BAB II PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum 1. Kedudukan PT Sebagai Badan Hukum Mandiri - Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kehati-hatian Direk

BAB II PRINSIP KEHATI – HATIAN DALAM PERATURAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) A. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

1. Kedudukan PT Sebagai Badan Hukum Mandiri

  Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, perseroan terbatas dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan pengadilan.

  Badan hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon” adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang

  20

  pribadi. Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan perbuatan seperti manusia, memiliki kekayaan sendiri dan di gugat dan menggugat didepan

  21 pengadilan.

  Untuk menjadi badan hukum, perseroan terbatas harus memenuhi persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana diatur dalam UUPT, yaitu pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Tata cara tersebut antara lain 20 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung, PT.Eresco,

  1993, hal 10

  32 pengajuan dan pemeriksaan nama PT yang akan didirikan, pembuatan Anggaran Dasar, dan pengesahan Anggaran Dasar oleh Menteri.

  Perseroan sebagai badan usaha yang terdiri dari asosiasi modal yang oleh undang-undang diberi status sebagai badan hukum. Artinya, dalam tataran teoritis dapat di jelaskan bahwa dengan perseroan terbatas sebagai subyek hukum berarti ia mempunyai kapasitas hukum (legal standing) untuk hadir di depan pengadilan dalam

  22 hal ia menggugat dan digugat oleh pihak lain.

  Pada “teori organ” (Organ theory) yang dikemukakan van Gierkie yang berpendapat, Perseroan sebagai badan hukum adalah “realita sesungguhnya”, yang sama halnya dengan sifat kepribadian manusia. Sebab seperti halnya personalitas manusia, Perseroan sebagai badan hukum, juga mempunyai maksud, tujuan dan

  23 kehendak seperti halnya manusia.

  Perseroan Terbatas mempunyai kedudukan mandiri, oleh undang-undang diberi “standi persona”. Oleh undang-undang, PT dijadikan subyek hukum mandiri disamping manusia orang perorangannya. Padahal apa yang dinamakan PT suatu badan belaka. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan

  24 “Badan hukum”.

  21 22 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1987, hal 19 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Aulia, 2006, Hal 33 23 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, Mei, 2002, Hal 27 24 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, Hal 27

  Menurut paham teori organ dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organisme yaitu “lebenseinheit”. Adapun organ badan hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas selaku subyek hukum mendiri seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut,

  25 otak, dsb).

  a. Tinjauan Tentang Badan Hukum Dalam ilmu hukum ada dikenal dua subjek hukum, yaitu orang (naturlijk

  

persoon) dan badan hukum (recht persoon). Mengenai definisinya, badan hukum atau

legal entity

  atau legal person dalam Black’s Law Dictionary dinyatakan sebagai a

  body, other than a natural person, that can function legally, sue or be sued, and make

  26 decisions through agents .

  Yang mendorong terbentuknya suatu pengertian badan hukum adalah sudah tentu pertama-tama, bahwa manusia juga didalam hubungan hukum privat tidak hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan. Dan jika sekarang kepada sesuatu golongan hak milik atau suatu hak lain diakui, sama seperti halnya yang berlaku bagi suatu individu, maka golongan itu 25 Fred B.G. Tumbuan, Tugas Dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang –

  

Undang Tentang Perseroan Terbatas, News Letter, Hukum Dan Perkembangannya No 70, September

2007, Hal 16 26 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,

  Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 1986, hal 9 menampakkan kepada hukum itu sebagai suatu subjek baru, sebagai suatu badan

  27 hukum.

  Menurut UUPT baru, PT memiliki status sebagai badan hukum jika Akta Pendirian perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Ini berarti secara prinsip pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan.

  Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari

  28 nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.

  Menurut Jimly Asshiddiqie mengemukan ada dua syarat untuk adanya sebuah badan hukum, yakni : 1) syarat materil dan 2) syarat formil. Syarat materil berkaitan dengan substansi dan badan hukum itu, yang meliputi : adanya kekayaan yang terpisah, tujuan yang ideal, kepentingan dan organisasi pengurus. Syarat formil berkaitan dengan pendaftaran badan hukum untuk memperoleh status badan hukum, untuk memperoleh status badan hukum perseroan terbatas harus disahkan oleh

29 Menteri Hukum dan HAM RI

  HMN. Purwosutjipto mengemukakan beberapa syarat agar suatu badan dapat dikateegorikan sebagai badan hukum, salah satu syarat terpenting tersebut adalah adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan 27 R.Ali Rido, Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

  Bandung, Alumni, April, 1977, hal 5 Koperasi, Yayasan, Wakaf, 28 Ahmad Yani Dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 10

  kekayaan pribadi para sekutu atau pendiri badan hukum itu. Tegasnya ada pemisahan

  30 kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi sekutu atau pendiri.

  b. Status badan hukum Perseroan Terbatas Dari ketentuan pasal 1 angka 1 sangat jelas disebutkan bahwa PT merupakan badan hukum. Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person).

  c. Implikasi Status Badan Hukum Perseroan Terbatas Dengan dimulainya status badan hukum PT, maka ada beberapa implikasi yang timbul terhadap beberapa pihak yang terkait di dalam PT. Implikasi tersebut berlaku terhadap pihak – pihak berikut ini : (1) Pemegang Saham PT

  Setelah PT berstatus sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT maka pemegang saham PT tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.

  Dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa : “Ketentuan sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :

  a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hokum belum atau tidak terpenuhi; 29 Jimly Asshiddiqie, dalam H.Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta,

  Rajawali, 2010, hal 186 30 HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 2, Jakarta, Djambatan, 1982, Hal 63 b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hokum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.” Dalam pasal 3 ayat 2 dengan tidak lain menegaskan tidak menutup kemungkinan akan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini. (2) Pendirian PT

  Pendirian PT dilakukan berdasarkan perjanjian, sebagai sebuah perjanjian, pendiri PT harus dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukan modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia, notaris yang dimaksud adalah notaris yang wilayah kerjanya sesuai dengan domisili perseroan, agar sah menjadi badan hukum, akta notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.

  Pendirian suatu perseroan harus memenuhi syarat – syarat yang telah diatur dalam pasal 7 UUPT, Status badan hukum PT juga berpengaruh terhadap keterbatasan tanggung jawab dari para pendiri PT. Berdasarkan Pasal 11 UUPT, setelah PT berstatus sebagai badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pendiri PT pada masa sebelum PT disahkan sebagai badan hukum yaitu: pertama, perbuatan hukum tersebut mengikat PT setelah PT menjadi badan hukum, dengan persyaratan :

  1. PT secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat oleh pendiri

  2. PT secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama PT; atau

  3. PT mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama PT. Kemungkinan yang kedua, perbuatan hukum tersebut tidak diterima, tidak diambil alih atau tidak dikukuhkan oleh PT, sehingga masing- masing pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul. Kalau kemungkinan kedua ini yang terjadi maka pertanggungjawaban dari pendiri terhadap PT menjadi tanggung jawab pribadi.

  4. Direksi PT, menurut ketentuan Pasal 1 butir 4 UUPT adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

  Sebagaimana halnya tanggung jawab terbatas pemegang saham PT, keterbatasan tanggung jawab itu juga berlaku terhadap anggota direksi meskipun tidak secara tegas dinyatakan dalam pasal – pasal UUPT. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 97 ayat (3) UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Dari ketentuan itu secara acontrario dapat di artikan bahwa apabila anggota direksi tidak bersalah dan tidak lalai menjalankan tugasnya, maka berarti direksi tidak bertanggung jawab penuh secara pribadi.

  Selama direksi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, maka anggota direksi tetap mempunyai tanggung jawab yang terbatas yang merupakan ciri utama dari PT.

  Dalam pasal 95 ayat 5 Undang – Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa; ”Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya

  b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuia dengan maksud dan tujuan Perseroan c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut”.

  Menurut Sutan Remy Sjahdeini berdasarkan business judgement rule pertimbangan bisnis para anggota direksi tidak dapat ditantang atau diganggu gugat atau ditolak, baik oleh pengadilan maupun pemegang saham. Para anggota direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis oleh anggota direksi yang bersangkutan sekalipun pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Business judgement

  

rule pokoknya mengasumsikan bahwa dalam membuat suatu keputusan bisnis,

  direksi dari suatu perusahaan bertindak atas dasar informasi yang dimilikinya, dengan itikad baik dan dengan keyakinan bahwa tindakan yang di ambil adalah semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Doktrin ini prinsipnya mencegah campur tangan judisial terhadap tindakan direksi yang didasari itikad baik dan kehati-hatian dalam

  31 rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum.

2. Tugas Dan Tanggung Jawab Organ – Organ PT

  Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah di tegaskan dalam Undang-Undang tersebut bahwa organ-organ PT yakni terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Komisaris dan Direksi sebagaimana di jelaskan dalam pasal 1 ayat (2) UUPT , yang mana organ-organ PT ini memiliki tugas 31 Sutan Remy Sjahdeni dalam Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No 40 tahun

  2007) , Jakarta, Citra Aditya, September, 2007, hal 119 dan kewenangan masing – masing , terutama tugas dan kewenangan Direksi secara penuh untuk menjalankan perseroan.

  Perseroan sebagai sebuah persekutuan (asosiasi modal) yang oleh undang – undang diberi status badan hukum. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa sesungguhnya perseroan adalah :

  1. Badan hukum, yaitu subyek hukum mandiri; dan

  2. Sekaligus wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham Yang dimaksud dengan persekutuan modal adalah bahwa modal dasar

  Perseroan terbagi dalam sejumlah saham yang pada dasarnya dapat dipindah tangankan (transferable shares) sehubungan dengan itu perlu ditegaskan bahwa sekalipun semua saham dimiliki oleh 1 (satu) orang, konsep persekutuan modal tetap valid karena perseroan tidak menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai subyek hukum, kebenaran ini dipertegas oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (7) UUPT yang mengatur bahwa 100% saham persero (BUMN berbentuk Perseroan Terbatas ) dapat dimiliki oleh negara dan Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

  Yang memperkenalkan teori organ untuk pertama sekali adalah Otto friedrich Von Gierke (1841-1921) dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa badan hukum adalah suatu organizm yaitu suatu “Lebenseinheit”. Seperti halnya manusia yang bertindak memakai organ-organnya (tangan, mulut ,otak dan sebagainya) Perseroan Terbatas juga demikian halnya ketika mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subyek hukum mandiri, Dalam pengertian Perseroan organ dimaksud adalah : a. Rapat Umum Pemegang Saham

  b. Direksi, dan

  32 c. Dewan Komisaris.

  a. Rapat Umum Pemegang Saham RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan ekslusif yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Kewenangan RUPS, bentuk dan luasannya, ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perseroan.

  Dalam bentuk kongkritnya RUPS merupakan sebuah forum, dimana para pemegang saham memiliki kewenangan untuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai Perseroan, baik dari Direksi maupun Dewan Komisaris. Keterangan- keterangan itu merupakan landasan bagi RUPS untuk menentukan kebijakan dan langkah strategis Perseroan dalam mengambil keputusan sebagai sebuah badan hukum. Dalam forum RUPS, mekanisme penyampaian keterangan dan keputusan itu disusun secara teratur dan sistematis sesuai agendanya. Dalam forum RUPS, para peserta tidak dapat memberikan keterangan dan keputusan diluar agenda rapat kecuali RUPS itu dihadiri oleh semua pemegang saham dan mereka menyetujui penambahan agenda rapat itu dengan suara bulat. 32 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Seri

  Hukum Perusahaan), Ghalia Indonesia, Jakarta, Agustus 2009, hal 57

  Sebagai sebuah forum, pada Pasal 76 UUPT dan Pasal 77 UUPT, pada prinsipnya RUPS harus diselenggarakan di Indonesia, Penyelenggaraan itu dilakukan ditempat kedudukan Perseroan atau ditempat Perseroan melakukan kegiatan utamanya. Selain di tempat Perseroan, RUPS juga dapat diselenggarakan melalui media elektronik, misalnya media telekonferensi atau video konferensi. Semua peserta RUPS yang diselenggarakan dengan media elektronik harus bisa saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi di dalam rapat. Meskipun sifatnya telekonferensi, RUPS itu juga harus dibuatkan risalah rapatnya dan ditandatangani oleh semua peserta rapat.

  Jenis RUPS dapat terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS Lainnya. Pada

  Pasal 78 UUPT menegaskan RUPS Tahunan wajib diselenggarakan Direksi minimal 6 bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Dalam RUPS Tahunan, Direksi mengajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS Lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.

  Pada Pasal 79 UUPT menjelaskan, sebelum diselenggarakannya RUPS, terlebih dahulu dilakukan Pemanggilan RUPS, dan sebelum Pemanggilan RUPS para pemegang saham yang memiliki hak suara mengajukan Permintaan RUPS. Permintaan diadakannya RUPS dilakukan dengan surat tercatat beserta alasannya kepada Direksi-dan tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. Setelah Direksi menerima surat tercatat, selanjutnya Direksi wajib melakukan Pemanggilan RUPS. Pemanggilan itu dilakukan dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal permintaan dengan surat tercatat itu diterima oleh Direksi.

  Ada kalanya Direksi tidak melakukan Pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Jika Direksi tidak juga melakukan Pemanggilan RUPS dalam batas waktu itu, maka permintaan diadakannya RUPS diajukan kembali dengan surat tercatat oleh pemegang saham, namun kali ini bukan kepada Direksi melainkan kepada Dewan Komisaris. Selanjutnya, Dewan Komisaris yang melakukan Pemanggilan RUPS .

  Ada kemungkinan juga baik Direksi maupun Dewan Komisaris, setelah diajukannya Permintaan RUPS oleh pemegang saham, tidak melakukan Pemanggilan RUPS. Jika hal ini yang terjadi maka pemegang saham dapat mengajukan permohonan itu sekali lagi melalui pengadilan. Kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan, pemegang saham mengajukan permohonan untuk dibuat penetapan pengadilan agar memberikan izin

  kepada pemohon (pemegang saham) untuk melakukan sendiri Pemanggilan RUPS. Pengadilan setelah mempelajari keterangan dan bukti dari pemegang saham,

  Direksi dan Dewan Komisaris, selanjutnya menetapkan pemberian izin penyelenggaraan RUPS. Permohonan dapat ditolak jika pemegang saham tidak dapat

  33 membuktikan alasannya-persyaratan dan kepentingannya.

  Pemanggilan RUPS dilakukan oleh Direksi kepada para pemegang saham- atau oleh Dewan Komisaris dan pemegang saham sendiri dalam hal Direksi tidak melaksanakan pemanggilan. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum RUPS diselenggrakan. Selain dengan surat tercatat, pemanggilan RUPS dapat juga dilakukan melalui surat kabar. Dalam pemanggilan itu harus dicantumkan “tanggal”, “waktu”, “tempat”, dan “agenda” rapat. Selain deskripsi rapat, dalam pemanggilan juga wajib disertakan pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS telah tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal pemanggilan sampai dengan RUPS diadakan. Perseroan wajib memberikan salinan bahan tersebut kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.

  Pada prinsipnya setiap saham yang dikeluarkan oleh Perseroan memiliki setidaknya satu hak suara. Namun, Perseroan juga dapat menentukan hak suara itu lebih besar atau lebih kecil, selama hal itu ditentukan dalam Anggaran Dasarnya. Meskipun setiap saham memiliki setidaknya satu hak suara, namun hak suara itu tidak berlaku bagi saham-saham berikut: a. Saham yang dikuasai sendiri oleh Perseroan.

  b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak Perseroannya baik langsung maupun tidak langsung.

  c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya langsung

  34 atau tidak langsung telah dimiliki Perseroan.

  Hak suara para pemegang saham dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam RUPS. Dalam pemungutan suara untuk mengambil keputusan, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya. Pemegang saham tidak boleh memberikan kuasa kepada lebih dari 33 34 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Djambatan, 2009, hal 27 UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 84 ayat (2) seorang kuasa untuk sebagian dari saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta karyawan Perseroan, dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan untuk mewakili kehadirannya menjadi tidak berlaku untuk rapat tersebut.

  RUPS baru dapat diselenggarakan jika 1/2 lebih dari seluruh saham dengan hak suara menghadirinya kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Jika kuorum tersebut tidak tercapai, Direksi dapat melakukan Pemanggilan RUPS Kedua. Pemanggilan RUPS Kedua harus menyebutkan bahwa RUPS Pertama telah dilaksanakan dan tidak mencapai kuorum. RUPS Kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika RUPS itu dihadiri oleh minimal 1/3 dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

  Jika kuorum RUPS Kedua juga tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri agar ditetapkan kuorum untuk RUPS Ketiga.

  Selanjutnya, RUPS Ketiga itu dilangsungkan dengan dasar kuorum yang ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Pemanggilan RUPS Ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS Kedua telah dilaksanakan dan tidak mencapai kuorum. Pemanggilan RUPS Kedua dan RUPS Ketiga masing – masing dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sebelum RUPS Kedua atau RUPS Ketiga itu dilaksanakan. RUPS

  Kedua dan RUPS Ketiga diselenggarakan dalam jangka waktu paling cepat 10 hari

  35 dan paling lambat 21 hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

  Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal upaya musyawarah untuk mufakat itu tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui oleh lebih dari 1/2 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, dan keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan-kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS Kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, dan keputusannya sah jika disetujui paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

  Dalam setiap penyelenggaraan RUPS, ketua rapat wajib membuat dan menandatangani risalah RUPS. Selain ketua rapat, minimal 1 orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS juga menandatangani risalah tersebut. Tanda tangan itu tidak disyaratkan apabila risalah RUPS dibuat dengan akta notaris. Selain dalam rapat, pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usulan yang bersangkutan. 35 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Jakarta, Citra Aditya, 2004 hal 131. a. Direksi Pengurus Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) dalam Undang –

  Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT) berdasarkan pasal 1 ayat (5) UUPT, Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan

36 Anggaran Dasar. Hakekat dari sebuah perwakilan adalah bahwa seseorang

  melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab dari orang yang mewakilkan itu.

  Kewenangan untuk mewakili yang berdasarkan pengangkatan itu menjadi hapus atau tidak ada ketika kewenangan mewakili itu ditarik kembali atau orang yang mewakili meninggal dunia. Oleh sebab itu, UUPT mengatur di dalam Pasal 94 ayat (3), yang mengatakan bahwa anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Keputusan RUPS untuk mengangkat anggota Direksi itu biasanya disertai dengan penetapan gaji, honorarium dan fasilitas lainnya.

  Direksi sebagai organ Perseroan yang mengurus Perseroan sehari-hari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan Perseroan, maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus Perseroan. Dari kewenangan yang diberikan, ia perlu diberi tanggung jawab untuk mengurus Perseroan. Hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan Direksi, diperlukan pemahaman tentang tanggung jawabnya. Tanggung jawab direksi perseroan erat kaitannya dengan sifat kolegailitas direksi perseroan, Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa direksi mewakili perseroan baik dalam maupun

  37 diluar pengadilan.

  38 Tanggung jawab pengurus perseroan yang diwakilkan oleh Direktsi ,Dalam

  Perseroan, tanggung jawab Direksi timbul, apabila Direksi yang memiliki wewenang atau Direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pengurusan Perseroan, mulai menggunakan wewenangnya tersebut. Agar wewenang atau kewajiban Direksi tersebut dilaksanakan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, maka idealnya wewenang itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang ada.

  Tanggung jawab Direksi Perseroan erat kaitannya dengan sifat kolegialitas Direksi Perseroan. Menurut Pasal 98 ayat (1) UUPT, Direksi mewakili PT baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Ayat (2) mengatakan bahwa dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili PT adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Ayat (3) mengatakan bahwa kewenangan Direksi mewakili PT adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UU, AD atau Keputusan RUPS. Ketentuan Pasal 98 36 37 UU no 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat (5) Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Ghalia Indonesia,

  Maret, 2010, hal 46 38 Winardi, Asas – Asas Manajemen, Bandung, Alumni, 1983, hal 144

  ayat (2) tersebut di atas memberikan petunjuk kepada kita bahwa lembaga Direksi PT dalam sistemnya bersifat kolegial. Artinya, Direksi PT itu seharusnya terdiri dari lebih satu orang atau berbentuk Dewan. Sekalipun di dalam struktur organisasi diatur adanya Direktur Utama, Direktur Personalia, Direktur Kepatuhan, Direktur Produksi dan lain sebagainya. Pada pasal 98 ayat (2) tersebut ditentukan yang berwenang mewakili PT adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Bahkan dari sudut pandang doktrin, kedudukan masing – masing organ PT (RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi) pada asasnya satu sama lain mempunyai kedudukan yang sama atau sejajar, yang satu tidak berada di bawah yang lain, masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri yang diberikan oleh UU dan/atau Anggaran Dasar. Konsekwensi selanjutnya, kiblat atau fokus Direksi dan/atau Dewan Komisaris dalam mengurus Perseroan tidak semata-mata hanya tertuju kepada Pemegang Saham, tetapi lebih kepada kepentingan PT yang cakupannya lebih luas dari pada kepentingan Pemegang Saham. Jika di muka dikatakan bahwa wewenang Direksi itu erat kaitannya dengan kewajiban Direksi, maka di dalam UUPT kewajiban Direksi itu.

  Untuk memastikan seorang Direksi dapat menjalankan tugasnya secara independen, Direksi harus memenuhi kriteria formal sebagai berikut :

  1. Mampu melakukan perbuatan hukum

  2. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan komisaris yang bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit

  3. Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara

  4. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan

  5. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur dan atau Komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan

  6. Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan

  7. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir

  8. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan dan perusahaan- perusahaan lainnya yang terafiliasi

  9. Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki jabatan eksekutif dan Dewan Komisaris perusahaan pemasok dan pelanggan signifikan dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi

  10. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisni atau hubungan yang lain

  39 yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi.

  Pasal 100 ayat (1) yang menyatakan bahwa kewajiban Direksi itu ialah : 39 Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung, Books Terrace

  & Library, 2005 a. membuat daftar Pemegang Saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 dan dokumen perusahaan c. memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan dan dokumen lainnya.

  Kemudian di ayat (2) nya ditentukan bahwa seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan dan dokumen Perseroan lainnya disimpan ditempat kedudukan PT dan atas permohonan tertulis dari Pemegang Saham, Direksi memberi izin kepada Pemegang Saham untuk memeriksa daftar Pemegang Saham, daftar khusus, risalah RUPS dan laporan tahunan, serta Pemegang Saham boleh mendapat salinannya.

  Demikian ditentukan di dalam Pasal 100 ayat (3) UUPT. Yang menarik untuk dibahas lebih lanjut adalah kewajiban Direksi untuk membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud Pasal 66 UUPT tersebut diatas.

  Pasal 66 ayat (1) UUPT mengatakan bahwa Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Menurut Pasal 67 ayat (1) UUPT bahwa laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang

  40 saham.

  b. Dewan Komisaris Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi. Tugas pengawasan dan nasihat itu dilaksanakan oleh Dewan

  Komisaris berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan. Pengawasan oleh Dewan Komisaris meliputi baik pengawasan atas kebijakan Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan Terbatas, serta jalannya pengurusan tersebut secara umum baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan. Pengawasan dan nasihat yang dilakukan Dewan Komisaris harus bertujuan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

  Jumlah anggota Dewan Komisaris seperti juga Direksi, bisa terdiri dari satu orang anggota atau bisa juga lebih. Dewan Komisaris yang terdiri lebih dari satu orang anggota bersifat “majelis”, dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.

  (a) Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Komisaris Syarat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah cakap melakukan perbuatan hukum, Selain syarat umum tersebut secara khusus calon anggota Dewan Komisaris tidak dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris apabila dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit, atau menjadi anggota Direksi 40 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pasal 66 ayat (1) dan pasal 67 ayat (1). atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan Pailit, atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

  Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS. Untuk pertama kalinya (pada saat pendirian Perseroan), pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian Perseroan. Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan setelahnya dapat diangkat kembali. Anggaran Dasar Perseroan dapat mengatur tentang tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonannya. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM agar dicatat dalam Daftar Perseroan.

  Pemberitahuan itu dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. Jika pemberitahuan tersebut tidak dilakukan, Menteri dapat menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi. Ketentuan mengenai besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.

  Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Dewan Komisaris mengikuti tata cara yang berlaku bagi pemberhentian anggota Direksi. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan pemberhentian itu diambil setelah anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Pemberian kesempatan untuk membela diri itu tidak diperlukan dalam hal anggota Dewan Komisaris yang akan diberhentikan tidak keberatan atas pemberhentian tersebut.

  (b) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan komisaris Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan akibat dari kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan tugas. Jika Dewan Komisaris terdiri dari dua orang anggota atau lebih, tanggung jawab itu berlaku secara tanggung renteng diantara anggota Dewan Komisaris. Anggota Dewan Komisaris dapat menghindari tanggung jawab tersebut apabila dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan hati-hati, tidak mempunyai kepentingan pribadi atas pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian, dan telah memberikan nasihat untuk mencegah kerugian. Pemegang saham dapat menggugat ke pengadilan terhadap anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya itu menimbulkan kerugian

41 Perseroan.

  Dalam hal terjadinya kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan Direksi, dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi Perseroan. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi orang yang dalam 5 tahun sebelum putusan pailit diucapkan menjabat sebagai Dewan Komisaris.

  Selain tugas-tugas umum, Dewan Komisaris juga memiliki kewajiban untuk membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya. Selain itu Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain.

  Dewan Komisaris juga berkewajiban untuk memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukannya selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS. (c) Perbuatan Hukum Tertentu Dewan Komisaris

  Dewan Komisaris dapat memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu diluar tugas pengawasan dan pemberian nasihat. Wewenang tersebut ditetapkan di dalam Anggaran Dasar Perseroan termasuk syarat-syaratnya. Tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris berdasarkan syarat-syarat dalam Anggaran Dasar, perbuatan hukum Direksi tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

  Diluar tugas pengawasan dan pemberian nasihat, Dewan Komisaris juga dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam “keadaan tertentu”. Tindakan tersebut dilakukan hanya untuk “jangka waktu tertentu”. Tindakan Dewan Komisaris dalam keadaan dan jangka waktu tertentu itu berlaku terhadap semua ketentuan 41 UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 114 ayat (5) mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

  Fred BG Tumbuan dalam “Tanggung Jawab” Direksi dan Komisaris serta kedudukan RUPS Perseroan Terbatas menurut undang-undang bahwa : “Kewenangan pengurusan tersebut dipercayakan oleh undang-undang kepada Direksi untuk kepentingan perseroan sebagai badan hukum yang mempunyai eksistensi sendiri selaku subjek hukum mandiri (Persona Standi in judicio). Dalam menjalankan fungsinya tersebut Direksi perseroan terikat pada kepentingan perseroan sebagai

  42 badan hukum”.

3. Modal Dan Kekayaan Perseroan Terbatas

  Sebagai persekutuan modal, kekayaan PT terdiri dari modal yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri PT berkewajiban untuk mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham – dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai bentuk penyertaan modal, Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya

  43 pada modal atau saham yang dimasukkanya ke dalam perseroan (limited liability) .

  Segala hutang perseroan tidak dapat ditimpakan kepada harta kekayaan pribadi para pemegang saham, melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham itu yang disetorkan kepada perseroan.

  Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya perusahaan dengan sebaik mungkin. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan 42 Fred BG Tumbunan, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris serta RUPS Perseroan

  Terbatas, Makalah kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002, hal 7 perseroan oleh Direksi, serta pada kesempatan tertentu turut membandtu Direksi dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan berfungsi untuk melaksanakan kontrol secara menyeluruh atas setiap pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Dewan Komisaris perseroan atas aturan main

  44 yang telah ditetapkan.

  Pada pasal 32 ayat (1) UUPT menyatakan modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), untuk Perseroan Terbatas (tertutup) pada umumnya, dengan pengecualian untuk Perseroan Terbatas yang bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu (seperti halnya usaha pembiayaan, Perseroan yang didirikan dalam rangka penanaman modal, dan lain – lain), maupum perseroan terbatas terbuka.

  Modal Perseroan Terbatas terdiri dari:

  a. Modal Dasar (Authorized Capital atau Capital Equity) adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh Perseroan sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham.

  b. Modal Ditempatkan (Issued Capital) adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual, baik kepada para pendiri maupun pemegang saham 43 perseroan. Para pendiri telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar 44 M.Yahya Harahap,Hukum Perseroan Terbatas,Jakarta, Sinar Grafika,2009, hal 70 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas , Jakarta, Raja

  Grafindo, 2000, hal 77 atau sejumlah tertentu dari saham Perseroan dank arena itu, dia mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada Perseroan.

  c. Modal yang Disetor (Paid Up Capital) adalah saham yang telah dibayar penuh kepada Perseroan yang menjadi pernyataan atau penyetoran saham riil yang telah dilakukan, baik oleh pendiri maupun para pemegang saham

  45 Perseroan.

  4. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

  Sebagai sebuah badan hukum, Perseroan Terbatas (PT) tak dapat dilihat dan diraba secara fisik kecuali asset – asetnya (kantor gedung dan para karyawannya).

  Sekilas badan hukum PT nampak imajiner, namun dalam bentuk realnya badan hukum PT dapat diterawang lewat Anggaran Dasarnya. Anggaran Dasar PT mencantumkan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajiban seluruh Organ PT, sehingga Anggaran Dasar PT dapat dikatakan merupakan bentuk konkret dari sebuah badan hukum PT.

  Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Suatu Anggaran Dasar PT harus memuat sekurang-kurangnya: 1. Nama dan tempat kedudukan PT.

  2. Maksud dan tujuan pendirian PT.

  3. Kegiatan usaha PT.

  4. Jangka waktu berdirinya PT.

  5. Modal PT.

  6. Jumlah, nilai, dan klasifikasi saham serta hak-hak yang melekat pada setiap saham.

  7. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT.

  8. Tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS.

  9. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

  46 10. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen .

  Keterangan diatas merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar PT. Selain keterangan minimal itu, Anggaran Dasar juga dapat memuat ketentuan-ketentuan lain mengenai PT selama ketentuan itu tidak bertentangan dengan undang-undang.

  Pencantuman nama PT dalam Anggaran Dasar wajib didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”. Untuk PT “terbuka”, selain menggunakan istilah “PT” juga pada bagian akhir nama PT ditambah kata singkatan “Tbk” ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemakian nama perseroan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2011 tentang tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan Terbatas .

  a. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT dapat melakukan perubahan

  Anggaran Dasar sesuai kebutuhan PT tersebut. Perubahan Anggaran Dasar itu harus 45 46 Ibid , hal 55

  UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 15 ayat (1) dilakukan berdasarkan ketetapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam panggilan RUPS kepada para pemegang saham, acara mengenai perubahan Anggaran Dasar tersebut wajib dicantumkan dengan jelas. Dalam hal PT yang bersangkutan dinyatakan pailit, perubahan Anggaran Dasar baru dapat dilaksanakan dengan persetujuan kurator.

  Pada dasarnya perubahan Anggaran Dasar merupakan perubahan bentuk badan hukum PT, sehingga seperti juga dalam pendirian PT, Pasal 21 UUPT menyatakan perubahan Anggaran Dasar PT harus mendapat persetujuan dari Menteri- Menteri Hukum dan HAM. Perubahan Anggaran Dasar yang wajib mendapat persetujuan Menteri antara lain perubahan Anggaran Dasar yang meliputi:

  1. Perubahan mengenai nama PT dan/atau tempat kedudukan PT

  2. Perubahan mengenai Maksud, tujuan serta kegiatan usaha PT

  3. Perubahan mengeni Jangka waktu berdirinya PT

  4. Perubahan mengenai besarnya modal dasar PT

  5. Perubahan mengenai pengurangan modal ditempatkan dan disetor

  6. Perubahan status PT tertutup menjadi PT terbuka atau sebaliknya Perubahan Anggaran Dasar tersebut mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengeni perubahan Anggaran Dasar. Perubahan

  Anggaran Dasar selain mengenai hal-hal tersebut diatas juga dimungkinkan, namun tidak wajib mendapat persetujuan Menteri tetapi cukup diberitahukan saja kepada Menteri. Perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri itu mulai berlaku sejak dikeluarkannya surat penerimaan mengeni pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri, Seluruh perubahan Anggaran

  

47

Dasar wajib dinyatakan dalam akta notaris.

B. Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengurusan Perseroan Terbatas

1. Pengertian Prinsip Kehati-Hatian

  Dalam setiap kegiatan perseroan maka kewenangan penuh menjalankan perseroan berada ditangan Direksi, artinya segala bentuk urusan-urusan perusahaan untuk mencapai tujuan perseroan sepenuhnya dilakukan oleh direksi. Maka oleh sebab itu direksi yang di angkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham harus memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar demi tercapainya tujuan dan maksud perseroan sebagaimana di uraikan dalam Anggaran Dasar perseroan.

  Sebagaimana di jelaskan pada bab sebelumnya sangat erat dengan prinsip kehati-hatian. Oleh karena prinsip kehati-hatian ini merupakan prinsip utama dalam mengelola perseroan. Undang-Undang memang tidak mengatur prinsip kehati-hatian itu, tetapi pada sebagian produk peraturan yang berkaitan dengan perbankan, terdapat kata-kata yang intinya harus berpedoman kepada prinsip kehati-hatian demikian juga dalam UUPT pasal 1 ayat 2 ; pasal 1 ayat 4; pasal 2, pasal 79 ayat 1, pasal 82; dan pasal 85 ayat 1 tidak menyatakan secara tegas mengenai prinsip kehati-hatian walau prinsip ini sesungguhnya sangat erat hubungannya dengan doktrin Fiduciary Duty, tetapi bukan berarti UUPT tidak menganut prinsip kehati-hatian ini karena 47 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 26 ayat (3), (4),

  (5), (6), (7), dan ayat(8) merupakan prinsip universal dalam berbagai tindakan apapun. Jadi dengan mengadopsi prinsip fiduaciary duty disebut atau tidak maka pada hakikatnya prinsip kehati-hatian ini tetap menjadi landasan dalam UUPT. Fiduciary duty yang di dalamnya terdapat duty of care and skill memiliki standard of care, yaitu : a. I’tikad baik ( good of faith)

  b. Loyalitas yang tinggi ( hight degree of loyality )

  c. Kejujuran

  d. Peduli

  e. Kemampuan/kecakapan (skill)

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri pangan - Identifikasi Zat Pemutih Klorin Pada Ikan Asin Yang Beredar Di Pasar Durian Medan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kloramfenikol - Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Kapsul Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Minyak Kayu Putih 2.1.1 Sistematika Tanaman - Penentuan Bobot Jenis Dan Indeks Bias Serta Kelarutan Dalam Etanol Dan Putaran Optik Minyak Kayu Putih (Melaleuca Leucadendron)

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 0 16

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) TUGAS AKHIR - Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

0 0 13

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 17

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMAKAIAN KOAGULAN PAC DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN AIR BAKU (SUNGAI BELAWAN) TUGAS AKHIR - Perbandingan Efektifitas Pemakaian Koagulan PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kekeruhan Air Baku (Sungai Belawan)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Cemaran NitratDan Nitrit Pada Air Sungai Deli Secara Spektrofotometri Visibel

0 0 18

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM - Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Binjai

0 0 24

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan Dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Binjai

0 0 16