POLICY BRIEF PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN D

POLICY BRIEF
PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

I.Pendahuluan
Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang mencakup semua
dimensi

dan

aspek

kehidupan

termasuk

perkembangan

kependudukan


dan

pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sebagai
implementasi dari pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijunjung tinggi
sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari penduduk,
demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan
serta keadilan penduduk saat ini dan generasi yang akan datang, maka kependudukan
pada seluruh dimensinya harus menjadi titik sentral pembangunan berkelanjutan agar
setiap penduduk dan generasinya mendatang dapat hidup sehat, sejahtera, produktif,
dan harmonis dengan lingkungannya serta menjadi sumberdaya manusia yang
berkualitas bagi pembangunan. Pembangunan harus dilakukan oleh penduduk dan
untuk penduduk, dan karenanya perencanaan pembangunan harus didasarkan pada
kondisi atau keadaan penduduk dan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh
penduduk bukan hanya oleh sebagian atau segolongan tertentu.
Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan
perhatian khusus dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga merupakan bagian integral
dari pembangunan budaya, sosial ekonomi bangsa yang tidak dapat dipisahkan dengan
pembangunan sektor lainnya dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat
Indonesia sebagai pengamalan Pancasila yaitu meningkatkan kualitas hidup untuk

semua penduduk. Perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga pada dasarnya
ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia tidak lagi hanya
berdimensi lokal atau nasional, akan tetapi juga internasional. Perkembangan penduduk
dan pembangunan keluarga tidak lagi dipahami secara sempit sebagai usaha untuk

mempengaruhi pola dan arah demografi semata, tetapi sasarannya jauh lebih luas, yaitu
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik dalam arti fisik maupun non fisik
termasuk spiritual.
Dampak perubahan dinamika kependudukan akan terasa dalam jangka waktu yang
lama, sehingga seringkali kepentingannya diabaikan. Luasnya cakupan masalah
kependudukan menyebabkan pembangunan kependudukan harus dilakukan secara
lintas sektor dan lintas bidang. Oleh karenanya dibutuhkan bentuk koordinasi dan
pemahaman mengenai konsep perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga secara tepat. Dalam konteks perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga perlu memperoleh perhatian khusus dalam rangka pembangunan nasional
yang berkelanjutan. Penempatan penduduk sebagai titik sentral pembangunan tidak
saja merupakan program nasional namun juga komitmen hampir seluruh bangsa di
dunia yanga tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk melaksanakan
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga diperlukan suatu lembaga
yang kuat.

II. Definisi
A. Perkembangan Kependudukan (1) adalah segala kegiatan yang berhubungan
dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas, dan
mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan dan lingkungan
hidup. (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan
Kependudukan

Dan

Pembangunan

Keluarga

Sejahtera).

Perkembangan

Kependudukan (2) adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan
keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh
keberhasilan pembangunan berkelanjutan. (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 52

Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan
Keluarga).
B. Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang
hidup dalam lingkungan yang sehat (Pasal 1 Angka 7 UU Nomor 52 Tahun
2009 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga)
c.Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya
perencana

untuk

mewujudkan

penduduk

tumbuh

seimbang

dan


mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk (Pasal 1
Angka 3 UU Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan
Dan Pembangunan Keluarga)
III. Eskalasi perkembangan kependudukan
Perkembangan kependudukan tergantung pada tiga parameter utama, yaitu kelahiran,
kematian dan perpindahan penduduk.. Secara demografis, kondidi tumbuh seimbang
sudah dapat di capai paling cepat tahun 2010 dan paling lambat tahun 2015.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung
sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan “per
waktu unit” untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua
spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal
untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk
pada pertumbuhan penduduk dunia
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai
kecil dimana jumlah individu dalam buah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada
perubahan

populasi

pada


periode

waktu

unit,

sering

diartikan

sebagai

presentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat
dituliskan dalam rumus: P = Poekt.
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas

suatu wilayah atau

lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi

manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas,
meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat
dianggap “kurang penduduk” bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah
sistem ekonomi. Saat ini percepatan pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 persen per
tahun. Ini sudah mencapai titik yang membahayakan dan harus segera ditekan dengan
penggalakan program Keluarga Berencana (KB). Jika upaya mengatasi laju pertumbuhan
penduduk ini tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka mustahil sasaran
perbaikan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.oleh karena itu kita memerlukan
terobosan-terobosan baru untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk me lalui
program-program

yang

sudah

dicanangkan

oleh

pemerintah,seperti


Keluarga

Berencana (KB). Bahkan Presiden pun ikut mengajakBKKBN (Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional) dan Pemda serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

untuk meningkatkan sosialisasi penyuluhan KB.Sebab itu, Presiden SBY meminta agar
seluruh pejabat melibatkan diri untuk mendukung program KB agar benar-benar
berhasil, sehingga masa depan masyarakat Indonesia menjadi cerah, karena berapa pun
pertumbuhan ekonomi yang dicapai jika pertumbuhan penduduk terus membengkak,
maka kesejahteraan rakyat tidak akan pernah berhasil.Presiden juga mengatakan,
pembangunan masyarakat Indonesia perlu memprioritaskan kelompok-kelompok
masyarakat yang paling rentan, seperti anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar,dan
masih banyak contoh lainnya.

IV. ILMU KEPENDUDUKAN
Masalah penduduk sebenarnya sangat kompleks, banyak sekali aspek yang
mencakup didalamnya, diantara aspek pangan, pemukiman, sandang, pendidikan,
kesehatan, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Lalu, apa saja
konsekuensi yang mesti diterima oleh negara–negara yang sedang berkembang dengan

laju pertumbuhan penduduk yang demikian cepat itu?
Diantara beberapa konsekuensi tersebut, ada tiga hal yang perlu dicatat yaitu :
1) jumlah angkatan kerja bertambah dengan cepat seiring dengan cepatnya laju
pertumbuhan penduduk.
2) rendahnya kemampuan negara–negara yang sedang berkembang untuk menciptakan
kesempatan kerja tambahan.
3) semakin menurunnya daya dukung lingkungan terhadap kualitas kehidupan.
Masalah–masalah lanjutan yang muncul kemudian adalah angka pengangguran
semakin meningkat, urbanisasi, migrasi makin menjadi–jadi, dan last but not least,
angka kejahatan dengan berbagai bentuk juga meningkat.
Masalah kependudukan yang dihadapi NSB (Negara Sedang Berkembang)
dewasa ini lebih rumit daripada masa sebelum perang dunia kedua. Tingkat
pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi secara langsung telah menimbulkan masalh
bagi NSB dalam upaya mereka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,
Tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin cepat di NSB menyebabkan
proporsi penduduk yang belum dewasa menjadi bertambah tinggi dan jumlah anggota
keluarga bertambah besar. Dewasa ini di negara-negara maju penduduk yang di bawah

umur 15 tahun adalah sebesar 25-30 persen dari seluruh jumlah mereka. Sedangkan di
NSB proporsi tersebut antara 40-45 persen. Keadaan tersebut diramalkan akan tetap

terjadi sampai akhir abad ini.
Keadaan yang berumur antara 15-64 tahun. Di negara-negara maju proporsi
mereka adalah antara 55-60 persen, sedangkan di NSB sebesar 50-55 persen.
Dalam mempelajari demografi tiga komponen terpenting yang perlu selalu kita
perhatikan, cacah kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi. Sedangkan
dua faktor penunjang lainnya yang penting ialah mobilitas sosial dan tingkat
perkawinan. Ketiga komponen pokok dan dua faktor penunjang kemudian digunakan
sebagai variabel (perubah) yang dapat menerangkan hal ihwal tentang jumlah dan
distribusi penduduk pada tempat tertentu, tentang pertumbuhan masa lampau dan
persebarannya. Tentang hubungan antara perkembangan penduduk dengan berbagai
variabel (perubah) sosial, dan tentang prediksi pertumbuhan penduduak di masa
mendatang dan berbagai kemungkinan akibat-akibatnya Berbagai macam informasi
tentang kependudukan sangat berguna bagi berbagai pihak di dalam masyarakat.Bagi
pemerintah informasi tentang kependudukan sangat membantu di dalam menyusun
perencanaan baik untuk pendidikan, perpajakan, kesejahteraan, pertanian, pembuatan
jalan-jalan atau bidang-bidang lainnya. Bagi sektor swasta informasi tentang
kependudukan juga tidak kalah pentingnya. Para pengusaha industri dapat
menggunakan informasi tentang kependudukan untuk perencanaan produksi dan
pemasaran.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk indonesia

adalah sebagai berikut:
1.kelahiran
2.kematian
3.perpindahan penduduk(migrasi)
Migrasi ada dua,migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut migrasi
masuk(imigrasi),dan yang dapat mengurangi jumlah penduduk disebut imigrasi
keluar(emigrasi).

a. Kelahiran (Natalitas)
Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang
menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas)
Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain:


Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga
akan malu.



Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.



Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.



Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.



Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila
belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.

Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi besar.
Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain:


Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan
jumlah anak.



Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16
tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.



Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.



Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan
anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.



Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.

b. Kematian (Mortalitas)
Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk.
Banyaknya angka kematian sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung
kematian(pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).
1.faktor pendukung kematian(pro mortalitas)
Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor
ini adalah:
- Sarana kesehatan yang kurang memadai.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
- Terjadinya berbagai bencana alam

- Terjadinya peperangan
- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri
- Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.
2.faktor penghambat kematian(anti mortalitas)
Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini
adalah:
- Lingkungan hidup sehat.
- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.
- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.
- Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.
- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk
V. Ketahanan dan Kesejahteraan keluarga (dalam UU Nomor 52 Tahun 2009
Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga)
UU ini mengamanatkan agar pemerintah dan pemerintah Daerah menetapkan
kebijakan pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dalam penyelenggara
keluarga berencana sebagai upaya mewujudkan keluarga berkualitas. Kebijakan
sebagaimana dimaksud untuk mendukung keluarga dalam melaksanakan fungsifungsi keluarga secara optimal. Kebijakan ini bertujuan untuk membentuk keluarga
yang memiliki keuletan dan ketangguhan fisik-materil dan psikis-mental spiritual
guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagian batin.kebijakan
antara lain dilaksanakan melalui:
1) Peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan
,konseling dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan
anak
2) Peningkatan kualitas remaja dan generasi muda dengan pemberian, informasi,
pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan bekeluarga dan
pencegahan dan penanganan bahaya narkotika.
3) Peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi
keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan
dalam kehidupan keluarga
4) Pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan
bantuan untuk mengembangkan kualitas diri setara dengan keluarga lainnya.
5) Peningkatan kualitas lingkungan keluarga

6) Peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan
sumberdaya ekonomi melalui usaha mikro keluarga.
7) Pengembangan cara-cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih
efektif bagi keluarga miskin
8) Penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan ditujukan secara khusus
kepada wanita .
Definisi hak-hak dalam aspek kependudukan mencakup lima dimensi kependudukan
yang telah diundangkan sebelumnya.Dalam undang-undang ini sesuai dengan
pemahaman yang lebih mudah dan konsisten dengan Undang-undang Hak asasi
manusia Nomor 39 tahun 1999. Penekanan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penduduk dan pemerintah menjadi ciri dalam revisi ini, misalnya penjabaran hak
sebagai individu sampai dengan hak dalam aspek demografis. Namun demikian, meski
tidak secara satu persatu diuraikan pada setiap dimensi penduduk, penekanan
kewajiban penduduk dan Pemerintah akan sangat membantu perwujudan keluarga
berkualitas. Dapat dipahami bahwa tanpa kesadaran dari setiap penduduk tentang hak
dan kewajibannya, sulit kiranya untuk mencapai arah dan tujuan dalam UU ini.

VI. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar didunia, setelah
Cina, India, dan Amerika Serikat. Sedangkan negara kelima yang memiliki penduduk terbesar
adalah Jepang. Indonesia dengan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa berdasarkan sensus
penduduk tahun 2010 menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia. Tentu saja hal ini
menyebabkan Indonesia memiliki sumber daya manusia atau tenaga kerja yang melimpah,
yang bisa disalurkan untuk mempercepat proses pembangunan Indonesia. Sumber daya
manusia yang melimpah dan didukung oleh sumber daya alam yang juga melimpah
merupakan modal yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya
dari negara lain yang lebih maju dan makmur. Hal ini bisa terwujud kalau pengelolaan SDM
dan SDA tadi terlaksana dengan baik, terjadi perimbangan antara pendidikan/skill yang
dimiliki oleh tenaga kerja dan ketersediaan lapangan kerja.

Masalah akan timbul, apabila terdapat kesenjangan antara jumlah tenaga kerja yang besar
dengan minimnya ketersedian lapangan kerja yang ada. Dengan kata lain lapangan kerja yang
ada tidak mampu menampung (mempekerjakan) tenaga kerja yang ada, lebih-lebih tenaga
kerja yang tidak terampil atau berpendidikan. Masalah ini akan menyebabkan semakin
meningkatnya tingkat pengangguran sehingga jumlah penduduk miskin juga semakin besar
dan memiliki efek-efek negatif yang lain pula.
Semua yang kita paparkan di atas tadi merupakan cerminan dari sebagian permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia yang coba kita jelaskan dipostingan kali ini. Berikut beberapa
masalah ketenagakerjaan di Indonesia.

1. Jumlah Angkatan Kerja yang Besar
Besarnya angkatan kerja yang ada di Indonesia tidak mampu diserap semuanya oleh
kesempatan kerja yang ada, karena tidak berimbangnya jumlah angkatan kerja yang ada
dengan ketersediaan kesempatan kerja. Hal ini merupakan pokok yang menyebabkan
terhambatnya penyelenggaraan pembangunan ekonomi.

2. Kualitas tenaga Kerja Relatif Rendah
Kualitas tenaga kerja yang rendah ini disebabkan karena tingkat pendidikan penduduk yang
rendah pula atau belum memadai dengan jenis pekerjaan yang tersedia. Tidak saja disebabkan
banyaknya usia putus sekolah, namun juga disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan
sehingga tenaga kerja tidak mampu menyerap atau menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Rendahnya kualitas tenaga kerja akan berpengaruh pada tingkat prduktivitas yang ujungujungnya menyebabkan proses produksi yang tidak efisien. Hal ini bisa kita lihat dari
beberapa produk Indonesia yang tidak mampu bersaing dengan produk luar terutama barangbarang yang dihasilkan negara-negara maju. Bukan karena sedikitnya modal yang disediakan
dalam proses produksi, justeru sebaliknya biaya produksi tinggi tapi hasil produksi rendah.

3. Persebaran Tenaga Kerja Tidak Merata
Luasnya wilayah dan banyaknya kepulauan d Iindonesia serta terkonsentrasinya penduduk di
Pulau Jawa juga merupakan penyebab timbulnya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia.

Kondisi geografis Indonesia ini mengakibatkan persebaran penduduk tidak merata. Daerahdaerah luas di Indonesia kekurangan penduduk sementara di Pulau Jawa kelebihan penduduk
(padat). Banyaknya penduduk di Pulau Jawa ini dapat menigkatkan investasi di pulau
tersebut. Berbagai usaha didirikan namun tetap tidak mampu untuk menekan jumlah
pengangguran, malah sebaliknya semakin tinggi. Karena pulau jawa terutama kota-kota besar
sudah menjadi daya tarik bagi pencari kerja dari luar Pulau Jawa. Padahal daerah di luar
Pulau Jawa memiliki potensi alam yang melimpah dan belum diolah secara optimal.

4. Kesempatan Kerja Masih Terbatas
Berbagai sektor pekerjaan yang tersedia baik dibidang agraris, ekstraktif, industri,
perdagangan dan jasa tidak mampu menampung besarnya jumlah angkatan kerja yang ada.
Ketersediaan kesempatan kerja dibidang-bidang tersebut sangat terbatas bila dibandingkan
dengan jumlah angkatan kerja yang besar. Mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan
sehingga tingkat kesejahteraan hidup rendah, karena mereka tidak memperoleh penghasilan.

5. Meningkatnya Pengangguran
Muara dari permasalahan ketenagakerjaan ini adalah semakin tingginya tingkat
pengangguran. Apalagi tingginya tingkat pengangguran ini semakin diperparah dengan
adanya PHK (pemutusan hubungan kerja) besar-besaran. PHK besar-besaran biasanya
dilakukan untuk efisiensi perusahaan.
Pengangguran ini akan berakibat luas dalam perspektif pembangunan ekonomi negara.
Banyaknya jumlah pengangguran merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi
negara dan pemicu terganggunya kestabilitasan sosial dan politik. Berdasarkan pengamatan
selama beberapa tahun belakangan ini, kebijakan ketenagakerjaan yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum menunjukkan
hasil yang signifikan. Beberapa hal yang kemungkinan besar menyebabkan hal itu
adalah:
a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum secara ajeg, metodik, dan
sistematis mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan sebagai dasar atau
bahan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, yang mengakibatkan kurangnya
inovasi dan kreasi dalam penyusunan kebijakan.

b. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum melakukan koordinasi yang
efektifnya dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya dalam menyusun arah
kebijakan ketenagakerjaan.
c. Masih banyak program dalam kebijakan ketenagakerjaan yang tidak dapat mencapai
target dan sasaran seperti yang direncanakan.
d. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang luput dari kebijakan ketenagakerjaan.
e. Masih terdapat duplikasi program ketenagakerjaan antar satuan kerja dan atau unit
kerja.
f. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang tanpa
perubahan yang signifikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kurun waktu
2014-2019, dan tahapan pembangunan berikutnya, kebijakan ketenagakerjaan harus:
a. Mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan secara ajeg,
metodik, dan sistematis.
b. Ditentukan menurut evidence base dan koordinatif dengan
Kementerian/Lembaga terkait.
c. Memuat program-program yang inovatif, kreatif, relevan, prioritas, dan
terukur, serta tidak duplikatif, tidak repetitif tanpa perubahan yang signifikan.
Untuk itu, diperlukan suatu arah kebijakan yang memuat pemikiran dan
informasi yang dapat digunakan sebagai tuntunan dalam menyusun kebijakan,
strategi, dan program oleh unit kerja di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.

VII.Sinkronisasi media

UNDP: Nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Naik
Nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia naik dikarenakan peningkatan angka harapan
hidup dan angka harapan lamanya bersekolah.
JAKARTA — Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan badan PBB untuk program
pembangunan, UNDP, baru-baru ini memperlihatkan bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan

yang kuat dalam setiap indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam 40 tahun terakhir.
Nilai IPM Indonesia pada 2012 meningkat menjadi 0,629, menjadikannya naik tiga posisi ke peringkat
121 dari peringkat 124 pada 2011 (0,624), dari 187 negara. Menduduki peringkat yang sama dengan
Indonesia adalah Afrika Selatan dan Kiribati.
Antara 1980 dan 2012, nilai IPM Indonesia meningkat dari 0,422 menjadi 0.629, atau meningkat 49
persen, dikarenakan kenaikan angka harapan hidup pada periode yang sama, dari 57,6 tahun
menjadi 69,8 tahun saat ini.Tingkat ekspektasi lamanya bersekolah meningkat dari 8,3 tahun pada
1980 menjadi 12,9 tahun pada 2012, artinya, anak usia sekolah di Indonesia memiliki harapan
mengenyam bangku pendidikan selama 12,9 tahun atau mencapai tingkat pertama jenjang
perguruan tinggi. Meski naik tiga peringkat, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata dunia 0,694 atau
regional 0,683. Indonesia dikategorikan sebagai “Negara Pembangunan Menengah” bersama 45
negara lainnya.
Peringkat Indonesia masih jauh di bawah beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Singapura,
Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Singapura memiliki IPM tertinggi di antara negara-negara ASEAN dengan 0,895 dan peringkat 18 di
seluruh dunia. Brunei memiliki IPM 0,855 dan berada di peringkat 30, sementara Malaysia memiliki
IPM 0,769 dengan peringkat 64. Thailand dan Filipina masing-masing ada di peringkat 103 dan 114,
dengan IPM 0,690 dan 0,654.
Negara ASEAN lain seperti Vietnam, Laos dan Kamboja ada di bawah Indonesia.
Negara yang menduduki peringkat pertama adalah Norwegia, diikuti oleh Australia dan Amerika
Serikat. Sementara IPM terendah dicatat oleh Republik Demokratik Kongo dan Nigeria. (VOA/UNDP)

Senin, 02 Juni 2014 | 17:19

Pertama Kalinya, BPS Catat Indeks Kebahagiaan Indonesia 65,11%

Ilustrasi Warga yang hidup dibawah garis kemiskinan (sumber: Antara)

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi merilis Indeks Kebahagiaan Indonesia
tahun 2013. Hasilnya Indeks Kebahagiaan Indonesia tercatat 65,11 persen.
"Survei indeks kebahagiaan ini dilakukan BPS untuk mengikuti perkembangan survei
internasional," kata Kepala BPS Suryamin dalam "Konferensi Pers BPS" di kantornya,
Gedung BPS, Jakarta, Senin (2/6).
Menurut dia, sudah banyak negara di dunia yang melakukan survei indeks kebahagiaan,
namun Indonesia baru bisa melakukannya pada tahun 2013.
Suryamin mengatakan, selama ini BPS sudah melakukan survei pertumbuhan ekonomi,
ekspor dan impor serta kemiskinan, namun belum pernah melakukan survei untuk mengukur
tingkat kebahagiaan masyarakat.
Menurut dia indeks kebahagiaan diperlukan sebagai bentuk konfirmasi masyarakat terhadap
kinerja pembangunan pemerintah. "Berdasarkan hasil survei, Indonesia adalah negara
bahagia namun belum paling bahagia," ujar dia.
Dalam melakukan survei, ada 10 indikator yang dijadikan patokan yaitu, pekerjaan,
pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, pendidikan, kesehatan, keharmonisan
keluarga, hubungan sosial, ketersediaan waktu luang, kondisi lingkungan dan kondisi
keamanan. "Kami menggunakan 10.000 sampling rumah tangga," kata dia.
Hasil survei menyatakan penduduk di perkotaan relatif lebih bahagia daripada penduduk di
pedesaan, semakin tinggi rata rata pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula indeks
kebahagiaannya.

Pada tingkat pendapatan lebih dari Rp 7,2 juta per bulan indeks kebahagiaan mencapai 74,64,
sementara tingkat pendapatan Rp 1,8 juta ke bawah, indeks kebahagiaannya hanya 61,80.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula indeks kebahagiaannya.
Penduduk dengan pendidikan yang tidak lulus SD, indeks kebahagiaan mencapai 62.
Sementara penduduk dengan pendidikan semakin tinggi mempunyai indeks kebahagiaan
75,58.
Penduduk yang sudah berumur 65 tahun ke atas cenderung lebih rendah indeks
kebahagiaannya yaitu 63,94.
Menurut Suryamin, penduduk yang berstatus belum kawin dan yang kawin cenderung serupa,
dengan indeks kebahagiaan 65. Bagi penduduk yang berstatus cerai, indeks kebahagiaannya
lebih rendah, yakni cerai hidup 60,55 dan cerai mati 63,49.

Jumlah Pengangguran Tahun 2014 Diprediksi Menurun
Okezone
JAKARTA - Pemerintah memprediksi jumlah pengangguran pada tahun 2014 diprediksikan akan
menurun menjadi 7,24 juta orang (6,03%). Jumlah ini lebih rendah dibanding jumlah pengangguran
terbuka saat ini yang berjumlah 7,39 juta orang (6,25%) (BPS, Sakernas Agustus 2013).
“Pemerintah optimistis tahun depan perekonomian Indonesia akan tumbuh dengan baik sehingga
diperkirakan akan dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, “kata Menakertrans
Muhaimin Iskandar dalam sambutannya yang dibacakan Sekjen Kemnakertrans Muchtar Luthfi pada
acara Workshop Rencana Tenaga Kerja Nasional 2014-2015, di Jakarta Rabu (18/12/2013).
Sedangkan Kesempatan kerja yang tercipta tahun depan diperkirakan sebanyak 1,87 juta orang yang
disediakan oleh sembilan sektor lapangan usaha sehingga diharapkan penyerapan pengangguran
semakin tinggi.
Penurunan jumlah penganggur terbuka tersebut disebabkan optimisme tumbuhnya perekonomian
Indonesia dan semakin berkurangnya tambahan angkatan kerja baru. Pemerintah melakukan
berbagai upaya untuk membuka lapangan pekerjaan di berbagai sector untuk mengimbangi adanya
tambahan angkatan kerja baru yang bertambah setiap tahunnya.
“Angkatan kerja baru diperkirakan bertambah, sebanyak 1,72 juta, yakni dari 118,19 juta tahun 2013
meningkat menjadi 119,91 juta pada tahun 2014. Namun secara umum tambahan angkatan kerja

baru diperkirakan semakin mengecil,“ ucapnya.
Semakin sedikitnya tambahan angkatan kerja baru, disebabkan karena semakin banyaknya anak-anak
usia sekolah yang melanjutkan ke sekolah lebih tinggi baik, baik yang ke SMTP, SMTA maupun
Perguruan Tinggi. Selain itu semakin sedikitnya pelajar yang droup out (DO) menyebabkan angaktan
kerja baru yang memasuki pasar kerja semakin berkurang.
“Besarnya kesempatan kerja yang semakin luas tersebut diperkirakan mampu disediakan oleh 9
sektor lapangan usaha sehingga terbuka untuk menyerap pengangguran, “ terangnya.
Kesempatan kerja di sector pertanian Pertanian sebanyak 0,01 juta orang, Pertambangan 0,03 juta
orang,Industri Pengolahan, 0,67 juta orang, Listrik, Gas dan Air 0,01 juta orang, dan sector Bangunan
0,35 juta orang. Sedangkan Perdagangan 0,39 juta orang, Angkutan 0,01 juta orang, Keuangan, 0,15
juta orang dan sector jasa sebanyak 0,25 juta orang. (ydh)

Armida: Jumlah Angkatan Kerja Baru Tahun 2014 Bisa Mencapai 1
Juta

Menteri PPN/Kepalas Bappenas Armida Alisjahbana (sumber: Suara Pembaruan)

Berita Satu Jakarta - Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Armida Alisjahbana mengatakan, membaiknya perekonomian pada tahun ini secara tidak
langsung meningkatkan jumlah angkatan kerja.
Ia memperkirakan perekonomian pada tahun ini tumbuh pada level 6%, jika perkiraan
tersebut benar maka jumlah angkatan kerja baru mencapai 900.000-1 juta orang.
"Saya perkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada pada level 6%, sebanyak 1% dari
pertumbuhan ekonomi akan menyerap sekitar 900.000-1 juta orang angkatan kerja baru," ujar
dia ketika ditemui di kantornya, Gedung Bappenas, Jakarta, baru baru ini.

Armida mengatakan angkatan kerja baru ini kebanyakan akan bekerja di sektor-sektor
unggulan, seperti industri pengolahan, pertanian, dan ekonomi kreatif.
Menurut dia sektor unggulan mengalami perkembangan sejalan dengan laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Dia menuturkan agar angkatan kerja semakin banyak terserap maka iklim investasi harus
didorong dengan memperbaiki hambatan investasi seperti pembebasan lahan dan kemudahan
perizinan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah
telah menyusun lima strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
salah satu dari lima strategi tersebut adalah meningkatkan iklim investasi.
Menurut Armida, jika iklim investasi terus berkembang maka menimbulan double effect
pertumbuhan ekonomi meningkat dan angka penggangguran menurun.