BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosial Budaya 2.1.1. Pengertian Sosial Budaya - Gambaran Sosial Budaya Terhadap Diabetes Mellitus pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Budaya

2.1.1. Pengertian Sosial Budaya

  Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan (Enda, 2010). Sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan berarti segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup bersama atau atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup struktur, organisasi,nilai-nilai Sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya (Ranjabar, 2006) . Namun jika di lihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata ”socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama.

  Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) di artikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar .

  Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar,yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa refleks, bererapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa dalam gen bersama kelahirannya (seperti makan, minum, atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan berkebudayaan (Koentjaraningrat, 2009).

  Budaya, kultur atau kebudayaan adalah cara atau sikap hidup manusia dalam berhubungan secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya yang didalamnya sudah tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materiil maupun yang psikologis, idiil, dan spiritual (Ranjabar, 2006). Kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia bai material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks (Setiadi, 2008).

  Sosial budaya adalah itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2.1.2 Pembagian Budaya

  Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya di bagi menjadi dua yaitu: 1.

  Budaya Material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret.Budaya material dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda – benda kepercayaan.

  2. Budaya Non Material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi mencakup kepercayaan, pengetahuan, dan nilai (Harianto, 2010).

2.1.3 Unsur-unsur kebudayaan

  Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan batak, kebudayaaan minang kabau) suatu keseluruhan yang teringtegrasi ketika menganalisis membagi keseluruhan itu ke dalam unsur- unsur besar yang disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural

  

universals. Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi ada dan bisa

didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa.

  Terdapat tujuh unsur di dalam kebudayaan yaitu: 1.

  Bahasa, 2. Sistem pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi, 5. Sistem mata pencaharian hidup, 6. Sistem religi, 7. Kesenian

  Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan (koentjaraningrat, 2009).

2.1.4 Wujud Kebudayaan

  Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak

  a. Gagasan (wujud ideal).

  Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide- ide, gaga dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiJika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

  b. Aktivitas (tindakan).

  Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnyterjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

  c. Artefak (karya)

  Artefak adalah wujud kebudayayang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

2.1.5 Komponen Kebudayaan

  Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :

  1. Lembaga Sosial

  Lembaga Sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem Sosial yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan Sosial masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota

  • – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karir.

  2. Sistem kepercayaan

  Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.

  3. Etetika.

  Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari

  • –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif.

  4. Bahasa.

  Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek.

  Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

2.1.6. Sistem Sosial Budaya

  Pengertian sistem menurut Tatang M. Amirin “Sistem berasal dari bahasa Yunani yang berarti : a. Suatu hubungan yang tersusun atas sebagian bagian.

  b. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen komponen secara teratur.

  Jadi, systema itu mengandung arti Sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan (Ranjabar, 2006).

  Sosial berarti segala sesuatu yang beralian dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyaakat dari orang atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nila-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Budaya berarti cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya yang didalamnya tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik materil maupun yang psikologis, adil, dan spiritual.

  Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep serta keyakinan. Dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lebih sering disebut sebagai adat istiadat (Koentjoaraningrat, 2010). Dalam arti lain, sistem sosial budaya merupakan konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, sistem sosial budaya yaitu merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai,tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara mandiri setra bersama-sama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat (Muhammad, 2008).

2.1.7. Konsep Sosial Budaya

  Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat-istiadat (menurut EB. Tylor). Sedangkan Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemadi adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai : a.

  Tempat berlindung. b.

  Kebutuhan makan dan minum.

  c.

  Pakaian dan perhiasan.

  Serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu (Syafrudin, 2009).

2.1.8. Persepsi Budaya dan Makanan

  Dalam catatan antopologi peradaban manusia dibedakan berdasarkan mata pencahariaan masyarakat. Tahap pertama ( gelombang hidup pertama) ditandai dengan adanya peradaban manusia yang didominasi oleh tradisi memburu dan meramu. Pola mengkonsumsi manusia pada masa itu dengan makan makana hasil ramuan bahan tumbuhan yang dikumpulkan dari hutan dan /atau memakan hasil hutan ( hewan atau tumbuhan ) yang diburu dan kemudian di bakar.

  Setelah berevolusi mata pencaharian manusia sudah bukan lagi berburu dan meramu,melaikan sudah bercocok tanam. Setiap masyarakat memiliki persepsi yang berbeda mengenai benda yang di konsumsi. Perbedaan persepsi ini, sangat dipengaruhi oleh nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat.

  Pola makan masyarakat modern cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food). Hal ini mereka lakukan karena tingginya jam kerja atau tingginya kompetensi hidup yang membutuhkan kerja keras. Padahal dibalik pola makan tersebut, misalnya hasil olahan siap santap, memiliki kadungan garam yang sangat tinggi dan lemak (Sudarma, 2008).

2.2. Definisi Diabetes mellitus

  Diabetes mellitus adalah suatu gangguan dari pankreas, organ yang biasanya menghasilkan insulin. Penyakit diabetes timbul karena pankreas tidak menghasilkan atau terlalu sedikit memproduksi insulin atau bila kerja insulin tidak normal. Kecenderungan untuk menderita diabetes tergantung faktor keturunan tersebut, maka makan terlalu banyak zat gula, kelebihan berat badan, tekanan batin, dan bahkan kehamilan bisa menjadi faktor pencetus timbulnya diabetes.

  Diabetes tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikontrol dengan pengobatan seumur hidup.

  Setiap makanan yang kita santap akan diubah menjadi energi oleh tubuh. Dalam lambung dan usus, makanan diuraikan menjadi beberapa elemen dasarnya, termasuk salah satunya adalah jenis gula, yaitu glukosa. Jika terdapat gula, maka pankreas menghasilkan insulin, yang membantu mengalirkan gula ke dalam sel- sel tubuh. Kemudian gula tersebut dapat diserap dengan baik dalam tubuh dan dibakar untuk menghasilkan energi. Ketika seseorang menderita diabetes maka pankeas orang tersebut tidak dapat menghasilkan cukup insulin untuk menyerap gula yang diperoleh dari makanan. Hal inilah yang menyebabkan kadar gula dalam menjadi tinggi akibat timbunan gula dari makanan yang tidak dapat diserap dengan baik dan dibakar menjadi energi. Penyebab lain adalah insulin yang cacat atau tubuh dapat memanfaatkan insulin dengan baik (Saftarini, 2014).

2.2.1 Jenis-jenis Diabetes mellitus

  Diabetes mellitus Tipe I Diabetes tipe I biasanya mengenai anak-anak dan remaja, Diabetes mellitus tipe I adalah hasil dari kegagalan tubuh dalam memproduksi insulin.

  Diperkirakan ada sekitar 5 hingga 10% penderita diabetes didiangnosa menderita diabetes tipe I, hampir semua penderita diabetes tipe I harus melakukan pengobatan dengan metode suntik insulin. Hingga saat ini, diabetes tipe I masih masuk dalam kategori penyakit yang tidak dapat dicegah, termasuk dengan cara diet atau olah raga. Saat ini, diabetes tipe I hanya dapat diobati dengan metode suntik insulin dan memantau tingkat glukosa dengan ketat menggunakan alat monitor penguji darah ( Sutanto, 2010).

  Faktor penyebab diabetes tipe I adalah infeksi virus atau reaksi auto-imun (rusaknya sistem kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel-B pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe ini pancreas sama sekali tidak dapat mengahasilkan insulin.

  Biasanya, gejala dan tanda-tanda pada diabetes tipe I muncul secara mendadak. Tiba-tiba cepat mereka haus, sering kencing ( anak-anak jadi sering ngompol), badan mengurus, dan lemah. Apabila insulin tidak segera diberika, penderita bisa cepat tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma diebetik. (kurniadi, 2014).

  Perawatan Diabetes mellitus tipe I harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal bila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalanka. Tingkat glukosa rata-rata untuk pasien Diabetes mellitus tipe I harus sedekat mungkin ke angka normal(80-120 mg/dL, 4-6 mmol/L (Susilo,2011).

  Diabetes Tipe II Dari seluruh penderita diabetes, jumlah penderita diabetes tipe 2 adalah yang paling banyak, yaitu sekitar 90-99%. Diabetes tipe 2 juga bisa disebut diabetes life style karena selain faktor keturunan, juga disebut gaya hidup yang tidak sehat. Biasanya, tipe ini mengenai orang dewasa. Diabetes tipe 2 berkembang sangat lambat, biasanya sampai bertahun-tahun. Oleh karena itu, gejala dan tanda-tandanya seringkali tidak jelas . penderita diabetes tipe 2 biasanya memiliki riwayat keturunan diabetes (kurniadi, 2014).

  Diabetes mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel. Ini terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin.

2.2.2 Gejala Diabetes mellitus

  Gejala umum Diabetes mellitus adalah poliuria atau sering buang air kecil dan polidipsia atau meningkatkan rasa haus sehingga mengakibatkan pada menigkatan asupan cairan. Gejala dapat berkembang dengan cepat, dalam beberapa minggu atau bulan pada biabetes tipe 1, terutama pada anak-anak.

  Sementara gejala diabetes tipe 2 biaanya berkembang jauh lebih lambat. Diabetes tipe 1 juga dapat menyebakan berat badan menurun meski tidak begitu signifikan dan tidak menimbulkan kelelahan mental. Semua gejala diatas, kecuali penuruna berat badan juga dapat terjadi pada diabetes tipe 2. Pada pasien diabetes yang tidak mengkontrol kadar gula darah dengan baik, penuruna berat badan yang signifikan mungkin dialami pada tahap awal serangan diabetes. Langkah deteksi akhir gejala Diabetes mellitus adalah dengan melakukan tes kadar gula darah.

  Pada awalnya, penderita diabetes tipe 1 akan mengalami kondisi ketoasidosis (DKA), yaitu suatu keadaan ekstrim yang ditandai dengan aroma aseton pada napas penderita. Hal tersebut dikenal dengan pernapasan kussmaul, poliuria, mual, muntah, dan sakit perut. Kondisi tersebut mempengaruhi kesadaran dan memberi efek lesu pada penderita. Kasus DKA yang parah bisa menyebabkan koma dan tidak menutup kemungkinan akan berujung pada kematian. Anda perlu mengetahui bahwa kondisi ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera di rumah sakit (sutanto,2010).

2.2.3 Penyebab Diabetes mellitus

  Diabetes mellitus yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan sintoma berupa hiperglisemia kronis yang gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai berikut:

  1. Defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.

  2. Defisiensi transporter glukosa.

  3. Atau keduanya.

a. Penyebab diabetes tipe 1

  Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin, karena kekurangan insulin menyebabkan glukosa tetap ada di dalam aliran darah dan tidak dapat digunakan sebagai energi. Penyebab terbanyak dari kehilanagan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

  Berikut beberapa penyebab pankeas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1, antara lain karena:

1. Faktor keturunan atau genetika

2. Autoimunitas. adanya virus atau zat kimia

b. Penyebab diabetes tipe 2

  Diabetes tipe 2 disebabkan karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk mengekspresikan disfusi sel B, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi glut10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.

  Terjadinya diabetes tipe 2 karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula yang ada dalam darah akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Berikut ini beberapa penyebab utama diabetes tipe 2

  1. Faktor keturunan

  2. Kurang berolahraga

  3. Kegemukan atau obesitas

  4. Kurangya aktifitas fisik

  5. Umur

  6. Gaya hidup

  7. Pola makan

  8. Adanya virus atau bakteri human coxsackievirus

  9. Adanya penyakit lain seperti hipertensi 10.

  Merokok

11. Kurang tidur yang menyebakan metabolisme tubuh terganggu Pada umunya, penyebab diabtes tipe 2 karena gaya hidup yang tidak sehat.

  Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh yang tidak sempurna sehingga membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Hormon insulin dapat diserap oleh lemak yang ada dalam tubuh. Sehingga pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat bisa membuat tubuh kekurangan insulin (Saptarini, 2014).

2.2.4 Faktor-faktor Penyebab Diabetes mellitus

  Ada banyak faktor yang memicu terjadinya diabetes. Semakin cepat kondisi diabetes diketahui dan ditangani akan mencegah komplikasi yang terjadi (Nabil, 2009). Faktor-faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab diabetes antara lain kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. Faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain adanya infeksi, pola diet, umur, obesitas, kegemukan, kehamilan, gangguan sistem imunitas, kelainan insulin.

2.3. Upaya Pencegahan Diabetes mellitus

  Jumlah penderita diabetes mellitus tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita diabetes mellitus, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat (Soegondo, 2009).

  Usaha pencegahan pada penyakit diabetes mellitus terdiri dari : pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang belum terkena diabetes mellitus namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus agar tidak timbul penyakit diabetes mellitus, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi (Soegondo, 2009).

  1. Pencegahan Primordial

  Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/resiko terhadap penyakit diabetes mellitus. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit diaetes mellitus. Edukasi sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat yang bersifat diabetagenik (PERKENI, 2002).

  2. Pencegahan Primer

  Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena diaetes mellitus, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit diaetes mellitus. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya diaetes mellitus dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut (PERKENI, 2002).

  Pada pengelolaan diaetes mellitus, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu diaetes mellitus, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya diaetes mellitus, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan diaetes mellitus berupa edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis (Hiswani dan Bahri, 2005).

  3. Pencegahan Sekunder

  Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini diabetes mellitus serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit (Noer, 1996).

  Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan diabetes mellitus memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat (PERKENI, 2002).

  4. Pencegahan Tersier

  Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien diabetes mellitus yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati (Hoffman, 1996).

  Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mauupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit diabetes mellitus.

  Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai :

  a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes

  b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

  c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik (Hiswani, 2005).

  Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya (PERKENI, 2002).

2.4. Pengaturan Pola Makan Penderita Diabates Mellitus

  Pola makan adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian pola makan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Bustan, 2002).

  Pengaturan makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus, namun penderita diabetes mellitus sering memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat merugikan penderita tersebut seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka, sebenarnya anjuran makan pada penderita diabetes mellitus sama dengan anjuran makan sehat umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing penderita Diabetes mellitus (Bustan, 2002). Pengaturan diet pada penderita diabetes melitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu mencakup pengaturan dalam :

1. Jumlah Makanan

  Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes mellitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal.

  Komposisi energi dari karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25% yaitu : a. Makanan sumber karbohidrat sebanyak 3-8 porsi (1 porsi nasi=100 gram)

  b. 2-3 porsi sayur (1 porsi=satu gelas sayur masak yang sudah ditiriskan)

  c. 3-5 porsi buah (1 porsi setara satu pisang ambon sedang/50 gram) d. 2-3 porsi protein hewani (1 porsi setara 50 gram daging sapi)

  e. 2-3 porsi protein nabati (1 porsi setara dua potong sedang tempe/50 gr) f.Gula maksimal 12 sendok teh atau 48 gram per hari (World Health Organization/WHO, 2009).

  Dalam mengatur jumlah makanan juga dapat dilakukan dengan cara praktis yaitu untuk mengisi separuh piring dengan sayur, seperempatnya dengan nasi dan sisanya dengan lauk setiap kali makan.

2. Jenis Bahan Makanan

  Banyak yang beranggapan bahwa penderita diabetes mellitus harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah makanan yang kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar.

  Yang terpenting adalah tidak terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglikemia) dan juga tidak terlalu banyak makan makanan yang memperparah penyakit diabetes mellitus.

  Makan aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti : roti, mie, kentang, dan lain-lain. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral. Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, susu, keju, dan lain-lain. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral.

  Makanan sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan.

3. Jadwal Makan

  Jadwal makan yang dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus adalah enam kali makan dalam sehari. Dengan ketentuan tiga kali makan besar dan tiga kali makan kecil. Hal ini dimaksudkan agar lambung tidak kosong dan asupan gula dalam tubuh stabil tidak melonjak drastis dan tidak juga turun sangat rendah.

  Jadwal makan yang dianjurkan adalah :

  1. Makan besar I (sarapan pagi) : pukul 07.00

  2. Makan kecil I (snack) : pukul 10.00

  3. Makan besar II (makan siang) : pukul 13.00

  4. Makan kecil II (snack) : pukul 16.00

  5. Makan besar III (makan malam) : pukul 19.00

  6. Makan kecil III (snack) : pukul 22.00 Penderita diabetes mellitus harus mentaati jadwal makan secara teratur, karena keterlambatan yang terjadi akan mengakibatkan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) yang ditandai dengan timbulnya pusing, mual, dan pingsan pada penderita diabetes mellitus (Fox C, 2011).

2.5 Domain Perilaku

2.5.1 Pengertian Perilaku

  Perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh mahluk hidup dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism( mahluk hidup yang bersangkutan) oleh sebab itu semua mahlik hidup baik tumbuh

  • – tumbuhan sampai dengan manusia berperilaku, oleh karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau perilaku seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoatmodjo, 2007). Glanz (1988) menyatakan perilaku itu dipandang sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh dan sedang dipengaruhi oleh tingkatan-tingkatan yang berkelanjutan dari pengaruh yaitu faktor dalam diri seseorang aau individu, faktor antara seseorang dengan yang lainnya, faktor institusi/organisasi, faktor masyarakat dan faktor kebijakan publik.

  Menurut Stokols (1997) perilaku keduanya pengaruhi oleh lingkungan sosial (Glanz, 2002). Periaku merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono,1997).

   Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga

  domain, ranah atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotorik (psychomotorik). Teoti Bloom ini dimodifikasi untuk pengukurn hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik/tindakan (practice) ( Notoatmodjo, 2007).

  Menurut skiner dan Notoatmodjo perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori skiner ini lebih dikenal dengan teori S-O-R ( stimulus organisme, responden) skiner membedakannya dengan dua respon (Notoatmodjo, 2007).

2.5.2 Pengetahuan

  A. Definisi pengetahuan

  Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu . pengindraan terjadi melalui panca indra penglihatan , pendengaran penciuman, rasa dan raba yang sekian besar dipengaruhi oleh mata dan telinga.(Notoatmodjo, 2010).

  B. Tingkat pengetahuan

  Menurut Notoatmojo (2010) pengetahuan yang tercukup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat , yaitu : a) Tahu (know).

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termaksud didalam adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang bersifat spsifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh karena itu ,”tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

  b) Memahami (comprehension).

  Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahiu dan dapat mengintreprestasikan matri tersebut dengan benar orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh menyimpulkan meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. c) Aplikasi ( application).

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasidi sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum

  • – hokum , rumusan metode perinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d) Analisis (analiysis).

  Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen

  • – komponen , tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

  e) Sintesis (synthesis)

  Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian

  • – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
  • – dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formasi formasi yang ada.

  f) Evaluasi (evalution)

  Evaluasi ini biasanya dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek penilain

  • – penilain itu berdasarkan suatu karekteria yang telah ada.

  C. faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

  faktor

  • – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut yaitu:

1. Faktor intrinstik / internal a.

  Pendidikan.

  Pendidikan adalah usaha sadr dan terancana untuk mewujudkan suasana belajar dan peruses pembelajaran agar tidak mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, pendidikan meliputi pembelajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan pertimbangan dan kebijakan.

  b.

  Minat.

  Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai suatu minat merupakan kekuatan diri dalam diri sendiri untuk menambah pengetahuan.

  c.

  Intelegensi.

  Pengetahuan yang dipenuhi intelegensi adalah pengetahuan intelegensi dimana seseorang dapat bertindak secara tepat , cepat dan mudah dalam pengambilan keputusan seseorang yang memiliki intelegensi yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam mengambil keputusan.

2. Faktor Eksternal a.

  Media masa.

  Dengan majunya teknologi akan tersedianya pula dengan bermacam

  • – macam media masa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan masyarakat.

  b.

  Pengalaman.

  Pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain yang meninggalkan kesan yang paling dalam akan menambah pengetahuan seseorang. c.

  Sosial .

  Sosial budaya adalah hal hal yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan

  • – kemampuan serta kebiasaan berevolusi dimuka bumi ini sehingga hasil karya dan cipta masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberap tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan dan diman hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu penelitian.

  d.

  Lingkungan.

  Lingkunagn dimana kita hidup dan berdasarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan seseorang.

  e.

  Penyuluhan.

  Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melaui metode penyuluhan dan pengetahuan bertambah seseorang akan berubah perilakunya.

  f.

  Informasi.

  Informasi merupakan pemberitahuan secara kongnitif baru bagi penambahan pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk menggugah kesadaran seseorang terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap pengetahuan (azwar 2007)

2.5.3. Sikap

  Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, namun hanya dapat ditafsirkan. Sikap mempunyai tiga komponen pokok yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude), yaitu :

  1. Kepercayaan, ide, dan konsep terhadap suatu objek 2.

  Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

  Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1.

  Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungannya dengan objek tertentu.

  2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap suatu kelompok.

  3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu tetapi dapat juga kumpulan dari hal-hal tersebut.

  4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan (Notoatmodjo 2003)

  Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

  1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespons (Responding), diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

  3. Menghargai (Valuing), diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko(Notoatmodjo, 2007).

2.5.4 Tindakan atau Praktek (practice) perilaku

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

  behavior ). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

  faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu : 1.

  Persepsi (Perception) Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

  2. Respon Terpimpin (Guided Response) Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai.

  3. Mekanisme (Mechanism) Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

  4. Adopsi (Adoption)

  Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

  Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung. Secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran secara langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).

2.6 Landasan Teori

1. TRA (The Theory of Reasoned Action)

  Teori yang juga dikenal dengan Behavioral Intention Theory dari Ajzen dan Fishbein (1980) menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/intense (intention), dan perilaku. Intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Jika ingin mengambarkan apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intense orang tersebut. Intense ditentukan oleh sikap dan norma subjektif. Komponen pertama mengacu pada sikap terhadap perilaku. Sikap ini merupakan hasil dari pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcomes of the behavior). Komponen kedua mencerminkan dampak-dampak dari norma subjektif ( Smet, 1994).

  Ada beberapa tujuan dan manfaat dari teori ini, antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan pada tiap aspek penting beberapa perilaku manusia.

  Teori ini menyediakan suatu kerangka untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Sikap individu terhadap perilaku meliputi kepercayaan mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma subjektif, kepercayaan- kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen variabel dependen

  Sosial budaya Diabetes mellitus

   Pola makan  Aktifitas fisik

  Kerangka pikir ini menggunakan landasan teori TRA (The Theory of

  Reasoned Action ) dengan menggunakan unsur sikap untuk melihat kebiasaan dan

  aktifitas fisik ibu rumah tangga yang mendukung terjadinya Diabetes mellitus di lingkungan V Pasar Gunungtua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara.