variasi pengaruh peer pressure terhadap

“Apakah pengaruh tekanan sebaya negatif di kalangan remaja bervariasi terhadap latar
belakang sosial-ekonomi keluarga?”
Proses pencarian identitas adalah hal yang harus dilakukan oleh seorang individu dalam
melewati masa remajanya. Akan tetapi, tidak sedikit remaja yang mengalami kegagalan dalam
proses pencarian identitas tersebut dan mengarahkan mereka kepada penyimpangan sosial.
Penyimpangan tersebut diyakini sebagai hasil interaksi remaja dengan kelompoknya yang
menimbulkan tekanan sebaya negatif dalam diri remaja tersebut. Belakangan ini sering terjadi
fenomena kenakalan remaja yang dilakukan oleh seorang atau kelompok remaja dari kalangan
sosial-ekonomi yang tinggi dan juga tindak kriminal yang dilakukan oleh kelompok remaja dari
kalangan sosial-ekonomi rendah. Menurut banyak penelitian, fenomena kenakalan remaja ini
terjadi karena berbagai macam alasan. Salah satunya adalah tekanan sebaya negatif. Sampai saat
ini, sudah banyak penelitian yang dilakukan tentang pengaruh tekanan sebaya negatif terhadap
remaja, akan tetapi baru beberapa yang meneliti tentang hubungannya dengan status sosialekonomi (SSE) yang dimiliki oleh seorang remaja. Peneliti memiliki dugaan bahwa …,untuk
memperkuat gugaan tersebut, penulis melakukan studi literature yang hasilnya kemudian
dituangkan kedalam makalah ini.Makalah ini bertujuan untuk mencari tahu ada atau tidaknya
hubungan antara tekanan sebaya dan kondisi sosial-ekonomi remaja, ditinjau dari pengaruh
tekanan sebaya negatif yang sering kali muncul diantara para remaja, penyebab dari tekanan
sebaya itu sendiri dan hubungannya dengan latar belakang sosial-ekonomi remaja yang
terpengaruh oleh tekanan sebaya tersebut.
Pendahuluan
Masa remaja adalah tahap perkembangan individu yang mana pada masa tersebut seseorang

sedang mencari jati dirinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Erikson dalam Santrock (2008), pada
masa remaja seseorang mengalami tahapan perkembangan identitas vs. kebingungan identitas. Proses
pencarian identitas tersebut dialami oleh remaja bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan
fisik karena pubertas. Hal unik lainnya yang muncul pada masa remaja ini adalah seorang remaja

cenderung jauh lebih dekat dan lebih sering berkumpul dengan teman-temannya daripada keluarga,
sehingga kemungkinan seorang remaja terpengaruhi oleh teman-temannya menjadi lebih besar.
Condry, Simon,& Bronfenbrenner dalam investigasinya bahkan menemukan bahwa pada umumnya
remaja menghabiskan waktu bersama teman-temannya 2(dua) kali lebih banyak daripada bersama
orang tua mereka dalam sehari(Santrock,2008).
Interaksi dengan teman disekolah dan dilingkungan sekitar, cenderung membawa seorang
remaja untuk lebih banyak berinteraksi dengan remaja lain yang berusia sama. Teman yang seperti ini
dalam konteks sehari-hari sering disebut sebagai teman sebaya atau dalam istilah asingnya adalah
peer. Peers sendiri diartikan sebagai” individu yang memiliki usia yang sama atau berada pada
tingkat kematangan yang sama” (Santrock,2008,p.142). Interaksi dengan teman sebaya dibutuhkan
oleh remaja untuk mengalami perkembangan sosial yang normal. Meskipun interaksi dengan teman
sebaya ini penting, Akan tetapi interaksi dengan teman sebaya secara langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan dampak negatif bagi remaja, seperti interaksi sosial yang tidak sehat dan
perilaku menyimpang, serta kenakalan kelompok remaja. Dampak-dampak negatif tersebut, sebagian
besar muncul bukan karena keinginan dari dalam diri remaja sendiri, akan tetapi dari ajakan atau

tuntutan teman atau kelompok. Hal inilah yang disebut dengan tekanan sebaya atau peer pressure.
Menurut Santrock (2008), peer pressure bisa mendatangkan hal yang positif maupun hal yang negatif,
tergantung dari lingkungan pergaulan remaja. Akan tetapi dalam faktanya, peer pressure lebih sering
mendatangkan hal negatif bagi para remaja (Boujlaleb,2006), hal ini bisa dilihat dari banyaknya
remaja yang berperilaku menyimpang dari pada remaja yang berprestasi.
Faktor yang diduga kuat paling berpengaruh dalam munculnya tekanan sebaya negatif di
kalangan remaja adalah hubungan pertemanan yang menyimpang (Ferguson&Horwood, 1999)
menurut Ferguson&Horwood, paling sedikit ada 2 proses dimana hubungan pertemanan bisa
mempengaruhi perilaku seorang remaja. Pertama melalui tekanan sebaya yang secara langsung
maupun tidak langsung membentuk perilaku remaja dan Kedua melalui hubungan yang disebabkan
karena remaja yang memiliki hubungan yang tidak baik dengan keluarga terdukung oleh adanya
pertemanan dengan kelompok remaja yang menyimpang. Kedua proses tersebut melibatkan faktor

tekanan sebaya yang kuat didalamnya. Malah, dapat dikatakan pula bahwa hubungan pertemanan
yang menyimpang ini merupakan penentu jenis peer pressure yang didapat oleh remaja dari temantemannya.
Hasil penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan adanya hubungan yang kuat antara
tekanan sebaya dengan beberapa tindakan penyimpangan sosial. Menurut data penelitian yang
dihimpun oleh CFERT (Colorado Family Education, Research and Training), tekanan sebaya di
kalangan remaja dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan penyimpangan sosial seperti:
memakai narkoba, merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini dikuatkan oleh

penelitian-penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Allen, Hare, Antonishak, Szwedo&Schad(2007)
terhadap 97 remaja dan teman baik mereka pada usia 15 tahun dan penelitian yang dilakukan oleh
Armengol&Jackson(2008) yang menunjukan hal yang serupa dengan temuan CFERT. Kondisi ini
tidak beda jauh dengan remaja di Indonesia, meskipun budaya masyarakat Indonesia yang sopan dan
tergolong ketat, tekanan sebaya ternyata cukup kuat untuk membuat remaja di Indonesia melakukan
tindakan memakai narkoba, merokok dan konsumsi minuman keras(Nurina,2010).
Meskipun banyak penelitian yang menyatakan bahwa tindakan penyimpangan sosial remaja
terjadi karena tekanan sebaya, banyak pula penelitian yang menunjukan bahwa peran faktor keluarga
dan lingkungan sosial yang tidak baik juga memainkan peran yang kuat dalam menyebabkan seorang
remaja melakukan tindakan menyimpang. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa perilaku orang tua
terhadap anaknya dan pengaruh lingkungan sosial adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari
kompleksitas perkembangan remaja. Tidak adanya peran keluarga yang baik dan lingkungan
pergaulan yang tidak sehat adalah faktor kuat penyebab remaja mengkonsumsi narkoba, merokok, dan
mengkonsumsi minuman beralkohol (Helmi&Komalasari, 2005); (Widianti, 2007).
Seringkali orang awam di Indonesia menilai bahwa perilaku remaja yang menyimpang muncul
akibat dari orang tua yang tua yang tidak becus mendidik anak. Seringkali pula ketidakbecusan yang
dimaksud tersebut dihubung-hubungkan dengan rendahnya Status Sosial-Ekonomi (SSE) yang
disandang oleh orang tua dan keluarga. Sehingga muncul paradigma yang menyatakan bahwa remaja

yang berasal dari keluarga yang memiliki SSE yang rendah adalah pelaku utama dalam banyak

tindakan penyimpangan seperti yang disebutkan diatas. Paradigma masyarakat ini makin tertanam
kuat dengan banyaknya pemberitaan tentang tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja dari
kalangan SSE yang rendah seperti anak jalanan dan pengamen. Sehingga memunculkan stereotype
bahwa remaja dari keluarga dengan SSE yang rendah lebih berpotensi melakukan tindak
penyimpangan daripada remaja dari keluarga yang memiliki SSE yang lebih tinggi. Hal ini seringkali
menimbulkan ketidakadilan, karena stereotype tersebut tidak jarang ‘terbawa’ keranah hukum dan
menyebabkan hilangnya azas praduga tak bersalah remaja dengan SSE rendah.
Pengukuran tinggi rendahnya SSE seorang remaja oleh masyarakat, pada umumnya belum
memiliki suatu pengukuran standar yang jelas. Kebanyakan masyarakat umum menilai tinggi
rendahnya SSE hanya melalui penghasilan orang tua, kedudukan dimata masyarakat, jumlah
kendaraan pribadi dan ukuran rumah tempat tinggal, padahal secara akademis SSE seorang remaja
diukur melalui indikator-indikator yang lebih banyak dan akurat. Dalam makalah ini, peneliti akan
mengacu pada standar yang diusulkan oleh Ferguson&Horwood (1999) yang meliputi pengukuran
tingkat pendidikan orang tua, standar penghidupan keluarga, jumlah keluarga yang tidak
berketrampilan kerja, tipe keluarga, usia ibu ketika melahirkan, besarnya uang saku perhari, pekerjaan
orang tua dan penghasilan orang tua.
Pada makalah ini, peneliti berusaha untuk menjawab pertanyaan yang dimunculkan diawal
penelitian ini yaitu,” Apakah pengaruh tekanan sebaya negatif di kalangan remaja bervariasi
terhadap latar belakang sosial-ekonomi keluarga?”. Selanjutnya didalam makalah ini, pengaruh
tekanan sebaya negatif akan didefinisikan sebagai penggunaan narkoba, kebiasaan merokok dan

konsumsi minuman beralkohol oleh remaja, yang kedepannya akan disebut sebagai penyimpangan
sosial.
Dalam makalah ini akan dibahas hubungan antara peer pressure dan status sosial ekonomi
melalui analisis hubungan antara pengaruh peer pressure negatif terhadap remaja dengan status sosial
ekonomi yang disandang oleh para remaja. Pengaruh peer pressure seperti penggunaan narkoba,

merokok dan konsumsi minuman beralkohol akan dievaluasi hubungannya dengan status sosial
ekonomi selain itu juga akan dibahas tentang pengaruh status sosial ekonomi terhadap risiko
terjalinnya hubungan pertemanan yang menyimpang, sehingga nantinya akan didapat jawaban
terhadap pertanyaan pokok dalam tulisan ini.
Pembahasan
Penggunaan narkoba
Penggunaan narkoba di kalangan remaja sudah cukup luas, menurut hasil survey nasional yang
diadakan oleh Badan Narkotika Nasional(BNN) pada tahun 2006, ditemukan bahwa 4 dari 10 remaja
telah memakai narkoba sejak umur 11 tahun. Kaitan antara pemakaian narkoba dengan SSE seorang
remaja ditemukan pada besarnya uang saku. Menurut hasil survey BNN, remaja dengan uang saku
yang lebih besar daripada 10000 rupiah memiliki tingkat pemakaian narkoba yang lebih tinggi
daripada remaja dengan uang saku yang lebih rendah. Diperkirakan hal ini terkait dengan kemampuan
daya beli remaja terhadap narkoba, sehingga remaja dengan SSE yang rendah tidak lebih berisiko
daripada remaja dengan SSE yang tinggi. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya

pola lain dibalik BNN juga menemukan bahwa adanya kaitan antara pemakaian narkoba dengan
kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol oleh remaja. Mereka yang merokok memiliki
potensi 5x lebih besar untuk menggunakan narkoba dibanding yang tidak merokok, dan 6x lebih
tinggi bagi mereka yang mengkonsumsi minuman beralkohol.
Hubungan antara Kebiasaan merokok dan SSE
Kebiasaan merokok di kalangan remaja merupakan fenomena sehari-hari yang biasa terlihat
tempat umum. Meskipun hal tersebut dilarang oleh pihak sekolah dan telah dilakukan tindakantindakan pencegahan, kebiasaan merokok tersebut tidak berkurang secara signifikan. Beberapa studi
tentang kebiasaan merokok di kalangan remaja menemukan bahwa kebiasaan merokok dipengaruhi
oleh faktor SSE. Hal ini terungkap melalui studi yang dilakukan oleh Sotriades&DiFranza(2003)
terhadap 1308 remaja berusia 12-17 tahun. Mereka menemukan bahwa remaja yang berasal dari
keluarga dengan SSE yang rendah lebih berpotensi untuk merokok daripada remaja yang berasal dari
keluarga dengan SSE yang tinggi. Potensi merokok tersebut meningkat sebesar 30% seiring dengan

menurunnya tingkat pendapatan orang tua dan meningkat 28% seiring dengan menurunnya tingkat
pendidikan orang tua. Ketika mereka menyelidiki penyebabnya, mereka menemukan bahwa orang tua
yang berasal dari kalangan SSE yang lebih rendah cenderung tidak menanamkan nilai penting dari
menjaga kesehatan kepada anaknya sejak kecil, sehingga para remaja ini lebih mudah terpengaruh
oleh tekanan sebaya daripada remaja yang orang tuanya memiliki SSE yang tinggi. Di Indonesia,
kebiasaan merokok di kalangan remaja adalah hal yang ditabukan, akan tetapi jumlah remaja yang
merokok justru makin bertambah tiap tahun. Ironisnya, usia awal merokok remaja di Indonesia

cenderung semakin muda (Satria,2006). Konsumsi rokok di Indonesia hampir tidak dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, karena untuk membeli rokok di Indonesia tidak diperlukan harga yang mahal, remaja
dapat membeli rokok secara eceran. Perilaku merokok di kalangan remaja Indonesia cenderung
dipengaruhi oleh faktor strata sosial dan latar belakang budaya keluarga. Orang tua yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan menjauhkan anaknya dari perilaku merokok,
sementara orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah hanya sebagian yang
mengambil tindakan preventif yang sama.
Konsumsi minuman beralkohol
Di Indonesia konsumsi minuman beralkohol di kalangan remaja memiliki suatu pola tersendiri.
Dimana minuman beralkohon murahanlah yang cenderung menjadi konsumsi remaja baik dengan
SSE tinggi maupun rendah. Akan tetapi dalam detailnya, minuman beralkohol yang tidak layak
minum dan dijual murah lebih banyak dikonsumsi oleh remaja dengan SSE yang rendah. Perbuatan
seperti ini tidak jarang merenggut nyawa para remaja tersebut, seperti kasus tewasnya 3 remaja akibat
konsumsi miras “oplosan” di Indramayu pada April 2010 lalu (Republika).
Tindakan remaja untuk mengkonsumsi alkohol pada umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan
orang dewasa dan teman yang berada disekitar mereka. Hal ini diduga kuat berhubungan dengan gaya
hidup dari kalangan dengan SSE tertentu. Penelitian yang dilakukan di 28 negara oleh
Richter,Leppin&Gabbain(2006) menunjukan bahwa seiring dengan menurunnya status pekerjaan

orang tua yang diikuti menurunnya pendapatan, risiko seorang remaja untuk mengkonsumsi minuman

beralkohol semakin meningkat.
Hubungan pertemanan yang menyimpang
Hubungan pertemanan yang menyimpang didefinisikan sebagai…
Kaitan antara SSE dengan hubungan pertemanan yang menyimpang telah lama diteliti
oleh beberapa ahli. Salah satu penelitian yang mengkaji hal ini adalah studi longitudinal yang
dilakukan oleh Ferguson&Horwood (1999) terhadap…1256 remaja berumur 16 hingga 19
tahun yang berdomisili didaerah perkotaan. Para remaja ini telah diteliti perkembangan dan
perilakunya sejak berumur kurang dari satu tahun. Penelitian yang dilakukan mengumpulkan
data dari kombinasi beberapa sumber
Hubungan antara tingkat hubungan pertemanan berdasarkan pengakuan sendiri dan ukuran SSE remaja
Tingkat hubungan pertemanan yang menyimpang
Persentil
Ukuran

1(rendah)

2

3


4(tinggi)

1-50

51-75

76-95

96-100

% ibu berumur