Pengaruh Penggunaan Limbah Budidaya Rump
PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH BUDIDAYA RUMPUT LAUT
SEBAGAI BAHAN PAKAN ALTERNATIF TERHADAP PERFORMANS
PUYUH JANTAN UMUR 6 – 10 MINGGU
SEMINAR
Oleh:
PUTRI YUNIARTI
23010111120045
PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
Pengaruh Penggunaan Limbah Budidaya Rumput Laut sebagai Bahan
Pakan Alternatif terhadap Performans Puyuh Jantan Umur 6 – 10 Minggu
P. Yuniarti
Program Studi S-1 Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah
budidaya rumput laut sebagai bahan pakan alternatif terhadap performans burung
puyuh jantan. Materi yang digunakan adalah puyuh jantan umur 6 minggu
sebanyak 160 ekor, kandang cage dengan ukuran 60 x 40 cm yang masing –
masing dilengkapi dengan lampu beserta tempat pakan dan minum, serta bahan
pakan yang digunakan dalam pembuatan ransum meliputi jagung kuning, bekatul,
bungkil kedelai, tepung ikan, PMM, minyak kelapa dan top mix Percobaan
dirancang dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Perlakuan menggunakan rumput laut kedalam ransum yaitu dengan level
pemberian sebanyak 0%, 5%, 7.5%, dan 10%. Masing – masing perlakuan akan
diulang sebanyak 5 kali dimana untuk setiap ulangan terdiri dari 8 ekor puyuh.
Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang akan diberikan
mengandung PK sebesar 20% dengan Energi Metabolis sebesar 2.600 kkal/kg.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi, pertambahan bobot
badan dan konversi pakan. Data hasil penelitian akan dianalisis dengan
menggunakan prosedur analisis ragam (ANOVA) dengan uji F taraf 5% dan
apabila ada pengaruh perbedaan terhadap perlakuan maka akan dianalisis dengan
menggunakan metode uji jarak berganda Duncan’s.
Kata kunci: puyuh jantan, rumput laut, performans
PENDAHULUAN
Peternakan puyuh menjadi salah satu usaha di bidang peternakan yang dapat
memberi keuntungan menjanjikan. Menurut Badan Statistik (2013) bahwa
produksi daging puyuh di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 6.941 ton dan
pada tahun 2013 sebanyak 7.153 ton. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia mulai melirik daging puyuh menjadi alternatif variasi makanan untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani setelah ayam maupun itik. Meningkatnya
permintaan konsumen terhadap daging puyuh menimbulkan inovasi baru untuk
memanfaatkan puyuh jantan yang semula hanya digunakan sebagai pejantan atau
pembibitan menjadi puyuh penghasil daging. Namun, adanya keterbatasan pakan
komersil untuk puyuh dan semakin mahalnya harga bahan pakan maka hal ini
membuat peternak mencari alternatif pakan yang dapat tersedia secara kontinyu
dan tidak bersaing dengan manusia yaitu dengan memanfaatkan limbah hasil
budidaya rumput laut. Potensi rumput laut pada tahun 2010 mencapai 3.082 juta
ton diatas target yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu
sebesar 2.574 ton (KKP, 2010) sehingga limbah yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai alternatif bahan pakan untuk puyuh. Kandungan polisakarida didalam
rumput laut diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi puyuh
sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan
nilai konversi pakan. Selain itu, rumput laut kaya akan mineral berupa kalsium
(Ca) yang diharapkan akan dapat membantu dalam proses penyerapan protein.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah
budidaya rumput laut sebagai bahan pakan alternatif terhadap performans puyuh
janta yang meliputi tingkat konsumsi, pertambahan bobot badan dan nilai
konversi pakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Puyuh Jantan
Puyuh jantan merupakan jenis unggas yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai penghasil protein hewani karena mudah dipelihara, biaya
pemeliharaan tidak terlalu besar serta dapat diusahakan pada lahan yang tidak
terlalu luas (Mahfudz et al., 2009 yang dikutip oleh Widodo et al., 2013). Bentuk
tubuhnya yang kecil menyebabkan puyuh hanya memerlukan kandang dan lahan
yang tidak luas serta pakan yang lebih sedikit daripada unggas lainnya, sehingga
sangat cocok bagi peternak pemula karena hanya memerlukan modal yang lebih
kecil. Selain itu daging puyuh bergizi tinggi dengan kadar protein sekitar 21,1%
dan kadar lemak yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 7,73%. Rendahnya
kadar lemak ini cocok untuk orang yang melakukan diet terhadap kolesterol.
(Listiyowati dan Roospitasari, 2005 yang dikutip oleh Bakrie et al., 2012).
Menurut Anggorodi (1994) yang dikutip oleh Imami (2006) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan – jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat – alat tubuh.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan dapat terjadi dengan penambahan
jumlah sel disebut hiperplasi dan dapat pula terjadi dengan penambahan
ukurannya disebut hipertropi. Dewasa kelamin pada puyuh rata – rata dicapai
pada saat umur 42 – 45 hari (Akbarillah et al., 2008). Puyuh mudah dibedakan
jenis kelaminnya pada umur 2 – 3 minggu, hal ini berdasarkan perbedaan warna
bulu pada bagian pangkal paruh dan bawah dada. Puyuh jantan ditandai dengan
warna bulu bagian dada merah sawo matang tanpa bercak – bercak hitam
sedangkan puyuh betina ditandai dengan bercak – bercak hitam. Puyuh jantan
umur 5 – 6 minggu mulai bersuara lebih keras daripada puyuh betina, pada bagian
kelamin akan terdapat benjolan merah diantara ekor dan kloaka apabila dipijat
akan mengeluarkan seperti pasta melalui kloaka. Puyuh mencapai dewasa kelamin
pada umur 5 – 6 minggu (Nugrahanti, 2003).
Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)
Rumput laut untuk pakan ternak di Indonesia belum digunakan secara
optimal. Dalam pakan ternak rumput laut sering digunakan sebagai sumber
mineral dan vitamin. Di Jepang pemberian pakan ternak ayam dengan menu
rumput laut (Porphyra atropurpurae) dengan level 2,5 sampai 10% dari total
pakan memberikan hasil yang baik, meningkatkan kesehatan, bobot telur,
produksi telur, kekuatan kulit telur dan daya tetas. Rumput laut kaya akan vitamin
A, B1, B2, C dan Niacin, di samping itu rumput laut memiliki kelebihan adalah
kaya akan iodium, dan sering digunakan untuk mencegah gondok karena kadar
iodiumnya yang tinggi (Horhoruw et al., 2009). Gracilaria verrucosa yaitu jenis
rumput laut yang dibudidayakan di air payau dengan salinitas air yang berkisar
diantara 15-25 ppm dan pH yang berkisar antara 7,0-8,7. Jenis Gracilaria
merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena selain harganya murah dan
mudah diperoleh, juga mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lipat dari jenis
lainnya (Al-Bahri 2012 dikutip oleh Jamilah, 2013). Menurut Dawson (1946),
yang dikutip oleh Soegiarto et al. (1978) dalam Jamilah (2013), rumput laut jenis
Gracilaria memiliki sistematika klasifikasi sebagai berikut :
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Gracilariaceae
Genus
: Gracilaria
Spesies
: Gracilaria sp
Rumput laut merupakan sumber pangan yang memiliki kandungan karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, asam amino, dan mineral tinggi. Kandungan serat dan
mineral juga lebih tinggi daripada sebagian besar buah dan sayuran (Salmi et al.,
2012 yang dikutip oleh Sugiyatno et al., 2013). Hasil penelitian Sugiyatno et al.
(2013) bahwa kandungan nutrisi rumput laut jenis Gracilaria verrucosa yaitu
kandungan agar 0,054 – 0,064% dari berat kering tanaman, serat kasar 11,44 –
12,78%, protein 9,28% - 11,93% dan lemak 0,12% - 0,15%. Kandungan nutrisi
yang terkandung dalam rumput laut menurut Istini dan Suhaimi (1998) yang
dikutip oleh Situmorang et al. (2013) kadar air 12,90%, karbohidrat 4,94%,
protein 7,30%, lemak 0,09%, serat kasar 2,50%, abu 12,54%, Ca 29,925 ppm, Fe
0,701 ppm, Cu 3,581 ppm, Pb 0,109 ppm, vitamin B1 (tiamin) 0,019 mg/100g,
vitamin B2 (riboflavin) 4 mg/100g dan karaginan 47,37%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis Sitomorang et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan
kadar air 81,43%, abu 46,4921%, lemak kasar 1,5636%, serat kasar 11,2611% dan
protein kasar 11,0461%.
Berdasarkan hasil penelitain Meliandasari et al., (2013) dengan
menggunakan ayam broiler yang diberikan tepung rumput laut (Gracilaria
verrucosa) sampai dengan level 7,5% menunjukkan hasil bahwa penggunaan
tepung rumput laut sampai dengan level 7,5% secara nyata berpengaruh terhadap
kadar lemak daging. Sedangkan berdasarkan penelitian Bangun et al., (2013)
dengan penggunaan tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) sampai dengan
level 7,5% terhadap ayam broiler menunjukkan hasil bahwa penggunaan tepung
rumput laut pada level 5,0% berpengaruh terhadap berat dan panjang tulang
tarsometatarsus.
Konsumsi
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan
sisa pakan (Panjaitan et al., 2012). Konsumsi ransum puyuh umur 1 hari sampai 5
minggu sekitar 245 gram/ ekor (Listyowati dan Roospitasari, 2000 dikutip oleh
Panjaitan et al., 2012). Kebutuhan pakan puyuh yaitu 14-18 gram/ ekor/ hari
belum termasuk pakan yang tercecer (Anggorodi, 1995 dikutip oleh Tambunan et
al., 2013). Konsumsi pakan puyuh umur 7 – 10 minggu ialah 127 – 143 gram
(Sabela, 2002 dikutip oleh Akbarillah et al., 2008). Konsumsi pakan puyuh
dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas serta kandungan energi yang ada pada pakan
tersebut (Setiawan, 2006 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Namun secara
keseluruhan, faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan ternak unggas yaitu
strain, kandungan energi, suhu lingkungan, berat tubuh, bobot telur harian,
pertumbuhan bulu, derajat stress, dan aktivitas (North dan Bell, 1990 dikutip oleh
Triyanto 2007). Tingkat enertgi didalam ransum menentukan banyaknya ransum
yang dikonsumsi, sedangkan jumlah konsumsi ransum dipengaruhi oleh
temperatur lingkungan, imbangan nutrisi ransum, kesehatan dan bobot badan
(Wahju, 2004 dikutip oleh Dianti, 2012). Konsumsi ransum dipengaruhi oleh
genetik, sex, berat badan, imbangan energi dan protein dalam ransum serta
temperatur (Wahju, 1992 dikutip oleh Desia et al., 2008).
Pertambahan Bobot Badan
Puyuh jantan dewasa memiliki bobot badan 110-140 gram sedangkan puyuh
betina dewasa memiliki berat yang lebih besar yaitu 110-160 gram (Nugroho dan
Mayun, 1990 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Laju pertumbuhan cepat pada
puyuh berlangsung umur 28 hari, kemudian pertumbuhan menjadi semakin
melambat (Seker et al., 2009 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Hasil penelitian
Desia et al. (2008) menyatakan bahwa puncak pertumbuhan puyuh coklat dan
putih terjadi pada minggu ke empat atau ke lima. Perubahan kandungan protein
kasar dalam pakan dapat mempengaruhi performans produksi dan akhirnya akan
berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Jadi apabila terjadi perubahan konsumsi
pakan disebabkan secara tidak langsung oleh perubahan kandungan protein
(Widyatmoko et al., 2013).
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dihabiskan untuk tiap satuan
produksi (pertambahan bobot badan). Angka konversi kecil menunjukkan
penggunaan pakan yang efisien sedangkan angka konversi besar menunjukkan
penggunaan pakan yang tidak efisien. Nilai konversi pakan puyuh jantan dan
betina terbaik terjadi pada umur 1 minggu. Faktor yang mempengaruhi tingkat
konversi pakan meliputi mutu pakan, tatacara pemberian pakan, dan kesehatan
ternak (Panjaitan et al., 2012). Konversi ransum burung puyuh yang baik berkisar
antara 2,70 sampai 2,80 (Kartasudjana dan Nayoan, 1997 dikutip oleh Panjaitan et
al., 2012). Hasil penelitian Chimote et al. (2009) yang dikutip oleh Widyatmoko
et al. (2013) menyatakan bahwa nilai FCR puyuh pedaging umur 35 hari adalah
3,32. Nilai konversi pakan pada puyuh umur 7 – 10 minggu yaitu 3,7 – 5,0
(Sabela, 2002 dikutip oleh Akbarillah et al., 2008). Faktor yang mempengaruhi
tingkat konversi pakan yaitu konsumsi, apabila kandungan serat kasar yang
dikonsumsi cukup tinggi maka akan mempengaruhi konsumsi protein dalam
ransum. Ransum puyuh tidak boleh mengandung serat kasar melebihi 7% karena
serat kasar bersifat bulky (Widyatmoko et al., 2013).
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian ini dilaksanakan dari September sampai November 2014
di
Kandang RUNR (Ransum Unggas Non Ruminansia) Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
Penelitian ini menggunakan puyuh jantan umur 6 minggu sebanyak 160
ekor yang ditempatkan pada kandang cage kerangka kayu dengan kawat ram,
ukuran 60 x 40 cm, masing-masing unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan
dan tempat minum serta lampu 25 watt sebagai pencahayaan, timbangan,
termometer. Bahan-bahan yang digunakan yaitu limbah rumput laut dan ransum
yang terdiri dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, PMM, top
mix, dan minyak kelapa. Puyuh sebelum perlakuan diberi pakan komersil
produksi PT. Charoen Pokphand yaitu 511. Pemberian pakan dan air minum
dilakukan secara ad libitum. Ransum perlakuan yang akan diberikan mengandung
PK sebesar 20% dengan Energi Metabolis sebesar 2.600 kkal/kg.
Metode
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL), denga empat perlakuan dan lima ulangan dimana masing –
masing unti perlakuan terdiri dari delapan puyuh jantan.
Perlakuan yang diujicobakan yaitu tingkat penggunaan tepung rumput laut:
T0 : Ransum mengandung 0% rumput laut
T1 : Ransum mengandung 5 % rumput laut
T2 : Ransum mengandung 7,5% rumput laut
T3 : Ransum mengandung 10% rumput laut
Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan
dan konversi pakan. Pengukuran variabel tersebut dilakukan sebagai berikut.
Konsumsi pakan, diukur dengan menghitung selisih antara pakan yang diberikan
dengan jumlah yang tersisa selama satu minggu pemberian pakan sehingga dapat
diperoleh konsumsi pakan harian dalam satuan gram/ ekor/ hari. Timbangan yang
dipergunakan memiliki kepekaan 1 gram.
Pertambahan bobot badan, dapat diketahui melalui penimbangan bobot badan
burung puyuh setiap satu minggu sekali sampai pada akhir penelitian yang
dilakukan pada sore hari sebelum pemberian pakan. Timbangan yang digunakan
memiliki kapasitas beban maksimum 5000 gram. Kemudian melakukan
perhitungan dengan cara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal,
kemudian dibagi dengan lama pemeliharan.
Konversi pakan, yaitu rasio pakan yang dikonsumsi (gram) dalam jangka waktu
tertentu dibagi dengan pertambahan bobot badan dari burung puyuh (gram).
Data hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis
ragam (ANOVA) dengan uji F taraf 5% dan apabila ada pengaruh perbedaan
terhadap perlakuan maka akan dianalisis dengan menggunakan metode uji jarak
berganda Duncan’s.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pada pakan perlakuan
Items
Perlakuan
T1
T2
T0
Komposisi bahan pakan (%)*
Jagung kuning
Bekatul
Bungkil kedelai
Tepung ikan
PMM
Minyak kelapa
Tepung rumput laut
Top mix
Total
Kandungan nutrien
Energi metabolis (kkal/kg)
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Lemak kasar (%)
Harga pakan /kg (Rp)
46,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
T3
0,1
100,0
41,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
5,0
0,1
100,0
38,9
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
7,5
0,1
100,0
36,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
10,0
0,1
100,0
2.690,07
20,07
4,81
4,12
5.760,70
2.641,62
20,22
5,65
5,25
5.570,70
2.617,39
20,29
6,38
3,30
5.475,70
2.593,16
20,30
6,30
5,09
5.380,70
*Berdasarkan hasil perhitungan formulasi ransum
Hipotesis Statistik
H0
: Tidak ada pengaruh penggunaan limbah budidaya rumput laut terhadap
performans puyuh jantan umur 6 – 10 minggu
H1
: Minimal ada satu perlakuan penggunaan limbah budidaya rumput laut
yang mempengaruhi performans puyuh jantan umur 6 – 10 minggu
DAFTAR PUSTAKA
Akbarillah, T., Kususiyah., D. Kaharuddin dan Hidayat. 2008. Tepung daun
indigofera sebagai suplementasi pakan terhadap produksi dan warna yolk
puyuh (Coturnix coturnix japonica). JSPI. 3(1): 20 – 23.
Bakrie, B., E. Manshur., dan I.M. Sukadana. 2012. Pemberian berbagai level
tepung cangkang udang ke dalam ransum anak puyuh dalam masa
pertumbuhan (umur 1 – 6 minggu). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12
(1) : 58 – 68.
Bangun, G. D. D., L. D. Mahfudz dan D. Sunarti. 2013. Pengaruh penggunaan
tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum ayam broiler
terhadap berat dan ukuran tulang tibia dan tarsometatarsus. Animal
Agriculture Journal. 2(1): 489-496.
Desia, K., Kususiyah dan Deva. 2008. Performans pertumbuhan puyuh (Coturnix
– coturnix japonica) putih dan coklat. Jurnal Sain Peternakan Indonesia.
3(1): 1 – 4.
Dianti, R. 2012. Pemberian daun Crotalaria usaramoensis sebagai sumber protein
ransum bururng puyuh periode grower terhadap energi metabolis, retensi
nitrogen dan efisiensi ransum. IJFT. 1(1): 16 – 28.
Horhoruw, W.M., Wihandoyo., dan T. Yuwanto. 2009. Pengaruh pemanfaatan
rumput laut Gracilaria edulis dalam pakan terhadap kinerja ayam fase
pullet. Buletin Peternakan. 33 (1) : 8 – 16.
Imami, K. 2006. Pengaruh penambahan lisin sintetik dalam ransum protein rendah
terhadap performans puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) saat
pubertas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
(Skripsi).
Jamilah, L. 2013. Pemanfaatan rumput laut Gracilaria verricosa sebagai produk
bakto agar dan aplikasinya dalam media pertumbuhan mikroorganisme.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Meliandasari, M., L. D. Mahfudz dan W. Sarengat. 2013. Pengaruh penggunaan
tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum terhadap
perlemakan ayam broiler umur 42 hari. Animal Agriculture Journal. 2(1):
120-127.
Nugrahanti, D. Y. 2003. Pengaruh penggunaan tepung silase limbah pengolahan
ikan dalam ransum terhadap persentase karkas burung puyuh (Coturnix
coturnix japonica) jantan umur 8 minggu. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).
Panjaitan, I., A. Sofiana dan Y. Priabudiman. 2012. Suplementasi tepung jangkrik
sebagai sumber protein pengaruhnya terhadap kinerja burung puyuh
(Coturnix coturnix japonica). J. Ilmiah Ilmu – ilmu Peternakan 15(1): 814.
Situmorang, N. A., L. D. Mahfudz dan U. Atmomarsono. 2013. Pengaruh
pemberian tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum
terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Animal Agricultural
Journal. 2(2): 49 – 56.
Sugiyatno., M. Izzati dan E. Prihastanti. 2013. Manajemen budidaya dan
pengolahan pasca panen Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Study
Kasus: Tambak Desa Marorejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten
Kendal. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(2): 42 – 50.
Tambunan, G. M., W. Sarengat dan E. Suprijatna. 2013. Pengaruh penambahan
kotoran walet dalam ransum terhadap performans burung puyuh jantan
Umur 0-5 Minggu. Animal Agriculture Journal 2 (1): 105-113.
Triyanto. 2007. Performa produksi burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)
periode produksi Umur 6-13 Minggu pada lama pencahayaan yang
berbeda. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).
Widodo, A. R., H. Setiawan., Sudiyono., Sudibyo., dan R. Indreswari. 2013.
Kecernaan nutrien dan performans puyuh (Coturnix coturnix japonica)
jantan yang diberi ampas tahu fermentasi dalam ransum. Tropical Animal
Husbandary 2 (1) : 51 – 57.
Widyatmoko, H., Zuprizal dan Wihandoyo. 2013. Penggunaan Corn Dried
Distillers Grains With Solubles dalam ransum terhadap performans puyuh
jantan. Buletin Peternakan. 37(2): 120 – 124.
SEBAGAI BAHAN PAKAN ALTERNATIF TERHADAP PERFORMANS
PUYUH JANTAN UMUR 6 – 10 MINGGU
SEMINAR
Oleh:
PUTRI YUNIARTI
23010111120045
PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
Pengaruh Penggunaan Limbah Budidaya Rumput Laut sebagai Bahan
Pakan Alternatif terhadap Performans Puyuh Jantan Umur 6 – 10 Minggu
P. Yuniarti
Program Studi S-1 Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah
budidaya rumput laut sebagai bahan pakan alternatif terhadap performans burung
puyuh jantan. Materi yang digunakan adalah puyuh jantan umur 6 minggu
sebanyak 160 ekor, kandang cage dengan ukuran 60 x 40 cm yang masing –
masing dilengkapi dengan lampu beserta tempat pakan dan minum, serta bahan
pakan yang digunakan dalam pembuatan ransum meliputi jagung kuning, bekatul,
bungkil kedelai, tepung ikan, PMM, minyak kelapa dan top mix Percobaan
dirancang dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Perlakuan menggunakan rumput laut kedalam ransum yaitu dengan level
pemberian sebanyak 0%, 5%, 7.5%, dan 10%. Masing – masing perlakuan akan
diulang sebanyak 5 kali dimana untuk setiap ulangan terdiri dari 8 ekor puyuh.
Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang akan diberikan
mengandung PK sebesar 20% dengan Energi Metabolis sebesar 2.600 kkal/kg.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi, pertambahan bobot
badan dan konversi pakan. Data hasil penelitian akan dianalisis dengan
menggunakan prosedur analisis ragam (ANOVA) dengan uji F taraf 5% dan
apabila ada pengaruh perbedaan terhadap perlakuan maka akan dianalisis dengan
menggunakan metode uji jarak berganda Duncan’s.
Kata kunci: puyuh jantan, rumput laut, performans
PENDAHULUAN
Peternakan puyuh menjadi salah satu usaha di bidang peternakan yang dapat
memberi keuntungan menjanjikan. Menurut Badan Statistik (2013) bahwa
produksi daging puyuh di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 6.941 ton dan
pada tahun 2013 sebanyak 7.153 ton. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia mulai melirik daging puyuh menjadi alternatif variasi makanan untuk
memenuhi kebutuhan protein hewani setelah ayam maupun itik. Meningkatnya
permintaan konsumen terhadap daging puyuh menimbulkan inovasi baru untuk
memanfaatkan puyuh jantan yang semula hanya digunakan sebagai pejantan atau
pembibitan menjadi puyuh penghasil daging. Namun, adanya keterbatasan pakan
komersil untuk puyuh dan semakin mahalnya harga bahan pakan maka hal ini
membuat peternak mencari alternatif pakan yang dapat tersedia secara kontinyu
dan tidak bersaing dengan manusia yaitu dengan memanfaatkan limbah hasil
budidaya rumput laut. Potensi rumput laut pada tahun 2010 mencapai 3.082 juta
ton diatas target yang ditetapkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan yaitu
sebesar 2.574 ton (KKP, 2010) sehingga limbah yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai alternatif bahan pakan untuk puyuh. Kandungan polisakarida didalam
rumput laut diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi bagi puyuh
sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan
nilai konversi pakan. Selain itu, rumput laut kaya akan mineral berupa kalsium
(Ca) yang diharapkan akan dapat membantu dalam proses penyerapan protein.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan limbah
budidaya rumput laut sebagai bahan pakan alternatif terhadap performans puyuh
janta yang meliputi tingkat konsumsi, pertambahan bobot badan dan nilai
konversi pakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Puyuh Jantan
Puyuh jantan merupakan jenis unggas yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai penghasil protein hewani karena mudah dipelihara, biaya
pemeliharaan tidak terlalu besar serta dapat diusahakan pada lahan yang tidak
terlalu luas (Mahfudz et al., 2009 yang dikutip oleh Widodo et al., 2013). Bentuk
tubuhnya yang kecil menyebabkan puyuh hanya memerlukan kandang dan lahan
yang tidak luas serta pakan yang lebih sedikit daripada unggas lainnya, sehingga
sangat cocok bagi peternak pemula karena hanya memerlukan modal yang lebih
kecil. Selain itu daging puyuh bergizi tinggi dengan kadar protein sekitar 21,1%
dan kadar lemak yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 7,73%. Rendahnya
kadar lemak ini cocok untuk orang yang melakukan diet terhadap kolesterol.
(Listiyowati dan Roospitasari, 2005 yang dikutip oleh Bakrie et al., 2012).
Menurut Anggorodi (1994) yang dikutip oleh Imami (2006) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan – jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat – alat tubuh.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pertumbuhan dapat terjadi dengan penambahan
jumlah sel disebut hiperplasi dan dapat pula terjadi dengan penambahan
ukurannya disebut hipertropi. Dewasa kelamin pada puyuh rata – rata dicapai
pada saat umur 42 – 45 hari (Akbarillah et al., 2008). Puyuh mudah dibedakan
jenis kelaminnya pada umur 2 – 3 minggu, hal ini berdasarkan perbedaan warna
bulu pada bagian pangkal paruh dan bawah dada. Puyuh jantan ditandai dengan
warna bulu bagian dada merah sawo matang tanpa bercak – bercak hitam
sedangkan puyuh betina ditandai dengan bercak – bercak hitam. Puyuh jantan
umur 5 – 6 minggu mulai bersuara lebih keras daripada puyuh betina, pada bagian
kelamin akan terdapat benjolan merah diantara ekor dan kloaka apabila dipijat
akan mengeluarkan seperti pasta melalui kloaka. Puyuh mencapai dewasa kelamin
pada umur 5 – 6 minggu (Nugrahanti, 2003).
Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)
Rumput laut untuk pakan ternak di Indonesia belum digunakan secara
optimal. Dalam pakan ternak rumput laut sering digunakan sebagai sumber
mineral dan vitamin. Di Jepang pemberian pakan ternak ayam dengan menu
rumput laut (Porphyra atropurpurae) dengan level 2,5 sampai 10% dari total
pakan memberikan hasil yang baik, meningkatkan kesehatan, bobot telur,
produksi telur, kekuatan kulit telur dan daya tetas. Rumput laut kaya akan vitamin
A, B1, B2, C dan Niacin, di samping itu rumput laut memiliki kelebihan adalah
kaya akan iodium, dan sering digunakan untuk mencegah gondok karena kadar
iodiumnya yang tinggi (Horhoruw et al., 2009). Gracilaria verrucosa yaitu jenis
rumput laut yang dibudidayakan di air payau dengan salinitas air yang berkisar
diantara 15-25 ppm dan pH yang berkisar antara 7,0-8,7. Jenis Gracilaria
merupakan jenis yang paling banyak digunakan karena selain harganya murah dan
mudah diperoleh, juga mampu menghasilkan agar-agar tiga kali lipat dari jenis
lainnya (Al-Bahri 2012 dikutip oleh Jamilah, 2013). Menurut Dawson (1946),
yang dikutip oleh Soegiarto et al. (1978) dalam Jamilah (2013), rumput laut jenis
Gracilaria memiliki sistematika klasifikasi sebagai berikut :
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Gracilariaceae
Genus
: Gracilaria
Spesies
: Gracilaria sp
Rumput laut merupakan sumber pangan yang memiliki kandungan karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, asam amino, dan mineral tinggi. Kandungan serat dan
mineral juga lebih tinggi daripada sebagian besar buah dan sayuran (Salmi et al.,
2012 yang dikutip oleh Sugiyatno et al., 2013). Hasil penelitian Sugiyatno et al.
(2013) bahwa kandungan nutrisi rumput laut jenis Gracilaria verrucosa yaitu
kandungan agar 0,054 – 0,064% dari berat kering tanaman, serat kasar 11,44 –
12,78%, protein 9,28% - 11,93% dan lemak 0,12% - 0,15%. Kandungan nutrisi
yang terkandung dalam rumput laut menurut Istini dan Suhaimi (1998) yang
dikutip oleh Situmorang et al. (2013) kadar air 12,90%, karbohidrat 4,94%,
protein 7,30%, lemak 0,09%, serat kasar 2,50%, abu 12,54%, Ca 29,925 ppm, Fe
0,701 ppm, Cu 3,581 ppm, Pb 0,109 ppm, vitamin B1 (tiamin) 0,019 mg/100g,
vitamin B2 (riboflavin) 4 mg/100g dan karaginan 47,37%. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis Sitomorang et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan
kadar air 81,43%, abu 46,4921%, lemak kasar 1,5636%, serat kasar 11,2611% dan
protein kasar 11,0461%.
Berdasarkan hasil penelitain Meliandasari et al., (2013) dengan
menggunakan ayam broiler yang diberikan tepung rumput laut (Gracilaria
verrucosa) sampai dengan level 7,5% menunjukkan hasil bahwa penggunaan
tepung rumput laut sampai dengan level 7,5% secara nyata berpengaruh terhadap
kadar lemak daging. Sedangkan berdasarkan penelitian Bangun et al., (2013)
dengan penggunaan tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) sampai dengan
level 7,5% terhadap ayam broiler menunjukkan hasil bahwa penggunaan tepung
rumput laut pada level 5,0% berpengaruh terhadap berat dan panjang tulang
tarsometatarsus.
Konsumsi
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan
sisa pakan (Panjaitan et al., 2012). Konsumsi ransum puyuh umur 1 hari sampai 5
minggu sekitar 245 gram/ ekor (Listyowati dan Roospitasari, 2000 dikutip oleh
Panjaitan et al., 2012). Kebutuhan pakan puyuh yaitu 14-18 gram/ ekor/ hari
belum termasuk pakan yang tercecer (Anggorodi, 1995 dikutip oleh Tambunan et
al., 2013). Konsumsi pakan puyuh umur 7 – 10 minggu ialah 127 – 143 gram
(Sabela, 2002 dikutip oleh Akbarillah et al., 2008). Konsumsi pakan puyuh
dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas serta kandungan energi yang ada pada pakan
tersebut (Setiawan, 2006 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Namun secara
keseluruhan, faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan ternak unggas yaitu
strain, kandungan energi, suhu lingkungan, berat tubuh, bobot telur harian,
pertumbuhan bulu, derajat stress, dan aktivitas (North dan Bell, 1990 dikutip oleh
Triyanto 2007). Tingkat enertgi didalam ransum menentukan banyaknya ransum
yang dikonsumsi, sedangkan jumlah konsumsi ransum dipengaruhi oleh
temperatur lingkungan, imbangan nutrisi ransum, kesehatan dan bobot badan
(Wahju, 2004 dikutip oleh Dianti, 2012). Konsumsi ransum dipengaruhi oleh
genetik, sex, berat badan, imbangan energi dan protein dalam ransum serta
temperatur (Wahju, 1992 dikutip oleh Desia et al., 2008).
Pertambahan Bobot Badan
Puyuh jantan dewasa memiliki bobot badan 110-140 gram sedangkan puyuh
betina dewasa memiliki berat yang lebih besar yaitu 110-160 gram (Nugroho dan
Mayun, 1990 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Laju pertumbuhan cepat pada
puyuh berlangsung umur 28 hari, kemudian pertumbuhan menjadi semakin
melambat (Seker et al., 2009 dikutip oleh Panjaitan et al., 2012). Hasil penelitian
Desia et al. (2008) menyatakan bahwa puncak pertumbuhan puyuh coklat dan
putih terjadi pada minggu ke empat atau ke lima. Perubahan kandungan protein
kasar dalam pakan dapat mempengaruhi performans produksi dan akhirnya akan
berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Jadi apabila terjadi perubahan konsumsi
pakan disebabkan secara tidak langsung oleh perubahan kandungan protein
(Widyatmoko et al., 2013).
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dihabiskan untuk tiap satuan
produksi (pertambahan bobot badan). Angka konversi kecil menunjukkan
penggunaan pakan yang efisien sedangkan angka konversi besar menunjukkan
penggunaan pakan yang tidak efisien. Nilai konversi pakan puyuh jantan dan
betina terbaik terjadi pada umur 1 minggu. Faktor yang mempengaruhi tingkat
konversi pakan meliputi mutu pakan, tatacara pemberian pakan, dan kesehatan
ternak (Panjaitan et al., 2012). Konversi ransum burung puyuh yang baik berkisar
antara 2,70 sampai 2,80 (Kartasudjana dan Nayoan, 1997 dikutip oleh Panjaitan et
al., 2012). Hasil penelitian Chimote et al. (2009) yang dikutip oleh Widyatmoko
et al. (2013) menyatakan bahwa nilai FCR puyuh pedaging umur 35 hari adalah
3,32. Nilai konversi pakan pada puyuh umur 7 – 10 minggu yaitu 3,7 – 5,0
(Sabela, 2002 dikutip oleh Akbarillah et al., 2008). Faktor yang mempengaruhi
tingkat konversi pakan yaitu konsumsi, apabila kandungan serat kasar yang
dikonsumsi cukup tinggi maka akan mempengaruhi konsumsi protein dalam
ransum. Ransum puyuh tidak boleh mengandung serat kasar melebihi 7% karena
serat kasar bersifat bulky (Widyatmoko et al., 2013).
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian ini dilaksanakan dari September sampai November 2014
di
Kandang RUNR (Ransum Unggas Non Ruminansia) Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
Penelitian ini menggunakan puyuh jantan umur 6 minggu sebanyak 160
ekor yang ditempatkan pada kandang cage kerangka kayu dengan kawat ram,
ukuran 60 x 40 cm, masing-masing unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan
dan tempat minum serta lampu 25 watt sebagai pencahayaan, timbangan,
termometer. Bahan-bahan yang digunakan yaitu limbah rumput laut dan ransum
yang terdiri dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, PMM, top
mix, dan minyak kelapa. Puyuh sebelum perlakuan diberi pakan komersil
produksi PT. Charoen Pokphand yaitu 511. Pemberian pakan dan air minum
dilakukan secara ad libitum. Ransum perlakuan yang akan diberikan mengandung
PK sebesar 20% dengan Energi Metabolis sebesar 2.600 kkal/kg.
Metode
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL), denga empat perlakuan dan lima ulangan dimana masing –
masing unti perlakuan terdiri dari delapan puyuh jantan.
Perlakuan yang diujicobakan yaitu tingkat penggunaan tepung rumput laut:
T0 : Ransum mengandung 0% rumput laut
T1 : Ransum mengandung 5 % rumput laut
T2 : Ransum mengandung 7,5% rumput laut
T3 : Ransum mengandung 10% rumput laut
Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan
dan konversi pakan. Pengukuran variabel tersebut dilakukan sebagai berikut.
Konsumsi pakan, diukur dengan menghitung selisih antara pakan yang diberikan
dengan jumlah yang tersisa selama satu minggu pemberian pakan sehingga dapat
diperoleh konsumsi pakan harian dalam satuan gram/ ekor/ hari. Timbangan yang
dipergunakan memiliki kepekaan 1 gram.
Pertambahan bobot badan, dapat diketahui melalui penimbangan bobot badan
burung puyuh setiap satu minggu sekali sampai pada akhir penelitian yang
dilakukan pada sore hari sebelum pemberian pakan. Timbangan yang digunakan
memiliki kapasitas beban maksimum 5000 gram. Kemudian melakukan
perhitungan dengan cara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal,
kemudian dibagi dengan lama pemeliharan.
Konversi pakan, yaitu rasio pakan yang dikonsumsi (gram) dalam jangka waktu
tertentu dibagi dengan pertambahan bobot badan dari burung puyuh (gram).
Data hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis
ragam (ANOVA) dengan uji F taraf 5% dan apabila ada pengaruh perbedaan
terhadap perlakuan maka akan dianalisis dengan menggunakan metode uji jarak
berganda Duncan’s.
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pada pakan perlakuan
Items
Perlakuan
T1
T2
T0
Komposisi bahan pakan (%)*
Jagung kuning
Bekatul
Bungkil kedelai
Tepung ikan
PMM
Minyak kelapa
Tepung rumput laut
Top mix
Total
Kandungan nutrien
Energi metabolis (kkal/kg)
Protein kasar (%)
Serat kasar (%)
Lemak kasar (%)
Harga pakan /kg (Rp)
46,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
T3
0,1
100,0
41,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
5,0
0,1
100,0
38,9
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
7,5
0,1
100,0
36,4
15,0
20,0
10,0
5,5
3,0
10,0
0,1
100,0
2.690,07
20,07
4,81
4,12
5.760,70
2.641,62
20,22
5,65
5,25
5.570,70
2.617,39
20,29
6,38
3,30
5.475,70
2.593,16
20,30
6,30
5,09
5.380,70
*Berdasarkan hasil perhitungan formulasi ransum
Hipotesis Statistik
H0
: Tidak ada pengaruh penggunaan limbah budidaya rumput laut terhadap
performans puyuh jantan umur 6 – 10 minggu
H1
: Minimal ada satu perlakuan penggunaan limbah budidaya rumput laut
yang mempengaruhi performans puyuh jantan umur 6 – 10 minggu
DAFTAR PUSTAKA
Akbarillah, T., Kususiyah., D. Kaharuddin dan Hidayat. 2008. Tepung daun
indigofera sebagai suplementasi pakan terhadap produksi dan warna yolk
puyuh (Coturnix coturnix japonica). JSPI. 3(1): 20 – 23.
Bakrie, B., E. Manshur., dan I.M. Sukadana. 2012. Pemberian berbagai level
tepung cangkang udang ke dalam ransum anak puyuh dalam masa
pertumbuhan (umur 1 – 6 minggu). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 12
(1) : 58 – 68.
Bangun, G. D. D., L. D. Mahfudz dan D. Sunarti. 2013. Pengaruh penggunaan
tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum ayam broiler
terhadap berat dan ukuran tulang tibia dan tarsometatarsus. Animal
Agriculture Journal. 2(1): 489-496.
Desia, K., Kususiyah dan Deva. 2008. Performans pertumbuhan puyuh (Coturnix
– coturnix japonica) putih dan coklat. Jurnal Sain Peternakan Indonesia.
3(1): 1 – 4.
Dianti, R. 2012. Pemberian daun Crotalaria usaramoensis sebagai sumber protein
ransum bururng puyuh periode grower terhadap energi metabolis, retensi
nitrogen dan efisiensi ransum. IJFT. 1(1): 16 – 28.
Horhoruw, W.M., Wihandoyo., dan T. Yuwanto. 2009. Pengaruh pemanfaatan
rumput laut Gracilaria edulis dalam pakan terhadap kinerja ayam fase
pullet. Buletin Peternakan. 33 (1) : 8 – 16.
Imami, K. 2006. Pengaruh penambahan lisin sintetik dalam ransum protein rendah
terhadap performans puyuh betina (Coturnix coturnix japonica) saat
pubertas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
(Skripsi).
Jamilah, L. 2013. Pemanfaatan rumput laut Gracilaria verricosa sebagai produk
bakto agar dan aplikasinya dalam media pertumbuhan mikroorganisme.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Meliandasari, M., L. D. Mahfudz dan W. Sarengat. 2013. Pengaruh penggunaan
tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum terhadap
perlemakan ayam broiler umur 42 hari. Animal Agriculture Journal. 2(1):
120-127.
Nugrahanti, D. Y. 2003. Pengaruh penggunaan tepung silase limbah pengolahan
ikan dalam ransum terhadap persentase karkas burung puyuh (Coturnix
coturnix japonica) jantan umur 8 minggu. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).
Panjaitan, I., A. Sofiana dan Y. Priabudiman. 2012. Suplementasi tepung jangkrik
sebagai sumber protein pengaruhnya terhadap kinerja burung puyuh
(Coturnix coturnix japonica). J. Ilmiah Ilmu – ilmu Peternakan 15(1): 814.
Situmorang, N. A., L. D. Mahfudz dan U. Atmomarsono. 2013. Pengaruh
pemberian tepung rumput laut (Gracilaria verrucosa) dalam ransum
terhadap efisiensi penggunaan protein ayam broiler. Animal Agricultural
Journal. 2(2): 49 – 56.
Sugiyatno., M. Izzati dan E. Prihastanti. 2013. Manajemen budidaya dan
pengolahan pasca panen Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Study
Kasus: Tambak Desa Marorejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten
Kendal. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 21(2): 42 – 50.
Tambunan, G. M., W. Sarengat dan E. Suprijatna. 2013. Pengaruh penambahan
kotoran walet dalam ransum terhadap performans burung puyuh jantan
Umur 0-5 Minggu. Animal Agriculture Journal 2 (1): 105-113.
Triyanto. 2007. Performa produksi burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)
periode produksi Umur 6-13 Minggu pada lama pencahayaan yang
berbeda. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).
Widodo, A. R., H. Setiawan., Sudiyono., Sudibyo., dan R. Indreswari. 2013.
Kecernaan nutrien dan performans puyuh (Coturnix coturnix japonica)
jantan yang diberi ampas tahu fermentasi dalam ransum. Tropical Animal
Husbandary 2 (1) : 51 – 57.
Widyatmoko, H., Zuprizal dan Wihandoyo. 2013. Penggunaan Corn Dried
Distillers Grains With Solubles dalam ransum terhadap performans puyuh
jantan. Buletin Peternakan. 37(2): 120 – 124.