BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ukuran Perusahaan - Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Debt Financing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2008 : 138) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu : “perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan”.

  Menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2008 : 138) yang mengambil pendapat Moses (1987) menemukan bukti bahwa Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan- perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum/general public). Hasil lainnya ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis oleh para investor.

  Koefisien laba dan nilai buku ekuitas mempunyai perbedaan antara kelompok ukuran perusahaan. Barth et al (1998), Collins dan Kothari (1989), Bhushan (1989), dan Atiase (1985) menemukan bahwa ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan ERC. Hubungan negatif tersebut terjadi karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan-perusahaan besar, pada saat pengumuman laba, pasar kurang bereaksi.

  Namun, hasil berlawanan ditemukan Chaney dan Jeter (1992) yang menguji hubungan ukuran perusahaan dengan ERC dalam jangka panjang (long

  window ). Semakin banyak ketersediaan sumber informasi pada perusahaan-

  perusahaan besar, akan meningkatkan ERC dalam jangka panjang. Informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan besar memungkinkan pelaku pasar untuk menginterpretasikan informasi yang terdapat pada laporan keuangan dengan lebih sempurna, sehingga dapat memprediksi arus kas dengan lebih akurat dan menurunkan ketidakpastian.

  Salah satu ukuran kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang maksimal dapat dilihat dari rasio-rasio yang menunjukkan perkembangan atau kemunduran dari operasional normal perusahaan tersebut, hal ini dapat dilihat salah satunya dari rasio pertumbuhan, dimana rasio pertumbuhan menunjukkan ukuran kenaikan atau penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan yang dapat dilihat dari perbandingan tahun sebelum dan sesudah maupun sedang berjalan untuk beberapa pos akuntansi keuangan perusahaan.

  Dalam rasio pertumbuhan ini akan dihitung seberapa jauh pertumbuhan dari beberapa pos penting dalam laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan rata-rata jumlah nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan (total aktiva). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang dimiliki perusahaan. Perusahaan besar dapat lebih mudah untuk mengakses pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudahan untuk mengakses ke pasar modal berarti perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana semakin meningkat akibat pertumbuhan penjualan dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua maka tidak ada pilihan lain untuk menggunakan dana dari luar baik hutang maupun mengeluarkan saham, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya pengendalian perusahaan sebaliknya perusahaan kecil dengan penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan.

  Semakin besar ukuran perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang lebih besar terutama dari hutang. Perusahaan yang ukurannya relatif besar, kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa kebijakan hutang perusahaan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan menyatakan ada hubungan positif antara ukuran perusahaan (firm size) dengan

  

debt ratio . Hal ini menunjukan bahwa perusahaan cenderung untuk meningkatkan

  hutangnya karena mereka berkembang semakin besar. Perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh hutang karena perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajibanya dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil, dan hal ini berarti struktur modalnya juga akan meningkat.

  Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil dari pada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan.

  Sedangkan menurut Ferry dan Jones (dalam Sujianto, 2008), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Keadaan yang dikehendaki oleh perusahaan adalah perolehan laba bersih sesudah pajak karena bersifat menambah modal sendiri.

  Laba operasi ini dapat diperoleh jika jumlah penjualan lebih besar daripada jumlah biaya variabel dan biaya tetap. Agar laba bersih yang diperoleh memiliki jumlah yang dikehendaki maka pihak manajemen akan melakukan perencanaan penjualan secara seksama, serta dilakukan pengendalian yang tepat, guna mencapai jumlah penjualan yang dikehendaki. Manfaat pengendalian manajemen adalah untuk menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strategi usahanya dengan efektif dan efisien.

  Dalam aspek finansial, penjualan dapat dilihat dari sisi perencanaan dan sisi realisasi yang diukur dalam satuan rupiah. Dalam sisi perencanaan, penjualan direfleksikan dalam bentuk target yang diharapkan dapat direalisir oleh perusahaan. Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan dukungan sumber daya organisasi (modal) yang semakin besar, demikian juga sebaliknya, pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah kebutuhan terhadap sumber daya organisasi (modal) juga semakin kecil. Jadi konsep tingkat pertumbuhan penjualan tersebut memiliki hubungan yang positif, tetapi implikasi tersebut dapat memberikan efek yang berbeda terhadap struktur modal yaitu dalam penentuan jenis modal yang akan digunakan.

  Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penjualan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru. Menurut Riyanto (2008), suatu perusahaan yang besar yang sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, perusahaan yang kecil, dimana sahamnya tersebar hanya di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil.

  Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari krediturpun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang berukuran kecil.

  Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi sehingga perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula. Perusahaan yang mempunyai nilai skala kecil cenderung kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar. Perusahaan kecil hanya memiliki faktor-faktor pendukung untuk memproduksi barang dengan jumlah terbatas. Oleh karena itu, perusahaan yang berskala kecil mempunyai risiko yang lebih besar daripada perusahaan besar. Perusahaan yang mempunyai risiko yang besar biasanya menawarkan return yang besar untuk menarik investor.

  Miswanto dan Husnan (1999) dalam penelitiannya mengenai pengaruh ukuran perusahaan pada risiko bisnis menemukan bahwa besar kecilnya perusahaan mempengaruhi risiko bisnis. Dari penelitiannya diperoleh bukti empiris bahwa perusahaan kecil memiliki risiko dan return yang lebih tinggi dibanding perusahaan besar.

  Selain itu perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee audit yang signifikan tersebut, menyebabkan auditor mungkin menjadi ragu untuk mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan besar. Tetapi pada hal ini bahwa dalam penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan audit pada perusahaan yang gulung tikar terdapat bukti empiris bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern

2.2. Rasio Profitabilitas

  Profitabilitas merupakan suatu rasio yang menunjukkan perputaran operasi perusahaan dalam memperoleh laba yang maksimal, dimana apabila nilai dari profit margin tinggi, ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilam laba cukup maksimal. Dengan demikian hal ini memberikan peluang bagi para investor untuk dapat menanamkan dana pada perusahaan.

  Rasio profitabilitas perusahaan adalah rasio yang diukur berdasarkan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan.

  Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011 : 304) berpendapat bahwa :

  Rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga Operating Ratio.

  Profitabilitas yang merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.

  Penambahan modal asing atau modal sendiri tentunya akan mempunyai dampak bagi profitabilitas modal sendiri tersebut. Penambahan modal asing akan berdampak menguntungkan apabila rate of return dari pada tambahan modal asing tersebut lebih besar dapat dibenarkan apabila profitabilitas modal sendiri dengan tambahan modal asing lebih besar dari pada profitabilitas modal sendiri dengan modal asing. Penambahan modal asing akan berdampak merugikan apabila rate of return dari pada tambahan modal asing lebih kecil dari bunga atau dengan kata lain tidak dibenarkan apabila profitabilitas modal sendiri dengan tambahan modal asing lebih kecil dari pada profitabilitas modal sendiri dengan tambahan modal sendiri, dengan demikian perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi akan mengurangi ketergantungan pada pihak luar karena tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan, hal ini akan mempengaruhi komposisi struktur modal.

  Perusahaan yang profitable cenderung untuk memiliki hutang yang lebih kecil. Disamping itu, perusahaan dengan aliran kas yang bebas atau profitabilitas yang tinggi, hutang yang besar dapat membatasi kebebasan manajemen. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh, berarti semakin rendah kebutuhan dana eksternal (hutang), sehingga semakin rendah pula struktur modalnya.

  Disini permasalahannya menyangkut efektivitas manajemen dalam menggunakan total aktiva maupun aktiva bersih seperti yang dicatat dalam neraca. Efektivitas dinilai dengan menghubungkan laba bersih yang didefinisikan dengan berbagai cara terhadap aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba. Menurut Lukman Syamsuddin (2008 : 59) :

  Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan.

  Rasio profitabilitas sering juga disebut sebagai rentabilitas perusahaan (profitability ratio). Menurut Kasmir (2008 : 118) ada dua jenis rasio keuntungan yang sering dipergunakan yaitu : “rasio margin laba dan rasio margin laba bruto”.

2.2.1. Rasio Margin Laba (Gross Profit Margin)

  Rasio margin laba (gross profit margin) suatu perusahaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laba usaha

  Margin laba = Penjualan

  Kedua angka tersebut dapat diperoleh dari perhitungan rugi-laba. Rasio ini menunjukkan hubungan antara laba usaha (operating income) dengan penjualan.

  Apabila margin laba tidak cukup tinggi, berarti perusahaan tidak mampu membayar dividen. Contoh perhitungan dengan data : Laba usaha PT. AS sebesar Rp. 1.200.000, sedangkan penjualan Rp. 120.000.000, maka rasio margin laba yaitu :

  Rp. 1.200.000 Margin laba = = 0,01

  Rp. 120.000.000 Angka 0,01 tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah dana yang dijadikan modal kerja sebesar Rp. 1, maka perusahaan mampu untuk menghasilkan laba sebesar Rp. 0,01.

  Margin laba bersih ialah perbandingan antara selisih jumlah penjualan dengan harga pokok dan penjualan. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur efisiensi produksi. Rasio margin laba bersih (net profit margin) diukur dengan rumus sebagai berikut :

  Keuntungan neto sesudah pajak Margin laba bersih =

  Penjualan neto Contoh perhitungan dengan data : penjualan neto PT. AS sebesar

  Rp. 1.200.000.000, dengan keuntungan neto sesudah pajak Rp. 115.000.000 maka rasio margin laba bersih yaitu : Rp. 115.000.000

  Margin laba bersih = Rp. 1.200.000.000

  = 0,09583 = 9,583 % Angka 9,583 % tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah harga pokok sebesar Rp. 1, maka perusahaan mampu untuk menghasilkan penjualan sebesar

  Rp. 0,09.

  Net Profit Margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai

  penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya, termasuk bunga dan pajak. Menurut Lukman Syamsuddin (2008 : 62) net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu perusahaan.

  Net profit margin atau marjin laba bersih menghitung sejauhmana

  kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa juga diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (efisiensi) pada periode tertentu. Net profit margin yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Secara umum, rasio yang rendah menunjukkan ketidalefisienan manajemen. Rasio ini cukup bervariasi dari industri satu ke industri lainnya. Net profit margin atau dikenal juga sebagai profit margin on

  sales dihitung dengan membagi laba bersih dengan penjualan. Marjin laba bersih

  yang rendah akibat dari biaya yang tinggi. Biaya yang tinggi ini umumnya terjadi karena operasi berjalan tidak efisien. Namun, rendahnya marjin laba bersih juga dipengaruhi oleh besarnya penggunaan hutang karena laba bersih adalah pendapatan setelah pajak.

  Rasio marjin laba bersih digunakan untuk mengukur besarnya laba bersih yang dicapai dari sejumlah penjualan tertentu. Rasio ini yang umumnya dipakai dibandingkan dengan marjin laba kotor dan marjin laba operasi, mengingat laba yang dihasilkan adalah laba bersih perusahaan. Angka dari rasio tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari setiap rupiah penjualan yang dihasilkan.

  Net profit margin disebut juga dengan marjin atas penjualan. Rasio ini

  mengukur laba per rupiah penjualan yang dihitung dari laba bersih dibagi dengan penjualan. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengendalikan biaya dan pengeluaran sehubungan dengan penjualan.

  2.2.3. Return on Investment

  dengan total aktiva. ROI menunjukkan seberapa banyak perusahaan telah memperoleh laba atas aktiva yang ditanamkan pada perusahaan. Rasio ini menurut Lumbantoruan (2000: 425) diukur dengan rumus :

   Keuntungan neto sesudah pajak

  ROI = Jumlah Aktiva

  Contoh perhitungan dengan data : keuntungan neto sesudah pajak PT. AS sebesar Rp. 60.000.000, dengan jumlah aktiva Rp. 150.000.000 maka rasio Return on investment yaitu :

  60.000.000 ROI = = 0,4 = 40 % 150.000.000

  Angka 40 % tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah aktiva sebesar Rp. 1, maka perusahaan mampu untuk menghasilkan laba sebesar Rp. 0,4.

  2.2.4. Return on Equity Return on equity adalah rasio antara pendapatan sebelum pajak dengan total

  ekuitas. ROE menunjukkan seberapa banyak perusahaan telah memperoleh laba atas dana yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Rasio ini diukur dengan rumus :

   Pendapatan Sebelum Pajak

  ROE = Total Ekuitas

  Contoh perhitungan dengan data : pendapatan sebelum pajak PT. AS sebesar Rp. 60.000.000, dengan total ekuitas Rp. 80.000.000 maka rasio Return

  on assets yaitu :

  60.000.000 80.000.000 Angka 0,75 tersebut menunjukkan bahwa dengan jumlah dana yang diinvestasikan sebesar Rp. 1, maka perusahaan mampu untuk menghasilkan laba sebesar Rp. 0,75

2.3. Debt Financing

  Keputusan pendanaan dapat diartikan sebagai keputusan yang menyangkut struktur keuangan (financial structure). Struktur keuangan perusahaan merupakan komposisi dari keputusan pendanaan yang meliputi hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur keuangan perusahaan sering kali berubah akibat investasi yang akan dilakukan perusahaan. Oleh karena itu besar kecilnya investasi yang akan dilakukan perusahaan akan berpengaruh pada komposisi (struktur) pendanaan perusahaan. Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan dan meminimalkan biaya modal.

  Pendanaan menggunakan debt (debt financing) adalah ketika perusahaan meminjam uang (hutang) untuk mendapatkan dana. Ada dua jenis debt financing, yaitu: 1. Short term debt financing : Short term debt financing diperlukan untuk mendanai operasi bisnis sehari-hari, seperti membeli persediaan, perlengkapan atau untuk membayar gaji karyawan. Short term debt financing juga dikenal sebagai hutang operasi atau hutang jangka pendek karena jangka waktunya yang kurang dari 1 tahun, 2. Long term debt financing : Long term debt financing diperlukan untuk mendanai aset, seperti perlengkapan, bangunan, tanah, atau mesin.

  Disebut pendanaan jangka panjang karena waktu pengembalian hutang lebih dari satu tahun. Sedangkan equity financing adalah dana yang didapatkan dari laba ditahan dan saham. Laba ditahan didapatkan dari sisa net income setelah dikurangi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Saham dijual kepada pemegang saham dalam dua bentuk, yaitu common stock dan preferred stock. Pemegang saham menerima bagian kepemilikan dan berhak mendapatkan bagian keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen. Kombinasi dari debt dan equity dalam struktur modal terangkum dalam debt-equity ratio, yang juga merupakan pengukuran langsung dari leverage.

  Pada dasarnya perusahaan lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan dana dari intenal perusahaan. Namun seiring perkembangan perusahaan, maka kebutuhan akan dana menjadi semakin besar. Maka dari itu diperlukan dana dari luar perusahaan, baik dengan hutang (debt financing) maupun pengeluaran saham (external equity financing). Apabila pemenuhan dana dipenuhi dari hutang saja, maka resiko finansialnya sangat besar. Karena ketergantungan yang tinggi terhadap pihak luar. Dan apabila dana dipenuhi dari penjualan saham saja, maka biayanya akan sangat mahal. Oleh sebab itu perlu adanya keseimbangan antara kedua sumber pendanaan tersebut.

  Komposisi perbandingan antara hutang dan modal sendiri ini tercermin dalam keputusan struktur modal perusahaan. Karakteristik perusahaan merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangankan dalam penentuan struktur modal. Sebagaimana yang dikemukakan Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2008) bahwa perbedaan karakteristik perusahaan akan menyebabkan perbedaan pada komposisi struktur modal dan keputusan pendanaan. Karakteristik perusahaan dapat mempengaruhi keputusan pemenuhan sumber dana perusahaan.

  Keputusan pendanaan (financing decision) menyangkut komposisi pendanaan berupa ekuitas pemilik (owner's fund), kewajiban jangka panjang (long

  

term loans ) dan kewajiban jangka pendek atau kewajiban lanear (current

liabilities ). Sumber modal dapat berasal dari pinjaman jangka panjang, menambah

  modal sendiri yang berasal laba ditahan maupun dengan emisi saham. Penggunaan utang merupakan trade antara benefit and cost dalam menentukan bauran utang dengan ekuitas yang optimal dalam jangka panjang. Bauran yang optimal akan menyumbangkan antara benefit and cost sehingga akan meminimalkan biaya modal dan meningkatkan nilai perusahaan (Brigham, 2008 : 106).

  Keputusan pendanaan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan selanjutnya mempengaruhi kinerja keuangan yang dicapai maupun dalam menentukan kebijakan dividen. Keputusan pengelolaan aktiva (assets management decision) menyangkut operasi berbagai jenis aktiva yaitu komponen aktiva lancar dan semua jenis aktiva tetap secara efisiensi untuk memperoleh laba bcrsih secara maksimal.

  Mulyadi (2008 : 236) berpendapat bahwa keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan kombinasi berbagai sumber dana yang pada dasarnya akan dibagi menjadi dua: a.

  Pendanaan ekstern yang akan mengarah pada pengambilan keputusan mengenai struktur modal, yakni menentukan proporsi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri. Hal ini akan nampak pada debt to equity ratio perusahaan tersebut.

  b.

  

Pendanaan intern yang diaplikasikan menurut penentuan kebijakan deviden

  yang digambarkan melalui dividend payout ratio Struktur modal yang baik minimal memiliki proposional antara sumber dana internal dan eksternal sehingga segala kewajiban dapat dilunasi. Kim (1982) dalam Imam dan Indra (2000) menyatakan bahwa tolak ukur struktur modal yang optimal ditunjukkan dengan leverage keuangan yang kecil, dengan leverage yang kecil perusahaan cenderung mengurangi risiko perusahaan (atau risiko tidak sistimatis).

  Keputusan pendanaan dalam penelitian ini dikonfirmasikan melalui Debt to

  

Equity Ratio (DER), dimana rasio ini menunjukkan perbandingan antara

pembiayaan dan pendanaan melalui hutang dengan pendanaan melalui ekuitas.

  Keputusan pendanaan yang menggunakan pendanaan melalui ekuitas lebih banyak daripada pendanaan melalui hutang karena dengan menggunakan pendanaan melalui ekuitas lebih banyak dapat meningkatkan nilai perusahaan..

2.4. Penelitian Terdahulu

  Dalam menyusun proposal ini penulis mereferensi penelitian yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penulis Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

  1 Zahroh Naimah dan Siddharta Utama (2010)

  Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Laba dan Nilai Buku Ekuitas : Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

  Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan, Profitabilitas Perusahaan dan Laba dan Nilai Buku Ekuitas

  Ada pengaruh ukuran perusahaan, pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan terhadap laba dan nilai buku ekuitas : studi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

  2 Yulistiano dan Suryandari (2009)

  Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

  Ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan laba

  Ada pengaruh ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap laba pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

  3 Purnomo dan Setyowati (2003)

  Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Debt Financing Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia

  Ukuran perusahaan dan debt financing

  Ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap debt financing pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia

2.5. Kerangka Konseptual

  Salah satu ukuran kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang maksimal dapat dilihat dari rasio-rasio yang menunjukkan perkembangan atau kemunduran dari operasional normal perusahaan tersebut, hal ini dapat dilihat salah satunya dari rasio pertumbuhan, dimana rasio pertumbuhan menunjukkan ukuran kenaikan atau penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan.

  Profitabilitas merupakan suatu rasio yang menunjukkan perputaran operasi perusahaan dalam memperoleh laba yang maksimal, dimana apabila nilai dari profit margin tinggi, ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba cukup maksimal. Dengan demikian hal ini memberikan peluang bagi para investor untuk dapat menanamkan dana pada perusahaan.

  Dalam kaitannya antara ukuran perusahaan, net profit margin dan respon laba suatu perusahaan, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Semakin tinggi rasio-rasio tersebut maka semakin baik operasi suatu perusahaan, dengan kata lain ukuran pertumbuhan dan profitabilitas yang tinggi memberikan indikasi kinerja yang baik yang dapat dilihat dari respon laba yang baik pula.

  Dengan demikian besar kecilnya nilai koefisien respon laba merupakan gambaran besar kecilnya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan yang dimiliki. Keterikatan antara antara ukuran perusahaan, net profit margin dan respon laba suatu perusahaan dapat digambarkan berikut ini :

  UKURAN PERUSAHAAN DEBT FINANCING RASIO NET PROFIT MARGIN

Gambar II-1.

  Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

  Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu masalah. Oleh sebab itu perlu diuji kebenarannya melalui suatu penelitian dan analisa data. Untuk memperjelas pengertian hipotesis penulis mengutip defenisi dari seorang ahli yaitu Erlina dan Sri Mulyani (2010 : 41) yang menyatakan bahwa :

  Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.

  Adapun hipotesis yang diajukan terhadap rumusan masalah yang telah diajukan adalah :

  1. Ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap debt financing pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

  2. Ada pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap debt financing pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  3. Ada pengaruh ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan terhadap debt

  

financing pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Dokumen yang terkait

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Ukuran Perusahaan dan Momentum Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

9 197 83

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Debt Financing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 60 64

Pengaruh Struktur Aktiva, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Stuktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 43 94

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Propensity Income Smoothing di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 36 76

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 27 94

Pengaruh Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Jasa Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 9 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komponen Arus Kas, Laba Akuntansi, dan Ukuran Perusahaan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Manajemen Modal Kerja - Pengaruh Manajemen Modal Kerja, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Profitabilitas 2.1.1.1. Pengertian Profitabilitas - Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 15