PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMI

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004
ISSN : 1411 - 4216

PENGARUH SUHU REAKSI TERHADAP CO-PROCESSING
BATUBARA BANKO TENGAH DENGAN SHORT RESIDUE
Muksin Saleh
UPT-LSDE, BPPT
Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314

Abstract
Short Residue (SR) was proposed for start-up solvent that will be using for coal liquefaction
plant to generate synthetic oil. Co-processing between Short Residue (SR) and Central Banko
Coal (CBC) was studied to investigate the effect of reaction suhu reaksi to product distribution.
In this study, Short Residue (SR) was co-processed with Central Banko Coal (CBC) in
catalyzed reaction (SH Limonite) at 400oC, 430oC 450oC and 470oC. The co-processing
reactions were carried out in 5 liter autoclave reactor with the operating condition of H2
initial pressure 12 MPa, holding time 60 minutes, and solvent to coal ratio (S/C) = 2. After the
reaction, liquid products were separated into oil fraction (b.p. C5-420oC) and coal liquid
bottom (CLB, b.p. above 420oC) by vacuum distillation, while gaseous products were analyzed
by FID and TCD gas chromatography. Result of this experiment show that the oil yield and

hydrocarbon (C1-C4) gases yield increase by increasing reaction suhu reaksi. Meanwhile CLB
yield was decrease by increasing reaction suhu reaksi. The highest oil yield as 70.39% was
achieved during reaction suhu reaksi 470oC and the lowest oil yield as 18.6% was achieved
during reaction suhu reaksi 400oC. There was no significant changed on the CO & CO2 gases
yield and H2O yield. It was also appeared that hydrogen consumption was approximately
constant with the highest hydrogen consumption as 1.78% at reaction suhu reaksi 470oC.
Kata Kunci : Co-processing, liquefaction, short residue (residu pendek)
PENDAHULUAN
Riset di bidang pencairan batubara muda menjadi minyak sintetis terus berlanjut dengan tujuan untuk
mengurangi biaya konstruksi dan biaya operasional pabrik pencairan batubara muda. Alasan geografis yang
mengakibatkan tingginya biaya konstruksi pabrik tersebut adalah lokasi yang sulit dijangkau dari pantai atau
pelabuhan, sedangkan alasan teknisnya adalah tingginya konsumsi gas hydrogen, yaitu sekitar 40% dari total
biaya konstruksi pabrik (Saleh M, 2002 dan Yusnitati dan Artanto, 2000).
BPPT melalui laboratorium pencairan batubara muda telah melakukan terobosan sejak tahun 2000 dengan
menerpakan teknologi co-processing dengan memanfaatkan residu minyak bumi sebagai pelarut dan sumber
donor hydrogen menggantikan coal derived solvent (pelarut dari proses pencairan barubara).
Residu minyak bumi memiliki kandungan hydrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan coal derived
solvent, yang ditunjukkan dengan tingginya rasio H/C yang dimiliki oleh residu minyak bumi. Selain itu
kebanyakan senyawa penyusunnya berupa senyawa alifatik rantai lurus. Karakteristik residu yang demikian
diduga bernilai positif dalam hubungannya dengan proses hidrogenasi dalam pencairan batubara karena dapat

menurunkan konsumsi hydrogen molekular, dan menurunkan senyawa aromatis dalam minyak yang
dihasilkan sehingga dapat meningkatkan angka setana dari produk fraksi diesel. Untuk membuktikan
hipotesa tersebut maka dalam penelitian ini akan digunakan short residue (residu pendek) sebagai pelarut
dalam proses pencairan batubara (co-processing). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu
reaksi terhadap distribusi produk co-processing, tingkat konsumsi hydrogen dan karakteristik minyak yang
dihasilkan.
METODE PENELITIAN
Secara garis besar , metode yang diterapkan pada penelitian ini dibagai menjadi tiga tahapan utama, yaitu :
1. Karakterisasi bahan-bahan yang digunakan
2. Reaksi co-processing dengan Autoclave 1 L
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

B-14-1

3.

Analisa produk-produk yang dihasilkan dari co-processing

Tahap pertama yaitu karakterisasi bahan, yang meliputi analisa kimia dan fisika batubara, katalis dan short

residue yang meliputi analisa proksimat, ultimat, distribusi titik didih pelarut, viscosity dll. Karakteristik
tersebut digunakan sebagai parameter untuk keperluan percobaan maupun evaluasi produk hasil coprocessing.
Batubara
Batubara Muda yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah batubara Banko Tengah yang diperoleh
dari area kuasa penambangan PTBA di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Adapun karakteristik batubara
Banko Tengah adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisa Ultimat Batubara Banko Tengah
% berat kering
H
N
S

C
63,72

4,64

1,07

0,6


Odiff
17,37

Abu
%
berat
2,33

Kadar air,
% berat
10,27

Batubara sebelum diumpankan ke dalam autoclave terlebih dahulu digerus hingga berukuran lolos 200 mesh
(74 µm) dan kemudian dikeringkan sampai kandungan airnya sekitar 10% berat. Sampel batubara yang tidak
dipergunakan langsung disimpan di dalam desikator untuk menghindari penyerapan air dari udara terbuka.
Katalis
Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adlah katalis limonite SH dari soroako, sulawesi Selatan. Bijih
limonit dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam (sampai berat konstan). Setelah kering kemudian
dicampur dengan pelarut daur ulang (recycle solvent, BSU-RS) dengan rasio 30:70 untuk kemudian digiling

dalam tower mill dengan bantuan zirconia ball dengan kecepatan putaran 1000 rpm selama 4 jam. Katalis
yang dihasilkan berbentuk susspensi koloidal dengan ukuran sekitar 0,5 – 0,8 µm.
Tabel 2. Komposisi unsur pada katalis Limonit SH

Na
0,04

Ca
0

% berat basis kering
Mg Al
Si
Cr
Co
Fe
Ni
0,08 3,35 2,64 0,81 0,09 46,97 1,29

Pelarut Short Residue (Residu Pendek)

Residu pendek yang digunakan didapat dari Unit Pengolahan Pertamina UP III, Plaju, Palembang dengan
karakteristik seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 sampai Tabel 5. Fraksi residu diperoleh dengan distilasi
vakum 10 mmHg, sedangkan kandungan abu dianalisa dengan metode ASTM D3174.
Tabel 3. Karateristik Residu pendek
Faraksi distilat dan kandungan Abu (% berat )
H2O
LO
MO
HO
CLB
Abu
0,00
0,54
0,53
5,89
93,03
0,01
Hasil analisa Lab. Pencairan Batubara, Puspiptek – Serpong
LO (C5-180oC), MO (180-300oC), HO (300-420oC), CLB (>420oC)


Tabel 4.Analisa Unsur Residu Pendek

C
86,39

Komposisi (% berat)
H
N
S
13,28 420oC).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian co-processing batubara Banko Tengah dengan short residue dan katalis limonit soroako SH
ditunjukkan pada Tabel 6, Gambar 2 dan Gambar 3.
Tabel 6. Hasil co-processing pada berbagai suhu reaksi
Suhu Reaksi
Umpan Bahan: (gr)
Batubara
Pelarut SR
Katalis Limonit SH
Belerang

Tek awal H2 (Mpa)
Waktu Reaksi
Distribus Produk:
(% berat mafc)
LO
MO
HO
Total Distilat
H 2O
CLB
CO+CO2
C1-C4
∆ H2

400oC

430oC

450oC


470oC

80
128,69
17,72
2,44
12
60

80
128,69
17,72
2,44
12
60

75
120,66
16,62
2,3

12
60

80
128,69
17,72
2,44
12
60

2.50
9.09
7.01
18.60
4.15
75.16
2.28
0.66
0.86


12.53
23.39
15.89
51.81
4.11
38.96
3.31
3.04
1.22

24.56
25.79
15.25
65.60
4.46
21.88
3.55
5.71
1.19

28.32
28.47
13.60
70.39
2.92
17.39
3.91
7.18
1.78

Table 6 menunjukkan pengaruh suhu reaksi reaksi terhadap produk co-processing diantaranya minyak
(distilat), H2O, CLB, CO+CO2 dan konsumsi hydrogen. Bahwa kenaikan suhu reaksi menaikan perolehan
minyak (distilat) yang signifikan dengan urutan sbb: 470oC sebesar 70,39% berat mafc, 450oC sebesar
51,81% berat mafc, 430oC sebesar 51,81% berat mafc dan 400oC sebesar 18,60% berat mafc. Hal ini
dikarenakan kenaikan suhu reaksi menyebabkan perengkahan batubara menjadi senyawa yang lebih kecil
terjadi lebih banyak, sehingga distilat yang diperoleh semakin meningkat [Oviawe, 1993]. Sebaliknya,
kenaikan suhu reaksi menyebabkan penurunan perolehan CLB yang cukup besar. CLB terbesar (75,16%
berat mafc) diperoleh pada suhu reaksi 400oC dan terkecil pada suhu reaksi 470oC yaitu sebesar 17,39% berat
mafc. Pengaruh kenaikan suhu reaksi menyebabkan konversi batubara semakin besar atau batubara yang
tidak bereaksi semakin kecil, karena terjadinya reaksi hidrogenasi cincin aromatis, hidrokraking dan yang
terutama perengkahan termal. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya jumlah perolehan CLB dengan
meningkatnya suhu (Mochida, 1997).
Pada tabel 6 dapat dilihat pula bahwa perolehan LO, MO, dan HO terus meningkat seiring dengan kenaikann
suhu reaksi. Kenaikan perolehan MO dan HO disebabkan oleh sifat donor pelarut yang baik pada short
residue (residu pendek). Tingginya kandungan hidrogen pada residu pendek akan meningkatkan proses
stabilisasi radikal bebas sehingga dapat meminimalkan reaksi retrogresif, sehingga laju konversi MO dan HO
menjadi fraksi yang lebih ringan (LO) menjadi minimum (Farcasiu, 1994).
Pada suhu yang lebih tinggi (>470oC) dengan adanya penurunan sifat pelarut residu pendek maka akan
terjadi dekomposisi termal lebih lanjut terhadap fraksi MO dan HO menjadi LO melalui mekanisme autostabilization dan proses hydrogen shuttling. Pada akhirnya dengan meningkatnya suhu reaksi di atas 470oC
akan menurunkan perolehan MO dan HO sedangakan perolehan LO meningkat (Farcasiu, 1994).

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

B-14-4

120

80
C 1-C 4

100

C O +C O 2
18 .6 0

60

CLB

H 2O

80
Yield (wt% mafc

70
H2O

50

C1-C4

51.8 1

60

D istillate
6 5.6 0

40

CO+CO2

70 .3 9

Distilat

30

40

D H2

75.16

20
20

3 8 .9 6

C LB
2 1.8 8

∆H 2
-0 .8 6

-1.2 2

-1.19

10

17.3 9

0
-1.7 8

0
-10

-20
400

430

450

470

Gambar 2. Distribusi Produk Co-processing

400

430

450

470

Gambar 3. Kecenderungan Perolehan
Produk Co-processing

Gambar 2 dan gambar 3 menunjukkan bahwa kenaikan suhu reaksi mengakibatkan perolehan CO+CO2 terus
meningkat, tetapi kenaikannya tidak begitu signifikan karena gas tersebut sebagian besar berasal dari
pelepasan oksigen karboksil dan oksigen karbonil batubara yang terjadi pada suhu rendah (