Pengenalan model observasi cepat tanggap
ISSN 1410-4652
Volume 16 Nomor 3, April 2015
ALARA
Buletin
Radiofarmaka untuk diagnosis jantung dan
pengembangannya di masa depan
Peningkatan intensitas radiasi ultra violet dari
lubang ozon dan keselamatan radiasi
Mempelajari pola peluruhan dengan peta nuklida
Budaya proteksi dan keselamatan radiasi
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya
keselamatan
Penerapan program optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN
METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Volume 16 Nomor 3, April 2015
Dari Redaksi
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab
Kepala PTKMR
Pemimpin Redaksi
Dr. Mukh Syaifudin
Penyunting/Editor
& Pelaksana
Prof. Drs. Eri Hiswara, M.Sc
Dr. Heny Suseno
Drs. Hasnel Sofyan, M.Eng
Drs. Gatot Wurdiyanto, M.Eng
dr. Fadil Nazir, Sp.KN
Sekretariat
Setyo Rini, SE
Salimun
Alamat Redaksi/Penerbit :
⇒ Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
PTKMR – BATAN
Jakarta Selatan (12440)
Tel. (021) 7513906, 7659512 ;
Fax. (021) 7657950
⇒ PO.Box 7043 JKSKL,
Jakarta Selatan (12070)
e-mail : [email protected]
[email protected]
IAEA (International Atomic Energy Agency) melalui INSAG
(International Nuclear Safety Advisory Group) mendefinisikan
budaya keselamatan sebagai “paduan sifat dan sikap organisasi
dan individu dalam organisasi yang menetapkan keselamatan
bangunan nuklir sebagai prioritas utama dan menjadi perhatian
sesuai dengan signifikansinya”. Dengan definisi ini IAEA ingin
menegaskan bahwa penetapan budaya keselamatan dalam suatu
organisasi merupakan salah satu prinsip manajemen mendasar
yang diperlukan untuk mendukung beroperasinya fasilitas nuklir
dengan selamat.
Di Indonesia, khususnya di BATAN (Badan Tenaga Nuklir
Nasional), melalui Perka BATAN No. 200/KA/X/2012 bahwa
budaya keselamatan bertujuan untuk mewujudkan peningkatan
berkelanjutan yang didasari oleh nilai-nilai budaya keselamatan
yang ada pada setiap Unit Kerja di BATAN. Untuk pengukuran
budaya keselamatan nuklir (nuclear safety culture) secara umum
dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner, observasi
lapangan dan wawancara dengan kelompok tertentu yang
mengacu pada dokumen IAEA INSAG-4, GSG 3.5.
Pada bagian lain, terbitan kali ini dilengkapi juga dengan
informasi tentang radiofarmaka yang digunakan untuk diagnosis
jantung dan kemungkinan pengembangannya di masa depan.
Perlunya mewaspadai terjadinya peningkatan intensitas radiasi
ultra violet yang berasal dari lubang ozon dan perlunya untuk
mengetahui sisi keselamatan radiasinya. Naskah penting lainnya
tentang bagaimana caranya mempelajari pola peluruhan dengan
peta nuklida.
Akhirnya disampaikan ucapan selamat membaca, semoga
apa yang tersaji dalam Buletin ini dapat menambah wawasan
yang lebih luas mengenai ilmu dan teknologi nuklir serta
menggugah minat para pembaca yang budiman untuk menekuni
iptek ini. Jika ada kritik dan saran yang menyangkut tulisan dan
redaksional untuk meningkatkan mutu Buletin Alara, akan kami
terima dengan senang hati.
redaksi
Buletin ALARA terbit pertama kali pada Bulan Agustus 1997 dan
dengan frekuensi terbit 3 kali dalam setahun (Agustus, Desember
dan April) ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana
informasi, komunikasi dan diskusi di antara para peneliti dan
pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN
METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Volume 16 Nomor 3, April 2015
IPTEK ILMIAH POPULER
101 – 105
Radiofarmaka untuk diagnosis jantung dan pengembangannya di masa depan
Rohadi Awaludin
107 – 117
Peningkatan intensitas radiasi ultra violet dari lubang ozon dan
keselamatan radiasi
Hasnel Sofyan dan Mukhlis Akhadi
119 – 126
Mempelajari pola peluruhan dengan peta nuklida
Mukhlis Akhadi
INFORMASI IPTEK
127 – 131
Budaya proteksi dan keselamatan radiasi
Eri Hiswara
132 – 138
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan
Farida Tusafariah dan W. Prasuad
139 – 152
Penerapan program optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dalam
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
Suhaedi Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS
LAIN – LAIN
106
118
Kontak Pemerhati
Tata cara penulisan naskah/makalah
Tim Redaksi menerima naskah dan makalah ilmiah semi populer yang berkaitan dengan Keselamatan radiasi
dan keselamatan lingkungan dalam pemanfaatan iptek nuklir untuk kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan tujuan
penerbitan buletin, Tim Redaksi berhak untuk melakukan editing atas naskah/makalah yang masuk tanpa
mengurangi makna isi. Sangat dihargai apabila pengiriman naskah/makalah disertai dengan CD-nya.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
KONTAK PEMERHATI
KONTAK PEMERHATI
Sesuai dengan tujuan diterbitkannya Buletin ALARA ini, yaitu sebagai salah satu sarana informasi, komunikasi dan diskusi di
antara para peneliti dan pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia, maka mulai edisi berikut
akan dimuat “Paket Kontak Pemerhati”. Para pembaca dapat menanyakan tentang permasalahan yang telah dikemukakan
pada buletin ini atau memberikan saran/komentar serta tanggapan/kritikan yang sifatnya membangun.
Surat dapat dikirimkan melalui POS ke Tim Redaksi Buletin ALARA
atau melalui e-mail : [email protected] dan [email protected] atau Fax. (021) 7657950
Jawaban serta Surat/tanggapan akan dimuat pada edisi berikutnya.
Tim Redaksi
Yth. Tim Redaksi Buletin Alara,
Pada saat bekerja di lapangan, kami selalu
dilengkapi dengan TLD badge dan alat ukur
radiasi (survey meter). Dan salah seorang dari tim
kami juga memakai EPD (Electronic Personal
Dosimeter). Survey meter dan EPD, sama-sama
dapat menunjukkan informasi berupa laju dosis.
Karena EPD relatif lebih kecil dan lebih gampang
dibawa dibandingkan dengan survey meter yang
juga ada risiko benturan dll, apakah dengan
kemampuan EPD dapat digunakan sebagai survey
meter? Apakah informasi dosis yang diberikan
oleh EPD dan TLD badge untuk medan radiasi
yang sama juga akan memberikan informasi dosis
yang sama?
Atas jawabannya, kami mengucapkan
terimakasih. Semoga Buletin Alara selalu dapat
hadir tepat pada waktunya.
Ernie Y. – Surabaya
Ibu Ernie yang kami hormati,
laju dosis, memiliki makna yang sangat berbeda.
Secara teori, EPD tidak dapat digunakan untuk
menggantikan survey meter karena tujuan dari
penggunaannya yang berbeda.
Berdasarkan informasi beberapa penelitian
menunjukkan bahwa EPD lebih sensitif dari TLD
badge yang paling sensitif. TLD yang paling
sensitif yang ada dipasaran saat ini adalah TLD
dengan bahan fosfor LiF:Mg,Cu,P. Jadi,
informasi dosis yang diberikan oleh EPD lebih
besar dari TLD badge. Keunggulan lainnya, EPD
sudah dilengkapi dengan fitur alarm yang dapat
diatur sesuai dengan laju dosis maksimum yang
diinginkan oleh user. Alarm akan berbunyi pada
saat laju dosis daerah kerja lebih tinggi dari
yang telah ditetapkan.
Semoga jawaban ini dapat memberikan
informasi pada bu Ernie. Kami akan berusaha
pada edisi selanjutnya bisa membahas lebih jauh
tentang hal ini. Terimakasih
Redaksi
EPD adalah alat yang dapat digunakan
untuk mengukur dosis yang diterima perorangan
(Hp(10)), sementara survey meter adalah alat
untuk mengukur ambient dose. Kemampuan kedua alat ini dalam memberikan informasi berupa
106
Buletin Alara, Volume 16 Nomor 3, April 2015
TATA CARA PENULISAN NASKAH/MAKALAH
140
Pembaca yang budiman,
Buletin ALARA menerima naskah atau makalah iptek ilmiah populer yang membahas tentang “Aspek
Keselamatan Radiasi dan Keselamatan Lingkungan dalam Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir untuk
Kesejahteraan Masyarakat”. Naskah/makalah yang dikirimkan ke Redaksi Buletin ALARA adalah
naskah/makalah yang khusus untuk diterbitkan oleh Buletin ALARA dengan melampirkan 1 eksemplar dan
disket yang berisi file makalah tersebut. Apabila naskah/makalah tersebut telah pernah dibahas atau
dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, harus diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat
berlangsungnya pertemuan tersebut. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isi dan
maksud tulisan.
Naskah/makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baku dan mengikuti tata cara (format) penulisan
suatu makalah yang benar. Istilah asing dalam naskah/makalah harus ditulis miring dan diberi padanan kata
Bahasa Indonesia yang benar. Naskah/makalah diketik menggunakan font 12 Times New Romans dengan 1,5
spasi pada kertas ukuran kuarto, satu muka, margin kiri 3 cm; margin atas, bawah, kanan 2,5 cm. Lebih
disukai bila panjang tulisan kira-kira 8 – 15 halaman kuarto. Nama (para) penulis ditulis lengkap disertai
dengan keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerja dan bidang keahlian (jika ada) pada catatan
kaki. Tabel/skema/grafik/ilustrasi dalam naskah/makalah dibuat sejelas-jelasnya dalam satu file yang sama.
Kepustakaan ditulis berdasarkan huruf abjad, mengikuti ketentuan penulisan kepustakaan, dan sangat
diharapkan menggunakan literatur 5 tahun terakhir, adalah sbb ;
AFFANDI, Pengukuran radionuklida alam pada bahan bangunan plaster board fosfogipsum dengan
menggunakan spektrometer gamma, Skripsi S-1, Jurusan Fisika FMIPA UI, 2010. (Bila yang diacu
skripsi/thesis)
BOZIARI, A., KOUKORAVA, C., CARINOU, E., HOURDAKIS CJ. AND KAMENOPOULOU, V, The use of
active personal dosemeters as a personal monitoring device: Comparison with TL dosimetry, Radiat. Prot.
Dosim. 144, pp. 173 – 176, 2011. (Bila yang diacu jurnal/majalah/prosiding)
MARTINA and HARBISON, S.A., An introduction to radiation protection, Chapman and Hall, London, New
York, 2012
NEVISSI, A.E., Methods for detection of radon and radon daughters, in : indoor radon and its hazards, edited
by D. Bodansky, M.A. Robkin, D.R. Stadler, University of Washington Press, pp. 30 – 41, 2010 (Bila yang
diacu dalam satu buku yang merupakan kumpulan tulisan, seperti Handbook, Ensiklopedi dll).
Tim Redaksi
Naskah/makalah dapat ditujukan kepada :
Tim Redaksi Buletin ALARA
u.p. Setyo Rini, SE
PTKMR – BATAN
•
•
•
Jalan Lebak Bulus Raya No. 49,
Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta (12440)
PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070
e-mail : [email protected]
[email protected]
118
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
INFORMASI IPTEK
PENGENALAN MODEL OBSERVASI CEPAT
TANGGAP BUDAYA KESELAMATAN
Farida Tusafariah
•
•
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN
Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440
PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070
[email protected]
W. Prasuad
•
•
Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju – BATAN
Kawasan Puspiptek Serpong - BANTEN
[email protected]
PENDAHULUAN
Penerapan budaya keselamatan di Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bertujuan
untuk mewujudkan peningkatan berkelanjutan
budaya keselamatan yang didasari oleh nilai-nilai
budaya keselamatan yang ada pada setiap Unit
Kerja di BATAN. Untuk dapat mewujudkan
pelaksanaan dan peningkatan berkelanjutan
tersebut maka telah dikeluarkan Peraturan Kepala
BATAN Nomor 200/KA/X/2012. Pengukuran
budaya keselamatan nuklir (nuclear safety
culture) secara umum dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, observasi lapangan dan
wawancara dengan kelompok tertentu yang
mengacu pada dokumen IAEA INSAG-4, GSG
3.5. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
telah dilaksanakan dengan menggunakan
kuesioner pada Lampiran Perka Nomor
200/KA/X/2012 yang dilakukan secara berkala
untuk mengatahui status penerapannya.
Dari beberapa metode tersebut, pengisian
menggunakan kuesioner paling sering digunakan,
hal ini disebabkan mudah dilakukan dan tidak
memerlukan biaya tinggi. Dengan model
pengisian kuesioner, organisasi dengan cepat
dapat mengetahui 5 (lima) karakteristik budaya
keselamatan, yaitu Keselamatan sebagai nilai
yang diakui dan dipahami, Kepemimpinan dalam
keselamatan (safety leadership), Akuntabilitas
keselamatan, Keselamatan terintegrasi dan
132
Keselamatan sebagai pembelajaran. Hasil
kuesioner akan merepresentasikan 37 atribut yang
mencerminkan pelaksanaan karakteristik budaya
keselamatan organisasi. Lemah dan kuatnya hasil
pengukuran melalui kuesioner diidentifikasi
dengan suatu nilai yang diperoleh dengan capaian
scoring (penilaian). Ada lima kategori penilaian
peringkat, yaitu “A” untuk capaian nilai 834 s.d.
1000, ”B” untuk nilai 667 s.d. 833, ”C” untuk
nilai 534 s.d. 666 serta ”D” untuk nilai 400 s.d.
533 serta ’E” untuk nilai 0 – 400. Contoh
penilaian kaji diri budaya keselamatan unit kerja
di BATAN tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar
1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Hasil kaji diri budaya keselamatan
dengan 5 (lima) karakteristik.
(sumber: Lokakarya K3 BATAN – PTKMR 2015)
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
Gambar 1. Hasil kaji diri budaya keselamatan dengan 5
karakteristik dari 18 Unit Kerja di BATAN Tahun 2014.
(sumber: Lokakarya K3 BATAN - 2015)
Diantara metode tersebut, pengisian kuesioner
paling sering digunakan, hal ini disebabkan
mudah dan cepat untuk dilakukan dan tidak
memerlukan biaya besar. Dengan model
pengisian kuesioner, organisasi dapat mengetahui
karakteristik budaya keselamatan organisiasi
misalnya karakteristik yang paling kuat dan yang
paling lemah. Hasil ini selanjutnya dianalisis
untuk mendapatkan tindakan perbaikan sesuai
hasil kuesioner. Namun sampai saat ini belum ada
cara yang spesifik untuk menganalisis hasil kaji
diri tersebut. Pendekatan tidak langsung yang
dapat dilakukan adalah melihat hasil audit SMK3,
pemantauan sikap perilaku selamat, pengukuran
iklim keselamatan dan analisis indikator dan
atribut budaya keselamatan hasil kaji diri.
Pendekatan ini masih secara tidak
langsung, artinya data yang diperoleh masih
bersifat persepsi individu dan organisasi. Untuk
itu masih dibutuhkan suatu model pengamatan
langsung
(observasi
lapangan)
terhadap
penerapan budaya keselamatan. Kelemahan
model pengisian kuesioner adalah bahwa
pengukuran yang dilakukan dibatasi oleh
kesenjangan (gap) persepsi pegawai, hubungan
psikologis atasan dan bawahan serta sifat
pengukuran yang tidak langsung. Kelemahan
yang terjadi dapat diperkuat dan dilengkapi
dengan pengukuran langsung sikap perilaku
selamat (Behavior Base Safety), SMK3
pemantauan program 5R, iklim keselamatan,
manajemen keselamatan yang bersifat faktual dan
langsung. Pengukuran model observasi ini
penulis namakan sebagai model observasi cepat
tanggap budaya keselamatan disingkat dengan
OCET.
Usulan model OCET ini dilakukan dengan
menggabungkan pendekatan SMK3, BBS, iklim
keselamatan dan program 5R. Penggabungan
konsep ini tetap mengacu pada 5 (lima)
karakteristik budaya keselamatan sesuai Perka
BATAN Nomor 200/KA/X/2012 dengan
membuat mapping variable untuk observasi
dengan memperhatikan 37 (tiga puluh tujuh)
atribut.
Konsep awal model ini adalah bagaimana
dapat menilai langsung terhadap penerapan
budaya keselamatan organisasi dengan mengukur
secara langsung terhadap penanaman nilai-nilai
keselamatan individu di tempat kerja, kepatuhan
terhadap peraturan serta bagaimana keselamatan
melaksanakan proses kerja yang sudah
dilaksanakan dalam SMK3, BBS iklim
keselamatan, program 5R, proses tranformasi
pada manajemen pengetahuan (knowledge
management). Pengukuran model OCET ini
mengadaptasi pola audit sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Pada
sistem audit SMK3 dilaksanakan berdasarkan
kesesuaian antara manual mutu, prosedur (SOP)
dengan pelaksanaan lapangan berupa rekaman
kegiatan.
Ada empat alasan utama perlunya
dilakukan observasi budaya keselamatan, yaitu:
a. bahwa
untuk
melaksanakan
budaya
keselamatan harus dimulai dengan kepatuhan
terhadap peraturan perundangan, konsep ini
merupakan penerapan budaya keselamatan
pada Tahap-1. Dengan menggunakan pola
observasi lapangan budaya keselamatan
model OCET ini, diharapkan pelemahan disisi
faktual
karakter
budaya
keselamatan
organisasi dapat diketahui dengan cepat dan
dapat dilakukan perbaikan sesuai hasil
observasi lapangan;
b. sebagai alat untuk verifikasi antara persepsi
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
133
INFORMASI IPTEK
individu, proses (teknologi) dan organisasi;
c. sebagai perangkat untuk melihat secara
langsung proses perubahan budaya di tempat
kerja, iklim keselamatan pada sub organisasi;
d. belum bakunya alat ukur awal terhadap
observasi lapangan terhadap capaian budaya
keselamatan.
Dengan dilaksanakannya model observasi
lapangan ini, maka dapat diverifikasi antara hasil
kuesioner kaji diri dengan fakta di lapangan.
Dengan menggunakan kombinasi pengukuran ini,
maka aspek psikologis, perilaku dan lingkungan
akan terlihat jelas dan pelemahan yang terukur
merupakan fakta lapangan, sehingga tindakan
intervensi yang dilakukan manajemen akan tepat
sasaran.
PENGENALAN MODEL OCET
Pada kajian sebelumnya telah disimpulkan
bahwa iklim keselamatan merupakan komplemen
penting dalam budaya keselamatan, karena
merupakan tampilan tangible (terlihat) budaya
keselamatan organisasi yang berlaku pada
kondisi, lingkungan, safety leadership, sumberdaya manusia serta pada kelompok tertentu di
dalam organisasi dan dapat disimpulkan sebagai
snapshoot budaya keselamatan seperti pada
Gambar 2.
Gambar 2. Model Safety Climate Culture
(diadaptasi PRISM FG1 Safety Culture Guide)
134
Dengan
mempertahankan
iklim
keselamatan yang positif), maka akan lebih
mudah
dalam
melaksanakan
fostering
(menumbuh kembangkan) budaya keselamatan
menuju tingkatan maturity (kedewasaan budaya
keselamatan).
Usulan pada model OCET ini memasukkan
variable iklim keselamatan, SMK3, program 5R,
manajemen
pengetahuan
nuklir
(nuclear
knowledge management), BBS, maka model
OCET dapat diterapkan untuk pemantauan
langsung budaya keselamatan di unit kerja.
Model ini tentu saja belum bisa dikatakan
lengkap,
karena
variabel
bebas
yang
berkontribusi terhadap budaya keselamatan cukup
luas cakupannya. Model observasi budaya
keselamatan yang di diusulkan ditampilkan pada
Tabel 1. Batasan dalam variabel yang dapat
dimasukkan sebagai bagian observasi adalah
variabel yang sudah dilaksanakan, misalnya unit
kerja sudah memperoleh sertifikasi SB006
OHSAS 18001:2008 (atau sistem manajemen
lainnya), melaksanakan pemantauan BBS dan
sudah melaksanakan program 5R.
Untuk itu dengan melakukan observasi
pelaksanaan
kinerja
keselamatan
yang
mencerminkan indikator dan atribut budaya
keselamatan,
maka
akan
memudahkan
mengevaluasi apakah hasil kaji diri sudah sesuai
dengan kondisi sebenarnya, atau masih adanya
persepsi individu yang belum tepat. Dengan
melaksakan observasi budaya keselamatan
terhadap kinerja keselamatan akan terlihat lebih
jelas permasalahan atau hasil kaji diri budaya
keselamatan sebenarnya.
PELAKSANAAN OBSERVASI
Observasi budaya keselamatan model
OCET ini diusulkan dilakukan secara periodik
setiap 3 (tiga) bulan, hal ini untuk menyesuaikan
dengan pelaporan triwulanan unit kerja. Untuk
tidak memberikan pekerjaan tambahan, maka
pemantauan pelaksanaan OCET dilaksanakan
bersamaan dengan pemantauan rutin keselamatan
di fasilitas.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
No.Dokumen: …………………
Tabel 1. Formlir rekaman OCET
REKAMAN OBSERVASI OCET
Nama tempat kerja
: ……….………………………
Nama Bidang/ Fasilitas:………………….…………….
Tanggal Observasi : …………….…………………
Nama Observer
: ….…………….Tanda tangan: …………….
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Nilai 6
:
:
:
:
:
:
Nilai Total:
1. Pemantauan komunikasi keselamatan di tempat kerja
(kategori :penanaman nilai nilai keselamatan dan kepemimpinan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah masalah keselamatan didiskusikan di tempat kerja
Ditunjukkan dengan adanya rekaman rapat.
b. Apakah manajer/struktural membicarakan jika ada potensi bahaya di tempat kerja.
Ditunjukkan dengan adanya tindak lanjut terhadap potensi bahaya tersebut.
c. Apakah informasi /isu isu SMK3 tingkat unit kerja dibicarakan dalam rapat
kordinasi di Bidang/Bagian.
Ditunjukkan dengan dengan adanya notulen rapat dan tindakan yang diambil
terhadap isu tersebut.
d. Manajer secara berjenjang melakukan kunjungan ke tempat kerja
Nilai
2. Pemantauan implementasi SB-006 - OHSAS di tempat kerja
(kategori : kepatuhan terhadap peraturan perundangan)
Obyek pemantauan
Hasil
Y T
a. Apakah pegawai mematuhi prosedur kerja
b.Apakah kondisi tempat kerja pegawai sudah aman (save condition)
c. Apakah HIRADC dilaksanakan oleh pegawai.
d.Apakah ada kondisi kerja tidak aman tetapi tetap dilaksanakan sehubungan target
terkait harus selesai.
e. Apakah di tempat kerja berkomitmen dengan sistem manajemen keselamatan yang
dilaksanakan unit kerja.
Nilai
3. Pemantauan sikap berperilaku aman di tempat kerja (BBS)
(kategori : akuntabilitas dan integrasi)
Obyek pemantuan
Hasil
a. Apakah pegawai di tempat kerja telah menggunakan alat pelindung diri yang sesuai. Y T
Ditunjukkan dengan melihat kondisi di tempat kerja apakah pekerja menggunakan
APD saat bekerja.
b.Apakah ada resistensi pegawai ketika dilakukan pemantauan/observasi oleh petugas
yang telah ditentukan.
Ditunjukkan dengan adanya sikap penolakan oleh pegawai ketika diingatkan untuk
besikap aman dalam bekerja.
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
135
INFORMASI IPTEK
c. Apakah tempat kerja sudah memenuhi persyaratan keselamatan.
Ditunjukkan dengan mapping daerah kerja radiasi, penerapan HIRADC yang benar,
lingkungan kerja yang aman (suhu, cahaya, kebisingan, kelembaban) dilampirkan
bukti foto di tempat kerja .
d. Apakan pegawai sudah bekerja sesuai prosedur di tempat kerja.
Ditunjukkan dengan adanya prosedur di dekat tempat kerja, mencatat pada logbook
dan bekerja sesuai dengan prosedur kerja.
4. Pemantauan kompetensi pegawai dan pembelajaran dalam keselamatan
(kategori : pembelajaran keselamatan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah pegawai yang mengoperasikan alat/ bekerja di tempat kerja memiliki
kompetensi yang cukup.
Ditunjukkan dengan sertifikat pelatihan, pengalaman kerja, jaminan kemampuan
dari pimpinan (jika tidak ada sertifikat yang membuktikan).
b. Apakah pegawai mengetahui persyaratan pengoperasian peralatan/ batasan kondisi
aman/batas paparan.
Ditunjukkan dengan adanya dokumen pendukung di tempat kerja, hasil kerja,
catatan logbook.
c. Apakah pegawai pernah mendapatkan induksi keselamatan sebelum bekerja.
Ditunjukkan dengan adanya rekaman meeting, safety talk, coffe morning di tempat
kerja sebelum melakukan pekerjaan.
d. Apakah ada pegawai yang mengikuti pelatihan/kursus/ transfer knowledge dalam
satu tahun terakhir.
Ditunjukkan dengan adanya sertifikat/surat tugas dari atasan langsung.
Nilai
5. Pemantauan program 5 R
(kategori : kepemimpinan dalam keselamatan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah tempat kerja ada artefak 5R .
Ditunjukkan dengan adanya poster-2/ pengumuman ditempel/tanda-2 keselamatan.
b.Apakah tempat kerja sudah dilaksanakan kegiatan bersih bersih bulanan (secara
berkala).
Ditunjukkan dengan jadual kerja bakti di tempat kerja/ foto/ surat edaran/
memorandum/ notulen rapat dan bukti lain.
c. Apakah tempat kerja sudah memenuhi persyaratan house keeping.
Ditunjukkan dengan bukti foto di tempat kerja yang menunjukkan Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin
d.Apakah sampah di tempat kerja dibedakan dengan limbah B3.
Dibuktikan dengan foto di tempat kerja.
Nilai
6. Pemantauan pelaporan nearmiss dan potensi bahaya
(kategori: keselamatan sebagai pembelajaran organisasi)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
136
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
a. Apakah ada laporan nearmiss dan insiden minor sesuai format.
Ditunjukkan dengan adanya rekaman
b.Apakah ada catatan perbaikan peralatan/kondisi tidak aman yang berpotensi
menimbulkan bahaya
c. Apakah nearmiss dikaji untuk mendapatkan akar masalah.
Ditunjukkan dengan adanya rapat pembahasan nearmiss/insiden, dan rekamannya.
d.Apakah pernah dilakukan studi banding tentang penerapan budaya keselamatan,
sistem manajemen keselamatan atau manajemen risiko.
Ditunjukkan dengan rekaman studi banding, foto, notulen atau surat kunjungan.
Nilai
Agar pelaksanaan OCET maksimal, maka
perlu dilakukan pelatihan terhadap petugas yang
akan melaksanakan observasi, hal ini menyangkut
penilaian teknis di lapangan agar mempunyai
persepsi terhadap penilaian yang sama. Misalkan
saja, harus dibuat terlebih dulu prosedur penilaian
observasi, sehingga tidak menimbulkan konflik di
lapangan. Dalam observasi harus dibuat
ketentuan bagaimana batasan untuk “Y” untuk
ada, atau “T” untuk tidak ada. Kondisi ini jika
tidak dinyatakan dalam prosedur pelaksanaan
observasi akan menimbulkan konflik baru yang
akan berdampak persepsi saat dilaksanakan kaji
diri budaya keselamatan.
Untuk menjaga independensi pelaksanaan
OCET, maka petugas yang melaksanakan harus
dilakukan dengan model silang, artinya petugas
dari bidang/bagian XYZ harus melakukan
observasi di bidang/bagian ABC. Dengan
demikian obyektifitas hasil observasi akan
memperoleh nilai kepercayaan yang tinggi
(reliability).
dilakukan observasi, jika perlu dilakukan
penambahan variable, harus memperhatikan yang
mempunyai dampak langsung (artefak) terhadap
pelaksanaan budaya keselamatan.
Setiap variable diprosentasekan serta hasil
totalnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
ANALISIS HASIL OBSERVASI
Setelah observasi dilakukan, langkah
berikutnya yang penting adalah untuk
menganalisis hasil. Analisis OCET dilakukan
berdasarkan Table 1, pada kolom “Y” dan “T”.
Data yang dicatat observer adalah jumlah “Y”
untuk setiap variable pada lembar OCET Tabel 1,
serta membubuhi tanda tangan petugas untuk
mendapatkan aspek validasinya. Setiap variable
diprosentasekan serta hasil totalnya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis ini
dibatasi pada variable yang dipilih untuk
Hasil evaluasi harus dilakukan dengan
cermat, jika diperoleh kecenderungan hasil “T”
tidak berubah menjadi “Y” untuk > 2 (dua) kali
observasi pada obyek tertentu, maka observer
diharapkan bisa memberikan masukan kepada
manajemen untuk dilakukan intervensi agar
termotivasi untuk melakukan perubahan pada
tempat kerja tertentu
Gambar 3. Contoh grafik pemantauan OCET setiap
triwulan
KESIMPULAN
• Model observasi OCET ini merupakan suatu
snapshoot
budaya
keselamatan
yang
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
137
INFORMASI IPTEK
•
mengadopsi model pemantauan rutin sistem
manajemen keselamatan.
Dengan melakukan observasi menggunakan
variable bebas yang ditentukan organisasi,
maka indikasi awal pelemahan budaya
keselamatan secara cepat dapat diketahui dan
segera dilakukan intervensi oleh manajemen.
Keuntungan observasi budaya keselamatan
adalah memperoleh fakta lapangan terhadap
penerapan budaya keselamatan, sehingga
akan sangat membantu organisasi dalam
memverifikasi hasil kaji diri.
Dengan melaksanakan secara konsisten
Model observasi OCET ini, diharapkan
penanaman nilai nilai budaya keselamatan
akan berdampak pada perubahan positif sikap
perilaku dan persepsi individu, sehingga
berdampak langsung terhadap penguatan kaji
diri unit kerja.
Model OCET ini masih sangat terbuka untuk
dilakukan koreksi, masukan, kritik serta saran
pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan
model observasi budaya keselamatan ini
(OCET) serta tindakan perbaikan cepat yang
harus dilakukan.
•
•
•
DAFTAR PUSTAKA
BATAN, Standar Batan Nomor SB006- OHSAS
18001:2008,
Persyaratan
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2012.
BATAN,
Peraturan
Kepala
BATAN
Nomor
200/KA/X/2012, tentang Pedoman Penerapan
Pelaksanaan Budaya Keselamatan, Jakarta, 2012.
138
BATAN,
Peraturan
Kepala
BATAN
Nomor:
020/KA/I/2012, tentang Pedoman Penilaian Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2012.
FARIDA TUSAFARIAH dan PRASUAD W. Peran Safety
Leadership Dalam Budaya Keselamatan, Buletin
ALARA, ISSN1410-4652, Vol. 16 No.1, hal. 29-34,
Jakarta, 2014.
IAEA, Self-assessment of safety culture in nuclear
installations. Highlights and good practices. IAEATECDOC-1321, Vienna 2002.
IAEA, SCART Guidelines. Reference report for IAEA
Safety Culture Assessment Review Team (SCART),
Vienna, 2008.
OGP, International Association of Oil & Gas Producers,
Process Safety, Recommended Practice on Key
Performance Indikators , Report No. 456, November
2011, London, UK, 2011.
PRASUAD,W., Strategi Dalam Implementasi dan
Pengembangan Budaya Keselamatan, Prosiding PPIDTN Buku II, ISSN 0216-3128, halaman 84-91,
Yogyakarta 10-11 Juni, 2014.
PRASUAD, W., Peran safety climate dalam fostering
budaya keselamatan, Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pengelolaan Limbah XII, ISSN 1410-6086,
halaman 271- 283, Tangerang Selatan Banten, 2014.
PRASUAD, W., Up Date-Progress Report Pokja
Manajemen
Perubahan
(Penguatan
Budaya
Keselamatan di BATAN, disampaikan pada
Lokakarya K3 BATAN, Jakarta, 11 Februari 2015.
TEEMU REIMAN AND ELINA PIETIKÄINEN,
Indicators of safety culture–selection and utilization of
leading safety performance indicators, Technical
Research Centre of Finland: Report No. 2010:07
ISSN: 2000-0456, Finland, 2010.
XAVIER QUAYZIN, MBA Dipl.-Ing, Leadership, Safety
Culture and Catastrophe: Lessons From 10 Cases
Studies From 7 Safety Critical Industries, ASPECIRSE, University of Manchester, UK, 2012.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
Volume 16 Nomor 3, April 2015
ALARA
Buletin
Radiofarmaka untuk diagnosis jantung dan
pengembangannya di masa depan
Peningkatan intensitas radiasi ultra violet dari
lubang ozon dan keselamatan radiasi
Mempelajari pola peluruhan dengan peta nuklida
Budaya proteksi dan keselamatan radiasi
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya
keselamatan
Penerapan program optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi dalam kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN
METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Volume 16 Nomor 3, April 2015
Dari Redaksi
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab
Kepala PTKMR
Pemimpin Redaksi
Dr. Mukh Syaifudin
Penyunting/Editor
& Pelaksana
Prof. Drs. Eri Hiswara, M.Sc
Dr. Heny Suseno
Drs. Hasnel Sofyan, M.Eng
Drs. Gatot Wurdiyanto, M.Eng
dr. Fadil Nazir, Sp.KN
Sekretariat
Setyo Rini, SE
Salimun
Alamat Redaksi/Penerbit :
⇒ Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
PTKMR – BATAN
Jakarta Selatan (12440)
Tel. (021) 7513906, 7659512 ;
Fax. (021) 7657950
⇒ PO.Box 7043 JKSKL,
Jakarta Selatan (12070)
e-mail : [email protected]
[email protected]
IAEA (International Atomic Energy Agency) melalui INSAG
(International Nuclear Safety Advisory Group) mendefinisikan
budaya keselamatan sebagai “paduan sifat dan sikap organisasi
dan individu dalam organisasi yang menetapkan keselamatan
bangunan nuklir sebagai prioritas utama dan menjadi perhatian
sesuai dengan signifikansinya”. Dengan definisi ini IAEA ingin
menegaskan bahwa penetapan budaya keselamatan dalam suatu
organisasi merupakan salah satu prinsip manajemen mendasar
yang diperlukan untuk mendukung beroperasinya fasilitas nuklir
dengan selamat.
Di Indonesia, khususnya di BATAN (Badan Tenaga Nuklir
Nasional), melalui Perka BATAN No. 200/KA/X/2012 bahwa
budaya keselamatan bertujuan untuk mewujudkan peningkatan
berkelanjutan yang didasari oleh nilai-nilai budaya keselamatan
yang ada pada setiap Unit Kerja di BATAN. Untuk pengukuran
budaya keselamatan nuklir (nuclear safety culture) secara umum
dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner, observasi
lapangan dan wawancara dengan kelompok tertentu yang
mengacu pada dokumen IAEA INSAG-4, GSG 3.5.
Pada bagian lain, terbitan kali ini dilengkapi juga dengan
informasi tentang radiofarmaka yang digunakan untuk diagnosis
jantung dan kemungkinan pengembangannya di masa depan.
Perlunya mewaspadai terjadinya peningkatan intensitas radiasi
ultra violet yang berasal dari lubang ozon dan perlunya untuk
mengetahui sisi keselamatan radiasinya. Naskah penting lainnya
tentang bagaimana caranya mempelajari pola peluruhan dengan
peta nuklida.
Akhirnya disampaikan ucapan selamat membaca, semoga
apa yang tersaji dalam Buletin ini dapat menambah wawasan
yang lebih luas mengenai ilmu dan teknologi nuklir serta
menggugah minat para pembaca yang budiman untuk menekuni
iptek ini. Jika ada kritik dan saran yang menyangkut tulisan dan
redaksional untuk meningkatkan mutu Buletin Alara, akan kami
terima dengan senang hati.
redaksi
Buletin ALARA terbit pertama kali pada Bulan Agustus 1997 dan
dengan frekuensi terbit 3 kali dalam setahun (Agustus, Desember
dan April) ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana
informasi, komunikasi dan diskusi di antara para peneliti dan
pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
ISSN 1410 – 4652
Buletin Alara
PUSAT TEKNOLOGI KESELAMATAN DAN
METROLOGI RADIASI
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
Volume 16 Nomor 3, April 2015
IPTEK ILMIAH POPULER
101 – 105
Radiofarmaka untuk diagnosis jantung dan pengembangannya di masa depan
Rohadi Awaludin
107 – 117
Peningkatan intensitas radiasi ultra violet dari lubang ozon dan
keselamatan radiasi
Hasnel Sofyan dan Mukhlis Akhadi
119 – 126
Mempelajari pola peluruhan dengan peta nuklida
Mukhlis Akhadi
INFORMASI IPTEK
127 – 131
Budaya proteksi dan keselamatan radiasi
Eri Hiswara
132 – 138
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan
Farida Tusafariah dan W. Prasuad
139 – 152
Penerapan program optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dalam
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
Suhaedi Muhammad dan Rr. Djarwanti, RPS
LAIN – LAIN
106
118
Kontak Pemerhati
Tata cara penulisan naskah/makalah
Tim Redaksi menerima naskah dan makalah ilmiah semi populer yang berkaitan dengan Keselamatan radiasi
dan keselamatan lingkungan dalam pemanfaatan iptek nuklir untuk kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan tujuan
penerbitan buletin, Tim Redaksi berhak untuk melakukan editing atas naskah/makalah yang masuk tanpa
mengurangi makna isi. Sangat dihargai apabila pengiriman naskah/makalah disertai dengan CD-nya.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
KONTAK PEMERHATI
KONTAK PEMERHATI
Sesuai dengan tujuan diterbitkannya Buletin ALARA ini, yaitu sebagai salah satu sarana informasi, komunikasi dan diskusi di
antara para peneliti dan pemerhati masalah keselamatan radiasi dan lingkungan di Indonesia, maka mulai edisi berikut
akan dimuat “Paket Kontak Pemerhati”. Para pembaca dapat menanyakan tentang permasalahan yang telah dikemukakan
pada buletin ini atau memberikan saran/komentar serta tanggapan/kritikan yang sifatnya membangun.
Surat dapat dikirimkan melalui POS ke Tim Redaksi Buletin ALARA
atau melalui e-mail : [email protected] dan [email protected] atau Fax. (021) 7657950
Jawaban serta Surat/tanggapan akan dimuat pada edisi berikutnya.
Tim Redaksi
Yth. Tim Redaksi Buletin Alara,
Pada saat bekerja di lapangan, kami selalu
dilengkapi dengan TLD badge dan alat ukur
radiasi (survey meter). Dan salah seorang dari tim
kami juga memakai EPD (Electronic Personal
Dosimeter). Survey meter dan EPD, sama-sama
dapat menunjukkan informasi berupa laju dosis.
Karena EPD relatif lebih kecil dan lebih gampang
dibawa dibandingkan dengan survey meter yang
juga ada risiko benturan dll, apakah dengan
kemampuan EPD dapat digunakan sebagai survey
meter? Apakah informasi dosis yang diberikan
oleh EPD dan TLD badge untuk medan radiasi
yang sama juga akan memberikan informasi dosis
yang sama?
Atas jawabannya, kami mengucapkan
terimakasih. Semoga Buletin Alara selalu dapat
hadir tepat pada waktunya.
Ernie Y. – Surabaya
Ibu Ernie yang kami hormati,
laju dosis, memiliki makna yang sangat berbeda.
Secara teori, EPD tidak dapat digunakan untuk
menggantikan survey meter karena tujuan dari
penggunaannya yang berbeda.
Berdasarkan informasi beberapa penelitian
menunjukkan bahwa EPD lebih sensitif dari TLD
badge yang paling sensitif. TLD yang paling
sensitif yang ada dipasaran saat ini adalah TLD
dengan bahan fosfor LiF:Mg,Cu,P. Jadi,
informasi dosis yang diberikan oleh EPD lebih
besar dari TLD badge. Keunggulan lainnya, EPD
sudah dilengkapi dengan fitur alarm yang dapat
diatur sesuai dengan laju dosis maksimum yang
diinginkan oleh user. Alarm akan berbunyi pada
saat laju dosis daerah kerja lebih tinggi dari
yang telah ditetapkan.
Semoga jawaban ini dapat memberikan
informasi pada bu Ernie. Kami akan berusaha
pada edisi selanjutnya bisa membahas lebih jauh
tentang hal ini. Terimakasih
Redaksi
EPD adalah alat yang dapat digunakan
untuk mengukur dosis yang diterima perorangan
(Hp(10)), sementara survey meter adalah alat
untuk mengukur ambient dose. Kemampuan kedua alat ini dalam memberikan informasi berupa
106
Buletin Alara, Volume 16 Nomor 3, April 2015
TATA CARA PENULISAN NASKAH/MAKALAH
140
Pembaca yang budiman,
Buletin ALARA menerima naskah atau makalah iptek ilmiah populer yang membahas tentang “Aspek
Keselamatan Radiasi dan Keselamatan Lingkungan dalam Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir untuk
Kesejahteraan Masyarakat”. Naskah/makalah yang dikirimkan ke Redaksi Buletin ALARA adalah
naskah/makalah yang khusus untuk diterbitkan oleh Buletin ALARA dengan melampirkan 1 eksemplar dan
disket yang berisi file makalah tersebut. Apabila naskah/makalah tersebut telah pernah dibahas atau
dipresentasikan dalam suatu pertemuan ilmiah, harus diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat
berlangsungnya pertemuan tersebut. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isi dan
maksud tulisan.
Naskah/makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baku dan mengikuti tata cara (format) penulisan
suatu makalah yang benar. Istilah asing dalam naskah/makalah harus ditulis miring dan diberi padanan kata
Bahasa Indonesia yang benar. Naskah/makalah diketik menggunakan font 12 Times New Romans dengan 1,5
spasi pada kertas ukuran kuarto, satu muka, margin kiri 3 cm; margin atas, bawah, kanan 2,5 cm. Lebih
disukai bila panjang tulisan kira-kira 8 – 15 halaman kuarto. Nama (para) penulis ditulis lengkap disertai
dengan keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerja dan bidang keahlian (jika ada) pada catatan
kaki. Tabel/skema/grafik/ilustrasi dalam naskah/makalah dibuat sejelas-jelasnya dalam satu file yang sama.
Kepustakaan ditulis berdasarkan huruf abjad, mengikuti ketentuan penulisan kepustakaan, dan sangat
diharapkan menggunakan literatur 5 tahun terakhir, adalah sbb ;
AFFANDI, Pengukuran radionuklida alam pada bahan bangunan plaster board fosfogipsum dengan
menggunakan spektrometer gamma, Skripsi S-1, Jurusan Fisika FMIPA UI, 2010. (Bila yang diacu
skripsi/thesis)
BOZIARI, A., KOUKORAVA, C., CARINOU, E., HOURDAKIS CJ. AND KAMENOPOULOU, V, The use of
active personal dosemeters as a personal monitoring device: Comparison with TL dosimetry, Radiat. Prot.
Dosim. 144, pp. 173 – 176, 2011. (Bila yang diacu jurnal/majalah/prosiding)
MARTINA and HARBISON, S.A., An introduction to radiation protection, Chapman and Hall, London, New
York, 2012
NEVISSI, A.E., Methods for detection of radon and radon daughters, in : indoor radon and its hazards, edited
by D. Bodansky, M.A. Robkin, D.R. Stadler, University of Washington Press, pp. 30 – 41, 2010 (Bila yang
diacu dalam satu buku yang merupakan kumpulan tulisan, seperti Handbook, Ensiklopedi dll).
Tim Redaksi
Naskah/makalah dapat ditujukan kepada :
Tim Redaksi Buletin ALARA
u.p. Setyo Rini, SE
PTKMR – BATAN
•
•
•
Jalan Lebak Bulus Raya No. 49,
Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta (12440)
PO. Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070
e-mail : [email protected]
[email protected]
118
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015
INFORMASI IPTEK
PENGENALAN MODEL OBSERVASI CEPAT
TANGGAP BUDAYA KESELAMATAN
Farida Tusafariah
•
•
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN
Jalan Lebak Bulus Raya 49, Jakarta – 12440
PO Box 7043 JKSKL, Jakarta – 12070
[email protected]
W. Prasuad
•
•
Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju – BATAN
Kawasan Puspiptek Serpong - BANTEN
[email protected]
PENDAHULUAN
Penerapan budaya keselamatan di Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bertujuan
untuk mewujudkan peningkatan berkelanjutan
budaya keselamatan yang didasari oleh nilai-nilai
budaya keselamatan yang ada pada setiap Unit
Kerja di BATAN. Untuk dapat mewujudkan
pelaksanaan dan peningkatan berkelanjutan
tersebut maka telah dikeluarkan Peraturan Kepala
BATAN Nomor 200/KA/X/2012. Pengukuran
budaya keselamatan nuklir (nuclear safety
culture) secara umum dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, observasi lapangan dan
wawancara dengan kelompok tertentu yang
mengacu pada dokumen IAEA INSAG-4, GSG
3.5. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
telah dilaksanakan dengan menggunakan
kuesioner pada Lampiran Perka Nomor
200/KA/X/2012 yang dilakukan secara berkala
untuk mengatahui status penerapannya.
Dari beberapa metode tersebut, pengisian
menggunakan kuesioner paling sering digunakan,
hal ini disebabkan mudah dilakukan dan tidak
memerlukan biaya tinggi. Dengan model
pengisian kuesioner, organisasi dengan cepat
dapat mengetahui 5 (lima) karakteristik budaya
keselamatan, yaitu Keselamatan sebagai nilai
yang diakui dan dipahami, Kepemimpinan dalam
keselamatan (safety leadership), Akuntabilitas
keselamatan, Keselamatan terintegrasi dan
132
Keselamatan sebagai pembelajaran. Hasil
kuesioner akan merepresentasikan 37 atribut yang
mencerminkan pelaksanaan karakteristik budaya
keselamatan organisasi. Lemah dan kuatnya hasil
pengukuran melalui kuesioner diidentifikasi
dengan suatu nilai yang diperoleh dengan capaian
scoring (penilaian). Ada lima kategori penilaian
peringkat, yaitu “A” untuk capaian nilai 834 s.d.
1000, ”B” untuk nilai 667 s.d. 833, ”C” untuk
nilai 534 s.d. 666 serta ”D” untuk nilai 400 s.d.
533 serta ’E” untuk nilai 0 – 400. Contoh
penilaian kaji diri budaya keselamatan unit kerja
di BATAN tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar
1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Hasil kaji diri budaya keselamatan
dengan 5 (lima) karakteristik.
(sumber: Lokakarya K3 BATAN – PTKMR 2015)
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
Gambar 1. Hasil kaji diri budaya keselamatan dengan 5
karakteristik dari 18 Unit Kerja di BATAN Tahun 2014.
(sumber: Lokakarya K3 BATAN - 2015)
Diantara metode tersebut, pengisian kuesioner
paling sering digunakan, hal ini disebabkan
mudah dan cepat untuk dilakukan dan tidak
memerlukan biaya besar. Dengan model
pengisian kuesioner, organisasi dapat mengetahui
karakteristik budaya keselamatan organisiasi
misalnya karakteristik yang paling kuat dan yang
paling lemah. Hasil ini selanjutnya dianalisis
untuk mendapatkan tindakan perbaikan sesuai
hasil kuesioner. Namun sampai saat ini belum ada
cara yang spesifik untuk menganalisis hasil kaji
diri tersebut. Pendekatan tidak langsung yang
dapat dilakukan adalah melihat hasil audit SMK3,
pemantauan sikap perilaku selamat, pengukuran
iklim keselamatan dan analisis indikator dan
atribut budaya keselamatan hasil kaji diri.
Pendekatan ini masih secara tidak
langsung, artinya data yang diperoleh masih
bersifat persepsi individu dan organisasi. Untuk
itu masih dibutuhkan suatu model pengamatan
langsung
(observasi
lapangan)
terhadap
penerapan budaya keselamatan. Kelemahan
model pengisian kuesioner adalah bahwa
pengukuran yang dilakukan dibatasi oleh
kesenjangan (gap) persepsi pegawai, hubungan
psikologis atasan dan bawahan serta sifat
pengukuran yang tidak langsung. Kelemahan
yang terjadi dapat diperkuat dan dilengkapi
dengan pengukuran langsung sikap perilaku
selamat (Behavior Base Safety), SMK3
pemantauan program 5R, iklim keselamatan,
manajemen keselamatan yang bersifat faktual dan
langsung. Pengukuran model observasi ini
penulis namakan sebagai model observasi cepat
tanggap budaya keselamatan disingkat dengan
OCET.
Usulan model OCET ini dilakukan dengan
menggabungkan pendekatan SMK3, BBS, iklim
keselamatan dan program 5R. Penggabungan
konsep ini tetap mengacu pada 5 (lima)
karakteristik budaya keselamatan sesuai Perka
BATAN Nomor 200/KA/X/2012 dengan
membuat mapping variable untuk observasi
dengan memperhatikan 37 (tiga puluh tujuh)
atribut.
Konsep awal model ini adalah bagaimana
dapat menilai langsung terhadap penerapan
budaya keselamatan organisasi dengan mengukur
secara langsung terhadap penanaman nilai-nilai
keselamatan individu di tempat kerja, kepatuhan
terhadap peraturan serta bagaimana keselamatan
melaksanakan proses kerja yang sudah
dilaksanakan dalam SMK3, BBS iklim
keselamatan, program 5R, proses tranformasi
pada manajemen pengetahuan (knowledge
management). Pengukuran model OCET ini
mengadaptasi pola audit sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Pada
sistem audit SMK3 dilaksanakan berdasarkan
kesesuaian antara manual mutu, prosedur (SOP)
dengan pelaksanaan lapangan berupa rekaman
kegiatan.
Ada empat alasan utama perlunya
dilakukan observasi budaya keselamatan, yaitu:
a. bahwa
untuk
melaksanakan
budaya
keselamatan harus dimulai dengan kepatuhan
terhadap peraturan perundangan, konsep ini
merupakan penerapan budaya keselamatan
pada Tahap-1. Dengan menggunakan pola
observasi lapangan budaya keselamatan
model OCET ini, diharapkan pelemahan disisi
faktual
karakter
budaya
keselamatan
organisasi dapat diketahui dengan cepat dan
dapat dilakukan perbaikan sesuai hasil
observasi lapangan;
b. sebagai alat untuk verifikasi antara persepsi
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
133
INFORMASI IPTEK
individu, proses (teknologi) dan organisasi;
c. sebagai perangkat untuk melihat secara
langsung proses perubahan budaya di tempat
kerja, iklim keselamatan pada sub organisasi;
d. belum bakunya alat ukur awal terhadap
observasi lapangan terhadap capaian budaya
keselamatan.
Dengan dilaksanakannya model observasi
lapangan ini, maka dapat diverifikasi antara hasil
kuesioner kaji diri dengan fakta di lapangan.
Dengan menggunakan kombinasi pengukuran ini,
maka aspek psikologis, perilaku dan lingkungan
akan terlihat jelas dan pelemahan yang terukur
merupakan fakta lapangan, sehingga tindakan
intervensi yang dilakukan manajemen akan tepat
sasaran.
PENGENALAN MODEL OCET
Pada kajian sebelumnya telah disimpulkan
bahwa iklim keselamatan merupakan komplemen
penting dalam budaya keselamatan, karena
merupakan tampilan tangible (terlihat) budaya
keselamatan organisasi yang berlaku pada
kondisi, lingkungan, safety leadership, sumberdaya manusia serta pada kelompok tertentu di
dalam organisasi dan dapat disimpulkan sebagai
snapshoot budaya keselamatan seperti pada
Gambar 2.
Gambar 2. Model Safety Climate Culture
(diadaptasi PRISM FG1 Safety Culture Guide)
134
Dengan
mempertahankan
iklim
keselamatan yang positif), maka akan lebih
mudah
dalam
melaksanakan
fostering
(menumbuh kembangkan) budaya keselamatan
menuju tingkatan maturity (kedewasaan budaya
keselamatan).
Usulan pada model OCET ini memasukkan
variable iklim keselamatan, SMK3, program 5R,
manajemen
pengetahuan
nuklir
(nuclear
knowledge management), BBS, maka model
OCET dapat diterapkan untuk pemantauan
langsung budaya keselamatan di unit kerja.
Model ini tentu saja belum bisa dikatakan
lengkap,
karena
variabel
bebas
yang
berkontribusi terhadap budaya keselamatan cukup
luas cakupannya. Model observasi budaya
keselamatan yang di diusulkan ditampilkan pada
Tabel 1. Batasan dalam variabel yang dapat
dimasukkan sebagai bagian observasi adalah
variabel yang sudah dilaksanakan, misalnya unit
kerja sudah memperoleh sertifikasi SB006
OHSAS 18001:2008 (atau sistem manajemen
lainnya), melaksanakan pemantauan BBS dan
sudah melaksanakan program 5R.
Untuk itu dengan melakukan observasi
pelaksanaan
kinerja
keselamatan
yang
mencerminkan indikator dan atribut budaya
keselamatan,
maka
akan
memudahkan
mengevaluasi apakah hasil kaji diri sudah sesuai
dengan kondisi sebenarnya, atau masih adanya
persepsi individu yang belum tepat. Dengan
melaksakan observasi budaya keselamatan
terhadap kinerja keselamatan akan terlihat lebih
jelas permasalahan atau hasil kaji diri budaya
keselamatan sebenarnya.
PELAKSANAAN OBSERVASI
Observasi budaya keselamatan model
OCET ini diusulkan dilakukan secara periodik
setiap 3 (tiga) bulan, hal ini untuk menyesuaikan
dengan pelaporan triwulanan unit kerja. Untuk
tidak memberikan pekerjaan tambahan, maka
pemantauan pelaksanaan OCET dilaksanakan
bersamaan dengan pemantauan rutin keselamatan
di fasilitas.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
No.Dokumen: …………………
Tabel 1. Formlir rekaman OCET
REKAMAN OBSERVASI OCET
Nama tempat kerja
: ……….………………………
Nama Bidang/ Fasilitas:………………….…………….
Tanggal Observasi : …………….…………………
Nama Observer
: ….…………….Tanda tangan: …………….
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Nilai 6
:
:
:
:
:
:
Nilai Total:
1. Pemantauan komunikasi keselamatan di tempat kerja
(kategori :penanaman nilai nilai keselamatan dan kepemimpinan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah masalah keselamatan didiskusikan di tempat kerja
Ditunjukkan dengan adanya rekaman rapat.
b. Apakah manajer/struktural membicarakan jika ada potensi bahaya di tempat kerja.
Ditunjukkan dengan adanya tindak lanjut terhadap potensi bahaya tersebut.
c. Apakah informasi /isu isu SMK3 tingkat unit kerja dibicarakan dalam rapat
kordinasi di Bidang/Bagian.
Ditunjukkan dengan dengan adanya notulen rapat dan tindakan yang diambil
terhadap isu tersebut.
d. Manajer secara berjenjang melakukan kunjungan ke tempat kerja
Nilai
2. Pemantauan implementasi SB-006 - OHSAS di tempat kerja
(kategori : kepatuhan terhadap peraturan perundangan)
Obyek pemantauan
Hasil
Y T
a. Apakah pegawai mematuhi prosedur kerja
b.Apakah kondisi tempat kerja pegawai sudah aman (save condition)
c. Apakah HIRADC dilaksanakan oleh pegawai.
d.Apakah ada kondisi kerja tidak aman tetapi tetap dilaksanakan sehubungan target
terkait harus selesai.
e. Apakah di tempat kerja berkomitmen dengan sistem manajemen keselamatan yang
dilaksanakan unit kerja.
Nilai
3. Pemantauan sikap berperilaku aman di tempat kerja (BBS)
(kategori : akuntabilitas dan integrasi)
Obyek pemantuan
Hasil
a. Apakah pegawai di tempat kerja telah menggunakan alat pelindung diri yang sesuai. Y T
Ditunjukkan dengan melihat kondisi di tempat kerja apakah pekerja menggunakan
APD saat bekerja.
b.Apakah ada resistensi pegawai ketika dilakukan pemantauan/observasi oleh petugas
yang telah ditentukan.
Ditunjukkan dengan adanya sikap penolakan oleh pegawai ketika diingatkan untuk
besikap aman dalam bekerja.
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
135
INFORMASI IPTEK
c. Apakah tempat kerja sudah memenuhi persyaratan keselamatan.
Ditunjukkan dengan mapping daerah kerja radiasi, penerapan HIRADC yang benar,
lingkungan kerja yang aman (suhu, cahaya, kebisingan, kelembaban) dilampirkan
bukti foto di tempat kerja .
d. Apakan pegawai sudah bekerja sesuai prosedur di tempat kerja.
Ditunjukkan dengan adanya prosedur di dekat tempat kerja, mencatat pada logbook
dan bekerja sesuai dengan prosedur kerja.
4. Pemantauan kompetensi pegawai dan pembelajaran dalam keselamatan
(kategori : pembelajaran keselamatan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah pegawai yang mengoperasikan alat/ bekerja di tempat kerja memiliki
kompetensi yang cukup.
Ditunjukkan dengan sertifikat pelatihan, pengalaman kerja, jaminan kemampuan
dari pimpinan (jika tidak ada sertifikat yang membuktikan).
b. Apakah pegawai mengetahui persyaratan pengoperasian peralatan/ batasan kondisi
aman/batas paparan.
Ditunjukkan dengan adanya dokumen pendukung di tempat kerja, hasil kerja,
catatan logbook.
c. Apakah pegawai pernah mendapatkan induksi keselamatan sebelum bekerja.
Ditunjukkan dengan adanya rekaman meeting, safety talk, coffe morning di tempat
kerja sebelum melakukan pekerjaan.
d. Apakah ada pegawai yang mengikuti pelatihan/kursus/ transfer knowledge dalam
satu tahun terakhir.
Ditunjukkan dengan adanya sertifikat/surat tugas dari atasan langsung.
Nilai
5. Pemantauan program 5 R
(kategori : kepemimpinan dalam keselamatan)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
a. Apakah tempat kerja ada artefak 5R .
Ditunjukkan dengan adanya poster-2/ pengumuman ditempel/tanda-2 keselamatan.
b.Apakah tempat kerja sudah dilaksanakan kegiatan bersih bersih bulanan (secara
berkala).
Ditunjukkan dengan jadual kerja bakti di tempat kerja/ foto/ surat edaran/
memorandum/ notulen rapat dan bukti lain.
c. Apakah tempat kerja sudah memenuhi persyaratan house keeping.
Ditunjukkan dengan bukti foto di tempat kerja yang menunjukkan Ringkas, Rapi,
Resik, Rawat, Rajin
d.Apakah sampah di tempat kerja dibedakan dengan limbah B3.
Dibuktikan dengan foto di tempat kerja.
Nilai
6. Pemantauan pelaporan nearmiss dan potensi bahaya
(kategori: keselamatan sebagai pembelajaran organisasi)
Obyek pemantuan
Hasil
Y T
136
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138
INFORMASI IPTEK
a. Apakah ada laporan nearmiss dan insiden minor sesuai format.
Ditunjukkan dengan adanya rekaman
b.Apakah ada catatan perbaikan peralatan/kondisi tidak aman yang berpotensi
menimbulkan bahaya
c. Apakah nearmiss dikaji untuk mendapatkan akar masalah.
Ditunjukkan dengan adanya rapat pembahasan nearmiss/insiden, dan rekamannya.
d.Apakah pernah dilakukan studi banding tentang penerapan budaya keselamatan,
sistem manajemen keselamatan atau manajemen risiko.
Ditunjukkan dengan rekaman studi banding, foto, notulen atau surat kunjungan.
Nilai
Agar pelaksanaan OCET maksimal, maka
perlu dilakukan pelatihan terhadap petugas yang
akan melaksanakan observasi, hal ini menyangkut
penilaian teknis di lapangan agar mempunyai
persepsi terhadap penilaian yang sama. Misalkan
saja, harus dibuat terlebih dulu prosedur penilaian
observasi, sehingga tidak menimbulkan konflik di
lapangan. Dalam observasi harus dibuat
ketentuan bagaimana batasan untuk “Y” untuk
ada, atau “T” untuk tidak ada. Kondisi ini jika
tidak dinyatakan dalam prosedur pelaksanaan
observasi akan menimbulkan konflik baru yang
akan berdampak persepsi saat dilaksanakan kaji
diri budaya keselamatan.
Untuk menjaga independensi pelaksanaan
OCET, maka petugas yang melaksanakan harus
dilakukan dengan model silang, artinya petugas
dari bidang/bagian XYZ harus melakukan
observasi di bidang/bagian ABC. Dengan
demikian obyektifitas hasil observasi akan
memperoleh nilai kepercayaan yang tinggi
(reliability).
dilakukan observasi, jika perlu dilakukan
penambahan variable, harus memperhatikan yang
mempunyai dampak langsung (artefak) terhadap
pelaksanaan budaya keselamatan.
Setiap variable diprosentasekan serta hasil
totalnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
ANALISIS HASIL OBSERVASI
Setelah observasi dilakukan, langkah
berikutnya yang penting adalah untuk
menganalisis hasil. Analisis OCET dilakukan
berdasarkan Table 1, pada kolom “Y” dan “T”.
Data yang dicatat observer adalah jumlah “Y”
untuk setiap variable pada lembar OCET Tabel 1,
serta membubuhi tanda tangan petugas untuk
mendapatkan aspek validasinya. Setiap variable
diprosentasekan serta hasil totalnya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis ini
dibatasi pada variable yang dipilih untuk
Hasil evaluasi harus dilakukan dengan
cermat, jika diperoleh kecenderungan hasil “T”
tidak berubah menjadi “Y” untuk > 2 (dua) kali
observasi pada obyek tertentu, maka observer
diharapkan bisa memberikan masukan kepada
manajemen untuk dilakukan intervensi agar
termotivasi untuk melakukan perubahan pada
tempat kerja tertentu
Gambar 3. Contoh grafik pemantauan OCET setiap
triwulan
KESIMPULAN
• Model observasi OCET ini merupakan suatu
snapshoot
budaya
keselamatan
yang
Pengenalan model observasi cepat tanggap budaya keselamatan (F. Tusafariah dan W. Prasuad)
137
INFORMASI IPTEK
•
mengadopsi model pemantauan rutin sistem
manajemen keselamatan.
Dengan melakukan observasi menggunakan
variable bebas yang ditentukan organisasi,
maka indikasi awal pelemahan budaya
keselamatan secara cepat dapat diketahui dan
segera dilakukan intervensi oleh manajemen.
Keuntungan observasi budaya keselamatan
adalah memperoleh fakta lapangan terhadap
penerapan budaya keselamatan, sehingga
akan sangat membantu organisasi dalam
memverifikasi hasil kaji diri.
Dengan melaksanakan secara konsisten
Model observasi OCET ini, diharapkan
penanaman nilai nilai budaya keselamatan
akan berdampak pada perubahan positif sikap
perilaku dan persepsi individu, sehingga
berdampak langsung terhadap penguatan kaji
diri unit kerja.
Model OCET ini masih sangat terbuka untuk
dilakukan koreksi, masukan, kritik serta saran
pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan
model observasi budaya keselamatan ini
(OCET) serta tindakan perbaikan cepat yang
harus dilakukan.
•
•
•
DAFTAR PUSTAKA
BATAN, Standar Batan Nomor SB006- OHSAS
18001:2008,
Persyaratan
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2012.
BATAN,
Peraturan
Kepala
BATAN
Nomor
200/KA/X/2012, tentang Pedoman Penerapan
Pelaksanaan Budaya Keselamatan, Jakarta, 2012.
138
BATAN,
Peraturan
Kepala
BATAN
Nomor:
020/KA/I/2012, tentang Pedoman Penilaian Risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 2012.
FARIDA TUSAFARIAH dan PRASUAD W. Peran Safety
Leadership Dalam Budaya Keselamatan, Buletin
ALARA, ISSN1410-4652, Vol. 16 No.1, hal. 29-34,
Jakarta, 2014.
IAEA, Self-assessment of safety culture in nuclear
installations. Highlights and good practices. IAEATECDOC-1321, Vienna 2002.
IAEA, SCART Guidelines. Reference report for IAEA
Safety Culture Assessment Review Team (SCART),
Vienna, 2008.
OGP, International Association of Oil & Gas Producers,
Process Safety, Recommended Practice on Key
Performance Indikators , Report No. 456, November
2011, London, UK, 2011.
PRASUAD,W., Strategi Dalam Implementasi dan
Pengembangan Budaya Keselamatan, Prosiding PPIDTN Buku II, ISSN 0216-3128, halaman 84-91,
Yogyakarta 10-11 Juni, 2014.
PRASUAD, W., Peran safety climate dalam fostering
budaya keselamatan, Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pengelolaan Limbah XII, ISSN 1410-6086,
halaman 271- 283, Tangerang Selatan Banten, 2014.
PRASUAD, W., Up Date-Progress Report Pokja
Manajemen
Perubahan
(Penguatan
Budaya
Keselamatan di BATAN, disampaikan pada
Lokakarya K3 BATAN, Jakarta, 11 Februari 2015.
TEEMU REIMAN AND ELINA PIETIKÄINEN,
Indicators of safety culture–selection and utilization of
leading safety performance indicators, Technical
Research Centre of Finland: Report No. 2010:07
ISSN: 2000-0456, Finland, 2010.
XAVIER QUAYZIN, MBA Dipl.-Ing, Leadership, Safety
Culture and Catastrophe: Lessons From 10 Cases
Studies From 7 Safety Critical Industries, ASPECIRSE, University of Manchester, UK, 2012.
Buletin Alara,
Volume 16 Nomor 3, April 2015, 132 – 138