ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DA

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA
WILAYAH SUNGAI DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA
ANALYSIS OF WATER RESOURCES MANAGEMENT POLICY IN THE RIVER
BASINS USING PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS
Waluyo Hatmoko1, R. Wahyudi Triweko2, Radhika1, Rendy Firmansyah1
1Puslitbang Sumber Daya Air, Jl. Ir. H. Juanda 193, Bandung
2Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung
whatmoko@yahoo.com

ABSTRACT
Water resources management in Indonesia is based in the river basin area. The condition of the river basin
areas is varying, e.g. population, socio-economic, climate and hydrological conditions, water users, water
utilization, and river basin organizations. With the differences in river basin conditions, the management of
river basin area should be in line with their characteristics. Therefore, there is a need of the information on the
clustering of the river basin areas and its priorities, which river basin areas need to prioritize on development,
management and conservation. The Principal Component Analysis is a mathematical method to reveal the
hidden information from multi-variate data, resulting new set of variables, namely the Principal Components
which have maximum information content, and the position of river basin area can be presented and can be
observed their proximity or similarity. This study analyzing the data of river basin areas by using Principal
Component Analysis, for river basin management policy. It is concluded that the First Principal Component
shows the socio-economic development state of river basin area, the Second Principal Component related to

the conditions of water availability and its infrastructure. Four cluster of river basin area and their
management priorities have been established, to improve the river basin management policy in Indonesia.
Keywords: water resources management, river basin area, principal component analysis, policy, socioeconomic development
ABSTRAK
Pengelolaan sumber daya air di Indonesia dilaksanakan berdasarkan wilayah sungai, yang kondisinya sangat
beragam, antara lain dalam hal jumlah penduduk, aktivitas sosial ekonomi, kondisi iklim dan hidrologi,
pengguna air, tingkat pemanfaatan air, serta kelembagaan pengelolaan wilayah sungai. Penanganan suatu
wilayah sungai tidak dapat disamakan dengan wilayah sungai lainnya. Untuk itu diperlukan informasi
mengenai pengelompokan wilayah sungai, dan bagaimana urutan prioritas pengelolaannya; wilayah sungai
mana yang perlu lebih mengutamakan arah pengembangan, atau pengelolaan dan konservasi. Analisis
Komponen Utama merupakan metode matematis untuk mengungkap informasi yang tersembunyi dari data
multi-variabel. Dengan analisis komponen utama akan diperoleh variabel baru, yaitu Komponen Utama
dengan kandungan informasi yang maksimal, sehingga data dapat disajikan dalam bidang yang dibentuk
dari Komponen Utama, dan dapat diamati kedekatan atau kemiripan satu wilayah sungai dengan lainnya.
Penelitian ini mengkaji data kondisi wilayah sungai dengan menggunakan Analisis Komponen Utama untuk
masukan kebijakan pengelolaan wilayah sungai. Disimpulkan bahwa Komponen Utama Pertama
menunjukkan tingkat perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai, Komponen Utama Kedua terkait
dengan kondisi ketersediaan air dan infrastrukturnya. Berdasarkan kedua Komponen Utama tersebut,
wilayah sungai dibagi ke dalam empat kelompok, dan diurutkan prioritas pengelolaannya, sehingga arah
pengelolaan masing-masing wilayah sungai dapat teridentifikasi sebagai masukan untuk meningkatkan

kebijakan pengelolaan wilayah sungai di Indonesia.
Kata Kunci: pengelolaan sumber daya air, wilayah sungai, analisis komponen utama, kebijakan,
perkembangan sosial-ekonomi

1

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah sungai merupakan dasar wilayah
pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat nomor No. 4/PRT/M/2015
tentang Kriteria dan penetapan Wilayah Sungai
membagi Indonesia atas 128 wilayah sungai, yang
terdiri atas 5 wilayah sungai lintas negara; 31
wilayah sungai lintas provinsi; 28 wilayah sungai
strategis nasional; 52 wilayah sungai lintas
kabupaten/kota; dan 12 wilayah sungai dalam

kabupaten kota.
Kondisi fisik, sosial-ekonomi dan sumber daya air
dari berbagai wilayah sungai sangat beragam.
Dengan beragamnya kondisi wilayah sungai, maka
penanganan suatu wilayah sungai tidak dapat
disamakan dengan wilayah sungai lainnya. Untuk
itu perlu adanya tipologi atau pengelompokan
wilayah sungai sesuai dengan karakteristiknya.
Untuk itu diperlukan informasi mengenai wilayah
sungai mana yang masih dapat dikembangkan, dan
bagaimana urutan prioritas pengembangannya;
serta wilayah sungai mana yang perlu lebih
mengutamakan pengelolaan dan konservasi
daripada pengembangannya.
Analisis komponen utama merupakan metode
matematis untuk mengungkap struktur utama atau
informasi yang tersembunyi dari data mutivariabel. Dengan analisis komponen utama akan
diperoleh Komponen Utama yang menjelaskan
variabilitas data atau mengandung informasi yang
maksimal, sehingga dapat disajikan dalam bidang

yang dibentuk dari kedua sumbu komponen utama.
Selanjutnya pada bidang tersebut dapat diamati
kedekatan satu wilayah sungai dengan lainnya,
serta diidentifikasikan wilayah sungai yang ekstrem
sangat berkembang atau sebaliknya. Dengan
demikian variabel asli yang berdimensi banyak
direduksi menjadi variabel yang memiliki dimensi
lebih kecil akan tetapi masih dapat menyajikan
informasi yang dikandung dalam variabel aslinya.
Sampai saat ini belum ada analisis kebijakan
pengelolaan sumber daya air pada seluruh wilayah
sungai di Indonesia, dengan pendekatan analisis
komponen utama yang menyertakan variabel
fluktuasi debit alami dan intervensi infrastruktur.

Maksud dan Tujuan
Makalah ini merumuskan arah kebijakan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai di
Indonesia, berdasarkan data wilayah sungai,
dengan menggunakan metode Analisis Komponen

Utama. Tujuannya adalah sebagai masukan berupa
arah pengelolaan dalam perencanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai secara
Nasional.

KAJIAN PUSTAKA
Aplikasi analisis komponen utama terutama adalah
pada teknologi informasi, dalam pengenalan pola
(pattern recognition) (Bishop, 2006), yang
digunakan untuk mengenali tulisan tangan, atau
wajah seseorang, sebagaimana yang dilaporkan
oleh Karamizadeh et al. (2013), serta identifikasi
fosil binatang purba dan iklim di belahan bumi
bagian Utara (Jolliffe & Cadima, 2016).
Penerapan Analisis Komponen Utama dalam bidang
sumber daya air pada umumnya adalah untuk
sistem dengan banyak variabel, untuk membuat
suatu indeks, pengelompokan, atau menyajikan
suatu fenomena agar lebih mudah dipahami.

Aplikasinya pada kualitas air antara lain digunakan
untuk identifikasi karakteristik fisik dan kimia air
permukaan (Togue, Kuate, & Oben, 2017);
Pengelolaan air limbah di Tunisia (Sahnoun, Serbaji,
Karray, & Medhioub, 2013); Kualitas air tanah di
Maroko (Hammoumi, Sinan, Lekhlif, & Lakhdar,
2013); dan Pengelompokan berbagai parameter
kualitas air di India (Gajbhiye, Sharma, & Awasthi,
2015).
Penerapan di bidang hidrologi dan sumber daya air
antara lain: Pengelompokan parameter model
hidrologi di India (Sharma, Gajbhiye, & Tignath,
2015); Pola hujan jangka panjang di Malaysia
(Othman, Ash’aari, & Mohamad, 2015); Pemetaan
banjir dari data satelit di Mexico (Gómez-Palacios,
Torres, & Reinoso, 2016); Penilaian indeks
kekeringan multi-variabel (Li et al., 2015); Kajian
daya dukung sumber daya air terhadap urbanisasi
di China (Liu et al., 2017); Faktor yang berpengaruh
terhadap efisiensi irigasi di China (Fang, Jia, Tu, &

Sun, 2017); dan indikator lingkungan pada pantai
reklamasi di China (Chu et al., 2018).
Di Indonesia, (Adidarma, Martawati, Subrata, &
Levina, 2011) menggunakan indeks kekeringan SPI
skala waktu 12 bulan sebagai data dasar dalam
pemilihan pos hujan untuk pemantauan kekeringan
di Wilayah Sungai Pemali-Comal. Dari 147 buah pos
hujan yang ada dipilih 15 buah pos hujan tersebar
pada setiap Zona Prakiraan Iklim, dengan
pendekatan analisis komponen utama.
Hatmoko et al. (2015) mengkaji pengelompokan
128 wilayah sungai di Indonesia, dengan
menggunakan 5 variabel, yaitu: Tinggi Aliran
Limpasan Andalan Q80%, Indeks Pemakaian Air,
Proporsi Hutan, Proporsi Irigasi, dan Kepadatan
Penduduk. Hasil yang diperoleh adalah Komponen
Utama Pertama yang menyatakan kondisi
pengembangan wilayah sungai. Komponen Utama
2


Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Kedua belum terdefinisi secara baik, dan
pengelompokan variabel juga belum ada. Penelitian
tersebut menyarankan antara lain untuk
melanjutkan penelitian dengan memasukkan
variabel yang terkait erat dengan infrastruktur,
selain variabel sosial ekonomi dan budaya
masyarakat.

METODE PENELITIAN
Analisis Komponen Utama
Analisis Komponen Utama merupakan teknik
matematika dan statistika yang dapat mereduksi
dimensi data dengan tetap memaksimalkan
informasi yang terkandung di dalamnya. Jika data
memiliki p buah variabel, maka dengan analisis
komponen utama akan diperoleh variabel baru yang
dinamakan komponen utama, yang saling tidak
berkorelasi, dan memaksimalkan variansi. Dengan

dua atau tiga buah komponen utama diharapkan
dapat memuat informasi variansi yang dikandung di
dalam p buah variabel. Komponen utama tersebut
merupakan vektor karakteristik dari matriks
korelasi antara p buah variabel tersebut. Sedangkan
variansi dari komponen utama merupakan nilai
karakteristik dari matriks korelasi yang sama.
Komponen utama merupakan himpunan variabel
baru yang merupakan kombinasi linier dari
variabel-variabel yang diamati. Komponen utama
memiliki sifat variansi yang semakin mengecil,
sebagian besar variasi (keragaman atau informasi)
dalam himpunan variabel yang diamati cenderung
berkumpul pada beberapa komponen utama
pertama, dan semakin sedikit informasi dari
variabel asal yang terkumpul pada komponen
utama terakhir. Hal ini berarti bahwa komponenkomponen utama pada urutan terakhir dapat
diabaikan tanpa kehilangan banyak informasi.
Dengan cara ini Analisa Komponen Utama dapat
digunakan untuk mereduksi variabel-variabel.

Jika data terdiri atas p buah variabel, dan n individu,
maka terdapat p buah vektor berdimensi n, yaitu:
x1, ..., xp,
atau dapat dituliskan sebagai
matriks X berukuran n x p,
dengan kolom ke j adalah vektor xj dari variabel
j, j = 1,...,p

Komponen utama cj memiliki variansi sebesar λj

Jika vektor data x telah ditransformasi normal baku
dengan rerata nol dan variansi 1, maka matriks
kovariansi C merupakan matriks korelasi antar p
variabel.

Data
Analisis Komponen Utama dilakukan dengan
menggunakan data dari 128 buah wilayah sungai di
Indonesia.
Masing-masing

wilayah
sungai
diasumsikan homogen dan diwakili oleh sebuah
data, dengan demikian terdapat 128 buah data yang
yang meliputi 7 variabel, yaitu:
1) Tinggi aliran limpasan rerata pada wilayah
sungai, dalam satuan milimeter per hari,
menyatakan ketersediaan air atau “kebasahan”
suatu wilayah sungai. Data ini bersumber dari
Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air
(2016).
2) Koefisien variasi limpasan bulanan rata-rata,
dari data tinggi limpasan bulanan tiap wilayah
sungai, menyatakan tingkat variabilitas sumber
daya air;
Cv

= s/Qrerata

dengan:
Cv
= Koefisien variasi limpasan
S
= simpangan baku limpasan bulanan
Qrerata = rerata limpasan bulanan
3) Indikator Tampungan Air, merupakan rasio
antara jumlah kapasitas tampungan air pada
wilayah sungai dengan rerata jumlah
ketersediaan air permukaan pada wilayah
sungai yang bersangkutan.
𝑇
𝑆
dengan:
𝑅𝑇 =

RT = Indikator Tampungan Air
T
= Jumlah kapasitas tampungan air
waduk di wilayah sungai
S
= Rerata ketersediaan air permukaan
per tahun di wilayah sungai
4) Indeks Penggunaan Air, atau dikenal dengan
nama IPA, menyatakan tingkat penggunaan air
yang ada.

Matriks kovariansi dari X adalah
C = X’ X
Vektor karakteristik dari C yang berkaitan dengan
nilai karakteristik λ1,..., λp urut dari besar ke kecil,
yaitu vektor c1,..., cp adalah Komponen Utama

𝐼𝑃𝐴 =

𝐷
𝑆

dengan:

IPA = Indeks Penggunaan Air
D = Jumlah kebutuhan air per tahun
3

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

S

= Rerata ketersediaan air permukaan
per tahun di wilayah sungai

50%
45%

𝐹𝐼 =

𝑆
𝑃

dengan:

Kandungan Informasi

40%

5) Jumlah air tersedia per-orang per-tahun, atau
yang dikenal dengan nama Falkenmark Index
(Falkenmark, 2013)

35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%

0%

FI = Jumlah air per orang per tahun
S = Rerata ketersediaan air permukaan
per tahun di wilayah sungai
P = Jumlah penduduk di wilayah sungai
6) Persentase luas lahan hutan pada wilayah
sungai.
7) Persentase luas lahan irigasi pada wilayah
sungai.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis komponen utama dilakukan dengan
menggunakan data 128 wilayah sungai di Indonesia
yang meliputi 7 variabel yang menyatakan
karakteristik pengelolaan wilayah sungai, yaitu: 1)
Tinggi aliran limpasan rerata; 2) Koefisien variasi
limpasan bulanan; 3) Jumlah tampungan air pada
waduk; 4) Indeks Penggunaan Air; 5) Jumlah air
tersedia per-orang per-tahun; 5) persentase luas
lahan hutan; dan 6) persentase luas lahan irigasi.
Hasil keluaran dari analisis komponen utama
adalah variabel-variabel baru yang dinamakan
Komponen Utama Pertama, Kedua, sampai dengan
Ketujuh, sesuai dengan jumlah variabel yang dikaji.

Kandungan Informasi
Masing-masing Komponen Utama mengandung
informasi dari data, yang urut besarnya dari
Komponen Utama Pertama, Kedua, dan selanjutnya,
sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

1

2

3

4
5
Komponen Utama

6

7

Gambar 1. Kandungan Informasi pada
Komponen Utama
Sumber: hasil analisis, 2017
Terlihat bahwa Komponen Utama Pertama
mengandung informasi 46%, dan Komponen Utama
Kedua 18%, sehingga bidang yang dibentuk oleh
Komponen Utama Pertama dan Komponen Utama
Kedua mengandung informasi sebesar 64% dari
seluruh data yang dikaji.

Posisi dan Pengelompokan Variabel
Gambar 2 menunjukkan posisi variabel pada bidang
yang dibentuk oleh Komponen Utama Pertama dan
Komponen Utama Kedua. Terlihat kedekatan atau
kemiripan
masing-masing
variabel,
serta
pengelompokan variabel. Dapat diamati adanya tiga
kelompok variabel sebagai berikut.
1) Kelompok Lestari. Variabel proporsi hutan,
jumlah air per orang, dan debit rerata
membentuk satu kelompok di sisi sebelah kiri,
yang dapat dinamakan sebagai kelompok
kondisi lestari, dengan lahan hutan yang relatif
luas dan jumlah ketersediaan air yang
berlimpah.
2) Kelompok Tekanan Air. Pada sisi kanan atas ada
sebuah kelompok, yaitu: variabel koefisien
variasi Cv yang menyatakan tekanan kondisi
ketersediaan air yang sangat fluktuatif, rawan
banjir pada musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau; dan Indeks Penggunaan Air
IPA, yang menyatakan tekanan dari penggunaan
air. Dengan lain perkataan, persaingan dalam
memanfaatkan air yang tersedia sebab air yang
ada relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah
air tersedia, sehingga rawan terjadi konflik akan
air.
3) Kelompok Infrastruktur. Pada sisi kanan bagian
bawah terjadi kelompok dari variabel kapasitas
waduk pada wilayah sungai, dan variabel
proporsi lahan irigasi di wilayah sungai, yang
keduanya
ini
menyatakan
tingkat
berkembangnya infrastruktur pada wilayah
sungai.
4

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

-1.0

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0
1.0
0.8

Komponen Utama Kedua

0.6
0.4
0.2

Cv

0.0

IPA

-0.2

Hutan
Air/orang

-0.4

Qrerata

Irigasi
Waduk
-0.6

-0.8
-1.0

Komponen Utama Pertama

Gambar 2. Posisi Variabel pada Komponen
Utama 1 dan 2
Sumber: hasil analisis, 2017
Kelompok Lestari terlihat berseberangan atau
membentuk sudut mendekati 180 derajat terhadap
kelompok Tekanan Air, yang artinya berkorelasi
erat secara negatif, atau dengan lain perkataan
semakin tinggi kelestarian wilayah sungai, maka
akan semakin rendah tekanan air. Sedangkan
kelompok infrastruktur membentuk sudut 90
derajat terhadap kelompok lestari, dan searah atau
lebih condong pada kelompok Tekanan Air.
Langkah selanjutnya adalah mengartikan informasi
yang dikandung oleh kedua Komponen Utama ini,
atau dengan lain perkataan bagaimana interpretasi
skor wilayah sungai pada kedua Komponen Utama
tersebut.

Interpretasi Komponen Utama
Untuk dapat memaknai skor wilayah sungai pada
kedua Komponen Utama, maka Kedua Komponen
Utama perlu diberikan interpretasi berdasarkan
bobot variabel-variabel pada kedua Komponen
Utama yang diperoleh dari Analisis Komponen
Utama (Tabel 1).

Tabel 1. Bobot variabel dalam Komponen
Utama

Interpretasi Komponen Utama Pertama
Berdasarkan bobot yang merupakan nilai proyeksi
variabel pada Komponen Utama Pertama, dapat
dibagi dua, yaitu variabel dengan proyeksinya yang
positif, dan yang negatif. Variabel dengan proyeksi
positif mulai dari yang paling besar adalah Koefisien
Variasi Limpasan, Indeks Penggunaan Air, yang
keduanya dari kelompok variabel Tekanan Air.
Selanjutnya yang juga sedikit positif adalah
Persentase lahan Irigasi, dan Jumlah Tampungan
Waduk, yang termasuk ke dalam kelompok
Infrastruktur. Keempat variabel ini dipandang
sebagai ciri dari berkembangnya sosial-ekonomi
dari suatu wilayah sungai. Semakin besar nilai
keempat variabel ini, maka semakin berkembang
pula kondisi sosial ekonomi wilayah sungai
tersebut. Keempat variabel tersebut juga
menunjukkan kondisi konservasi yang buruk,
mencerminkan kondisi perkotaan, terutama dari
variabel koefisien variasi limpasan yang tinggi,
menunjukkan fluktuasi debit yang tinggi
menyebabkan indikator konservasi yang umum
digunakan yaitu rasio antara debit maksimum dan
minimum yang tinggi pula.
Sebaliknya, variabel persentase lahan hutan dalam
wilayah sungai, jumlah air per orang per tahun, dan
tinggi aliran limpasan rata-rata sama-sama
memiliki nilai proyeksi negatif pada Komponen
Utama Pertama. Ketiga variabel dalam kelompok
Lestari ini dapat dipandang sebagai indikasi belum
berkembangnya sosial-ekonomi suatu wilayah
sungai. Ketiga variabel ini juga menunjukkan
tingkat konservasi atau kelestarian sumber daya air
yang tinggi. Wilayah sungai yang lestari, dengan
konservasi yang baik, akan memiliki nilai
persentase luas hutan di dalam wilayah sungai yang
tinggi, tinggi aliran debit alami yang besar, dan
jumlah air per orang per tahun yang tinggi pula.
Dengan demikian Komponen Utama Pertama ini
menyatakan tingkat berkembangnya sosialekonomi suatu wilayah sungai. Semakin tinggi nilai
suatu wilayah sungai pada Komponen Utama
Pertama ini maka semakin berkembang pula sosialekonomi wilayah sungai yang bersangkutan, yang
dicirikan dengan tingginya perbandingan antara
penggunaan air dengan jumlah air tersedia;
tingginya fluktuasi debit musim hujan dan kemarau
yang tipikal kawasan perkotaan; tingginya jumlah
kapasitas waduk serta persentase luas lahan irigasi
terhadap luas wilayah sungai; yang seiring dengan
rendahnya proporsi hutan, jumlah air per orang per
tahun, serta debit rerata limpasan.

Komponen Utama

KU 1

KU 2

Kandungan Informasi Kumulatif

46%

64%

Jumlah Tampungan Waduk

26%

-52%

Indeks Penggunaan Air (IPA)

44%

-15%

Koefisien Variasi Limpasan (Cv)

47%

2%

Rerata limpasan (Qrerata)

-29%

-56%

Persentase lahan irigasi

36%

-49%

Persentase lahan hutan

-41%

-24%

Interpretasi Komponen Utama Kedua

Jumlah air/orang/tahun
Sumber: hasil analisis, 2017

-37%

-30%

Proyeksi semua variabel pada Komponen Utama
Kedua memiliki nilai negatif, kecuali variabel
koefisien variasi debit limpasan yang nilainya
sedikit positif mendekati nol. Hal ini menunjukkan
5

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

bahwa koefisien variasi debit limpasan tidak
berperan terhadap Komponen Utama Kedua.
Variabel yang paling berperan secara negatif
terhadap Komponen Utama Kedua adalah rerata
limpasan, dan dua variabel dari Kelompok
Infrastruktur, yaitu jumlah tampungan waduk, dan
persentase irigasi.

fisiknya, sebab dari segi infrastruktur tertinggal
sementara kondisi ketersediaan air alami juga
minim.

Posisi Wilayah Sungai pada Komponen
Utama
Posisi wilayah sungai pada bidang yang dibentuk
oleh Komponen Utama Pertama sebagai sumbu-X
dan Komponen Utama Kedua sebagai sumbu-Y
disajikan pada Gambar 3 dengan tematik pengelola
wilayah sungai, dan pada Gambar 4 dengan tematik
pulau. Absis sumbu-X menyatakan tingkat
berkembangnya dibandingkan dengan konservasi
atau kelestarian suatu wilayah sungai, dan ordinat
sumbu-Y
berkaitan
dengan
ketinggalan
infrastruktur bersamaan dengan rendahnya
ketersediaan air alami.

Hal ini menunjukkan bahwa wilayah sungai yang
memiliki skor tinggi pada Komponen Utama Kedua
adalah wilayah sungai dengan kondisi ketersediaan
air alami yang terbatas, tidak ada bendungan dan
minim sawah irigasi. Dengan lain perkataan
merupakan wilayah sungai yang relatif kurang
berkembang dan air yang ada secara alami
jumlahnya relatif minim. Dengan demikian, wilayah
sungai dengan skor yang tinggi pada Komponen
Utama Kedua perlu diprioritaskan pembangunan

WS BENANAIN

KU 2
2

WS FLORES

WS KEPULAUAN SERIBU

WS KEPULAUAN BANGGAI
WS ACEH-MEUREUDU
WS MAHAKAM
1
WS BONGKA-MENTAWA
WS AMBON-SERAM
WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA

-5

-4

-3

-2

-1

0
0
WS WOYLA-BATEUE
WS PAWAN

WS KAHAYAN
WS KAMUNDAN-SEBYAR

1

2

3

4

KU 1

5

6

7

WS BONDOYUDO-BEDADUNG

WS BATANGHARI

WS BENGAWAN SOLO
WS BALI-PENIDA

WS CISADEA-CIBARENO

-1

WS JRATUNSELUNA
WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA
WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA

WS SERAYU-BOGOWONTO

-2

WS KAYAN

WS KEPULAUAN RIAU

-3
WS CIMANUK-CISANGGARUNG
Pengelola Wilayah Sungai

-4

Pusat
(64)
Provinsi (52)
Kab/Kota (12)

-5

-6

WS CITARUM

Gambar 3. Posisi wilayah sungai menurut pengelolanya pada Komponen Utama 1 dan 2
Sumber: hasil analisis, 2017
Pada
absis
sumbu-X
yang
menyatakan
perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai,
secara umum wilayah sungai dengan kewenangan
Pusat lebih banyak berada pada ekstrem kanan,
yaitu Wilayah Sungai Citarum, Lombok, Bali-Penida,
Jratunseluna,
Cimanuk-Cisanggarung
dan
Bengawan Solo. Namun demikian ada pula wilayah
sungai kewenangan provinsi dan kabupaten/kota
yang juga sudah sangat berkembang, yaitu Wilayah
Sungai Welang-Rejoso, Wiso-Gelis (kewenangan

Kabupaten), Pekalen-Sampean, dan Pemali-Comal.
Sementara pada ordinat yang menyatakan kondisi
kekurangan air dan infrastruktur irigasi dan
bendungan,
wilayah
sungai
kewenangan
Kabupaten/Kota yang memiliki luas yang minim,
pada umumnya memiliki nilai ordinat yang positif,
yang menandakan dalam kondisi kurangnya
infrastruktur dan minimnya ketersediaan air.

6

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Gambar 4 yang menyajikan posisi wilayah sungai
secara tematik pulau. Hampir seluruh wilayah
sungai di Jawa berada di bagian kanan bawah,
artinya aspek sosial-ekonomi telah berkembang,
dengan infrastruktur irigasi dan bendungan, serta
kondisi ketersediaan air yang relatif banyak.
Wilayah sungai yang terletak di bagian kanan
bawah tersebut antara lain adalah Wilayah Sungai
Citarum, Cimanuk-Cisanggarung, Jratunseluna, BaliPenida, Lombok, dan Bengawan Solo.
Wilayah sungai yang terletak di Pulau Sumatera,
Kalimantan, Maluku, dan Papua umumnya berada di
sisi sebelah kiri, menandakan masih lestari dan
belum berkembang. Wilayah Sungai di Maluku
umumnya berada di kiri atas, yang berarti belum
berkembang, minim infrastruktur, dan relatif
terbatas ketersediaan airnya, sedangkan wilayah
sungai di Sumatera, Kalimantan dan Papua
umumnya berada di sisi kiri bawah, namun tidak
terlalu bawah, yang mengindikasikan adanya
infrastruktur irigasi dan bendungan atau
ketersediaan air yang tinggi. Wilayah sungai yang
berada di Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi
umumnya berada di bagian atas, dan kecuali
wilayah sungai Bali-Penida dan Lombok, semuanya
berada yang di bagian kanan atas, menunjukkan
bahwa selain dari kondisi air yang relatif terbatas,
sosial-ekonomi
telah
berkembang,
namun
infrastruktur irigasi dan bendungan masih perlu
ditingkatkan.

Peta Wilayah Sungai menurut Komponen
Utama
Skor masing-masing wilayah sungai pada
Komponen Utama Pertama yang memuat

kandungan informasi 46% disajikan pada Error!
Reference source not found.. Terlihat bahwa
wilayah sungai yang paling berkembang adalah
Wilayah Sungai Citarum, yang disusul oleh Wilayah
Sungai Lombok, Jratunseluna, Welang-Rejoso, BaliPenida, Wiso-Gelis, Bengawan Solo, CimanukCisanggarung, Ciliwung-Cisadane, dan Brantas.
Sedangkan wilayah sungai yang paling belum
berkembang adalah wilayah sungai di Papua dan
Kalimantan, yaitu Wilayah Sungai Kayan, Sesayap,
Einlanden-Digul-Bikuma, Wapoga-Mimika, Omba,
Mamberamo-Tami-Apauvar,
dan
KamundanSebyar.
Wilayah sungai dengan nilai skor tertinggi pada
Komponen Utama Kedua, merupakan wilayah
sungai dengan tinggi aliran limpasan yang minim,
berarti kondisi ketersediaan air yang terbatas
secara alami, dan minim infrastruktur irigasi dan
bendungan.
Wilayah
sungai
yang
perlu
dikembangkan ini pada umumnya terletak di bagian
Timur Indonesia, dan berupa kepulauan, antara lain
adalah Wilayah Sungai Benanain, Flores Timur
Kepulauan Lembata-Alor, Noelmina, Sumba,
Kepulauan Seribu, Madura-Bawean, dan Muna.
Sedangkan wilayah sungai dengan nilai rendah pada
Komponen Utama Kedua, merupakan wilayah
sungai dengan ketersediaan air alami yang besar,
dan/atau pengembangan infrastruktur irigasi dan
bendungan relatif sudah banyak. Wilayah sungai
dalam katagori ini adalah Wilayah Sungai Citarum,
Cimanuk-Cisanggarung, Kayan, Siberut-PagaiSipora,
Serayu-Bogowonto,
Einlanden-DigulBikuma, Wapoga-Mimika, Jratunseluna, Sesayap,
dan Pemali-Juana.

7

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

WS BENANAIN

KU 2
2

WS FLORES

WS KEPULAUAN SERIBU

WS KEPULAUAN BANGGAI
WS ACEH-MEUREUDU
WS MAHAKAM
WS1BONGKA-MENTAWA
WS AMBON-SERAM
WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA

-5

-4

-3

-2

-1

0
0
WS WOYLA-BATEUE
WS PAWAN

WS KAHAYAN
WS KAMUNDAN-SEBYAR

1

2

3

4

KU 1

5

6

7

WS BONDOYUDO-BEDADUNG

WS BATANGHARI

WS BENGAWAN SOLO
WS BALI-PENIDA

WS CISADEA-CIBARENO

-1

WS JRATUNSELUNA
WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA
WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA

WS SERAYU-BOGOWONTO

-2

WS KAYAN

WS KEPULAUAN RIAU

-3
WS CIMANUK-CISANGGARUNG
Pulau
Sumatera
Jaw a
Kalimantan
Sulaw esi
Bali Nusa Tenggara
Maluku
Papua

(45)
(24)
(17)
(8)
(22)
(7)
(5)

-4

-5

-6

WS CITARUM

Gambar 4. Posisi wilayah sungai menurut pulau pada Komponen Utama 1 dan 2
Sumber: hasil analisis, 2017

Komponen Utama Pertama
1.3 to 5.7
0.1 to 1.3
-0.6 to 0.1
-1.1 to -0.6
-4.9 to -1.1

(29)
(21)
(22)
(26)
(29)

Gambar 5. Skor Wilayah Sungai pada Komponen Utama Pertama
Sumber: hasil analisis, 2017

8

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Komponen Utama Kedua
0.76 to 2.13
0.34 to 0.76
-0.09 to 0.34
-0.72 to -0.09
-6.3 to -0.72

(26)
(26)
(21)
(27)
(27)

Gambar 6. Skor Wilayah Sungai pada Komponen Utama Kedua
Sumber: hasil analisis, 2017

Pengelompokan Wilayah Sungai
Berkembang, Basah, Infrastruktur optimal
Berkembang, Kering, Infrastruktur minim
Belum berkembangi, Kering, Infrastruktur minim
Belum berkembang, Air berlimpah

(25)
(30)
(39)
(34)

Gambar 7. Pengelompokan Wilayah Sungai
Sumber: hasil analisis, 2017

Pengelompokan Wilayah Sungai
Berdasarkan bidang yang dibentuk dari Komponen
Utama Pertama dan Komponen Utama Kedua,
terdapat empat kuadran yang menunjukkan
pengelompokan wilayah sungai, yaitu:
1) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan
minim infrastruktur atau ketersediaan air yang
terbatas, yaitu wilayah sungai yang berada di
dalam kuadran I, dibentuk oleh Komponen
Utama Pertama positif (berkembang) dan
Komponen Utama Kedua positif (ketersediaan
air atau infrastruktur minim), antara lain

wilayah sungai Wiso-Gelis, Kepulauan Seribu,
Madura-Bawean, Pekalen-Sampean, Flotim
Kepulauan-Lembata-Alor, Noelmina, Benanain,
Sumba, Kepulauan Karimunjawa, dan Flores.
Pembangunan infrastruktur sangat diperlukan
untuk mengatasi kondisi air yang terbatas pada
wilayah yang telah berkembang.
2) Kelompok sosial-ekonomi belum berkembang
dan minim infrastruktur dan ketersediaan air,
yaitu wilayah sungai yang berada di dalam
kuadran II, dibentuk oleh Komponen Utama
Pertama negatif dan Komponen Utama Kedua
9

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

positif, antara lain wilayah sungai Berau-Kelai,
Bukit Batu, Mahakam, Lambunu-Buol, Enggano,
Randangan, Kendilo, Halmahera Selatan, AlasSingkil, Karangan, Guntung-Kateman, dan
Bengkalis-Meranti. Pada kelompok dengan
jumlah air terbatas ini diperlukan pembangunan
infrastruktur secara selektif.
3) Kelompok sosial-ekonomi belum berkembang
dengan air yang berlimpah, berada di dalam
kuadran III, dibentuk oleh Komponen Utama
Pertama negatif dan Komponen Utama Kedua
negatif, termasuk sebagian besar wilayah sungai
di Papua dan Kalimantan. Pengembangan
sumber daya air dapat dilakukan pada wilayah
sungai dengan air yang berlimpah, dengan
memperhatikan keberlanjutannya, misalnya
antara lain jika dibangun Pembangkit Listrik
Tenaga Air harus jelas pemanfaatannya, serta
pengembangan irigasi perlu memperhatikan
tenaga kerja yang tersedia,
4) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan
infrastruktur maksimal, yaitu wilayah sungai
yang berada di dalam kuadran IV, dibentuk oleh
Komponen
Utama
Pertama
positif
(berkembang) dan Komponen Kedua negatif
(infrastruktur dan ketersediaan air maksimal),
antara lain adalah wilayah sungai Citarum,
Lombok, Cimanuk-Cisanggarung, Jratunseluna,
Bali-Penida, Welang-Rejoso, Bengawan Solo, dan
Ciliwung-Cisadane. Pada kelompok wilayah
sungai yang telah dimanfaatkan secara optimal
ini, pengelolaan wilayah sungai lebih dititikberatkan pada operasi, pemeliharaan, dan
konservasi.
Daftar lengkap dari keempat kelompok wilayah
sungai, beserta koordinatnya pada kedua
Komponen Utama, serta jarak ke titik nol disajikan
secara urut terhadap jarak ke titik nol, pada
Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 4. Jarak ke
titik nol menyatakan prioritas atau urgensi wilayah
sungai tersebut.

KESIMPULAN
Dari kajian Analisis Komponen Utama pada 128
wilayah sungai di Indonesia, dengan 7 variabel
persentase hutan, persentase irigasi, jumlah
kapasitas waduk, Indeks Penggunaan Air, Jumlah
air/orang/tahun, tinggi limpasan rerata, dan
koefisien variasi limpasan antar bulan, diperoleh
tiga kelompok variabel, yaitu (a) Kelompok Lestari,
yang terdiri atas persentase hutan, tebal rerata
aliran limpasan, dan jumlah air/orang/tahun; (b)
Kelompok Tekanan Air, yaitu variabel Indeks
Penggunaan Air dan koefisien variasi limpasan; dan
(c) Kelompok Infrastruktur, yaitu variabel
persentase irigasi dan jumlah kapasitas tampungan
waduk.

Komponen Utama Pertama menyatakan tingkat
perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai, dan
Komponen Utama Kedua mencirikan minimnya
infrastruktur dan ketersediaan air. Kedua
Komponen Utama ini mengandung 64% dari
seluruh informasi pada ketujuh variabel yang dikaji.
Koordinat wilayah sungai pada Komponen Utama
Pertama
menunjukkan
posisi
tingkat
berkembangnya sosial-ekonomi suatu wilayah
sungai, sedangkan pada Komponen Utama Kedua
menyatakan tingkat urgensi pengembangan
wilayah sungai.
Berdasarkan bidang yang dibentuk dari kedua
Komponen Utama, dapat dibagi 4 buah kuadran
yang menyatakan kelompok wilayah sungai, yaitu
(1) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan
infrastruktur maksimal, antara lain wilayah sungai
Citarum, Lombok, Ciliwung-Cisadane, dan BaliPenida; (2) Kelompok sosial-ekonomi berkembang
dengan infrastruktur dan ketersediaan air yang
terbatas, antara lain wilayah sungai MaduraBawean, Benanain, dan Noelmina; (3) Belum
berkembang,
dengan
infrastruktur
dan
ketersediaan air terbatas, antara lain wilayah sungai
Berau-Kelai dan Halmahera Selatan; dan (4) Belum
berkembang dengan ketersediaan air yang
berlimpah, yaitu pada wilayah sungai di Papua dan
Kalimantan.
Pengelompokan dan urutan skor wilayah sungai
pada komponen utama telah memberikan arah dan
prioritas kebijakan pengelolaan sumber daya air
nasional. Untuk penelitian selanjutnya disarankan
untuk menggunakan lebih banyak variabel yang
mencakup kondisi sosial-ekonomi, dan budaya
masyarakat pada wilayah sungai.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan pada pimpinan
Puslitbang Sumber Daya Air yang telah
mempercayakan kami untuk melaksanakan
penelitian mengenai strategi pengelolaan sumber
daya air pada wilayah sungai, di tahun anggaran
2014.

DAFTAR PUSTAKA
Adidarma, W. K., Martawati, L., Subrata, O., & Levina.
(2011). Mitigasi kekeringan. Jakarta: Badan
Litbang Pekerjaan Umum.
Bishop, C. M. (2006). Pattern Recognition and
Machine Learning. (M. Jordan, J. Kleinberg, &
B.Scholkopf, Eds.), Information Science and
Statistics (Vol. 16). New York: Springer.
https://doi.org/10.1117/1.2819119
Chu, K., Liu, W., She, Y., Hua, Z., Tan, M., Liu, X., … Jia,
Y. (2018). Modified Principal Component
10

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Analysis for Identifying Key Environmental
Indicators and Application to a Large-Scale
Tidal Flat Reclamation. Water, 10(1), 69.
https://doi.org/10.3390/w10010069
Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air.
(2016). Penyusunan Peta Ketersediaan Air.
Jakarta.
Falkenmark, M. (2013). Adapting to climate change:
towards societal water security in dry-climate
countries. International Journal of Water
Resources Development, 29(2), 123–136.
https://doi.org/10.1080/07900627.2012.72
1714
Fang, S., Jia, R., Tu, W., & Sun, Z. (2017). Assessing
factors driving the change of irrigation wateruse efficiency in China based on geographical
features.
Water
(Switzerland),
9(10).
https://doi.org/10.3390/w9100759
Gajbhiye, S., Sharma, S. K., & Awasthi, M. K. (2015).
Application of Principal Components Analysis
for Interpretation and Grouping of Water
Quality Parameters. International Journal of
Hybrid Information Technology, 8(4), 89–96.
Gómez-Palacios, D., Torres, M. A., & Reinoso, E.
(2016). Flood mapping through principal
component analysis of multitemporal satellite
imagery considering the alteration of water
spectral properties due to turbidity
conditions. Geomatics, Natural Hazards and
Risk,
0(0),
1–17.
https://doi.org/10.1080/19475705.2016.12
50115
Hammoumi, N. E. L., Sinan, M., Lekhlif, B., & Lakhdar,
M. (2013). Use of multivariate statistical and
geographic information system ( GIS ) -based
approach to evaluate ground water quality in
the irrigated plain of Tadla ( Morocco ).
International Journal of Water Resources and
Environmen Tal Engineering, 5(February), 77–
93. https://doi.org/10.5897/IJWREE12.078
Hatmoko, W., Radhika, Purnama, B., Firmansyah, R.,
& Fathoni, A. (2015). Pengelompokan wilayah
sungai di Indonesia dengan analisis
komponen utama. In Prosiding Pertemuan
Ilmiah Tahunan HATHI XXXII. Malang:
Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia
(HATHI).
Jolliffe, I. T., & Cadima, J. (2016). Principal
component analysis: a review and recent
developments. Philosophical Transactions.
Series A, Mathematical, Physical, and
Engineering Sciences, 374(2065), 20150202.
https://doi.org/10.1098/rsta.2015.0202
Karamizadeh, S., Abdullah, S. M., Manaf, A. A.,
Zamani, M., & Hooman, A. (2013). An Overview
of Principal Component Analysis. Journal of
Signal and Information Processing, 4(August),
173–175.
https://doi.org/10.4236/jsip.2013.43B031
Li, Q., Zeng, M., Wang, H., Li, P., Wang, K., & Yu, M.

(2015). Drought assessment using a
multivariate drought index in the Huaihe
River basin of Eastern China. IAHS-AISH
Proceedings and Reports, 369, 61–67.
https://doi.org/10.5194/piahs-369-61-2015
Liu, C., Wang, R., Zhang, X., Cheng, C., Song, H., & Hu,
Y. (2017). Comparative analysis of water
resources carrying capacity based on principal
component analysis in Beijing-Tianjin-Hebei
region from the perspective of urbanization,
30012,
30012.
https://doi.org/10.1063/1.4971934
Othman, M., Ash’aari, Z. H., & Mohamad, N. D. (2015).
Long-term Daily Rainfall Pattern Recognition:
Application of Principal Component Analysis.
Procedia Environmental Sciences, 30, 127–132.
https://doi.org/10.1016/j.proenv.2015.10.02
2
Sahnoun, H., Serbaji, M. M., Karray, B., & Medhioub,
K. (2013). Olive Mill Waste Water
Management Study by Using Principal
Component Analysis. International Journal of
Geosciences,
4(2),
444–453.
https://doi.org/10.4236/ijg.2013.42041
Sharma, S. K., Gajbhiye, S., & Tignath, S. (2015).
Application of principal component analysis in
grouping geomorphic parameters of a
watershed for hydrological modeling. Applied
Water
Science,
5(1),
89–96.
https://doi.org/10.1007/s13201-014-01701
Togue, F. K., Kuate, G. L. O., & Oben, L. M. (2017).
Physico-Chemical characterization of the
surface water of Nkam River using the
Principal Component Analysis, 8(6), 1910–
1920.

11

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Lampiran 1. Wilayah Sungai sosial ekonomi- berkembang dengan infrastruktur dan banyak air
No.

Nama Wilayah Sungai

KU-1

KU-2

Jarak

1

WS CITARUM

5.63

-6.30

8.44

2

WS LOMBOK

4.77

-0.83

4.84

3

WS CIMANUK-CISANGGARUNG

3.04

-3.44

4.59

4

WS JRATUNSELUNA

4.09

-1.43

4.33

5

WS BALI-PENIDA

3.93

-0.85

4.02

6

WS WELANG-REJOSO

3.95

-0.64

4.00

7

WS BENGAWAN SOLO

3.08

-0.54

3.13

8

WS CILIWUNG-CISADANE

3.01

-0.21

3.02

9

WS BRANTAS

2.82

-0.94

2.97

10

WS KEPULAUAN RIAU

1.32

-2.55

2.87

11

WS PEMALI-COMAL

2.49

-1.30

2.81

12

WS SEPUTIH-SEKAMPUNG

2.20

-0.76

2.33

13

WS SERAYU-BOGOWONTO

1.22

-1.86

2.22

14

WS BONDOYUDO-BEDADUNG

2.14

-0.25

2.16

15

WS JENEBERANG

2.07

-0.48

2.12

16

WS BELAWAN-ULAR-PADANG

1.91

-0.13

1.92

17

WS PROGO-OPAK-SERANG

1.64

-0.03

1.64

18

WS CITANDUY

0.83

-1.03

1.32

19

WS CISADEA-CIBARENO

0.10

-1.05

1.06

20

WS POMPENGAN-LARONA

0.11

-0.99

1.00

21

WS BENGKULU-ALAS-TALO

0.03

-0.75

0.75

22

WS CIWULAN-CILAKI

0.26

-0.56

0.62

23

WS PENGABUAN-LAGAN

0.37

-0.43

0.57

24

WS CIDANAU-CIUJUNG-CIDURIAN

0.39

-0.41

0.56

0.17

-0.03

0.17

25 WS CILIMAN-CIBUNGUR
Sumber: hasil analisis, 2017

12

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Lampiran 2. Wilayah Sungai sosial-ekonomi berkembang namun minim infrastruktur dan air
No.

Nama Wilayah Sungai

KU-1

KU-2

Jarak

1

WS WISO-GELIS

3.50

0.17

3.51

2

WS KEPULAUAN SERIBU

2.79

1.69

3.26

3

WS MADURA-BAWEAN

2.28

1.68

2.84

4

WS PEKALEN-SAMPEAN

2.72

0.41

2.75

5

WS FLOTIM KEPULAUAN-LEMBATA-ALOR

1.68

2.11

2.70

6

WS NOELMINA

1.73

2.06

2.69

7

WS BENANAIN

1.59

2.12

2.65

8

WS SUMBA

1.71

2.02

2.65

9

WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA

2.53

0.53

2.59

10

WS FLORES

1.67

1.81

2.46

11

WS BARU-BAJULMATI

2.30

0.22

2.31

12

WS SUMBAWA

2.24

0.25

2.26

13

WS MUNA

0.43

1.66

1.72

14

WS POLEANG-RORAYA

0.70

1.39

1.56

15

WS BODRI-KUTO

1.54

0.06

1.54

16

WS KEPULAUAN BANGGAI

0.34

1.49

1.53

17

WS LIMBOTO-BOLANGO-BONE

0.41

1.44

1.50

18

WS ACEH-MEUREUDU

0.79

1.19

1.43

19

WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR

0.10

1.37

1.37

20

WS PAGUYAMAN

0.51

1.24

1.34

21

WS WALANAE-CENRANAE

1.23

0.34

1.28

22

WS PASE-PEUSANGAN

0.71

1.06

1.27

23

WS BUTON

0.02

1.01

1.01

24

WS BAH BOLON

0.60

0.74

0.95

25

WS POIGAR-RANOYAPO

0.30

0.87

0.92

26

WS MESUJI-TULANG BAWANG

0.79

0.26

0.84

27

WS DUMOGA-SANGKUB

0.15

0.64

0.66

28

WS SADDANG

0.48

0.25

0.54

29

WS TOBA-ASAHAN

0.24

0.04

0.24

0.10

0.08

0.13

30 WS HALMAHERA UTARA
Sumber: hasil analisis, 2017

13

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Lampiran 3. Wilayah Sungai belum berkembang dengan sedikit air dan infrastruktur
No.

Nama Wilayah Sungai

KU-1

KU-2

Jarak

1

WS BERAU-KELAI

-2.00

0.25

2.02

2

WS BUKIT BATU

-1.73

0.04

1.73

3

WS MAHAKAM

-1.17

1.06

1.58

4

WS LAMBUNU-BUOL

-0.47

1.27

1.35

5

WS ENGGANO

-1.25

0.42

1.32

6

WS RANDANGAN

-0.36

1.26

1.31

7

WS KENDILO

-1.06

0.76

1.31

8

WS HALMAHERA SELATAN

-0.87

0.88

1.24

9

WS ALAS-SINGKIL

-1.21

0.11

1.21

10

WS KARANGAN

-0.71

0.98

1.21

11

WS GUNTUNG-KATEMAN

-0.99

0.38

1.06

12

WS BENGKALIS-MERANTI

-1.00

0.32

1.05

13

WS KEPULAUAN KEI-ARU

-0.54

0.88

1.03

14

WS PARIGI-POSO

-0.95

0.38

1.02

15

WS PALU-LARIANG

-0.73

0.71

1.02

16

WS KUBU

-0.94

0.39

1.01

17

WS BANGKA

-0.93

0.37

1.00

18

WS BELITUNG

-0.92

0.38

0.99

19

WS KALUKKU-KARAMA

-0.90

0.39

0.98

20

WS SIMEULUE

-0.96

0.14

0.97

21

WS ROKAN

-0.87

0.43

0.97

22

WS CENGAL-BATULICIN

-0.82

0.44

0.93

23

WS SEMANGKA

-0.21

0.91

0.93

24

WS PULAU LAUT

-0.50

0.73

0.89

25

WS MEMPAWAH

-0.81

0.35

0.88

26

WS SIAK

-0.71

0.46

0.85

27

WS INDRAGIRI-AKUAMAN

-0.80

0.26

0.85

28

WS BONGKA-MENTAWA

-0.28

0.79

0.84

29

WS TONDANO-SANGIHE-TALAUD-MIANGAS

-0.23

0.80

0.83

30

WS AMBON-SERAM

-0.63

0.54

0.83

31

WS JAMBO AYE

-0.01

0.79

0.79

32

WS KEPULAUAN SULA-OBI

-0.32

0.69

0.76

33

WS SAMBAS

-0.63

0.43

0.76

34

WS RETEH

-0.59

0.45

0.74

35

WS BARUMUN-KUALUH

-0.36

0.58

0.68

36

WS LASOLO-KONAWEHA

-0.14

0.58

0.60

37

WS WAMPU-BESITANG

-0.31

0.36

0.47

38

WS MUSI-SUGIHAN-BANYUASIN

-0.16

0.32

0.36

-0.17

0.14

0.22

39 WS BURU
Sumber: hasil analisis, 2017

14

Jurnal Sosek pekerjaan Umum, Vol. 10.1, April 2018, hal 1 - 15

Lampiran 4. Wilayah Sungai belum berkembang dan banyak air
No.

Nama Wilayah Sungai

KU-1

KU-2

Jarak

1

WS KAYAN

-4.81

-2.40

5.37

2

WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA

-3.43

-1.63

3.80

3

WS SESAYAP

-3.46

-1.31

3.70

4

WS WAPOGA-MIMIKA

-3.36

-1.44

3.66

5

WS OMBA

-3.35

-1.00

3.49

6

WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA

-2.78

-2.02

3.44

7

WS MAMBERAMO-TAMI-APAUVAR

-3.13

-0.94

3.27

8

WS KAMUNDAN-SEBYAR

-2.95

-1.08

3.14

9

WS SERUYAN

-2.19

-0.56

2.26

10

WS KAPUAS

-2.00

-0.61

2.09

11

WS MENTAYA-KATINGAN

-2.00

-0.61

2.09

12

WS KAHAYAN

-1.84

-0.82

2.01

13

WS SILAUT-TARUSAN

-1.64

-1.00

1.92

14

WS PAWAN

-1.81

-0.54

1.89

15

WS JELAI-KENDAWANGAN

-1.77

-0.30

1.80

16

WS RAWA

-1.74

-0.13

1.75

17

WS SEBELAT-KETAHUN-LAIS

-1.36

-0.89

1.62

18

WS LAA-TAMBALAKO

-1.48

-0.66

1.62

19

WS TERAMANG-MUAR

-1.44

-0.72

1.61

20

WS BARU-KLUET

-1.46

-0.09

1.46

21

WS TEUNOM-LAMBEUSO

-1.05

-0.81

1.33

22

WS KAMPAR

-1.04

-0.64

1.22

23

WS BT.ANGKOLA-BT.GADIS

-1.17

-0.13

1.18

24

WS BARITO

-1.16

-0.05

1.16

25

WS TOWARI-LASUSUA

-1.07

-0.43

1.16

26

WS SIBUNDONG-BATANG TORU

-1.13

-0.13

1.14

27

WS WOYLA-BATEUE

-1.11

-0.25

1.13

28

WS BT.NATAL-BT.BATAHAN

-1.04

-0.40

1.12

29

WS MASANG-PASAMAN

-0.71

-0.44

0.84

30

WS NASAL-PADANG GUCI

-0.75

-0.17

0.77

31

WS CIBALIUNG-CISAWARNA

-0.51

-0.48

0.70

32

WS NIAS

-0.66

-0.05

0.66

33

WS TAMIANG-LANGSA

-0.07

-0.64

0.64

-0.04

-0.52

0.52

34 WS BATANGHARI
Sumber: hasil analisis, 2017

15