Integrasi Sumber Renewable Energy pada S

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

Integrasi Sumber Renewable Energy pada Sistem Distribusi
Menggunakan Metode Direct ZBR+IPSO
Mat Syai’in1*, Adi Soeprijanto2, Ontoseno Penangsang2, dan Jamal Darusalam Giu2
1. Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
2. Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
*E-mail: matt.syaiin@gmail.com

Abstrak
Perkembangan distributed generator (DG) dan konsep microgrid mengharuskan perubahan sistem jaringan distribusi
dari pasif menjadi aktif. Sistem distribusi aktif harus mampu mengakomodir keberadaan DG baik yang dioperasikan
sebagai bus generator (PV bus) ataupun sebagai bus beban (PQ bus). Karakteristik sistem distribusi yang unik membuat
metode power flow seperti Newton Raphson dan Fast Decouple yang biasa digunakan untuk meganalisis sistem
transmisi tidak bisa diaplikasikan pada sistem distribusi. Salah satu metode yang mampu menganalisis sistem distribusi
adalah metode yang dibangun berdasarkan Forward-Backward (FB ) seperti metode loopframe, FFRP F, dan direct-ZBR.
Namun metode-metode tersebut tidak mampu mengakomodir DG sebagai PV bus. Untuk mengintegrasikan DG dari
jenis sumber renewable energy ke sistem distribusi, diperlukan pemodelan sumber renewable energy dan metode power
flow yang mampu menangani karaktersistik sistem distribusi yang unik. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
metode yang diajukan dalam penelitian ini adalah direct-ZBR + IPSO. Direct-ZBR mempunyai algoritma yang sederhana
yang dibangun berdasarkan teori Graph dalam bentuk matriks sederhana yang mampu mengatasi karakteristik sistem

distribusi yang unik. Sedangkan improve particle swarm optimization (IPSO) digunakan untuk memodifikasi direct-ZBR
dalam rangka mengakomodir sumber-sumber renewable energy sebagai PV bus.

Abstract
Renewable Energy Sources Integration to Electric Distribution System using Direct ZBR+IPSO Method.
Development of distributed generator (DG) and microgrip concept pushes passive electric distribution system network
to active one. Active electric distribution system shall accommodate both DG operated as bus generator (PV bus) as
well as load bus (PQ bus). Unique characteristics of power flow like Newton Raphson and Fast Decouple, that
commonly used for transmission system analysis, might not appropriate applied in distribution system. One of method
enables to analyze distribution system is Forward-Backward based method such as loopframe method, FFRP, and
direct-ZBR. However, these methods cannot accommodate DG as PV bus. Renewable energy sources model and power
flow method that complied with unique characteristics of distribution system is needed to integrate DG from renewable
energy sources to the electric distribution system. To solve the problem, this research proposed to use direct-ZBR +
IPSO. Direct-ZBR has simple algorithm which built based on Graph theory in a form of simple matrices to handle the
unique characteristics of distribution system. Whereas improve particle swarm optimization (IPSO) is used to modify
direct-ZBR in order to accommodate renewable energy sources as PV bus.
Keywords:

electric distribution system, renewable energy sources, power flow analysis, direct-ZBR, IPSO


transmisi tidak bisa diaplikasikan pada sistem distribusi.
Hal ini karena metode-metode tersebut dibangun
berdasarkan asumsi sistem tiga fasa yang seimbang.

1. Pendahuluan
Integrasi sumber-sumber renewable energy ke sistem
distribusi, memerlukan power flow sebagai alat untuk
menganalisis performansi sistem. Karena sistem
distribusi memiliki karakter yang unik, metode power
flow seperti Newton Raphson [1] dan Fast Decouple [2]
yang biasa digunakan untuk menganalisis sistem

Beberapa metode telah dikembangkan untuk
menganalisis sistem distribusi seperti FB [3], loopframe
[4], FFRPF [5], direct-ZBR [6]. Metode-metode tersebut
mampu menganalisis sistem distribusi dengan akurat

71

72


JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

namun metode-metode tersebut tidak mempunyai
algoritma yang dapat mengakomodir PV bus. Untuk
dapat mengintegrasikan sumber renewable energy ke
dalam sistem distribusi maka mutlak harus ditambahkan
sebuah algoritma tambahan pada metode-metode
tersebut. Di sisi lain metode power flow tiga fasa
berbasis sequence component (SPF-NR) dapat dengan
mudah mengakomodir masalah PV bus pada sistem
distribusi, tetapi metode tersebut tidak dapat
mengakomodir sistem lateral (jaringan dua fasa dan satu
fasa). Sehingga untuk mengatasi permasalahan integrasi
sumber renewable energy ke sistem distribusi metode
yang diajukan adalah menambahkan IPSO pada metode
power flowdirect-ZBR untuk mengatasi masalah PV bus.
IPSO dipilih karena mempunyai algoritma yang
sederhana, tidak membutuhkan derivation function,
serta mudah dikombinasikan dengan metode optimasi

yang lain untuk meningkatkan performansi sistem [7].

2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
dua tahap. Tahap pertama semua PV bus dianggap
sebagai PQ bus sehingga sistem distribusi dapat
dianalisis dengan mudah menggunakan metode directZBR. Tahap kedua IPSO digunakan sebagai metode
optimisasi untuk mencari nilai Q yang dibutuhkan oleh
PV bus untuk mempertahankan magnitude tegangan
pada nilai acuan.

Dengan memperlakukan bus 3 sebagai PQ bus maka
sistem dapat dianalisis dengan mudah menggunakan
metode direct-ZBR. Metode direct-ZBR membutuhkan
konstruksi K-matriks. K-matriks merupakan salah satu
bagian dari teori Graph yang juga disebut brach-path
incidence matrix [6,9]. K-matriks merupakan matriks
persegi dengan ukuran (nbranch x nbus-1). nbranch adalah
jumlah branch (saluran, kabel) sedangkan nbus adalah
jumlah bus. Elemen baris dari K-matriks menyatakan

branch dari sistem, sedangkan elemen kolom K-matriks
menyatakan bus dari sistem (kecuali bus referensi).
Pada prinsipnya K-matriks adalah mencari rute (path)
dari bus menuju bus referensi. Dalam hal ini bus
referensi adalah bus 1 sehingga kolom K-matriks
dimulai dari bus 2. Nilai dari elemen K-matriks
dinyatakan sebagai “+C” jika branch berada pada rute
dari bus menuju referensi pada arah yang sama.
Sedangkan elemen K-matriks akan bernilai “–C” jika
branch berada pada rute dari bus menuju referensi pada
arah yang berlawanan [9]. C adalah matriks diagonal
dengan elemen diagonal adalah 1 sesuai dengan jumlah
fasa jaringan (3 fasa, 2 fasa atau 1 fasa). K-matriks yang
dibentuk dari Gambar 1 dinyatakan dalam Pers. (1).

⎡1 0 0 ⎤
⎢0 1 0 ⎥


⎢⎣ 0 0 1 ⎥⎦


⎡1 0 0 ⎤
⎢0 1 0 ⎥


⎢⎣ 0 0 1 ⎥⎦

⎡1 0 0 ⎤
⎢0 1 0 ⎥


⎢⎣ 0 0 0 ⎥⎦

⎡0 0 0 ⎤
⎢0 0 0 ⎥


⎢⎣ 0 0 1 ⎥⎦

⎡1 0 0 ⎤

⎢0 1 0 ⎥


⎢⎣ 0 0 1 ⎥⎦

Tahap 1: Memperlakukan PV bus seperti PQ bus
kemudian menjalankan algoritma power flow
distribusi.Gambar 1 adalah sistem distribusi yang
mempunyai 1 generator (PV bus) pada bus 3. Bus 3
merepresentasikan sel photovoltaic, turbin angin, mikro
turbin atau fuelcell yang dikombinasikan dengan
perangkat penyimpan energi [8].

(1)

⎡1 0 0 ⎤
⎢0 1 0 ⎥


⎣⎢ 0 0 0 ⎥⎦

⎡0 0 0 ⎤
⎢0 0 0 ⎥


⎣⎢ 0 0 1 ⎥⎦

Setelah K-matriks terbentuk, step berikutnya adalah
membangun matriks ZBR. Matriks ZBR merupakan
matriks diagonal yang merepresentasikan branch sistem
distribusi. Matriks ZBR yang dibentuk dari Gambar 1
dinyatakan dalam Pers. (2).


⎢ Z 11
⎢ abc









⎢ Z 22
⎢ abc







⎢ Z 33

⎣ ab 0

(2)








⎢ Z 44

⎣ 00 c

Gambar 1. Sistem Distribusi Radial Tiga Fasa Sederhana






JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

Ketika K-matriks dan ZBR selesai dibangun, maka
proses iterasi siap dijalankan. Tujuan dari proses iterasi
(dalam

adalah mencari nilai tegangan setiap bus (
hal ini PQ bus). Pada permulaan iterasi
diset sama
dengan tegangan pada bus referensi. Tegangan tersebut
digunakan untuk menghitung arus injeksi (
pada
setiap bus kecuali bus referensi. Untuk bus i pada iterasi
dinyatakan seperti pada Pers. (3).
ke-k,

(3)

Dengan
and
masing-masing adalah daya aktif
dan daya reaktif pada bus i. Kemudian arus
branch dihitung dengan Pers. (4) sebagai berikut:

73

menjadi
lebih
cepat
sekaligus
memperkecil
kemungkinan untuk terjebak ke dalam solusi lokal.
Formula “chaotic sequences” yang dapat digunakan
untuk mempercepat pencarian solusi global – contoh
sebuah faktor – dapat ditulis sebagai Pers. (7) berikut:

f k = μ . f k −1.(1 − f k −1 ) (7)
Faktor ini merupakan turunan dari phenomenon iterator
yang disebut logistic map. Nilai faktor-faktor akan
berisi perkalian weight factor of position dengan
velocity transition equation.

ωnew = ω. f
Perpindahan posisi tersebut dipercepat untuk
mendapatkan kondisi menuju solusi global optimum.

(4)
Tegangan branch (
) diperoleh dengan mengalikan
seperti pada Pers.
matriks ZBR dengan arus branch
(5).
(5)
Akhirnya, nilai
dengan Pers. (6).

pada iterasi selanjutnya didapatkan

(6)
Dengan
adalah tegangan pada setiap bus pada
kondisi awal yang diset sama dengan tegangan referensi,
atau dengan kata lain
adalah tegangan setiap bus
pada kondisi tanpa beban (no-load voltage). Proses
iterasi akan berhenti jika
lebih kecil dari
toleransi dan
adalah perbedaan tegangan antara
dengan
.
Tahap 2: Menggunakan IPSO sebagai metode untuk
mengakomodir PV bus. Pada tahap ini, IPSO digunakan
yang
untuk mengoptimasi nilai daya reaktif
diperlukan oleh setiap fasa pada PV bus untuk menjaga
magnitude tegangan pada PV bus
tetap berada
pada setpoint.
IPSO yang digunakan pada penelitian ini dikembangkan
oleh Jong Bae Park et al. [10]. Berbeda dengan PSO
standar yang dikembangkan oleh Kennedy dan Ebenhart
[11-12], IPSO memiliki algoritma tambahan yang
disebut “chaotic sequences” sebagai teknik yang
menjamin proses pencarian sebuah solusi global

Gambar 2 adalah diagram alir dari metode yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu mengintegrasikan
sumber renewable energy sebagai PV bus kedalam
analisis power flow tiga fasa tak seimbang pada sistem
distribusi radial dengan menggunakan IPSO. Diagram
alir tersebut merupakan perpaduan dari tahap 1 dan
tahap 2 yang dijalankan bersama. Secara lengkap
tahapan tersebut adalah 1) Baca data (data beban dan
pada
data jaringan), 2) Inisialisasi populasi dari
setiap PV bus sesuai dengan jumlah fasanya, 3) Cek
untuk memastikan bahwa
berada pada batas
yang diizinkan (Q ≥ Qmin dan Q ≤ Qmax). Jika
lebih
besar dari
, maka
harus diatur sama dengan
, demikian sebaliknya jika
kurang dari
,
maka
harus diatur sama dengan
. Catatan:
hanya
yang berada di dalam batas yang diizinkan
untuk menuju ke proses selanjutnya, 4)Jalankan directZBRpower flow untuk mendapatkan nilai tegangan pada
setiap bus, 5) Khusus untuk PV bus, nilai
yang
dihasilkan dari direct-ZBRpower flow dengan mengacu
pada nilai
dibandingkan dengan
setpoint yang
bertujuan untuk mendapatkan
. Jika
kurang
dari toleransi berarti nilai
yang diinginkan telah
didapat. Namun jika
lebih besar dari toleransi
maka
harus di-update menggunakan IPSO untuk
mendapatkan nilai
yang baru, 6) Perlu dicatat: jika
lebih besar dari pada toleransi, tetapi nilai
sudah berada pada batas optimum itu berarti
tidak
mencukupi untuk mempertahankan
pada setpoint.
Pada kondisi ini status bus harus diubah dari PV bus
menjadi PQ bus dan nilai Q diset optimum.

74

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

Gambar 2. Diagram Alir Metode Direct-ZBR+IPSO

3. Hasil dan Pembahasan
Sistem percontohan yang digunakan pada simulasi
adalah jaring distribusi radial pada Gambar 3. Ada tiga
macam skenario sistem yang disimulasikan pada

penelitian ini, yaitu 1) Simulasi pada kondisi semua bus
adalah PQ bus, 2) Simulasi pada kondisi PQ dan PV bus
berlaku pada bus 2, dan 11, 3) Simulasi pada kondisi PQ
dan PV bus berlaku pada bus 2, dan 11 dengan rasio
R/X yang tinggi.

75

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

1.5

Mag. (p.u.)

Parameter yang digunakan saat proses optimisasi QPV
menggunakan IPSO antara lain Jumlah individu pada
setiap variabel adalah 27, Toleransi eror adalah 0,0001,
Variabel-variabel yang dioptimisasi adalah QPV-a, QPV-b,
QPV-c. (a, b, dan c adalah penamaan fasa)

1

0

Perangkat lunak yang digunakan adalah Matlab®
kemudian hasilnya diverifikasi dengan perangkat lunak
ETAP® Power Station.

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

0
Angle (rad.)

Simulasi pada kondisi semua bus adalah PQ bus.
Tahap ini algorritma simulasi hanya memperlakukan
semua bus sebagai PQ bus tanpa PV bus pada sistem
Gambar 3. Hasil simulasi antara metode directyang diajukan dengan metode Newton Rhapson (NR)
berbasis sequence methods [8] adalah sama (Gambar 4)
namun ada sedikit perbedaan dengan hasil simulasi pada
ETAP.

ZBR phase-b
NR phase-b
ETAP phase-b

0.5

ZBR phase-b
NR phase-b
ETAP phase-b

-1

-2

-3

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 5. Besar Magnitudo Tegangan dan
Tegangan pada Setiap Bus (Fasa-b)

Sudut

Mag. (p.u.)

1.5

1
ZBR phase-c
NR phase-c
ETAP phase-c

0.5

0

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Angle (rad.)

3

2
ZBR phase-c
NR phase-c
ETAP phase-c

1

0

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 6. Besar Magnitudo Tegangan dan Sudut
Tegangan pada Setiap Bus (Fasa-c)

Gambar 3. Diagram Satu-garis Sistem Distribusi Radial
3-fasa

Mag. (p.u.)

1.5

1
ZBR phase-a
NR phase-a
ETAP phase-a

0.5

0

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Angle (rad.)

0
-0.1
-0.2
ZBR phase-a
NR phase-a
ETAP phase-a

-0.3
-0.4

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 4. Besar Magnitudo Tegangan dan
Tegangan pada Setiap Bus (Fasa-a)

Sudut

Simulasi pada kondisi PQ, dan PV bus berlaku pada
bus 2, dan 11..Pada tahap ini disimulasikan analisis
power flow 3-fasa dengan status PV bus pada bus 2 dan
11. Magnitudo tegangan pada bus 2 diatur pada nilai
1,043 pu (per unit). Data jaringan sama dengan kondisi
semua bus merupakan PQ bus . Untuk verifikasi metode
yang diusulkan (direct+ IPSO), maka digunakan
metode Newton Rhapson (NR) berbasis sequence methods
sebagai pembanding. Hasil simulasi dapat dilihat pada
Gambar 7 sampai Gambar 9, menunjukkan bahwa
magnitudo dan sudut tegangan pada fasa a, b, dan c di
+
setiap bus yang didapatkan melalui metode directIPSO sama dengan metode Newton Rhapson (NR).
Simulasi pada kondisi PQ, dan PV bus berlaku pada
bus 2 dan 11 dengan rasio R/X yang tinggi. Simulasi
pada tahap ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh
dari rasio R/X yang tinggi. Simulasi dijalankan dengan
data sistem yang sama dengan subseksi A dan B namun
dengan nilai R yang dikalikan 4 (4R/X) dan 5 (5R/X).
Hasil-hasil dengan 4R/X ditunjukkan pada Gambar 10
sampai 13 dan hasil-hasil dengan 5R/X ditunjukkan
pada Gambar 14 dan Tabel 1.

76

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

1.5

1

0.5

ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

1

0.5

0

13

0

0.1

-0.05

0

-0.1
-0.15

ZBR-PSO phase-a
NR phase-a

-0.2

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

Angle (rad.)

Angle (rad.)

0

Mag. (p.u.)

Mag. (p.u.)

1.5

-0.3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 10. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-a pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (4R/X)

ZBR-PSO phase-b
NR phase-b

0

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

Mag. (p.u.)

Mag. (p.u.)

0.5

1

0.5

0

13

0

-1

-2

-3

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 8. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-b pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (1R/X)

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

ZBR-PSO phase-b
NR phase-b

-2

1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 11. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-b pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (4R/X)

0.5

ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

Mag. (p.u.)

1.5

1

1

0.5

0

13

3

ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

1

ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 9. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-c pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (1R/X)

Angle (rad.)

3

2

0

1

-1

-3

1.5

0

ZBR-PSO phase-b
NR phase-b

0

ZBR-PSO phase-b
NR phase-b

Angle (rad.)

Angle (rad.)

3

1.5

1

Mag. (p.u.)

2

-0.2

1.5

Angle (rad.)

1

-0.1

13

Gambar 7. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-A pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (1R/X)

ZBR-PSO phase-a
NR phase-a

2

1

0

ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1

2

3

4

5

6
7
8
Bus Number

9

10

11

12

13

Gambar 12. Magnitudo dan Sudut Tegangan Fasa-c pada
Setiap Bus dengan Status PV Bus pada Bus 2
dan 11 (4R/X)

77

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

Tabel 1. Tegangan Setiap Bus yang Dihasilkan Metode
direct+ IPSO pada Kondisi 5R/X

Bus
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Phase-b

Mag Deg(rad)
1.060
0
1.043 -0.1931
0.806 -0.0916
0.621 0.0465
0.797 -0.0715
0.621 0.0465
0.492 0.2623
1.014 -0.2172
1.023 -0.3265
1.005 -0.2188
1.042 -0.3563
1.007 -0.3480
1.007 -0.3480

Mag
1.060
1.043
0.802
0.606
0.792
0.606
0.460
1.014
1.024
1.005
1.042
1.007
1.007

Deg(rad)
-2.0944
-2.2936
-2.2129
-2.1053
-2.1934
-2.1053
-1.9209
-2.3171
-2.4231
-2.3188
-2.4518
-2.4447
-2.4447

Phase-c

16

Mag Deg(rad)
1.060 2.0944
1.043 1.8953
0.802 1.9760
0.606 2.0835
0.792 1.9955
0.606 2.0835
0.461 2.2679
1.014 1.8719
1.023 1.7663
1.005 1.8702
1.042 1.7376
1.007 1.7447
1.007 1.7447

14

0.4

0.3

Error

12
10
8
6
4
2
0
-2

5

10

15

20
25
30
Number of Iteration

35

40

45

50

Gambar 14. Perbandingan Tren Eror antara Metode
+ IPSO dengan NR di mana Status
DirectPV Bus pada Bus 2 dan 11 (5R/X)

IPSO telah sukses menjaga tegangan pada setpoint.
Penentuan nilai setpoint adalah penting untuk menjaga
level tegangan. Aplikasi IPSO untuk memasukkan PV
bus ke dalam analisis power flow 3-fasa tidak
membutuhkan modifikasi dari metode directsehingga mempermudah algoritma.

Trend of error ZBR-PSO method
Trend of error NR method

4. Simpulan

0.2

0.1

0

-0.1

Trend of error ZBR-PSO method
Trend of error NR method

18

Error

Phase-a

20

5

10

15

20
25
30
Number of Iteration

35

40

45

50

Gambar 13. Perbandingan Tren Eror antara Metode
direct+ IPSO dengan NR di mana Status
PV Bus pada Bus 2 dan 11 (4R/X)

Dari Gambar 10 sampai 12 terlihat bahwa magnitudo
dan sudut tegangan fasa-a dan fasa-b di setiap bus hasil
dua metode berbeda bernilai sama. Namun terdapat
sedikit perbedaan nilai pada fasa-c (Gambar 12).
Gambar 13 menunjukkan kecenderungan eror antara
metode direct+ IPSO dengan metode NR pada
kondisi 4R/X. Kedua metode menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Ketika nilai resistansi, R dinaikkan menjadi 5 kali
(5R/X) maka metode NR menjadi divergen tetapi
metode yang diusulkan (direct+ IPSO) tetap
konvergen. Eror pada setiap iterasi dapat dilihat pada
Gambar 14 dan tegangan yang dihasilkan oleh metode
yang diusulkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Metode yang diajukan berhasil memasukkan PV bus ke
dalam analisis power flow 3-fasa directtanpa
memodifikasi algoritmanya. IPSO mudah diaplikasikan
dan menjamin proses iterasi selalu konvergen. Hasil
pengujian mengungkap bahwa direct+ IPSO masih
mampu mencapai solusi yang konvergen ketika metode
NR gagal mencapai nilai konvergen. Metode ini dapat
diajukan untuk perencanaan dan rekonfigurasi sistem
terutama untuk menghitung nilai PV bus melalui
analisis aliran daya 3-fasa menggunakan metode directpada sistem distribusi.

Daftar Acuan
[1] B. Stott, IEEE Transactions PAS-91/5 (1972) 1955.
[2] B. Stott, O. Alsac, IEEE Transactions PAS-93/3
(1974) 859.
[3] W.H. Kersting, Distribution System Modeling and
Analysis, CRC Press, Boca Raton, USA, 2002,
p.308.
[4] T.-H. Chen, N.-C. Yang, Electric Power Systems
Research, 80 (2010) 799.
[5] M.F. AlHajri, M.E. El-Hawary, IEEE Transactions
25/1 (2010) 378.
[6] T.H. Chen, N.C. Yang, Transmission &
Distribution, IET 3/10 (2009) 903.
[7] M. Abdel-Akher, K.M. Nor, A.H.A. Rashid, IEEE
Transactions 20/3 (2005) 1389.

78

JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 2, SEPTEMBER 2012: 71-78

[8] S.M. Moghaddas-Tafreshi, E. Mashhour, Electric
Power Systems Research, 79/4 (2009) 680.
[9] G.W. Stagg, A.H. El-Abiad, Computer Methods in
Power System Analysis, McGraw-Hill, New York,
1968, p.427.
[10] P. Jong-Bae, et al., IEEE Transactions on, 25/1
(2010) 156-166.
[11] J. Kennedy, R. Eberhart, Particle swarm
optimization. Proceedings, IEEE International

Conference on Neural Networks, vol. 4, Perth,
Australia, 1995, p.1942.
[12] R. Eberhart, J. Kennedy, A new optimizer using
particle swarm theory. Proceedings of the Sixth
International Symposium on Micro Machine and
Human Science, 1995. MHS '95, Nagoya, Japan,
1995, p.39.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22