KOMPENSASI YANG MEMBUAT KARYAWAN TIDAK B

KOMPENSASI YANG MEMBUAT KARYAWAN TIDAK BETAH
1.

Situasi yang Stagnan
Seorang pekerja (baik di perusahaan besar maupun startup) cenderung tidak ingin

terjebak dalam pekerjaan yang menjemukan selama bertahun-tahun. Melakukan rutinitas
pekerjaan yang sama berulang-ulang tanpa merasakan perubahan berarti dapat diartikan
sebagai bentuk stagnan. Hal ini bisa menyebabkan rasa jenuh yang perlahan-lahan
membuat orang tak lagi menyukai pekerjaan mereka.
Berdasarkan survei yang dirilis oleh Glassdoor, sebuah perusahaan yang
menyediakan platform pencarian kerja online, pekerja yang terus-menerus berada dalam
kondisi stagnan umumnya akan meninggalkan pekerjaan mereka untuk mencari hal baru di
luar perusahaan.
Cara yang bisa ditempuh perusahaan untuk menghindar dari situasi stagnan adalah
menciptakan jenjang jalur karier yang jelas, agar karyawan bisa melihat ke mana arah
mereka di masa akan datang.
Selain itu, memberikan kesempatan karyawan untuk menyumbang ide baru adalah
salah satu upaya terbaik dalam menghindarkan pekerja dari situasi stagnan. Dengan
kesempatan yang diperolehnya, seorang pekerja bisa berimprovisasi terhadap pekerjaan
dan berkreasi menghasilkan sesuatu yang di luar ekspektasi perusahaan.

Kebebasan berkreasi dan menyumbang ide semacam ini menjadi suatu hal lebih
mudah ditemui di dunia startup. Dengan kultur yang cenderung dinamis, seorang pekerja
dapat terhindar dari perasaan stagnan, dan merasa bahwa dirinya lebih dari sebatas sekrup
kecil dalam sebuah mesin yang kompleks.
2.

Beban Pekerjaan Tidak Sebanding Dengan Gaji Yang Di Terima
Setiap manusia pastinya memiliki keperluan dan kebutuhan hidup. Nah kebutuhan

hidup ini bisa dipenuhi hanya dengan memiliki uang. Maka dari itu mereka kemudian
bekerja pada sebuah perusahaan untuk bisa mendapatkan uang (gaji). Uang (gaji) yang
mereka dapat sendiri adalah dari hasil kerjanya di perusahaan.
Namun seiring waktu tak jarang para pekerja yang sudah memberikan kemampuan
terbaiknya ini merasa kecewa saat ia mendapati bahwa apa yang dikerjakannya terus
bertambah berat dan gaji yang didapatkan tidak kunjung bertambah. Penambahan beban
kerja memang sudah seharusnya mendapat kompensasi berupa kenaikan gaji. Sayangnya

hal ini tidak terjadi pada semua perusahaan. Maka saat hal ini menimpa karyawan terbaik,
maka mereka akan kecewa dan bisa jadi memutuskan untuk resign (berhenti bekerja).
Perlu Anda ketahui bahwa masalah gaji adalah hal yang paling banyak menyebabkan

seorang karyawan berhenti dari tempat kerja mereka. Untuk itu, Sebagai bos yang baik
sudah seharusnyalah menggaji karyawan terbaiknya sesuai dengan beban pekerjaan yang
mereka terima.
3.

Masalah Kenyamanan Kerja
Yang membuat karyawan betah bekerja, bukan hanya soal gaji yang tinggi dari

tempat mereka bekerja. Kenyamanan di tempat kerja pun sangat berpengaruh terhadap
betah atau tidaknya mereka bekerja di suatu tempat. Dan jika seorang karyawan merasa
tidak nyaman dengan tempat kerjanya, otomatis mereka merasa bosan dan pada akhirnya
memutuskan untuk berhenti.
Contoh yang membuat karyawan tidak nyaman bekerja seperti: rekan kerja yang
jahat, selalu bikin ulah, jutek dan lain-lain. Apa lagi jika di tempat kerja tersebut atasannya
adalah orang yang galak, wah pasti tidak lama para pekerja bisa bertahan di tempat kerja
seperti itu.
4.

Kerja yang Terlalu Diforsir
Tidak ada situasi lain yang membuat orang begitu cepat membenci pekerjaan mereka


selain kondisi kerja yang berlebihan atau overwork. Rasa lelah dan stres tinggi merupakan
alasan yang perlu diketahui para petinggi perusahaan, apalagi di saat mereka
memberlakukannya dalam situasi yang cukup genting.
Jangan sampai beban kerja berlebih ditimpakan hanya pada individu terbaik
perusahaan, meski kemampuan yang dimilikinya sangat dibutuhkan. Manajemen perlu
mempertimbangkan dampak overwork terhadap karyawan dan memberikan apresiasi lebih,
seperti berupa insentif bonus, tambahan masa cuti, atau lain sebagainya.
Kebutuhan kerja keras perlu diimbangi dengan inisiatif kerja cerdas, kondisi
overwork bukanlah sesuatu yang mustahil ditemukan di era serba kompetitif seperti
sekarang, baik di lingkup perusahaan besar maupun dalam startup. Dengan medan
persaingan yang begitu sengit, kebutuhan kerja keras perlu diimbangi dengan inisiatif kerja
cerdas, agar karyawan tetap merasa dimanusiakan.

5.

Kondisi Perusahaan yang Kurang Apresiatif
Pekerja tak ubahnya manusia pada umumnya. Para karyawan memiliki kebutuhan

untuk dihargai atas pencapaian yang telah diperoleh, terutama dari hasil jerih payah

mereka. Penghargaan bisa menjadi motivasi untuk terus melakukan yang terbaik dalam hal
pekerjaan mereka.
Kekurangan terhadap apresiasi juga bisa mendorong seorang karyawan melirik
tawaran kerja lain yang ada di luar perusahaan. Ketika manajemen kurang menghargai
jerih payah seorang karyawan, mereka tidak hanya gagal memotivasi kinerjanya, tetapi
juga gagal memberikan efek positif terhadap kultur pekerjaan yang susah payah dibangun.
Pemberian apresiasi tak harus berupa kenaikan gaji, insentif cuti, atau fasilitas lain-lain.
Perusahaan bisa saja menempuh cara mudah seperti pemberian pujian, atau sekadar
perhatian lebih dari atasan. Intinya dengan memberikan apresiasi, setidaknya karyawan
tidak merasa diperas dari segi tenaga mereka saja.
6.

Arah Perusahaan yang Tidak Jelas
Salah salah satu kemampuan karyawan adalah mengamati, merasakan, dan menilai

situasi perusahaan secara langsung dari dalam. Dari pandangan itulah, mereka menilai
apakah sebuah perusahaan maupun startup mampu mencapai visi dan misi yang telah
ditentukan.
Seorang individu profesional pastinya tidak ingin dibuai dengan mimpi yang terlalu
tinggi dari perusahaan maupun startup tempat ia bekerja. Ia akan jeli mengamati situasi

yang terjadi di sekitar, mulai dari kesehatan finansial perusahaan, arah kebijakan,
pergeseran kultur, dan lain-lain.
Situasi terburuk dari proses observasi ini adalah ketika kantor tempatnya bekerja
mulai memperlihatkan pertanda buruk yang berpotensi merugikan karyawan di kemudian
hari. Kondisi seperti gaji yang telat dibayar berbulan-bulan, pemutusan hubungan kerja
karena salah kebijakan direksi, dan lainnya bisa menjadi sinyal untuk mencari “sekoci”
baru bagi mereka.
7. Kultur Bekerja Apatis dan Kompetitif
Kultur perusahaan yang positif cenderung menciptakan pengalaman kerja atraktif
untuk dijalani para karyawan. Sebaliknya ketika kultur tersebut mementingkan pencapaian
individual, kurang bersahabat, atau apatis, nuansa bekerja tidak lagi akan disenangi.

Mengapa? Karena dalam lingkup pekerjaan model “hukum rimba” semacam ini,
melakoni pekerjaan tak lebih dari sekadar upaya bertahan hidup di lingkungan profesional
yang sangat kompetitif.
Model lingkungan atau kultur bekerja semacam ini umumnya jarang dijumpai dalam
ranah startup, namun bukan berarti tidak ada. Seiring dengan makin besarnya perusahaan
atau startup tempat kamu bekerja, semakin besar kemungkinan kultur bekerja yang
mengedepankan sisi kompetitif akan muncul.
Di saat para karyawan sudah muak dan tak lagi betah dengan suasana kerja ini,

jangan salahkan jika karyawan terbaik lebih memilih keluar mencari suasana baru di
perusahaan lainnya.
8. Merasa Tidak Dihargai
Penyebab utama pertama yang seringkali diajukan karyawan terbaik untuk resign
adalah merasa tidak dihargai. Setiap manusia memang selalu ingin dihargai atas apa yang
telah ia kerjakan. Apalagi jika mereka telah mengeluarkan seluruh kemampuan dan karya
terbaiknya. Orang-orang (karyawan) seperti ini biasanya sangat antusias di satu sisi namun
sangat rentan tersakiti disisi lain bila hasil kerjanya tidak dihargai.
Inilah dua sisi mata pisau yang membahayakan bagi setiap pengusaha. Maka bila
Anda tidak mau kehilangan karyawan terbaik, Anda mau tak mau harus mau menghargai
hasil kerja mereka. Menghargai kerja karyawan disini bukan hanya memuji-muji dengan
agenda seremonial, namun hanya dengan mengakui jerih payah dari apa yang dilakukan
mereka, itu sudah lebih dari cukup membuat karyawan terbaik ini lega