % dibanding tahun 2005 (masih berjumlah 493.670 jiwa). Penduduk terbanyak dijumpai di Kecamatan Lhoksukon, Dewantara, Tanah Jambo Aye, Nisam, Sawang, dan Baktiya, sedangkan kecamatan yang berpenduduk relatif kecil adalah Kecamatan Simpang Keramat dan Nibong.

Jumlah penduduk miskin menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara mencapai angka 49,28 %, dengan mayoritas bermata pencaharian pada bidang pertanian. Penanggulangan kemiskinan masih belum menunjukkan perubahan yang tercermin dengan (1). Belum optimalnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau; (2). Masih adanya anak miskin yang putus sekolah; (3). Belum terciptanya kesempatan berusaha dan bekerja yang merata; (4). Belum tertanggulanginya rumah layak huni bagi kaum dhuafa; (5). Jangkauan penyediaan air bersih belum merata; (6). Masih rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam proses pembangunan.

Data yang ada memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak masih relatif tinggi, yaitu sebanyak 154.726 jiwa atau sebesar 42,21 % dari jumlah penduduk usia kerja pada tahun 2006. Sedangkan penduduk yang bekerja pada 1.130 lapangan usaha dan tertampung pada 9 sektor usaha hanya 23.112 jiwa. Di antaranya sebanyak 8.626 jiwa bekerja di sektor bangunan, 5.371 jiwa di sektor industri pengolahan, 3.218 jiwa di sektor pertambangan, 1.283 jiwa di sektor perdagangan, restoran dan hotel, 1.252 jiwa di


(59)

sektor pertanian, 1.187 jiwa di sektor keuangan dan sewa bangunan, 958 jiwa di sektor listrik, gas dan air minum, 722 jiwa di sektor jasa kemasyarakatan dan 495 jiwa bekerja di sektor pengangkutan dan komunikasi. Selebihnya merupakan para penganggur dan bekerja sebagai buruh dan lain dengan upah yang pas-pasan.

Secara resmi, jumlah pengangguran di Kabupaten Aceh Utara saat ini mencapai 78.893 orang yang tersebar di Kecamatan Matangkuli sebanyak 17.306 jiwa, Kecamatan Kuta Makmur sebanyak 11.490 jiwa, Tanah Luas 11.362 jiwa, Samudera 10.967 jiwa, Dewantara 10.422 jiwa, Muara Batu 8.954 jiwa, dan Kecamatan Sawang sebanyak 8.392 jiwa.

Kondisi pendidikan di Kabupaten Aceh Utara relatif memadai untuk semua jenjang pendidikan. Jumlah prasarana dan sarana pendidikan yang tersedia telah mengalami penambahan yang signifikan. Pendidikan TK telah tersedia dihampir semua kecamatan, kecuali Kecamatan Simpang Keuramat, Paya Bakong, Nibong, dan Kecamatan Tanah Pasir (belum memiliki sekolah Taman Kanak-kanak). Pendidikan dasar dan menengah, baik pendidikan umum maupun agama, juga telah relatif memadai. Meskipun demikian, penambahan prasarana/sarana pendidikan dan upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dijadikan prioritas oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara pada masa depan.

Capaian bidang pendidikan hingga semester pertama tahun 2008 diperoleh dengan rumusan yang meningkat secara bertahap hingga akhir tahun adalah sebagai berikut : (1). Peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) murid dengan tingkat pencapaian masing-masing : SD dari 110 % menjadi tetap 110 %; SLTP dari 87,22 %


(60)

menjadi 90 %; dan SLTA dari 57,9 % menjadi 60 %; (2). Peningkatan Angka Partisipasi M (APM) murid dengan tingkat pencapaian masing-masing : SD dari 89,84 % menjadi 95 % SLTP dari 64,96 % menjadi 70 % dan SLTA dari 38,96 % menjadi 45 %.

Derajat kesehatan masyarakat yang tinggi merupakan salah satu tujuan yang ingin diwujudkan. Untuk itu pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah menyediakan berbagai prasarana dan sarana kesehatan. Prasarana kesehatan yang tersedia saat ini adalah 1 unit Rumah Sakit Umum Cut Meutia, 25 unit puskesmas, 900 unit posyandu, 431 polindes, 87 unit puskesmas pembantu, dan 23 unit puskesmas keliling. Untuk menghindari terjadinya jangkitan penyakit pada masa mendatang, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara telah mengambil langkah dan kebijakan seperti mempersiapkan sarana kesehatan dan tenaga medis yang memadai.

Pencapaian hingga semester pertama dengan rumusan hingga akhir tahun 2008 sedang dilaksanakan peningkatan bertahap sebagai berikut : (1). Pelayanan kesehatan ibu dan bayi 83,3 %; (2). Pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia sekolah 43,3 %; (3). Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 83,1 %; (4). Pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum 49 %; (5). Pelayanan kesehatan lingkungan 90 %.

4.1.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Aceh Utara

Perekonomian Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 2,79 %, relatif lebih baik kecil jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 3,16 %. Pertumbuhan produk domestik regional bruto yang dicapai


(61)

sekarang ini menunjukkan bahwa perekonomian dari tahun ke tahun relatif stabil sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga stabil walaupun barang dan jasa mudah didapat di pasaran serta lapangan kerja tetap terbuka.

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional Kabupaten Aceh Utara dapat diketahui pada nilai yang tercermin dari besaran PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dari tahun ke tahun baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Pada tahun 2007 besaran PDRB dengan minyak dan gas atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Aceh Utara secara agregat adalah sebesar Rp. 6.033.733.820.000,- yang menunjukkan adanya penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai Rp. 7.445.313.400.000,- sehingga terjadi pertumbuhan negatif sebesar 18,96 %. Adapun untuk tahun 2007 besaran PDRB tanpa minyak dan gas atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Aceh Utara adalah sebesar Rp. 2.281.837.800.000,- yang relatif menurun jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai Rp. 2.219.976.070.000,- sehingga pertumbuhannya sebesar 2,79 %.

Karakterisktik Kabupaten Aceh Utara sebagai daerah agraris membawa konsekuensi terhadap perkembangan struktur perekonomian yang mengarah kepada semakin siginifikannya peranan sektor primer (sektor pertanian) terhadap PDRB Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2007 memberikan konstribusi sebesar 47,75 %, diikuti oleh sektor jasa 13,75 %, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,29 %, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,61 %, sektor industri pengolahan sebesar sebesar 8,43 %, dan sektor bangunan/konstruksi sebesar 5,86 %


(62)

serta sektor lainnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air minum, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di bawah 5 %.

Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Aceh Utara secara menyeluruh tidak terlepas dari dukungan pertumbuhan sektoral. Pada tahun 2007 seluruh sektor mengalami pertumbuhan yang bervariasi, yaitu sektor pertanian tumbuh sebesar 2,47%, sektor pertambangan dan penggalian 4,12%, sektor industri pengolahan 3,11%, sektor listrik dan air minum 2,48%, sektor bangunan konstruksi 7,32%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,73%, sektor pengangkutan dan komunikasi - 3,02%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan -55,06%, dan sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 2,97%.

Jumlah kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara sebanyak 27 kecamatan dengan jumlah desa 852. Jumlah penduduk berdasarkan data terakhir sebanyak 447.694 jiwa terdiri dari 219.034 laki-laki dan 228.666 perempuan.

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Kabupateten Aceh Utara terdiri dari 25 unit puskesmas, 900 unit posyandu, 431 polindes, 87 unit puskesmas pembantu, dan 23 unit puskesmas keliling. Komposisi tenaga kesehatan berdasarkan tingkat pendidikan di puskesmas dalam Kabupaten Aceh Utara yang paling banyak adalah tenaga bidan yaitu sebanyak 785 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 542 orang adalah bidan desa, secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(63)

Tabel 4.2 Sarana Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara

Jenis Tenaga Jumlah Persen

Dokter Umum 30 2,5

Dokter Gigi 8 0,7

Apoteker 1 0,08

Perawat (D3) 245 20,6

Bidan 785 66,1

SPRG 19 1,6

SPPH 35 2,9

SPAG 19 1,6

SAA 46 3,9

Jumlah 1.188 100.0

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, 2006

4.2. Kecamatan Samudera

4.2.1. Kondisi Geografis Kecamatan Samudera

Penelitian tentang pengambilan keputusan keluarga terhadap pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara di lakukan di Kecamatan Samudera yang memiliki 40 desa dengan luas wilayah 4.328 Ha, dan mempunyai 3 kemukiman, yaitu :

- Kemukiman Blang Mee - Kemukiman Langgahan - Kemukiman Madan

Kecamatan Samudera mempunyai batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Meurah Mulia

2. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Tanah Luas 3. Sebelah Timur dengan Kecamatan Aron


(64)

Gambar 4.2. Peta Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara


(65)

4.2.2. Gambaran Penduduk Kecamatan Samudera

Sedangkan jumlah penduduk dan luas wilayah dalam Kecamatan Samudera dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah di Kecamatan Samudera Tahun 2009

No Gampong / Keluarahan

Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah

Laki-laki

Perem-puan Jumlah

Gampong (Ha) Sawah (Ha) Bukan Lahan Sawah

1 2 3 4 5 6 7 8

1. Kitou 201 195 396 140 67 73

2. Paya Terbang 229 298 527 130 56 74

3 Tanjong Mesjid 246 262 508 60 23 37

4. Tanjong Awe 252 231 483 100 52 48

5. Tanjung Rengkam 236 206 442 120 55 65

6. Tanjung Hagu 188 189 377 120 74 46

7 Madan 245 248 493 100 69 61

8. Tanjing Baroh 103 114 217 74 41 33

9. Gampong Baro 108 122 230 75 44 31

10. Tanjong Kleng 182 177 359 105 63 42

11. KR Baro Langgahan 177 263 440 95 23 72

12. Teupin Beulangan 203 205 408 85 44 41

13. Teupin Ara 214 235 449 60 36 24

14. Pusong 165 140 305 75 39 36

15. Mancang 500 639 1139 100 62 38

16. Blang Kabu 265 226 491 80 54 26

17. Keude Geudong 573 668 1241 70 8 62

18. Blang Peuria 682 728 1410 125 20 105

19. Asan 337 326 663 60 22 38

20. Murong 318 378 696 137 2 135

21. Pie 251 343 594 75 16 59

22. Krueng Mate 163 154 317 100 23 77

23. Beuringen 213 213 426 100 5 95

24. Kuta Krueng 396 425 821 100 12 88

25. Kuta Glumpang 290 337 627 123 5 118

26. Meucat 359 355 714 139 5 134

27. KR Baro Blang Mee 112 113 225 100 52 48

28. Teungoh 167 226 393 110 62 48

29. Mejid 145 111 256 75 38 37

30. Ujong 133 111 244 93 7 76


(1)

2. Kepada Puskesmas Samudera

a. Agar dapat lebih memperhatikan keberadaan bidan desa yang ada di setiap desa untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. b. Agar memperhatikan kebutuhan obat-obatan dan alat kesehatan yang

dibutuhkan para bidan desa..

c. Agar memperhatikan hak/ kesejahteraan para bidan desa dalam wilayah kerja Puskesmas Samudera.

3. Kepada Bidan Desa

a. Lebih meningkatkan kebersihan tempat dan alat persalinan untuk melahirkan di rumah pasien.

b. Tetap melaksanakan tugas secara profesional dan tetap memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat desa.

c. Tinggal di desa tempat tugas agar masyarakat mudah dalam mengakses pelayanan bidan desa saat dibutuhkan..

4. Kepada Masyarakat

Agar memanfaatkan keberadaan bidan desa yang ada untuk membantu dalam proses kehamilan, persalinan dan masa nifas.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adhani, 2002. Program Keluraga Berencana pada Wanita. Pusat Studi Wanita Universitas Widya Mandala Madiun.

Aditya, 2002. Upaya Menekan Angka Kematian Ibu. Ikatan Bidan Indonesia. Jakarta. Admin 5c, 2008, Peran Suami Dalam Persiapan Persalinan Aman, Dinas Kesehatan

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta : 2-3.

Anwar, M, 2003. Klinik Reproduksi untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu. Jakarta.

Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia bekerjasama denagan CIMU Healht The British Council, Depok, Tahun 2000.

Arikunto, Suharsimi, 1990, Manajemen Penelitian Edisi Baru, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Aryanti, 2002. Keberadaan Dukun Bayi sebagai Penolong Persalinan. Bandung. Azwar A., 1999. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan (Aplikasi Prinsip

Lingkungan Pemecahan Masalah). Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. Beth, Yeni, 2008, Konsep Keluarga : 1.

Buku Referensi Siap Antar Jaga,Tahun 2006 : 20-21,24,31.

Bungin, Burhan, M., H., 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Bungin, Burhan, M., H., 2008, Penelitian Kualitatif, Kencana Media Group. Cholil, A., 2004. Keterbatasan Mangakses Pelayanan Kesehatan, Jakarta.

Cordata, J.W., 1996. Total Quality Management. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Danim, Sudarwan, 2000, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, Cetakan kedua, PT

Bumi Aksara.

Darwizar, A., 2002. Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Manajemen Terpadu Bahta Sakti, Suara Pembaharuan, Jakarta.


(3)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Panduan Bidan Tingkat Desa, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

____, 1990. Buku Saku Bidan Desa. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

____, 1990. Wewenang Bidan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/ Per/IX/1990, Jakarta.

____, 1993. Pedoman Pelatihan Dukun Bayi. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluraga, Jakarta.

____, 1999. Visi dan Misi ”Indonesia Sehat 2010”, Jakarta. ____, 1999, Indonesia Sehat 2010

____, 2012. ARRIME, Pedoman Manajemen Puskesmas, Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi, Jakarta.

____, 2005, Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta : Depkes RI.

Dinkes, Kab. Aceh Utara, 2007, Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, Lhokseumawe : Dinkes Kab. Aceh Utara.

____, 2008-2013, Renstra Kesehatan Aceh Utara, Lhokseumawe : Dinkes Kab Aceh Utara.

Dinkes, Prov. NAD, 2008, Profil Kesehatan Provinsi Aceh Nanggroe Darussalam : 27,5 : Dinkes Prov. NAD.

Djoko, Wijono, 199. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya.

Earl Babbie, 2006, Menerapkan Metode Penelitian Survai untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Palmall, Jogjakarta.

Engel, F., James, Blackwell, D., Roger, Winiard, W., Paul, 1994, Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara.

Fishbein dan Azjen, 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior. An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publising Company.


(4)

Kalangie, dkk, 1994, Kebudayaan & Kesehatan, Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosio budaya, Kesaint Blanc, Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131 / Menkes / Sk/ II / 2004 Tgl 10 Februari

2004 Tentang Sistem Kesehatan Nasional, 2004.

____, Nomor 900 / Menkes / Sk / VII / 2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan, 2002 : 20-24.

Koesno, 2003. Profesi Bidan di Indonesia Dibutuhkan, Tapi Diacuhkan, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Jakarta.

Kompas, 2003. Angka Kematian Ibu Masih Tinggi, Jakarta. Kurniawati, Nita, 2005. Apa Dan Mengapa Buku Kia.

Manuaba IBG, 2002, Konsep Obstetri Dan Ginekologi Sosial Indonesia, EGC,Jakarta.

____, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Kelnarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC,Jakarta.

Mar'at. R, 2000, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, Jakarta

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Peberbit EGC, Jakarta.

Moleong, J., Lexy, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatf, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mudjijono, Wibowo, Josep, Herman, Muryantoro Hisbaron, Budi, Sulistyo, Murtolo, Ali, Sudarmo, 1997, Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Notoadmodjo. S, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Prilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

____, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.


(5)

Panduan Penulisan Proposal Penelitian dan Tesis, Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, Tahun 2007.

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Tahun 2002.

Rakhmat,. J, 1992. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi), PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

S.,S.,H., .Khairuddin. S., 1997, Sosiologi Keluarga, Liberty, Yogyakarta, : 3,18,19, Makalah/Jurnal.

Salusu, J., 2008, Pengambilan Keputusan Stratejik : 51,53-55, Jakarta : Grasindo, Jakarta.

Sarwono, S., 1997. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. UGM, Yogyakarta.

Sarwono,P, 2001. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal, Penerbit JNPKKR-POGI bekeijasama dengan Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

SDKI, 1997. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, Jakarta.

_____, 2003. Survei Deaiografi dan Kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Sentika, 2003, Bidan dan Dukun Bayi Bermitra, Kompas, Jakarta.

Sugiarto, Siagian Dergibson, Sunaryanto, Tri, Lasmono, Oetomo, S. Deny, 2001, Teknik Sampling, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Sugiono, 2002, Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Sumarnyoto, 2003. Pelayanan Bayi-bayi Keluarga Miskin yang Harus Dirawat di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSAB Harapan Kita, Jakarta.

Suprihatini, 2003. Wewenang Bidan dalam Penanganan Bayi. Eksklusif, Jakarta. Sutanto, Tantun, 2008, Konsep Keluarga :16,17,18,20,21.


(6)

Wilko, Kandra, 2008, Persepsi Sosial Dan Budaya Kesehatan Ibu Dan Anak, 3. Winardi, J., 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen PT. Raja Gravindo

Persada, Jakarta.

Yosefina, dkk., 2003. Persepsi dan Perlakuan Orang Dani di Lembah Baliem terhadap Kehamilan, Kayawijay Watch Project dan Eiudp/Jurusan Antropologi Universitas Cendrawasih Jayapura.

Zuhdy, 2008, Hubungan Antara Peran Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Injecting Drug User : 1.