1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Kasus Penyalahgunaan Dana Hibah Bantuan Sosial Apbd (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda Aceh No.55/Pid.Sus-Tpk/2014/Pn.Bna)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat). Ini
berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum1 yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh
dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja
orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum2 , melainkan juga perbuatan
hukum yang mungkin akan terjadi dan kepada alat perlengkapan negara untuk
bertindak

menurut


hukum.

Sistem bekerjanya

hukum yang

demikian

itu

merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.
1

M. Hadjon Philipus, Kedaulatan Rakyat ,Negara Hukum dan Hak -hak Asasi Manusia,
Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo, (Jakarta: Media
Pratama,1996), hlm.72, Negara Hukum adalah negara yang mengambil tindakan didasarkan pada
aturan hukum yang telah ada, jadi dalam Tugas Negaraadalah menjalankan kesadaran hukum
berdasarkan hukum yang berlaku yang harus ditaati oleh seluruh warga negara tersebut .
2

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan khusus mengenai poni
“Unsur Melawan Hukum”. Pasal 2 ayat (1) tersebut memperluas kategori unsur “melawan
hukum”, dalam hukum pidana, tidak lagi hanya sebagai formale wederrechtelijkheid melainkan
juga dalam arti materiele wederrechtelijkheid. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) kalimat bagian pertama
tersebut berbunyi, “yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pa sal ini mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun
perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma -norma
kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut d apat dipidana”

1
Universitas Sumatera Utara

Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan
masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial
masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah
tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang
dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak Pidana ini tidak
hanya merugikan keuangan negara3 , tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Tindak

pidana

korupsi

selalu

mendapatkan

perhatian

yang

lebih

dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Masalah
korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi
bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu,
baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk juga Indonesia.

Bahkan, perkembangan masalah Korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian
parahnya dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah menjangkit
dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.4
Masalah Korupsi sudah sedemikian parahnya dalam dunia internasional,
dalam mengungkapkan keprihatinan internasional terhadap masalah korupsi, ada
bermacam-macam sebutan atau istilah yang digunakan untuk menyebut tindak
pidana korupsi, diantaranya adalah sebagai salah satu bentuk dari “crime as

3

Lihat pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara ynag dapat dinilai dengan uang, seta
segala sesuatu baik berupa barang yang dapat dijadikan milik nega ra berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
4
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi , (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2005), hlm 1.

2
Universitas Sumatera Utara


bussiness, economic crimes, white collar crime, official crime”, atau sebagai salah
satu bentuk “abuse of power”.5
Fenomena ini memang sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi
seperti sekarang, dimana ada indikasi yang mencerminkan ketidak percayaan
rakyat terhadap pemerintah. Tuntutan akan pemerintahan yang bersih semakin
keras, menyusul krisis ekonomi akhir-akhir ini. Hal ini sungguh masuk akal,
sebab kekacauan ekonomi saat ini merupakan ekses dari buruknya kinerja
pemerintahan di Indonesia dan praktik korupsi inilah yang menjadi akar masalah. 6
Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Tindak pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana
yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh
aspek kehidupan masyarakat.
Tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana,
tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hasil survey Transparency International (TI) pada tahun 2015
menunjukkan penigkatan dari tahun 2014 yang pada saat itu Indonesia menempati
peringkat 107 dengan point 34, menjadi negara paling korup nomor 88 dari 133
negara dengan poin 36. Nilai rata-rata untuk tahun 2015 ialah 43, artinya

Indonesia masih dibawah rata-rata skor persepsi dunia. Di Asia Tenggara sendiri
indonesia masih dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Meskipun Indonesia
mengalami peningkatan dari hasil survey tahun 2014 namun terhambat oleh masih
5

Elwi Danil, KORUPSI:Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya (Depok, PT Raja
Grafindo Persada,2012), hlm 61
6
Adrian Sutendi, Hukum Keuangan Negara. (Jakarta: Sinar Grafika,2010) hlm 189.

3
Universitas Sumatera Utara

tingginya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik.7 Apabila korupsi itu
tidak segera diberantas, tentunya akan menjadi masalah yang sangat serius bagi
bangsa ini. Bahkan bukan tidak mungkin akhirnya justru akan menghancurkan
negara ini.
Jika kita lihat kebelakang sejarah bangsa ini, sejak diproklamasikan
kemerdekaan bangsa oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
maka pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi

tindak

pidana Korupsi dengan membuat Undang-Undang dan membentuk

lembaga

khusus

untuk

memberantas korupsi.8

Hal ini dibuktikan dengan

diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan UndangUndang No. 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh
Wilayah Republik

Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 68, Nomor 60, dan Nomor 71,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660). 9
Namun,

upaya

pemerintah

tidak

pernah berhenti untuk

melakukan

penyempurnaan terhadap penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal
ini

terbukti

sudah


dimulai

dari

Peraturan

Penguasa

Militer

Nomor

PRT/PM/06/1957 sampai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971 dan dewasa ini telah dibentuk Undang-Undang nomor 31 tahun 1999
jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

7

http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptions-index-2015
diakses tanggal 26 juli 2016

8
Evi Hartanti,Tindak Pidana Korupsi,Edisi Kedua (Jakarta; Sinar Grafika, 2007) hlm 3
9
Edi Yunara, Op Cit, hlm 3

4
Universitas Sumatera Utara

Korupsi serta dibentuknya lembaga khusus menangani tindak pidana korupsi pada
tahun 2003 yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di Indonesia kejahatan korupsi sudah sedemikian parah dan merajalela
khususnya yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), aparat penegak
hukum, kepala daerah, dan lain sebagainya. Korupsi sudah menjadi budaya
sendiri bagi kaum yang serakah akan sebuah kekayaan semata sehingga
menyebabkan

dampak

kemiskinan


dimana-mana

terhadap

rakyat

yang

berekonomi kecil ataupun susah dalam hal ekonomi.
Korupsi yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang terjadi di
Indonesia sehingga disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah.
Beberapa kasus korupsi yang menyita perhatian publik ialah seperti:
1. Kasus Simulator SIM (Surat Izin Mengemudi) yang libatkan 2 jenderal
Polri yakni Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dan Brigadir
Jenderal Polisi Didik Purnomo. Perbutan tersebut menurut perhitungan
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengakibatkan kerugian negara
sebesar Rp 121,3 milyar.10
2. Kasus proyek hambalang senilai Rp 2,5 triliun yang dilakukan
pertengahan 2012, yang melibatkan mantan menteri Pemuda dan Olah
Raga Kabinet Indonesia Bersatu II Andy malarangeng. KPK berhasil
mengungkap keterlibatan Anas Urbaningrum berdasarkan kesaksian
mantan bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin. Uang
hasil dugaan korupsi tersebut digunakan untuk biaya pemenangan
Anas dalam Kongres Partai Demokrat pada tahun 2010 sebesar Rp 100
milyar.11

10

https://www.tempo.co/topik/masalah/2861/korupsi-simulator-sim diakses pada tanggal
26 juli 2016
11
https://www.tempo.co/topik/masalah/2808/korupsi-proyek-stadion-hambalang diakses
pada tanggal 26 juli 2016

5
Universitas Sumatera Utara

3. Kasus Kuota Impor Daging sapi, yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah
sebagai tersangka utama, yang juga melibatkan Kertua Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishak yang juga ditetapkan oleh KPK
sebagai tersangka.

Ahmad

Fathanah diduga menerima gratifikasi

sebesar Rp 1,3 milyar dari bos PT Indoguna. Uang itu disebutkan akan
diberikan kepada Luthfi Hasan Ishak guna memuluskan pengurusan
penetapan kuota impor daging sapi dari Kementerian Pertanian. 12
Contoh kasus korupsi yang disebutkan hanyalah sedikit gambaran dari
sekian banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi telah menjadi
permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan
negara maupun masyarakat. Pemberitaan mengenai korupsi seakan tidak ada
habisnya, hampir setiap hari pemberitaan di media mengenai korupsi.
Salah satu jenis korupsi yang sangat memprihatinkan di Indonesia ialah,
penyalahguanaan dana hibah bantuan sosial13 , yang dimana seharusnya dana
hibah bantuan sosial tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Belanja Hibah dan Bantuan sosial merupakan dua kode rekening yang saat ini
menjadi banyak perhatian publik. Kedua rekening tersebut memiliki kepentingan
yang

perlu

diakomodir

yaitu

membantu

tugas

pemerintah

daerah

dalam

mewujudkan kesejahteraan masyarakat, menanggulangi penyakit sosial akibat

12

https://www.selasar.com/politik/5-kasus-korupsi-era-kpk-yang-sempat-heboh diakses
pada tanggal 26 juli 2016
13
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (14) Hibah ada
pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah
daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara
spesifik telah ditetapkan peruntukkannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak
secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
Ayat (15) Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah
kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus
menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

6
Universitas Sumatera Utara

resiko sosial14 masyarakat serta juga memuat kepentingan politik dalam arti luas.
Dalam perjalanan pengelolaannya, Hibah dan Bansos telah mengalami berbagai
permasalahan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban
serta penatausahaannya. Bahkan pemerintah setiap tahun mengeluarkan dana
triliunan rupiah untuk dana bantuan sosial. Pada periode 2007-2011, anggaran
bantuan sosial yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 300,94 triliun untuk
tingkat daerah dan pusat. Tahun 2012, jumlah alokasi dana bantuan sosial yang
dikelolah oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia berjumlah Rp.47 triliun
dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp 63,4 triliun. Belanja bantuan sosial
merupakan sektor pembelanjaan anggaran yang sangat rentan terhadap praktik
korupsi. Korupsi dana bantuan sosial menjadi wabah seperti penyakit aspek
regulasi, Komisi Pemberantasan keadilan dalam pengelolaan dana bantuan sosial.
Dalam

aspek

tata

laksana

ditemukan

sejumlah

masalah

dalam

proses

penganggaran, penyaluran, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 15 Permasalahan
seperti ini lah yang kerap kali di manfaatkan oleh para koruptor untuk
menyalahgunakan anggaran dana hibah dan bantuan sosial yang berasal dari
APBD tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan rata-rata vonis kasus
korupsi sepanjang tahun 2015 terendah dalam tiga tahun terakhir, bahkan ada 68

14

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (16), resiko sosial
adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensial terjadinya kerentanan sosial
yang di tanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis
sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan
belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
15
http://nasional.kompas.com/read/2013/03/01/07374311/Dana.Bantuan.Koruptor diakses
pada tanggal 20 juli 2016

7
Universitas Sumatera Utara

yang divonis bebas16 , sehingga tidak menimbulkan efek jera. ICW memantau 524
perkara dan 564 terdakwa kasus korupsi yang ditangani Polri, KPK dan Kejaksaan
pada 2015 lalu, sekitar 71 persen divonis bersalah. 17
Berdasarkan temuan ini, apa yang dihasilkan pengadilan tipikor sangatlah
memprihatinkan. Seperti kasus yang menjerat mantan bupati seluma, Murman
Effendi. Ia di vonis bebas oleh PN bengkulu setelah jaksa menuntut hukuman
tujuh tahun penjara. Lalu kasus pencucian uang terkait proyek migas di batam,
terdakwa Deki yang di tuntut 15 tahun penjara oleh jaksa, di putuskan bebas oleh
PN Pekanbaru. Banyaknya kasus korupsi yang divonis bebas oleh hakim akan
menimbulkan polemik yuridis, sosiologis, dan politis di kalangan masyarakat luas.
Polemik yuridis terkait persoalan integritas dan kemampuan penyidik, penuntut
umum dan hakim dalam melaksanakan wewenang, tugas dan fungsinya.
Polemik

sosiologis,

terkait

ketidak

percayaan

masyarakat

terhadap

lembaga penegak hukum yang mempersoalkan validitas putusan bebas apakah
benar tidak terbukti atau ada unsur-unsur suap atau mafia peradilan yang
sebenarnya dianggap sudah membudaya dalam sistem peradilan di indonesia.
Polemik politis, terkait upaya-upaya sekelompok orang baik dari kalangan
anggota

Legislatif,

Eksekutif,

Yudikatif18 ,

Partai Politik,

Pengamat Politik,

16

Lilik Mulyadi, Kompilas Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoretis dan Praktik
Peradilan (Bandung : Mandar Maju, 2010), hlm 107. Pada Asasnya Putusan Bebas (vrijskpraak)
terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa/Penuntut Umum dalam surat dakwakan.
Konkretnya, terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Atau untuk singkatnya lagi
terdakwa “tidak dijatuhi pidana”
17
http://www.bbc.com/indonesia/beritaindonesia/2016/02/160207indonesiakorupsi diakses
pada tanggal 27 juli 2016, ICW (Indonesian Coruption Watch) tuntutan jaksa yang ringan dan
tidak adanya pedoman penanganan kasus korupsi bagi para hakim MA (Mahkamah Agung)
menjadi penyebab rendahnya putusan hakim pengadilan tipikor itu.

8
Universitas Sumatera Utara

Pengamat Hukum, para koruptor dan simpatisannya, untuk Menghapus KPK
karena eksistensi KPK hanya mereka anggap bersifat sementara waktu (ad hoc),
karena

itu

mereka

bermaksud

mengkriminalisasi pimpinan KPK,

untuk

mengubah

Undang-Undang

Mengurangi Kewenangan KPK,

KPK,
dan/atau

Mengawasi Penyadapan KPK secara ketat.
Indonesia
penyelenggaraan
didasarkan

atas

adalah

negara

pemerintahan,
hukum.

hukum.

pembangunan

Salah

satu

Sebagai

negara

dan

penegakan

kesenjangan

yang

hukum,

maka

hukum wajib

dianggap

sangat

memprihatinkan adalah belum terwujudnya penegakan hukum tindak pidana
korupsi yang mampu secara maksimal memberikan efek jera dan/atau mengurangi
maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia.
Kasus Hukum yang terjadi terkait dengan penyalahgunaan dana hibah
bantuan sosial di provinsi Nanggroe Aceh Darusalam ini menjadi dorongan bagi
penulis untuk menganalisis lebih lanjut terkait putusan bebas hakim terhadap
kasus penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial,

yang mana juga telah

menimbulkan berbagai polemik yuridis, sosiologis dan politis di masyarakat.
Maka itu penulis mengangkat judul yakni “ANALISIS YURIDIS TERHADAP
PUTUSAN

BEBAS

PENYALAHGUNAAN

(VRIJSPRAAK)
DANA

HIBAH

DALAM

BANTUAN

SOSIAL

KASUS
YANG

DILAKUKAN OLEH YAYASAN (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Banda
Aceh No.55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA)”.
18

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2011), hlm 283. Menurut Montesquieu, dalam bukunya “L’Esprit des Lois” (1748), yang
mengikuti jalan pikiran John Locke, membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu; (i)
kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang; (ii) kekuasaan eksekutif yang
melaksanakan; dan (iii) kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif.

9
Universitas Sumatera Utara

B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?
2. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan Bebas
(vrijspraak) terhadap tindak pidana penyalahgunaan dana hibah bantuan
sosial (studi putusan No.55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA) ?

C.
1.

Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaturan Hukum Pidana tentang tindak pidana
korupsi penyalahgunaan dana hibah sosial.
b. Untuk mengetahui tentang pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan
Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap terdakwa dalam tindak pidana
korupsi,

khususnya

pada

Pengadilan

Tipikor

Banda

Aceh

No.

55/Pid.Sus-TPK/2014/PN.BNA.
2.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari tujuan penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis

10
Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam bidang Hukum Pidana serta dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembang ilmu hukum pada umumnya dan
pada kekhususannya dapat menjadi dasar bagi penelitian di bidang yang
sama.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
atau sumbangan pemikiran sebagai berikut :
1) Dapat menjadi pertimbangan kepada Pemerintah Republik Indonesia
tentang pentingnya menegakkan hukum yang telah ada, khususnya dalam
tindak pidana korupsi.
2) Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang sanksi yang akan
diterima apabila masyarakat terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas
menyalahgunakan dana hibah bantuan sosial APBD.
D.

Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang

diperoleh,

maka penulis menuangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul

“ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK)
DALAM

KASUS

PENYALAHGUNAAN

DANA

HIBAH

BANTUAN

SOSIAL YANG DILAKUKAN OLEH YAYASAN (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN

TIPIKOR

BANDA

ACEH

NO.55/PID.SUS-

TPK/2014/PN.BNA)”.

11
Universitas Sumatera Utara

Penulisan skripsi ini berdasarkan inisiatif sendiri dengan melihat beberapa
kasus

yang

sangat

hangat

diperbincangkan

oleh

masyarakat

Indonesia.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara (Departemen Hukum Pidana) pada saat pengajuan judul skripsi
ini untuk didaftarkan dinyatakan bahwa belum ada tulisan yang sama yang pernah
diangkat dan dibahas oleh para pihak lain. Jadi penulisan ini adalah asli karena
sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka.
Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan
pendekatan dan perumusan masalah.
Apabila ditemukan tulisan lain yang memiliki kemiripan dengan skripsi
ini, itu hanya dari segi materi pembahasannya saja, karena semua isi yang ada
dalam

skripsi

ini

merupakan

hasil

dari

karya

Penulis

yang

dapat

Pidana

telah

dipertanggungjawabkan.
E.
1.

Tinjauan Kepustakaan
Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana
Para

pembentuk

Kitab

Undang-Undang

Hukum

menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang dikenal
sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa
memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksudkan
dengan perkataan strafbaar feit tersebut.19

19

PAF. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:
Bakti, 1997), hlm. 181.

Citra Aditya

12
Universitas Sumatera Utara

Pompe menyatakan, strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan
sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan
sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum yang terjaminnya
kepentingan umum.20
Simons telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh
undang-undang yang dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Alasan dari Simsons, apa sebabnya strafbaar feit itu harus dirumuskan seperti di
atas adalah karena:21
a.

Untuk adanya suatu strafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu harus terdapat
suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang,
dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

b.

Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undangundang, dan

c.

Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban
menurut

undang-undang,

pada

hakikatnya

merupakan

suatu

tindakan

melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.

20
21

Ibid, hlm. 182.
Ibid, hlm. 185.

13
Universitas Sumatera Utara

Moeljatno

menggunakan

istilah

perbuatan pidana,

yang didefinisikan

sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut.22 Ia tidak menyetujui apabila kata straf diterjemahkan menjadi
“hukuman” dan dari kata wordt gestraf diartikan “dihukum”. Selanjutnya ia
mengalternatifkan terjemahan lain, yaitu “pidana” untuk kata straf dan „diancam
dengan pidana” untuk kata wordt gestraf. Pertimbangannya adalah apabila kata
straf

diartikan “hukuman”,

maka kata

strafrecht

harus mengandung arti

“hukuman- hukuman”.23
Kata straf dalam penggunaanya akan sangat tergantung dengan situasi
dalam kerangka apa istilah tersebut dipergunakan, karena istilah ini tidak
memiliki arti yang pasti. Berikut beberapa penjelasan tentang arti “pidana” dan
“hukum pidana”, berikut ini beberapa kutipan definisi para ahli:24
a.

Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan
hukum

pidana

adalah

keseluruhan

aturan

ketentuan

umum mengenai

perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
b.

Moelyatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar untuk,
menentukan perbuatan mana yang dilarang, kapan, dan bagaimana pengenaan
pidana dilaksanakan.

22
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: PT. Grafindo Persada,
2002 hlm. 71.
23
Waludi, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 1.
24
Ibid, hlm. 3.

14
Universitas Sumatera Utara

c.

Sudarto

mendefinisikan

penderitaan

yang

bahwa

sengaja

yag

dimaksud

dibebankan

dengan

pidana

adalah

kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
d.

Roeslan Saleh mengartikan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah
reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan
negara pada pembuat delik.
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada
dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan
unsur-unsur objektif.25
Unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, termasuk ke dalamnya yaitu
segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur subjektif dari suatu
tindak pidana itu adalah:26
a.

Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b.

Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

c.

Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lainlain.

d.

Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat
di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
25
26

PAF. Lamintang, Op.cit., hlm. 193.
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Materiil Jilid I (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005).

hlm.94.

15
Universitas Sumatera Utara

Unsur-unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan
dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana
itu adalah:27
a.

sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

b.

kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri”
keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di
dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c.

kausalitas, yakni hubungan antar sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan
sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Moeljatno menyatakan suatu perbuatan dapat dikataan sebagai tindak

pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:28
a.

Subjek

b.

Kesalahan

c.

Bersifat melawan hukum (dari tindakan)

d.

Suatu

tindakan

yang

dilarang

atau

diharuskan

oleh

undang-undang/

perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;
e.

Waktu, tempat, dan keadaan (unsure objektif lainnya).
C.S.T Kansil menyatakan, tindak pidana atau delik ialah tindakan yang

mengandung 5 unsur yakni:29
a.

Harus ada suatu kelakuan (gedraging);

27

Ibid, hlm. 194.
Ibid, hlm. 211.
29
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia , Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1983, hlm. 276.
28

16
Universitas Sumatera Utara

b.

Kelakuan

itu

harus

sesuai dengan

uraian

undang-undang

(wattelijke

omschrijving);
c.

Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;

d.

Kelakuan itu dapat diberatkn kepada pelaku;

e.

Kelakuan itu diancam dengan hukuman.

2.

Pengertian Putusan Hakim dan Bentuk-bentuk Putusan Dalam Perkara
Pidana
Dalam menangani suatu perkara,

undang-undang

dan

pihak

lain

tidak

Hakim diberikan kebebasan oleh
diperbolehkan

campur

tangan

atau

mempengaruhi Hakim. Disamping itu hakim harus diwajibkan jujur dan tidak
memihak agar putusannya benar-benar memberikan keadilan.30
Perihal „Putusan Hakim‟ atau “putusan pengadilan” merupakan aspek
penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Oleh karena
dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya “putusan hakim” disatu pihak
berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheid) tentang
“statusnya” dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap
putusan tersebut dalam arti berupa menerima putusan ataupun melakukan upaya
hukum verzet, banding atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Sedangkan
dilain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan
Hakim

merupakan

“mahkota”

sekaligus

“puncak”

pencerminan

nilai-nilai

keadilan; kebenaran hakiki; hak asasi manusia; penguasaan hukum atau fakta

30

Gatot Supramono, Surat Dakwaan dan Putusan Hakim Yang Batal Demi Hukum,
(Jakarta: Djambatan 1991), hlm. 51.

17
Universitas Sumatera Utara

secara mapan, mempuni dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas dan
moralitas dari hakim yang bersangkutan. 31
Putusan menurut buku Peristilahan Hukum dan Praktik yang dikeluarkan
oleh Kejaksaan Agung RI 1985 adalah hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah
dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk
tertulis ataupun lisan.32
Bab I Pasal 1 Angka 11 KUHAP, putusan pengadilan diartikan sebagai
pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat
berupa pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Leden Marpaung memberikan pengertian putusan hakim adalah hasil atau
kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasakmasaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan. 33
Jenis-jenis putusan hakim menurut KUHAP dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a. Putusan yang bukan putusan akhir
Dalam praktik, bentuk putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa
penetapan atau putusan sela. Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan
Pasal 148 dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yaitu dalam hal setelah
pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasehat hukumnya

31

Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
(Prespektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalhan), (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2010), hlm. 129.
32
Evi Hartanti, Op.Cit, hlm. 52.
33
Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, hlm
.426.

18
Universitas Sumatera Utara

mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut
umum.34 Putusan yang bukan putusan akhir antara lain sebagai berikut:
1) Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili. Dalam hal
menyatakan tidak berwenang mengadili ini dapat terjadi setelah
persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat
dakwaan maka terdakwa atau penasihat hukum terdakwa diberi
kesempatan

untuk

mengajukan

eksepsi

(tangkisan).

Eksepsi

tersebut antara lain dapat memuat bahwa Pengadilan Negeri
tersebut tidak

berkompetensi (wewenang) baik secara relatif

maupun absolut. Jika majelis hakim berpendapat sama dengan
penasihat hukum maka dapat dijatuhkan putusan bahwa pengadilan
negeri tidak berwenang mengadili (Pasal 156 ayat (2) KUHAP).
2) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum.
Dakwaan batal demi hukum dapat dijatuhkan apabila dakwaan
Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, kurang jelas, dan tidak
lengkap.
3) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima
Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima
pada dasarnya termasuk kekurang cermatan penuntut umum sebab
putusan tersebut dijatuhkan karena:
(a) Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik
aduan tidak ada.

34

Lilik Mulyadi,Op.Cit, hlm 125

19
Universitas Sumatera Utara

(b) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah
diadili (nebis in idem), dan
(c) Hak

untuk

penuntutan telah hilang karena daluwarsa

(verjaring).
b. Putusan Akhir
Putusan akhir dalam praktik lazim disebut dengan istilah putusan
atau eind vonnis dan merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada
hakekatnya putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa
terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara
selesai diperiksa (Pasal 182 ayat (3) dan (8), Pasal 197, dan Pasal 199
KUHAP).35 Putusan akhir antara lain sebagai berikut:
1) Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala
tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Putusan lepas
dari segala tuntutan hukum adalah putusan yang dijatuhkan
terhadap terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
bukan merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2)
KUHAP). Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat terjadi
karena:
(a) Materi hukum pidana yang didakwakan terbukti, tapi bukan
merupakan tindak pidana

35

Ibid hlm, 125

20
Universitas Sumatera Utara

(b) Terdapat hal-hal yang menghapuskan pidana, antara lain:36
(i) Tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP).
(ii) Melakukan di bawah pengaruh daya paksa/overmacht
(Pasal 48 KUHP).
(iii) Adanya pembelaan terdakwa (Pasal 49 KUHP).
(iv) Adanya ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP).
(v) Adanya perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).
2) Putusan Bebas (vrijspraak)
Putusan bebas adalah putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa
dimana hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat
bukti dalam persidangan berpendapat bahwa dakwaan yang
didakwakan terhadap terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 ayat (1)
KUHAP).
3) Putusan pemidanaan (veroordeling)
Putusan pemidanaan adalah putusan yang dijatuhkan terhadap
terdakwa dimana hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang
didakwakan padanya. Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim
yang berpendapat bahwa:37

36
37

Evi Hartanti, Op.Cit hlm, 54
Lilik Mulyadi,Op Cit, hlm.173.

21
Universitas Sumatera Utara

(a) Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan jaksa/penuntut
umum dalam surat dakwaan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum;
(b) Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak
pidana (kejahatan/misdrijven atau pelanggaran/overtredingen);
dan
(c) Dipenuhinya

ketentuan

alat-alat

bukti

dan

fakta-fakta

persidangan (Pasal 183, Pasal 184 ayat (1) KUHAP).
3. Pengertian Korupsi dan Dana Hibah bantuan Sosial
Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana mana.
Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara dihadapkan pada masalah
korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah
sesuai dengan perubahan zaman.38
Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal dari bahasa latin
corruption atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal
pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.39 Dari bahasa
Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption,
corrupt; Prancis, yaitu corruption; Belanda, yaitu corruptie (korruptie) dan dari
bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. 40
Adapun menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang
dimaksud

curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana yang

38

Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi ,
(Bandung; CV Mandar Maju 2001), hlm.7.
39
Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006) hlm.4
40
Ibid, hlm 4-6.

22
Universitas Sumatera Utara

merugikan keuangan negara. Menurut Gurnar Myrdal menyebutkan: To include
not only all forms of improper or selfish exercise of power and influence attached
to a public office or the special position one occupies in the public life but also the
activity of the bribers. (korupsi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak
patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau
usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta
kegiatan lainnya seperti penyogokan).41
Di dunia

Internasional pengertian korupsi berdasarkan Black

Law

Dictionary:42
Corruption an act dne with an intent to give some advantage inconsistent
with official duty and the rights of other. The act of an official or fiduciary
person who unlawfully and wrongly uses his station or character to
procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty
and the rights of other. (Suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah
maksud untuk mendapatkan bebrapa keuntungan yang bertentangan
dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya). “Suatu perbuatan
dari sesuatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan
melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan
untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan
kebenaran-kebenaran lainnya.”
Baharuddin

Lopa

mengutip

pendapat

dari

David

M.

Chalmers,

menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut
masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Kesimpulan ini diambil dari
defenisi yang dikemukakan antara lain berbunyi, financial manipulations and
deliction injurious to the economy are often labeled corrupt (manipulasi dan

41
42

Edi Yunara, Op, Cit.hlm.33
Surachmin, dkk, Strategi dan teknik Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 9.

23
Universitas Sumatera Utara

keputusan

mengenai

keuangan

yang

membahayakan

perekonomian

sering

dikategorikan perbuatan korupsi). Selanjutnya ia menjelaskan the term is often
applied also to misjudgements by officials in the public economies (istilah ini
sering

juga

digunakan

terhadap

kesalahan

ketetapan

oleh

pejabat

yang

menyangkut bidang perekonomian umum).43
Dikatakan pula, disguised payment in the form og gifts, legal fees,
employment, favors to relatives, social influence, or any relationship that
sacrifices the public and welfare, with or without the implied payment of money,
is usually considered corrupt (pembayaran terselubung dalam bentuk pemberian
hadiah, ongkos administrasi, pelayanan, pemberian hadiah kepada sanak keluarga,
pengaruh kedudukan social, atau hubungan apa saja yang merugikan kepentingan
dan kesejahteraan umum, dengan atau tanpa pembayaran uang, biasanya dianggap
sebagai perbuatan korupsi). Ia menguraikan pula bentuk korupsi yang lain, yang
diistilahkan political corruption (korupsi politik) adalah electoral corruption
includes purchase of vote with money, promises of office or special favors,
coercion, intimidation, and interference with administrative of judicial decision,
or

governmental

appointment

(korupsi pada penelitian umum,

termasuk

memperoleh suara dengan uang, janji dengan jabatan atau hadiah khusus,
paksaan, intimidasi, dan campur tangan terhadap kebebasan memilih. Korupsi
dalam

jabatan

melibatkan

penjualan

suara

dalam

legislatif,

keputusan

administrasi, atau keputusan yang menyangkut pemerintahan). 44

43

Marwan Effendy, Korupsi dan Strategy Nasional Pencegahan serta Pemberantasannya,
(Jakarta: GP Press Group, 2013), hlm, 16.
44
Evi Hartanti, Op. cit, hlm 9

24
Universitas Sumatera Utara

Sebelumnya regulasi pemberian hibah dan bantuan sosial hanya diatur
dalam beberapa pasal dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Pemberian
hibah hanya diatur dalam pasal 42, pasal 43 dan pasal 44, itupun sudah berulang
kali diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah terakhir diubah dengan Permendagri Nomor 21
Tahun 2011. Demikian pula untuk pemberian bantuan sosial hanya diatur dalam
satu pasal yakni pasal 45 dan terdiri dari 4 ayat dalam Permendagri Nomor 13
Tahun 2006. Itupun sudah mengalami perubahan sampai dengan Permendagri
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Soisal
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 mengenai
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah memberikan definisi Hibah dan Bantuan Sosial
(Bansos), sebagai berikut:45
1. Hibah merupakan pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah
kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak

secara

terus

menerus

yang

bertujuan

untuk

menunjang

penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
2. Bansos

merupakan

pemerintah

daerah

pemberian
kepada

bantuan

individu,

berupa

keluarga,

uang/barang
kelompok

dari

dan/atau

45

Pasal 1 angka 14 dan 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.

25
Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Dengan demikian Pemerintah daerah dalam memberikan hibah dan
bantuan sosial yang bersumber dari APBD berpedoman pada Permendagri Nomor
32 Tahun 2011.
4. Pengertian Yayasan
Yayasan telah diatur dalam hukum positif, yaitu dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001, yang diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 112, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 yang diumumkan dalam Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 115, tentang
Yayasan.
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyi anggota.46 Yayasan terkandung beberapa
esensial yaitu:47
1. Adanya suatu harta kekayaan,
2. Harta kekayaan ini merupakan harta kekayaan tersendiri tanpa ada yang
memilikinya melainkan dianggap sebagai milik dari yayasan,
3. Atas kekayaan itu diberi suatu tujuan tertentu,
4. Dan adanya pengurus yang melaksanakan tujuan dari diadakannya harta
kekayaan itu.

46

C.S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum.(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2000), hlm.

198
47

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, (Bandung: Cet. Ke
5, 1964) hlm 103

26
Universitas Sumatera Utara

Persyaratan

yang ditentukan agar yayasan dapat diperlakukan dan

memperoleh status sebagai badan hukum adalah pendirian yayasan sebagai badan
hukum harus mendapatkan pengesahan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia.48
Perubahan anggaran dasar untuk mengubah nama dan kegiatan yayasan,
harus mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia,
sedangkan

untuk

perubahan

anggaran

dasar lainya dipersyaratkan adanya

pemberitahuan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Di Hindia Belanda, pernah dibuat undang-undang dengan staatsblad 1927156 tentang Regeling van de Rechtspositie der Rechtsgenootschappen, yang
menentukan bahwa gereja (kerken) atau kerkgnootschappen adalah juga badan
hukum yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan, yakni
memiliki tujuan idiil, khusus di bidang keagamaan. 49
Berkaitan dengan tujuan yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi
Mahkamah Agung dimana sebelum berlakunya UUY menjadi acuan bagi yayasan
untuk penentuan tujuan yayasan. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975, pertimbangan
Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,
bahwa perubahan wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af dapat saja karena
dalam hal ini tujuan dan maksudnya tetap, ialah untuk membantu keluarga
terutama keturunan almarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas. Dari putusan
Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk
48

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Arie Kusumastuti Maria Suhardiati, 2003, Hukum Yayasan di Indonesia.(Jakarta: PT.
Abadi, 2003) hlm. 16
49

27
Universitas Sumatera Utara

“membantu”. Perkataan “membantu” ini diinterpretasikan sebagai suatu kegiatan
sosial. Adapun bantuan yang diberikan tersebut dapat hanya ditujukan kepada
pihak tertentu saja, yakni dalam hal ini terutama kepada keturunan almarhum
Almuhsin bin Abubakar Alatas.50
F.

Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian
bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan
konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi
terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. 51
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian

yang

dilakukan

berdasarkan

perundang-undangan.52

Perundang-

undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan, Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta beberapa
peraturan terkait lainnya.
50

Ibid
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta:
Rajawali Press, 2006), hlm 1
52
Ibid., hlm.12.
51

28
Universitas Sumatera Utara

Penelitian skripsi ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk memberikan gambaran tentang keadaan yang menjadi objek penelitian
yakni Tindak Pidana Korupsi dan Dana Hibah Bantuan Sosial. Penulisan skripsi
ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan serta
literature hukum yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini.
2.

Jenis Data dan Sumber Data
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang menggunakan data

sekunder53 yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 46
tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beserta UndangUndang No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
b. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian,
karya dari ahli hukum di bidang pemberantasan korupsi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. 54
3.

Teknik pengumpulan data
53

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali
Press, 2006) hlm. 13-14.
54
Ibid, hlm. 52

29
Universitas Sumatera Utara

Data primer dan data sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian
kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian
kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam
buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil
seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam
skripsi ini. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library
research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun
penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber
kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun internet.
4.

Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka

biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. 55 Metode analisis
data yang dilakukan penulis adalah analisa kualitatif, yaitu dengan:
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang relevan
dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di
atas agar sesuai dengan masing- masing permasalahan yang dibahas.
c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan
dari permasalahan.
d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif,
yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

55

Ibid. hlm. 69

30
Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibuat secara sistematis agar memudahkan dalam
memahami pemaparan masalah yang terkandung dalam skripsi ini.

Keseluruhan

sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat berhubungan antara yang
satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi yang terdiri atas lima
bab ini di antaranya sebagai berikut :
Bab I : Bab ini berisikan pendahuluan yang memberikan gambaran umum
dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
skripsi,
manfaat

diantaranya: latar
penelitian,

belakang,

keaslian

perumusan

penulisan,

tinjauan

masalah,

tujuan penelitian,

kepustakaan

yang

mana

menguraikan tentang pengertian tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana,
pengertian putusan hakim dan bentuk-bentuk putusan dalam perkara pidana.
Dalam bab ini terdapat pula penjelasan metode penelitian yang dipergunakan
kemudian diakhiri dengan penjabaran dari sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini membahas mengenai ketentuan pidana yang mengatur
tentang penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Bab ini terdiri
dari dua sub bab, yaitu sub bab pertama tentang perkembangan pengaturan tindak
pidana korupsi di Indonesia dan sub bab kedua berisi tentang perbuatan
penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial yang kemudian dijabarkan kembali
dalam dua sub bahasan, yaitu yang pertama tentang procedural penggunaan dana
hibah bantuan sosial menurut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan dan yang kedua ialah

31
Universitas Sumatera Utara

tentang penyalahgunaan dana hibah bantuan sosial sebagai tindak pidana korupsi
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Bab III: Bab ini memberikan pemaparan tentang dasar pertimbangan halim
dalam

menjatuhkan

putusan

bebas

terhadap

terdakwa

dalam

kasus

peny

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65