Ilmu Pendidikan sebagai Teori docx

C. IImu Pendidikan sebagai Teori
Dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan ibu menggendong anaknya, menyusui anaknya
dengan penuh kasih sayang, ayah dengan sabar melayani menjawab pertanyaan-pertanyaan
anaknya, mereka bersama-sama membimbing anak mereka dengan penuh kesabaran dan telaten,
serta penuh kasih sayang. Ibu dan ayah berusaha membimbing anak-anaknya untuk menjadi anakanak yang mandiri, bertanggung jawab terhadap dirinya, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan.
Seorang ibu guru mengajar pelajaran biologi di sekolah dasar dengan metode ceramah dan
demontrasi. Ibu guru tersebut tidak sekedar mengajar dalam kelas, dalam arti setelah mengajar
dengan langkah cepat bergegas ia meninggalkan kelas, namun ia dengan tekun suka memerhatikan
anak didiknya selama di luar kelas. la selalu berusaha membantu anak didiknya dalam memecahkan
persoalan sekolahnya. Hal di atas merupakan suatu praktik pendidikan yang dapat kita amati dalam
kehiduan sehari-hari. Pertanyaannya, apakah yang dilakukan sang ibu dan ayah, serta ibu guru
tersebut dapat dilakukan secara alamiah, dalam arti tanpa disadari tanpa dilandasi konsep
bagaimana sebaiknya mendidik anak di rumah atau mendidik dan mengajar murid di sekolah.
Upaya pendidikan bukan suatu tindakan yang dapat dilakukan dengan serampangan, namun
harus direncanakan. Dalam keluarga perencanaan mendidik anak sebetulnya sudah dilakukan
sebelum pernikahan, karena sebagai konsekuensi pernikahan akan menghasilkan keturunan (anak).
Di bawah ini akan dibahas ilmu pendidikan sebagai teori, membahas pentingnya teori pendidikan.
Teori pendidikan diperlukan untuk mengurangi berbagai kesalahan pendidikan, dan akan diuraikan
berbagai kesalahan pendidikan serta beberapa contohnya. Silahkan simak uraian di bawah ini.
1. Pentingnya Teori Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia, memliki

lapangan yang sangat luas. Ruang lingkup lapangan pendidikan mencakup semua pengalaman dan
pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia, dapat kita amati
sebagai suatu praktik dalam kehidupannya, seperti halnya dengan kegiatan manusia yang lain, seperti
kegiatan dalam ekonomi, kegiatan dalam hukum, agama, dan sebagainya. Di samping itu pula kita
dapat mengkaji pendidikan secara akademik, baik secara empirik (pengalaman), yang bersumber dari
pengalaman-pengalaman pendidikannya, maupun dengan renungan-renungan, yang mecoba melihat
makna pendidikan dalam suatu lingkup yang lebih luas. Yang pertama dapat disebut praktik
pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.
Antara teori dan praktik pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki
hubungan komplementer (saling melengkapi), saling mengisi satu sama lainnya. Seperti misalnya
pelaksanaan-pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah, pendidikan di
masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam menyusun teori pendidikan, Begitu pula sebaliknya suatu
teori pendidikan sangat bermanfaat sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan praktik
pendidikan. Dalam praktiknya, memang ada orang yang tidak mengetahui atau mempelajari suatu
teori pendidikan, namun ia berhasil membimbing anak-anaknya. Sebaliknya juga dapat terjadi,
seorang ahli teori pendidikan (ahli pedagogik, ahli filasafat pendidikan, ahli psikologi pendidikan, dan
sebagainya), bukan jaminan akan menjadi pendidik yang baik, dan belum tentu dapat berhasil
mendidik anaknya sendiri.
Namun dari kasus di atas, jangan dijadikan alasan, bahwa tidak perlu atau tidak ada
manfaatnya apabila kita mempelajari teori pendidikan. Dalam hal ini J.H. Gunning (Belanda) pernah

mengemukakan bahwa "Teori tanpa praktik merupakan perbuatan yang amat istimewa (genius),
sebaliknya praktik tanpa teori bagi orang gila dan penjahat". Namun menurut Gunning bagl
kebanyakan pendidik perlu paduan mesra dari keduanya (teori dan praktik). Teori pendidikan (dalam
1

hal ini pedagogik), perlu dipelajari secara akademik (secara ilmiah di Perguruan Tinggi), khususnya di
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mempersiapkan lulusannya untuk menjadi
pendidik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Sebab kalau tidak dibekali teori pendidikan, jangan
sampai terjerumus seperti yang dikemukakan oleh Gunning tadi, di mana perbuatan pendidik (guru)
tersebut seperti perbuatan orang yang tidak waras, suatu perbuatan yang tidak berencana, tidak
tentu arah tujuannya.
IImu pendidikan harus dipelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut
nasib kehidupan dan hidup manusia, akan menyangkut harkat derajat manusia serta hak asasinya.
Perbuatan mendidik bukan perbuatan yang sembrono, melainkan suatu perbuatan yang harus betulbetul disadari dalam rangka membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan ditujumu pendidikan
sebagai teori perlu dipelajari karena akan memberi beberapa manfaat:
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan dicapai;
b. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktik,
karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan, walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
c. Dapat dijadikan sebagai tolok ukur, sampai di mana seseorang telah berhasil melaksanakan tugas

dalam pendidikanmu pendidikan sebagai teori perlu kita pelajari karena praktik mendidik tampa
didasari oleh teori tentang pendidikan, akan membawa kita kepada kemungkinan berbuat
kesalahanmu pendidikan termasuk salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis.
Mengapa demikian? Karena ilmu pendidikan mempelajari dasar-dasar, prinsip-prinsip serta tujuan
tentang kegiatan mendidik. Kata "praktis" dalam hubungan ini, tidak diartikan sebagai lawan
teoritis, seperti dalam ucapan "Cara kerja anda kurang praktis", melainkan ilmu sebagai teori atau
konsep tentang perbuatan mendidik pada manusia. Kata "praktis" berasal dari kata Yunani
"prattein" yang berarti "berbuat". Setiap ilmu pada dasarnya adalah teorl, tapi ada teori tentang
perbuatan manusia (jadi ilmu yang sifatnya praktis), dan teori yang tidak ditujukan kepada
perbuatan manusia seperti biologi, kimia, fisika, matematika, dsb.
Perbuatan mendidik bukanlah perbuatan sembarangan, karena menyangkut kehidupan dan
nasib anak manusia untuk kehidupan selanjutnya, yaitu manusia sebagai makhluk yang bermartabat
dengan hak-hak asasinya. Itulah sebabnya, melaksanakan pendidikan merupakan tugas moral yang
tidak ringan. Ini berarti, bahwa membuat kesalahan dalam mendidik anak, walaupun tidak disengaja,
dan walaupun kecil, tidak dapat kita anggap enteng. Itikad baik pendidik dalam menunaikan tugasnya
selalu berusaha untuk mengurangi kesalahan-kesalahan atau membatasi kesalahan-kesalahan
seminimal mungkin.
Prof. Sikun Pribadi (1984) mengemukakan tiga golongan kesalahan dalam melaksanakan
pendidikan yaitu:
a. Kesalahan-kesalahan teknis, artinya kesalahan yang disebabkan oleh kekurangan keterampilan

atau kesalahan dalam cara menerapkan pengertian atau prinsip-prinsip tertentu.
b. Kesalahan-kesalahan yang bersumber pada struktur kepribadian perilaku pendidik sendiri.
c. Kesalahan-kesalahan yang sifatnya konseptual, artinya karena pendidikan kurang mendalami
masalah-masalah yang sifatnya teoritis, maka perbuatan mendidiknya mempunyai akibat-akibat
yang tak dapat dibenarkan.
Beberapa contoh kesalahan teknis pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: Seorang yang
belum pernah mendapat pelajaran tentang didaktik, atau ilmu mengajar, dalam mengajar di kelas
sering kurang memperhatikan betapa penting peranan adanya kontak psikologis (kejiwaan hubungan rohaniah) antara guru dan murid. Waktu mengajar guru hanya memperhatikan bahan
2

pelajaran saja dan lebih banyak melihat buku catatannya dari pada melihat kepada aksi para
muridnya. la tidak melihat, bahwa ada beberapa murid sedang melamun, sedang menguap, sedang
mengobrol atau sedang bermain handphone. la kurang terampil dalam melaksanakan teknik
mengajar yang baik. Guru tersebut membuat kesalahan teknis.
Orang tua sering membuat kesalahan dalam melaksanakan pendidikan di Iingkungan keluarga.
Mereka lebih banyak memberi nasihat yang dogmatis-otoriter secara sepihak, dan tidak memberi
kesempatan kepada anak untuk secara terbuka mengemukakan pendapatnya, tidak pernah terjadi
diskusi antara orang tua dengan anaknya dalam keluarga tersebut.
Dalam hal ini ayah dan ibu membuat kesalahan dalamteknik mendidik. Pada umumnya
kesalahan-kesalahan teknis dalam mendidik dengan akibat-akibat yang merugikan, tidak sukar

dibetulkan atau dikoreksi. Dalam hal guru di atas, ia cukup diberi penerangan dan latihan, bagaimana
teknik mengajar yang baik ltu, misalnya sebelum mengajar di rumah guru harus membuat persiapan
mengajar yang sebaik-baiknya, termasuk alat-alat peraga, sehingga dalam kelas ia tidak perlu lagi
setiap kali melihat catatannya. Dengan demikian ia dapat selalu mengadakan kontak dengan kelasnya
sambil mengajar, serta ia dianjurkan lebih melibatkan anak-anak, sehingga minat dan perhatian
mereka tertuju kepada isi dan penghayatan pengajaran.
Dalam hal ayah atau ibu yang terlampau banyak memberi nasihat dan otoriter, mereka
dianjurkan tidak lagi memberi Nasihat, melainkan lebih banyak mengambil sikap yang terbuka,
ramah dan sabar serta berusaha lebih banyak ngobrol untuk mengakrabkan hubungan antara orang
tua dan anak, serta lebih banyak memberi kesempatan kepada anaknya untuk berdiskusi dan
mengundangnya untuk bersama-sama menghayati permasalahan, sehingga anak juga lebih
komunikatif dan kooperatif terhadap orang tuanya.
Bentuk kesalahan mendidik yang kedua, ialah kesalahan yang bersumber dari kepribadian
pendidik sendiri. Kesalahan ini tidak mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian
seseorang tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadiannya dan perilakunya pertama- tama
memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta memakan waktu yang lama. Seorang
ayah atau ibu sebagai pendidik, sebaiknya tidak diperkenankan mempunyai sifat yang agresif,
mengalami frustasi penuh kecemasan, egoistis (selalu mementingkan diri sendiri), ataupun bersikap
deprosif (murung). Sifat-sifat tersebut sangat erat hubungannya dengan masa lampau mereka waktu
kecilnya, yaitu waktu mereka sendiri masih jadi anak menghadapi sikap dan suasana kehidupan

keluarga orang tuanya.
Pada umumnya orang tua yang kurang memiliki kondisi psiko-higienis (sehat mental), sehat
dalam hal kehidupan kejiwaan memancarkan suasana kejiwaan dalam rumah tangga yang kurang
gembira serta perasaan kurang aman dan tenang. Anak-anak se ring mereaksinya dengan perilaku
yang kurang tenang, tidak gembira, dan dan kurang terbuka serta kurang komunikatif. Kewibawaan
orang tua biasanya juga kurang cukup kuat, sehingga sikap kepatuhan anak-anak menjadi masalah.
Bila orang tua sering cekcok, suasana rumah akan lebih tegang dan depresif, dan anak-anak kurang
merasa aman, sehingga mudah tersinggung dan kurang terbuka serta kurang akrab dalam pergaulan
antara saudara-saudaranya ataupun dengan kawan-kawannya yang sebaya.
Akibat yang ditimbulkan oleh kondisi kehidupan keluarga yang kurang positif biasanya cukup
mendalam, dan dapat merembet kepada prestasi belajar yang kurang memuaskan beserta sifat
pergauJan sosial yang kurang ideal. Koreksi terhadap akibat yang negatif tersebut hanya dapat
dilaksanakan dengan jalan "Counsoling" oleh seorang ahli penyuluh ataupun ahli dalam psikologi
klinis berkonsultasi kepada psikolog, serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Anak yang

3

mengalami akibat negatif itu biasanya harus mengalami proses "re-edukasi" atau proses pendidikan
kembali.
Sebenarnya bila seseorang secara sungguh-sungguh mempelajari ilmu pendidikan dari segala

aspeknya, ia biasanya lambat laun akan berubah dari dalam, berubah dalam struktur kepribadiannya
secara kualitatif. Ini berarti, bahwa belajar ilmu mendidik, berarti belajar mengubah dirinya, sesuai
dengan cita-cita dan tujuan yang digambarkan dalam teori pendidikan. Tanpa mengubah diri ia tidak
akan dapat menjadi pendidik yang efektif, sama halnya dengan seorang yang ingin jadi ahli dalam
psiko-analisa untuk menolong orang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan kejiwaan, dalam
pendidikan ia harus menghayati dulu proses psiko-analisa dalam dirinya selama beberapa tahun. Jika
tidak, ia tidak akan jadi ahli psikoanalisa yang efektif, karena dalam proses psiko-terapi (pengobatan
dengan cara atau proses psikologis) ada gejala yang disebut "transference", artinya ahli psiko-terapi
akan memancarkan suasana kejiwaan yang mempengaruhi kejiwaan kliennya.
Dalam kesalahan mendidik menurut jenis ketiga ialah kesalahan konseptual, yaitu dalam
menjalankan proses pendidikan, pendidik kurang menyadari, bahwa kesalahannya dapat mempunyai
akibat yang mendalam pada anak didik. Di bawah ini beberapa contoh kesalahan mendidik yang
sifatnya konseptual yaitu:
a. Pada umumnya orang tua kurang menyadari, bahwa lima tahun yang pertama dalam kehidupan
anak, merupakan dasar bagi perkembangan kejiwaan dan nasib kehidupan selanjutnya.
b. Banyak orang tua mengira, bahwa proses mendidik itu harus dilakukan dengan banyak memberi
nasihat, dan setiap kesalahan pada anak harus dihukum. Hukumanlah yang memperbaiki
kepribadian anak.
c. Pada umumnya orang tua menganggap, bahwa jika anak itu merupakan suatu "wadah" yang
harus diisi dengan ilmu. Makin banyak ilmu yang diisikan dengan cara menghafal, makin baik anak

itu, sehingga terbuka jalan untuk mencapai sukses dalam hidup.
d. Sering dalam rangka kehidupan keluarga, sang suami berpendapat, bahwa sebagian besar
pendidikan anak-anak harus dilaksanakan oleh istrinya sebagai ibu anak-anak.
Lebih lanjut kesalahan-kesalan dalam pendidikan tersebut dapat jelaskan sebagai berikut:
Pandangan salah yang dilakukan oleh orang tua sebenarnya bertentangan dengan teori
psikoanalisa tentang perkembangan kejiwaan anak. Misalnya kekurang pahaman orang tua tentang
periode perkembangan anak dalam masa usia dini bagi perkembangan kejiwaan anak selanjutnya.
Usia dini merupakan masa kehidupan yang sangat membutuhkan pengertian dan perhatian
sepenuhnya dari kedua orang tua. Sering sekali pada masa ini anak dititipkan kepada neneknya, atau
bibinya yang kesepian karena tidak mempunyai anak sendiri, ataupun anak lebih banyak diurus
pembantu rumah tangga dari pada oleh ibunya sendiri, yang sibuk dengan urusan di luar rumah
(organisasi, jabatan atau bisnis). Akibat dari kondisi anak yang demikian sering fatal, dan
membutuhkan re-edukasi yang intensif. Pada kenyataannya proses mendidik terjadi dalam situasi
medan pergaulan antara orang dewasa dan anak yang belum dewasa. Medan pergaulan itu terdiri
atas suasana dan gejala-gejala perilaku yang nampak serta yang tidak nampak, namun oleh anakanak ikut dihayati secara tidak sadar. Dalam hal ini berlaku ucapan "Apa yang diperbuat oleh orangorang jauh lebih penting dari pada apa yang dikatakannya (What you do is much more important
than what you say). Perilaku anak sering terdiri atas proses imitasi (peniruan) atau merupakan reaksi
terhadap suasana yang diciptakan dan dihayati dalam medan pergaulan pendidikan itu.
Nasihat dari orang tua apalagi hukuman, cenderung menciptakan jarak sosial antara orang tua
dan anaknya yang cukup besar, sehingga hubungan antara orang tua dan anak menjadi kurang akrab,
kurang hangat, kurang terbuka, hal mana akan lebih menghasilkan sikap cemas dan frustasi pada

4

anak-anak. Makin akrab dan terbuka hubungan antara orang tua dan anak, makin besar
kecenderungan anak untuk mereaksi secara akomokatif dan kooperatif (bersedia bekerjasama, dan
tidak mengambil sikap menentang atau menjauhkan diri).
Jiwa anak bukanlah semacam wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, melainkan
merupakan suatu potensi yang dapat dikembangkan secara kreatif kearah yang positif, sehingga
dengan kemampuan yang lebih tinggi anak menjadi aktif, produktif, dan bergairah untuk belajar,
mengembangkan kepercayaan diri sediri. Sering pelajaran di sekolah diarahkan supaya anak mengisi
"benaknya" dengan pengetahuan yang disederhanakan oleh gurunya. Jika anak mempunyai
pendapat sendiri yang baru (inovatif) sering tidak dibenarkan oleh guru. Anak yang dalam ujian
menjawab seperti yang dikehendakl gurunya, dialah yang mendapat nilai tinggi. Anak penurut lebih
dihargai dari pada anak yang mempunyai banyak inisiatif. Pada umumnya anak yang inteligen
(cerdas) ialah anak yang mempunyai banyak inisiatif, yang mampu berpikir secara mandiri dan
kreatif. Kejiwaan anak harus kita interprestasikan (tafsirkan) sebagai potensi yang harus
dikembangkan, bukan suatu wadah yang harus diisi penuh dengan pengetahuan yang sering kurang
relevan (sesuai) untuk menghadapi masalah-masalah kehidupan.
Manusia terdiri atas dua jenis kelamin, laki-Iaki dan perempuan. Jika dalam situasi kehidupan
berkeluarga, hanya sang ibu yang dibebani kewajiban mencari nafkah, besar kemungkinan bahwa
aspek-aspek kewanitaan saja yang akan dikembangkan pada anak-anak. Hal itu lebih berbahaya bagi

anak lakl-laki, yang sejak kecil memerlukan bimbingan dari ayah untuk dapat lebih mengembangkan
dimensi-dimensi maskulinitas (kepriaan) pada kejiwaan anak laki-Iaki, seperti kemampuan melihat
realitas hidup, yang mengintegrasikan seluruh kehidupan jiwa, nilai-nilai normatif, kelincahan dan
sikap agresif dalam arti yang positif pada anak laki-Iaki, dsb. Bila sang ibu lebih dominan, besar
kemungkinan anak lakl-laki akan mengembangkan segi emosi, kasih sayang yang senti-mentil serta
menjadi pemuda yang terlalu perasa. Bahkan kecenderungan menjadi homoseksualitas akan lebih
besar kemungkinan untuk berkembang pada laki-Iaki yang demikian. Hal ini tentunya akan
menimbulkan permasalahan-permasalahan yang lebih serius, karena pemuda akan terlibat dalam
"identitas peranan seksnya" artinya mengalami kesukaran dalam memainkan perannya sebagai pria
yang sejati.
Itulah sekedar penjelasan singkat mengenai berbagai jenis kesalahan yang dapat diperbuat
oleh calon pendidik yang kurang memahami teori pendidikan. Dapat disimpulkan, bahwa
mempelajari teori tentang pendidikan, yaitu teori tentang membimbing dan membina atau mendidik
anak didik, adalah cara yang paling praktis.
2. Pendidikan dalam Ruang Lingkup Mikro dan Makro
Pendidikan dalam ruang lingkup mikro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam
sekala kecil, dan pendidikan dalam ruang lingkup makro, kita mengkaji pendidikan yang dilaksanakan
dalam skala besar. Seperti telah dikemukakan di muka bahwa lapangan pendidikan merupakan
wilayah yang sangat luas menyangkut pengalaman dan pemikiran manusia dalam pendidikan.
Pernyataan tersebut melihat pendidikan merupakan kegiatan manusia yang sangat luas, jadi ini

dilihat dari lingkup makro. Pendidikan yang dilakukan secara nasional dengan segala perangkat
aturannya seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan mencakup pendidikan
sekolah dan luar sekolah, berlangsung seumur hidup, hal tersebut melakukan tinjauan pendidikan
secara makro (besar).
Di samping kita mengkaji pendidikan dalam skala luas, kita bisa mempelajari pendidikan dalam
sekala kecil, misalnya pendidikan dalam keluarga saja, pendidikan di sekolah saja (misalnya kita hanya

5

terfokus mengkaji pendidikan di SD saja, atau SMP saja), hal tersebut merupakan suatu kajian
pendidikan dalam skala mikro (kecil).
Pengelompokan kajian pendidikan secara mikro dan makro tersebut dapat dilihat dari dua segi,
yaitu: 1) manusia sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat, dan 2) tanggung jawab
pendidikan.
1) Manusia sebagai Individu dan sebagai Anggota Masyarakat
Manusia sebagai individu ia hidup bersama-sama di masyarakat, hidup bersama dengan orang
banyak di luar dirinya. Antara individu dan masyarakat bagi seorang manusia tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, artinya individu tak mungkin berkembang dengan sebaik-baiknya, bahkan individu tak
mungkin hidup, tanpa dibantu oleh dan hidup bersama dengan orang lain. Havigurst mengatakan
bahwa manusia tidak akan menjadi manusia kalau ia tidak hidup bersama dengan dan dalam
masyarakat.
Suatu masyarakat tak mungkin ada tanpa adanya anggota-anggota masyarakat atau individuindividu yang hidup di dalamnya. Sering juga suatu masyarakat dapat maju karena jasa-jasa orangorang tersebut yang pernah memimpin masyarakat itu atau yang pernah memberikan
sumbangannya dimana individu itu hidup dan bekerja. Individu dan masyarakat tak dapat dipisahkan
satu sama lain, dan saling membutuhkan.
Kedua aspek manusia yang saling berlawanan sifatnya, individu merupakan makhluk yang unik,
artinya tidak ada manusia yang sama, dia berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya,
inilah suatu sifat manusia yang disebut individualitas.
Dari faktor-faktor tentang kehidupan manusia sebagai individu dan sebagai makhluk yang
bermasyarakat, seperti yang dijelaskan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan tak
mungkin lengkap bila hanya ditujukan kepada anak-anak sebagai perorangan, melainkan perlu juga
diusahakan pendidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok anak, seperti yang terjadi dalam
kelas dalam lingkungan sekolah serta dalam kehidupan kepramukaan.
Kedua jenis pendidikan, yaitu pendidikan individual, yang dapat disebut pendidikan dalam
ruang lingkup mikro, dan pendidikan kelompok (group), yang dapat disebut pendidikan dalam ruang
lingkup makro, saling melengkapi. Dalam pendidikan individual bukan saja dikembangkan potensipotensi yang ada pada diri anak-anak sebagai individu, melainkan juga kepada anak kita berikan
persiapan-persiapan untuk kehidupan bermasyarakat. Perlu diadakan pendidikan bagaimana bergaul
secara akrab, atas dasar pergaulan yang akrab antara pendidik dan anak didik. Kita perlu menyadari
betapa pentingnya memelihara nilai-nilai yang baik dan suslla, demi terselenggaranya hidup bersama
yang harmonis dan bagaimana menyiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang berguna, serta
menyiapkan anak untuk kehidupan berkeluarga yang harmonis.
Dalam pendidikan kelompok seperti dalam kelas atau kepramukaan, disamping
memperhatikan kelompok kesatuan yang harmonis dan bekerja sama, kita juga harus
memperhatikan perbedaan-perbedaan individu (individual differences), karena tiap-tiap orang
mempunyai kemampuan, minat dan kebutuhannya sendiri-sendiri yang berbeda-beda.
1) Pendidikan Individual
Mari kita tinjau lebih lanjut pendidikan dalam ruang lingkup mikro. Hal ini terutama terjadi
dalam llngkungan keluarga, sejak anak berada dalam kandungan sampai dengan ia belajar di sekolah.
Waktu masih dalam kandungan calon ibu sangat memperhatikan jasmani dan rohaninya. Ibu yang
sadar berusaha agar kehidupan kejiwaan tetap stabll, menghindari pertengkaran dengan suaminya,
tidak membuat suasana tegang dan sedapat mungkin menghindari peristiwa-peristiwa yang bersifat
traumatis (trauma = reaksi jiwa karena kejutan yang kuat, seperti kecelakaan, mengamuk-ngamuk di
6

luar kesadaran, mendapat ancaman dari penjahat, dst). Kejutan jiwa yang he bat akan mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap perkembangan janin, yang kadang-kadang dapat lahir dengan cacat,
baik mental maupun fisik.
Disamping itu ibu berusaha memelihara kesehatan jasmaninya memperhatikan makanan yang
bergizi, agar janin yang dikandung dapat tumbuh dengan sempurna. Otak janin sebenarnya sudah
dibentuk sejak minggu keempat dalam kandungan. Sel-sel otak membutuhkan protein yang cukup
untuk tumbuh. Seperti bayi yang baru lahir oleh sang ibu pertumbuhannya sangat diperhatikan.
Segala keperluan untuk tumbuhnya dipenuhi: air susu ibu yang cukup, pad a waktu-waktu tertentu
dimandikan, diberinya pakaian bersih, bila popoknya basah atau kotor karena buang air besar
diberinya popok yang bersih. Waktu tidur dijaga jangan sampai terganggu karena dingin, karena
suara yang keras atau karena digigit nyamuk.
Tentu yang diperhatikan ibu bukan pertumbuhan badan jasmani saja, melainkan ibu berusaha
agar segi kejiwaan anak dapat berkembang dengan sempurna. Sang ibu mengisi lingkungan keluarga
dengan suasana yang hangat, gembira, tentram dan bahagia. Jika anak sudah dapat berjalan,ia sering
dituntun, supaya latihan berjalannya mengalami kemajuan yang lebih pesat. Segala jenis permainan
disediakan agar anak mengembangkan berbagai segi keterampilannya (membuat bangunan,
membedakan warna dan bentuk benda-benda, latihan menggambarfmencoret-coret) dsb.
Tidak dilupakan pula latihan bergaul dengan saudara-saudaranya, atau tetangganya, karena
sejak dapat berjalan, ingin menjelajahi lingkungannya. Kemampuan mengamati dengan alat data
(meraba, mendengar, melihat, mencium bau, mencicipi, berbagai rasa); sudah mulai dilatih. Jika kita
ringkas dalam periode pra-sekolah ini sang anak (yang biasanya disebut kanak-kanak setelah dapat
berjalan) mendapat bimbingan individu dalam lingkungan keluarga, oleh ayah dan ibu dan kakakkakaknya.
Pembinaan jasmani dan rohani meliputi:
1. Pertumbuhan fisik.
a. Keterampilan motorik; merangkak, berjalan, berlarl-lari, mempergunakan tangannya untuk
memegang, melempar, merusakkan, membangun, dsb.
b. Latihan pengamatan dengan berbagai alat dia seperti ialah disebut di atas.
2. Perkembangan bahasa.
a. Pergaulan sosial (dengan orang tua, saudara-saudaranya, dan teman-teman tetangganya).
b. Latihan mental berpikir, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana (menghitung
dengan jari, menyebut nama-nama barang, berdialog secara sederhana dengan orang tua,
identifikasi gambar-gambar, huruf dan angka).
c. Pembinaan kehidupan emosional (sangat bergantung kepada suasana kejiwaan yang diciptakan
oleh orang tua dan kakak-kakaknya anak.
d. Kadang-kadang anak belajar menahan diri, misalnya bila meminta sesuatu kepada orang tuanya,
sedangkan orang tuanya tidak selalu segera meluluskannya.
e. Segi pendidikan etis membedakan antara yang baik dan tidak baik juga mulai ikut diaktifkan,
orang tua kadang-kadang melarang perbuatan sesuatu, misalnya jika mengambil kueh, harus
minta izin dahulu, jangan suka berbohong atau mengambil tanpa setahu seizin ibu, dsb.
f. Jika mempunyai adik bantulah ibu mengganti popok adik, disini anak belajar tolong-menolong
dan kerja sama.
2) Pendidikan kelompok
Pendidikan yang dilaksanakan dalam kelompok, misalnya pendidikan di sekolah, pendidikan
pramuka, dan sebagainya dalam bentuk makro, seperti telah dikemukakan di atas, kita jumpai dalam
7

Iingkungan sekolah dan kepramukaan. Alasan mengapa kita menyelenggarakan pendidikan sekolah
(yang disebut pendidikan formal, baik oleh swasta maupun oleh pemerintah ialah sebagai berikut:
a. Orang tua kurang mampu memberikan pendidikan lanjutan setelah pendidikan di Iingkungan
keluarga, karena pendidikan formal di sekolah membutuhkan banyak tenaga ahli yang khusus
dididik untuk hal itu. Lebih-Iebih bila telah diperinci mengenai berbagai jenis pelajaran
keterampilan.
b. Pendidikan sekolah relatif lebih mahal dibandingkan dengan pendidikan keluarga, karena
mempergunakan tenaga ahli beserta alat-alat pendidikan yang diperlukan.
c. Dengan menghimpun anak-anak dalam satu kelas (dengan sistem kenaikan kelas dalam kesatuan
organisasi) kesukaran tersebut dalam a dan b di atas dapat diatasi.
d. Sudah waktunya anak-anak yang tergolong dalam kelompok umur sekolah (school age group)
diberikan pendidikan dalam kelompok, karena di sana anak-anak (murid-murid) telah mulai
belajar hidup bermasyarakat; hidup bersama, saling membantu, mengerjakan tugas bersamasama, belajar patuh kepada guru, memberikan tugas-tugas yang dikontrol setiap hari, belajar
patuh kepada atasan yang diserahi tugas memimpin suatu organisasi (persekolahan).
e. Belajar dalam kelompok berbagai ilmu dan menyelesaikan tugas jauh lebih efisien dari pada
belajar secara individual.
f. Oleh karena sistem sekolah terikat oleh peraturan-peraturan demi ketertiban (penyelesaian tugastugas) pekerjaan rumah, datang jangan terlambat, alat-alat pelajaran dan pakaian yang tertib,
anak dididik untuk menyelesaikan tugas-tugas dan membiasakan menyenangi pekerjaan, karena
dalam llngkungan pendidikan sekolah ada disiplin ketertiban yang sifatnya mengikat bagi para
pesertanya (kepala sekolah, guru, murid-murid).
g. Dalam sekolah, di samping pendidikan yang melibatkan seluruh kepribadian anak-anak, ada
penekanan pada pendidikan intelektual (pikiran). Hal ini penting, karena dalam kenyataannya
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir,
memainkan peranan yang sangat penting, karena perkembangan masyarakat termasuk kehidupan
ekonomi dan teknologi sangat bergantung kepada kemampuan berpikir kreatif warga
masyarakatnya. Berhubung dengan pentingnya peranan pendidikan sekolah untuk pembangunan,
maka pemerintah mengembangkan dan mengatur seluruh pendidikan sekolah dalam sistem
pendidikan nasional, yang bertalian dengan pembangunan.
Pendidikan sekolah sebagai suatu sistem merupakan suatu investasi jangka panjang untuk
mengembangkan sumber-sumber daya manusia (human resources development), serta juga
menyiapkan barisan bekerj (manpower) yang dibutuhkan untuk menempati berbagai jabatan da
fungsi dalam masyarakat yang akan datang. Hal itu sangat era hubungannya dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja bangsa Indonesia, sehingga Indonesia akan dapat rnenalkan pendapatan
pertahun per kapita (kepala).
Tentang pendidikan pramuka, kadang-kadang disebut pendidikan lingkungan ketiga
(pendidikan keluarga sebagai lingkungan pertama, pendidikan sekolah sebagai lingkungan kedua)
dapat secara singkat dikatakan, bahwa pendidikan itu sebagai pelengkap pendidikan sekolah. Banyak
sekali segi-segi pendldikan kepramukaan yang mempunyai nilai edukatif yang tinggi, seperti
pendidikan kepemimpinan, humanitas, kesediaan saling tolong-menolong, keterampilan menghadapi
keadaan-keadaan sukar, semangat bekerja sama, kesetiaan, kreativitas pendidikan kesosialan, dan
seterusnya.
b. Tanggung Jawab Pendidikan
1) Tanggung Jawab Keluarga
8

Pada bagian awal telah dikemukakan bahwa pendidikan dapat dilihat dalam arti khusus dan
arti luas. Dalam arti khusus pendidikan diartikan sebagai mendidik seperti dikemukakan langeveld,
Hoegveld, Brojonegoro, Ki Hajar Oewantara, dan Oriyarkara, bahwa pendidikan merupakan usaha
mendidik anak untuk menjadi dewasa. Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasai sebagai
usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaanya.
Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan
dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga,
dalam arti tanggung jawab keluarga.
Pendidikan mikro sebagai upaya pendidikan untuk mendewasakan anak, sepenuhnya
merupakan tanggung jawab keluarga. Sekolah (sampai dengan SMA), pendidikan usia dinl (play
group: kelompok bermain), atau bentuk-bentuk lainnya, merupakan pendidikan mikro sebagai wakil
keluarga dalam melaksanakan upaya pendidikannya. Tanggung jawab pendidikan dalam tatanan
mikro ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga (ayah dan ibu). Anak masuk Play Group,
masuk TK, masuk SD, sampai SMA, anak mengikuti kegiatan Pramuka, Palang Merah Remaja,
kesemuanya itu adalah tanggung jawab ayah dan ibu. Keluargalah yang saling bertanggung jawab
secara moral, spiritual, dan fisik material untuk pendewasakan anak.
2) Tanggung Jawab Bersama
Telah dijelaskan pada bagian awal, bahwa pendidikan dalam arti luas berlangsung sepanjang
hayat, berusaha untuk meningkatkan taraf hidup manusia, berbeda dengan pendidikan dalam arti
terbatas yang berusaha menghantarkan anak menjadi dewasa. Tanggung jawab pendidikan dalam
arti luas merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak, yaitu keluarga masyarakat, dan
pemerintah, sesuai dengan Undang-udang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (pasal 7 sampai dengan pasal 11). Tanggung jawab pendidikann selanjutnya bagi orang
dewasa merupakan tanggung jawabnya sendiri. Misalnya seorang guru SD tamatan SPG dia
melanjutkan kuliah ke 51, tanggung jawab pendidikannya adalah guru itu sendiri, karena tanggung
jawab ayah dan ibunya telah selesai. Jadi tanggung jawab pendidikan bagi orang dewasa (baik
pendidikan sekolah maupun luar sekolah), adalah si orang dewasa itu sendiri.

9