Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing terhadap hasil belajar matematika

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

METODE BAMBOO DANCING TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA

Di SMK Gita Kirtti 1 Jakarta

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Fajrina Rafdiani Riansah

NIM. 105017000419

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

(3)

(4)

(5)

UJI REFERENSI

Nama : Fajrina Rafdiani Riansah

NIM : 105017000419

Jur/Fak : Pendidikan Matematika/Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Bamboo Dancing Terhadap Hasil Belajar Matematika

No Judul Buku dan Nama Pengarang Paraf

Pembimbing I Pembimbing II 1

2

3

4

5

6

7

8

Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003 Anitah, Sri. Janet Trineke Manoy,

Susanah, Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta:Universitas Terbuka, 2008

Arikonto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1993

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Darwati, Yuli, Adative Help Seeking Panduan Bagi Guru Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika, Yogyakarta : Logung Printika, 2009

E, Robert Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset Dan Praktik,

Bandung : Nusa Media, 2010 Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas

Pembelajaran Kelompok, Bandung: Alfabeta, 2010


(6)

9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Masalah (Problem Solving) dalam upaya mengatasi

kesulitan-kesulitan Siswa pada soal cerita, Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007

Lie, Anita, Cooperatif Learning, Jakarta: PT Grasindo, 2004 Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2010 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003 Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar

Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001

Sudijono, Anas , Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Sudjana, Nana , Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008

Suprijono, Agus, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Surabaya: Media Buana Pustaka, 2009

Suyono, Soemoenar. Makmuri, Penerapan Matematika Sekolah, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,


(7)

19

20

21

22

23

24

Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005

Tim Matematika SMK, Matematika untuk SMK kelas , Jakarta: PT Galaxy Puspa Mega, 2001

Trianto, Mendesain model

pembelajaran inovatif progresif, konsep, landasan, dan implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).Jakarta: Kencana prenada media group, 2009

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Departemen Pendidikan

Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003

V.S, Ina Mullis dkk, TIMSS 2007 International Mathematics

Report, dari

http://timss.bc.edu/TIMSS2007/t echreport.html.

W, John Santrock, Psikologi Pendidikan, terjemahan dari Educational Psycology oleh Tri Wobowo B. S, Jakarta: Kencana, 2008

Wena, Made, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu

Tinjauan Konseptual

Operasional, Jakarta :Bumi Aksara,2009


(8)

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd Maifalinda Fatra, M.Pd NIP.19480323 198203 1 001 NIP.19700528 199603 2 002


(9)

i

ABSTRAK

Fajrina Rafdiani Riansah (105017000419). “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Bamboo Dancing Terhadap Hasil Belajar Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2011

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing dan konvensional serta pengaruh model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing terhadap hasil belajar matematika. Metode yang digunakan kuasi eksperimen dengan subyek penelitian siswa kelas X administrasi Perkantoran dan X Pemasaran, SMK Gita Kirtti 1, Jakarta Selatan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen untuk mengumpulkan data pada penelitian berupa tes esai yang terdiri dari 9 butir soal. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t dan berdasarkan perhitungan uji-t menunjukkan thitung = 3,61 dan ttabel = 2,00 pada taraf signifikansi 5% atau (α = 0,05) dan derajat kebebasan (db = 58) yang berarti thitung > ttabel (3,61 > 2,00), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.


(10)

ABSTRACT

FAJRINA RAFDIANI RIANSAH (105017000419). “Influence model of Cooperative Learning Methods of Bamboo Dancing on Mathematics Learning Outcomes”. Theses for Mathematic Subject, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2011.

The aim of this research is to know the result of learning mathematics by using Bambo Dancing Method of Cooperative Learning and using conventional learning and the influence of it toward the result of studying in mathematics. The method for this research is quasi experiment and the subject is the students of the tenth grade of office administrative department and the tenth grade of marketing department in Gita Kirtti I Vocational High School, South Jakarta. The technique of sample taking used in this research is cluster random sampling technique. The instrument for collecting data is essay test, which consists of 9 questions. Technique of data analysis which used in this research is test, and based on t-test calculation, it shows thitung = 3,61 and ttabel = 2,00 with significant level 5% or (α = 0,05) and degree of freedom (db = 58) it means thitung > ttabel (3,61 > 2,00), then H0 is rejected and H1 is accepted. It can be concluded that the average mathematics learning outcomes of students who were given a model cooperative learning method bamboo dancing is higher than average learn out of student who were given conventional learning.


(11)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing II yang penuh kesabaran, bimbingan, waktu, arahan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

3. Bapak. Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran, bimbingan, waktu, arahan, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(12)

iii

6. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

7. Kepala Sekolah SMK Gita Kirtti 1 Jakarta, Bapak Sarjianto,MM yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SMK Gita Kirtti 1 Jakarta, Bapak Hartono, S.Pd yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian. Seluruh karyawan dan guru SMK Gita Kirtti 1 Jakarta yang telah membantu melaksanakan penelitian.

8. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Ayahanda tersayang Juansah dan Ibunda tersayang Rita Sahara, yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adinda tersayang Lira Azhimatinnur Riansah serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita -cita. 10. Ade Suryadi yang penuh kesabaran memberikan dukungan dan semangat yang

tidak henti-hentinya kepada penulis

11. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ‘05, terutama Yeti Millati, Mariyatul Qibthiyah, Rahmadini Husna, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah dalam menggapai cita-cita dan meraih kesuksesan dimasa yang akan datang.

12. Hastri Rosiyanti,S.Pd dan Tri Nopriana,S.Pd., yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.


(13)

iv

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Juni 2011


(14)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 6

BAB II Deskripsi Teoritik, Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian ... 8

A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Hasil Belajar Matematika ... 8

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... ... 8

b. Hakikat Matematika ... 10

c. Hasil Belajar Matematika ... 14

d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 16

2. Metode Bamboo Dancing dalam Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

a. Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

b. Metode Pembelajaran Bamboo Dancing ... 22

c. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Bamboo Dancing ... 22

d. Metode Bamboo Dancing dalam Pembelajaran Matematika ... 23

3. Model Pembelajaran Konvensional ... 26

4. Penelitian yang Relevan ... 27


(15)

vi

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 30

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode dan Desain Penelitian... 30

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 36

F. Hipotesis Statistik ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Data ... 42

1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 42

2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 45

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 49

1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 49

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 49

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 50

2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 50

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 51

D. Keterbatasan Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(16)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif ... 21

Tabel 2.2 Penerapan Metode Bamboo Damcing dalam Pembelajaran Matematika ... 23

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen ... 31

Tabel 3.2 Klasifikasi Reliabilitas ... 34

Tabel 3.3 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 35

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 36

Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen ... 42

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 43

Tabel 4.3 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 45

Tabel 4.4 Distrubusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 46

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas ... 50

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas ... 51


(17)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 44 Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 47 Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol .... 53 Gambar 4.4 Kegiatan Siswa sedang Berdiskusi ... 54 Gambar 4.5 Kegiatan Siswa Mempresentasikan Jawaban ... 55


(18)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 61

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 78

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 93

Lampiran 4 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Sebelum Validitas ... 103

Lampiran 5 Soal Uji Coba Instrumen ... 105

Lampiran 6 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Setelah Validitas ... 108

Lampiran 7 Soal Instrumen Tes Hasil Belajar ... 110

Lampiran 8 Kunci Jawaban Soal Instrumen Tes Hasil Belajar ... 112

Lampiran 9 Perhitungan Validitas Tes Esai ... 116

Lampiran 10 Perhitungan Reliabilitas Tes Esai ... 117

Lampiran 11 Perhitungan Daya Pembeda Tes Esai ... 118

Lampiran 12 Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Esai ... 119

Lampiran 13 Hasil Perhitungan Validitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Tes ... 120

Lampiran 14 Nilai Posstest ... 125

Lampiran 15 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 126

Lampiran 16 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 130

Lampiran 17 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 134

Lampiran 18 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 135

Lampiran 19 Perhitungan Uji Homogenitas ... 136

Lampiran 20 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 137

Lampiran 21 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 138

Lampiran 22 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal ... 139

Lampiran 23 Tabel Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 140

Lampiran 24 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 142


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal mendasar yang harus dimiliki setiap bangsa. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan generasi muda berilmu, tetapi juga dapat menjadikan manusia berakhlak mulia serta memiliki keterampilan untuk bekal hidup dalam bermasyarakat. Hal tersebut diatas sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah telah menempuh berbagai cara. Salah satu cara pemerintah adalah dengan meningkatan kualitas pendidikan dilakukan secara berkesinambungan dan sampai saat ini masih terus dilakukan. Langkah nyata yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah bertaraf internasional. Hal ini dilakukan karena sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang bertujuan untuk mendidik siswa agar menjadi lebih cerdas, memiliki akhlak mulia, serta memiliki keterampilan.

Usaha pemerintah tersebut tidak sia-sia, terlihat dari banyaknya prestasi yang diraih oleh para siswa Indonesia. Sebagai contohnya, para siswa Indonesia berhasil meraih satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu pada Kompetensi Matematika Internasional atau International Mathematics Competition (IMC) 2010 di Incheon, Korea Selatan, 25-29 Juli

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008), h. 2.


(20)

2

20102, meraih sepuluh medali emas, sembilan perak, lima perunggu dan peringkat juara umum pada Wizard at Mathematic International Competition (WIZMIC) 2009 yang berlangsung di Lucknow, India3.

Prestasi para siswa Indonesia tersebut begitu membanggakan dan patut kita syukuri. Namun, prestasi tersebut adalah prestasi individual siswa yang yang bukan merupakan prestasi siswa Indonesia seluruhnya. Pada kenyataannya jika dilihat secara keseluruhan prestasi belajar siswa Indonesia khususnya matematika masih rendah.

Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 593. Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.4 Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih.

Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang penting dan semakin dirasakan kegunaannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Belajar matematika bukan semata-mata untuk menjadi sarjana matematika. Hal terpenting ialah untuk melatih diri berpikir dan bertindak secara analitis dan logis. Siswa yang terbiasa berpikir secara matematik akan lebih mudah berpikir logis dan rasional. Kemampuan berpikir seperti ini sangat dibutuhkan dalam menyongsong era modern yang menuntut kompetisi yang seperti sekarang ini.5 Tetapi pada kenyataannya matematika sering dianggap

2

http://www.kemdiknas.go.id/media--publik/siaran-pers/pelajar-indonesia-raih-medali--emas-kompetisi-matematika-internasional-2010.aspx

3Redaksi, “Indonesia Juara Umum Kompetisi Matematika Internasional 2009”, dari

http://www.antaranews.com/print/1256915947.

4Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari

http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, h. 38.

5

Yuli Darwati, Adative Help Seeking Panduan Bagi Guru Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika, (Yogyakarta : Logung Printika, 2009), cet. I, h.1


(21)

3

sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga menyebabkan hasil belajar matematika siswa kurang memuaskan atau rendah.

Rendahnya hasil belajar siswa juga terjadi pada siswa SMK Gita Kirtti 1 Jakarta, yang terlihat dari rata-rata nilai ulangan harian matematika siswa kelas X yaitu 56, yang masih berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sekolah tersebut yaitu 60. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika pada sekolah tersebut menyebutkan bahwa hasil belajar yang rendah disebabkan karena masih banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah kemampuan dasar siswa yang rendah, kurangnya motivasi belajar matematika siswa serta beban materi yang terlalu banyak dengan waktu yang singkat.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Siswa diarahkan pada kemampuan untuk menghapal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang dihapal dan diingatnya. Kondisi pembelajaran seperti diatas didukung oleh pernyataan para pakar, diantaranya Soedjadi dan Marpaung yang dikutip oleh Muhammad A. yang menyebutkan bahwa: (1) Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pendekatan konvensional, yakni ceramah, Tanya jawab, dan pemberoian tugas atau mendasarkan pada “behaviorist“ atau

“strukturalist”; (2) pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan

siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika secara mendalam; (3) pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional bagi para siswa nantinya; (4) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku

paket sebagai “resep“ mereka mengajar matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan (5) strategi pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya


(22)

4

upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif.6

Keberhasilan belajar siswa tidak hanya dipengaruhi faktor siswa saja, ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor eksternal yang meliputi kecerdasan, motivasi, minat, sikap, bakat, faktor internal yang meliputi lingkungan, faktor alamiah, dan faktor materi pelajaran, serta faktor pendekatan belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.7

Berkenaan dengan itu Ruseffendi menyatakan bahwa “Terdapat banyak anak-anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhanapun banyak yang tidak dipahaminya, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”.8

Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang optimal di berbagai sisi, baik sisi teknis seperti metode pembelajaran, strategi pembelajaran, ataupun media yang digunakan, dan juga di sisi non-tenis seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Penggunaan model pembelajaran harus lebih diperhatikan, karena kebanyakan pembelajaran matematika sekarang ini mendorong siswa bukan pada pemahaman konsep melainkan hanya menghapal rumus, sehingga ketika siswa dihadapkan dengan soal-soal yang mebutuhkan analisis mereka tidak dapat menyelesaikannya. Model pembelajaran saat ini masih menggunakan pembelajaran kompetitif dan individualis. Dalam belajar kompetitif dan individualis, guru menempatkan siswa pada tempat duduk yang terpisah dari tempat lain. kata-kata “dilarang mencontoh”, “geser tempat dudukmu”, “saya ingin kamu bekerja sendiri”, dan “jangan perhatikan orang lain, perhatikan diri kamu sendiri”, sering digunakan dalam belajar kompetitif dan individualistis

6

Nining Setyaningsih, Aplikasi Pendekatan Model Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika, (Surakarta: Warta, 2006), hal. 35

7

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. XI, h. 132

8Lia Kurniati,2007.”

Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam upaya mengatasi kesulitan-kesulitan Siswa pada soal cerita”. PIC UIN Jakarta. h. 45.


(23)

5

(Johnson & Johnson 1994).9 Agar tidak terjadi hal-hal tersebut, guru harus memilih model, metode, dan strategi pembelajaran yang efisien dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Penulis mempercayai bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dengan pembelajaran kooperatif siswa belajar memahami konsep mereka sendiri dengan cara berkelompok dengan anggota yang berbeda latar belakang. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan cara kelompok kecil untuk meningkatkan kemampuan akademik melalui kerjasama, hubungan antara siswa yang berbeda latar belakang, mengembangkan keterampilan untuk memecahkan masalah melalui kelompok. Model pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Model pembelajaran kooperatif terdiri dari bermacam-macam metode, diantaranya adalah metode pembelajaran bamboo dancing (tarian bambu). Metode pembelajaran ini pertama dikembangkan oleh Spencer Kagan, metode merupakan modifikasi dari metode lingkaran besar lingkaran kecil. Metode tarian bambu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi untuk menbangun konsep (pemahaman) pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Metode ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukaran pengalaman dan pengetahuan antarsiswa.

Berdasarkan permasalahan diatas penulis menyusun skripsi dengan judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Bamboo Dancing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dikemukakan identifikasi masalah, antara lain:

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa.

9

Trianto, 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif progresif, konsep, landasan, dan implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP). Kencana prenada media group :Jakarta, h.55.


(24)

6

2. Pembelajaran matematika selama ini masih cenderung berpusat pada guru. 3. Kurangnya variasi guru dalam memilih strategi, metode, maupun model

dalam pembelajaran matematika.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, masalah hanya dibatasi pada hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Gita Kirtti 1. Hasil belajar ini diperoleh dari nilai posttest siswa. Adapun hasil belajar yang di nilai adalah aspek kognitif tentang materi program linear.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing dan model pembelajaran konvensional?

2. Apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing terhadap hasil belajar siswa?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing. Lebih rinci lagi, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing dan yang diajarkan dengan model konvensional.

2. Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing terhadap hasil belajar matematika.

F. Manfaat Hasil Penelitian


(25)

7

1. Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan metode pembelajaran bamboo dancing.

2. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan pengalaman tentang cara pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran bamboo dancing.

3. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar matematika dengan menggunakan metode pembelajaran bamboo dancing.

4. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran agar dapat tercipta suasana pembelajaran yang efektif dan bermakna.


(26)

8

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR,

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kegiatan yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar. Beberapa pakar pendidikan diantaranya Gagne, Travers, Cronbach, Spears, Geoch, Morgan mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman atau latihan.1

Secara sederhana, Robbins mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.2 Ini berarti bahwa belajar adalah proses sistemik yang dinamis. Slameto mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3 Menurut Sanjaya belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya.4

1

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet. II, h. 2

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, 2009), Cet. I h.15

3

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya., (Jakarta: PT RINEKA CIPTA,2003), cet. IV. h.2

4

Wina Sanjaya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2010), h. 213.


(27)

9

Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psio-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya.5 Tapi kenyataan yang dipahami oleh sebagian masyarakat tidaklah demikian. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas sekolah. Sebagian masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan. Padahal sekolah hanyalah sarana untuk terlaksananya proses belajar dan proses belajar tidak hanya terjadi di sekolah saja.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang yang relatif menetap, menjadi lebih baik, sebagai hasil dari pengalaman atau hasil interaksi dengan lingkungan.

Proses yang terjadi yang membuat seseorang belajar disebut pembelajaran. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.6 Dalam pembelajaran semua elemen yang menunjang berlansungnya suatu proses pembelajaran dari mulai peserta didik, pendidik, sumber belajar, sampai lingkungan belajar, semuanya bersinergi dan berinteraksi tanpa mengabaikan salah satu dari elemen tersebut.

Menurut Santrock, pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman.7 Suprijono mendefinisikan pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sementara pada pembelajaran guru

5

Agus Suprijono, Cooperative Learning… cet. II, h. 3

6

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, 2003 ), hal. 4.

7

John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terjemahan dari Educational Psycology oleh Tri Wobowo B. S, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. 2, h. 266


(28)

10

mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran.8

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses, cara atau jalan untuk menjadikan seseorang atau mahluk hidup untuk belajar. Seseorang yang telah melalui proses pembelajaran ia akan mengalami perkembangan jiwa menuju keutuhan dan kemandirian.

b. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika

Pengertian tentang matematika tidak didefinisikan secara tepat dan menyeluruh. Hal ini mengingat belum ada kesepakatan atau definisi tunggal tentang matematika. Beberapa pengertian atau ungkapan tentang matematika hanya dikemukakan berdasarkan siapa pembuat definisi, di mana dibuat, dan dari sudut pandang apa definisi itu dibuat. Ada tokoh yang tertarik dengan bilangan maka ia melihat matematika itu dari sudut pandang bilangan. Ada tokoh lain yang lebih mencurahkan perhatian kepada stuktur-struktur maka ia melihat matematika dari sudut pandang struktur-struktur itu. Tokoh lain yang tertarik pada pola pikir atau sistematik maka ia melihat matematika dari sudut pandang sistematik itu. Dengan demikian banyak sekali definisi yang berbeda-beda tentang matematika.

James menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain serta terbagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.9 Tetapi ada yang berpendapat bahwa matematika dibagi kedalam empat bidang, yaitu aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Aritmatika disini mencakup teori bilangan dan statistik.

8

Agus suprijono, Cooperative Learning… cet. II, h. 13

9

Tim Matematika SMK, Matematika untuk SMK kelas , (Jakarta: PT Galaxy Puspa Mega, 2001), cet 1, h. 1


(29)

11

Lerner mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.10 Bahasa simbolis, maksudnya dalam matematika banyak digunakan simbol-simbol seperti %, ≡, dan ↔. Simbol-simbol itu sangat padat, artinya simbol itu ditulis secara singkat tapi maknanya sangat luas. Sedangkan bahasa universal disini adalah matematika berlaku secara umum dan disepakati secara internasional. Sebagai contoh, orang yang pernah belajar matematika tentunya akan mengerti yang dimaksud dengan 2 + 3 = 5. Bahasa matematika seperti itu berlaku untuk siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Sependapat dengan Lerner, Kline juga mengungkapkan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.11 Dalam matematika suatu generalisasi, sifat, teori, atau dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum bisa dibuktikan secara deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan atau observasi (induktif).

Menurut Russeffendi, matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak bisa didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema.12 Jelas disini bahwa matematika tersusun diri unsur-unsur yang yang tidak dapat didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, dan aksioma-aksioma, terbentuklah dalil-dalil atau teori-teori yang

10

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), Cet.II, h.252

11

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak..., h.252

12


(30)

12

kebenarannya berlaku secara umum. Kebenaran tersebut dapat dibuktikan secara deduktif.

Reys menyatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.13 Dalam matematika terdapat unsur-unsur, keteraturan-keteraturan, dan ketetapan (kekonsistenan), seperti halnya seni yang indah dipandang dan diresapi. Contohnya adalah konsep tentang fungsi. Dalam pemakaian sehari-hari, kata fungsi dapat berubah-rubah artinya sesuai dengan posisinya dalam kalimat. Konsep fungsi dalam matematika, jelas mempunyai keteraturan dan keterurutan dalam aturan yang didefinisikanya, dipakai untuk mengaitkan dua buah himpunan dengan syarat-syarat tertentu yang konsisten yang membedakannya dengan konsep lain diluar fungsi.

Menurut Soedjadi, matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir.14 Hal tersebut mempunyai arti bahwa matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terorganisir dengan baik dan mencari keterkaitan atau hubungan antara konsep dan struktur yang satu dengan yang lain.

Dari pengertian-pengertian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah suatu cabang ilmu eksak yang didalamnya memuat struktur-struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak dapat didefinisikan ke unsur yang bisa didefinisikan.

2) Matematika Sekolah

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, mulai dari Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Bahan ajar matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian

13

Tim Matematika SMK, Matematika untuk SMK kelas , (Jakarta: PT Galaxy Puspa Mega, 2001), cet 1, h. 4

14


(31)

13

matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu pada perkembangan IPTEK. Ada dua objek pembelajaran matematika sekolah, yaitu objek langsung pembelajaran matematika sekolah dan objek tidak langsung pembelajaran matematika sekolah.15

Objek langsung pembelajaran matematika sekolah adalah fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Fakta adalah semufakatan-semufakatan tentang lambang yang dipakai, atau aturan-aturan yang disepakati bersama. Konsep merupakan jawaban atas pertanyaan “Apakah itu?”. Prinsip merupakan jawaban atas pertanyaan “Bagaimana itu?”. Untuk mendapatkan pemahaman atas fakta, konsep, dan prinsip perlu latihan keterampilan penguasaan fakta, keterampilan penggunaan konsep dan prinsip di dalam menyusun kebenaran konsistensi. Objek tidak langsung pembelajaran matematika sekolah di antaranya adalah disiplin diri, kemahiran matematika, apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara matematika, yaitu logis, rasional, dan eksak.

Kegunaan matematika di sekolah diantaranya adalah:16 a) Dengan belajar matematika, manusia dapat menyelesaikan

persoalan yang ada di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya

i. Berhitung, menghitung luas, isi, dan berat.

ii. Mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data.

iii. Menyelesaikan persoalan bidang studi lain. iv. Menggunakan kalkulator dan komputer.

15

Soemoenar, Suyono, Makmuri, Penerapan Matematika Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), cet.II, h. 1.11

16

Tim Matematika SMK, Matematika untuk SMK kelas , (Jakarta: PT Galaxy Puspa Mega, 2001), cet 1, h. 8


(32)

14

v. Berbelanja dan berdagang.

vi. Berkomunikasi melalui tulisan atau gambar, seperti membaca grafik dan persentase.

vii. Membuat catatan-catatan dengan angka.

b) Matematika diajarkan di sekolah karena dapat membantu bidang studi lainnya seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, ekonomi, akuntansi, perpajakan, dan geografi.

c) Mempelajari geometri ruang dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai ruang sehingga berpikir logis, tepat untuk dimensi tiga. Mempelajari aljabar dapat meningkatkan kemampuan siswa secara kritis, logis, dan sistematis dalam merumuskan asumsi, definisi, dan generalisasi.

d) Matematika dapat dipakai sebagai alat ramalan atau prakiraan seperti prakiraan cuaca, pertumbuhan penduduk, dan keberhasilan belajar.

e) Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alat canggih seperti kalkulator dan komputer.

f) Matematika diajarkan sekolah seperti ilmu yang lain demi terpeliharanya matematika itu sendiri serta peningkatan kebudayaan.

c. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan salah satu hal yang dijadikan pusat perhatian di dalam pendidikan, karena tingkat keberhasilan proses belajar dapat dilihat dari hasil belajar. Menurut Sudjana, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.17 Pengertian tersebut senada dengan pendapat Abdurahman, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.18 Menurut Arikunto, hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar

17

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet XI, h.22

18


(33)

15

dimana tingkah laku itu tampak dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati dan diukur.19

Menurut Romiszowski, hasil belajar adalah keluaran (outputs) dari suatu sistem pemrosesan masukan (inputs)20. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Menurut Romiszowski, perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi; dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan21. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi.

Sedangkan Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom, membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu:22

1. Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan, dan keahlian mentalis. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Ranah kognitif terdiri dari enam aspek, yakni mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi.

19

Suharsimi Arikonto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1993), h.137

20

Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak…, h. 38.

21

Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak…, h. 38.

22

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html tanggal 19 Oktober 2010 Pukul 14:17


(34)

16

2. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Ranah terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dihasilkan dari proses perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan yang mereka miliki.

Adapun mengenai hasil belajar matematika di sekolah biasanya dapat dilihat dengan nilai (angka). Hasil belajar adalah tolak ukur keberhasilan yang dicapai siswa dalam belajar matematika dengan tujuan kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan evaluasi. Jadi hasil belajar matematika siswa adalah kemampuan yang dihasilkan dari proses pembelajaran berupa suatu skor hasil belajar yang dimiliki siswa.

d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Kemampuan belajar siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Di dalam proses belajar tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut banyak sekali jenisnya. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:

1. Faktor internal.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor ini meliputi:


(35)

17

a. Faktor fisiologis:

Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua, yang pertama yaitu keadaan tonus jasmani, yang pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Dan yang kedua keadaan fungsi jasmani/fisiologis, selama proses belajar berlangsung peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar.

b. Faktor psikologis:

Keadaan psikologi seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar antara lain: Kecerdasan siswa (kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat), motivasi (salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa, motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar), minat/interest (keinginan yang besar terhadap sesuatu), sikap (gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi/merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek,orang,peristiwa, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif), bakat/aptitude kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang)

2. Faktor eksternal.

Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu:

a. Lingkungan sosial: Berupa Lingkungan sosial sekolah (seperti guru, administrasi dan teman-teman sekelas), Lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga.

b. Lingkungan non sosial: Lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.


(36)

18

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.23

Dari ketiga Faktor-faktor diatas, baik faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi antara satu sama lain.

2. Metode Bamboo Dancing dalam Model Pembelajaran Kooperatif a. Model Pembelajaran Kooperatif

Cooperative Learning berasal dari cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.24 Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Slavin, dalam metode pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.25 Johnson mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang

23

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. XI, h. 132

24

Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet.3,h. 15.

25

Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset Dan Praktik, (Bandung : Nusa Media, 2010), cet. VI,h.8


(37)

19

mereka miliki dan mempelajari satu sama laim dalam kelompok tersebut.26

Menurut Suyatno, model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.27 Sedangkan menurut Lie, pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.28

Penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama antara sesama siswa dengan membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang untuk menguasai materi yang guru sampaikan, memecahkan masalah dan dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Tujuan pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, dan pengembangan sosial.29 Johnson mengatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.30

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Roger dan Johnson untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, yaitu:31

1. Saling ketergantungan positif

26

Isjoni, Cooperative Learning …, h.17

27

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Media Buana Pustaka, 2009), h. 21

28

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional,(Jakarta :Bumi Aksara,2009),cet.1,h.189

29

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran…, h 59

30

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran…, h 57

31


(38)

20

2. Tanggung jawab perseorangan 3. Tatap muka

4. Komunikasi antar anggota 5. Evaluasi proses kelompok

Lie mengatakan pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses pembelajaran akan bermakna jika peserta didik bisa saling mengajari. Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain.32 Lebih khusus lagi Lungdren menjelaskan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur dasar tersebut adalah sebagai berikut:33

1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.

2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memilki tujuan yang sama.

4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama dalam belajar.

7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang akan ditangani dalam kelompok kooperatif. Pembelajaran kooperatif selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk

32

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif…., h. 189

33


(39)

21

mambantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat 6 tahap pembelajaran, yaitu:34

Tabel 2.1

Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif

Tahap Perilaku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang akan dicapai pada materi yang dipelajari dan memotivasi siswa untuk belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi atau materi pelajaran

Menyajikan informasi atau materi pelajaran kepada siswa baik dengan demonstrasi atau bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa

ke dalam

kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan bekerja sama dalam kelompok agar terjadi perubahan yang efisien.

Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Mengamati, mendorong, dan

membimbing siswa dalam

menyelesaikan tugas. Tahap 5

Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Tahap 6

Mengumumkan pengakuan atau penghargaan

Memberikan umpan balik terhadap hasil kerja seluruh kelompok dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah menunjukkan hasil kerja baik.

34


(40)

22

b. Metode Pembelajaran Bamboo Dancing

Metode bamboo dancing dikembangkan oleh Kagan. Metode ini merupakan modifikasi dari metode inside-outside circle. Metode ini diberi nama bamboo dancing karena siswa berjajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bamboo yang digunakan dalam tari bamboo dari Filipina yang juga popular di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan belajar mengajar dalam metode ini, siswa dapat saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Metode ini bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti agama, IPS, matematika, dan bahasa. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan metode ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pengalaman, pikiran, dan informasi antar siswa.

Salah satu keunggulan dari metode ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Metode pembelajaran bamboo dancing bisa digunakan untuk semua tingkatan usia anak didik.35

c. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Bamboo Dancing

Pembelajaran dengan metode bamboo dancing diawali dengan pengenalan topik oleh guru. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis atau dapat pula bertanya jawab apa yang diketahui siswa mengenai topik itu. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa agar lebih siap menghadapi pelajaran yang baru.

Selanjutnya, guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar. Aturlah sedemikian rupa pada tiap-tiap kelompok besar berdiri berjajar saling berhadapan dengan yang lainnya yang juga dalam

35


(41)

23

posisi berdiri berjajar. Dengan demikian di dalam tiap-tiap kelompok besar mereka saling berpasang-pasangan. Pasangan ini disebut pasangan awal. Bagikan tugas kepada tiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas. Pada kesempatan itu berikan waktu yang cukup kepada mereka agar mendiskusikan tugas yang diterimanya.

Usai diskusi, setiap orang dari tiap kelompok besar yang berdiri berjajar saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam. Dengan cara ini tiap-tiap siswa akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian seterusnya. Pergeseran searah jarum jam baru terhenti ketika tiap-tiap siswa kembali ke pasangan awal.

Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh kelas. Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, tanya jawab, dan sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi di tiap-tiap kelompok besar dapat diobjektifikasi dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.36

d. Metode Bamboo Dancing Dalam Pembelajaran Matematika Metode bamboo dancing dapat diterapkan dalam pelajaran matematika, adapun penerapan pada saat proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode bamboo dancing, yaitu:

Tabel 2.2

Penerapan Metode Bamboo Dancing dalam Pembelajaran Matematika

No

Tahap Bamboo Dancing

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1.

Menyampai kan tujuan dan

Pengenalan topik

pembelajaran kepada siswa

Kegiatan sumbang saran

36


(42)

24

memotivasi siswa

Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa terhadap pokok bahasan program linear.

Mengembangkan minat dan rasa ingin tahu terhadap pokok bahasan program linear.

Mengkaitkan pokok bahasan program linear dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Berusaha mengingat pengalaman

sehari-hari dan

menghubungkannya

dengan pokok

bahasan program linear.

2 2.

Menyajikan Informasi

Mengajukan pertanyaan

yang berhubungan

dengan pokok bahasan program linear.

Memberikan respons terhadap pertanyaan guru.

3.

Mengorgani sasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Membentuk kelas ke dalam dua kelompok besar dan berdiri

berjajar saling

berhadapan

Membentuk kelas ke dalam dua kelompok besar dan berdiri berjajar saling berhadapan 4. Membimbin g kelompok bekerja dan belajar

Membagikan LKS dan memberikan

kesempatan masing-masing kelompok untuk

menemukan konsep

“program linear.”

Mengerjakan LKS yang diberikan dan bekerja sama dalam kelompok untuk menemukan konsep “program linear.” Mengorganisasikan

kelompok secara

prosedur

Usai diskusi, setiap orang dari tiap kelompok besar

yang berdiri

berjajar saling berhadapan itu bergeser mengikuti arah jarum jam.


(43)

25

Dengan cara ini tiap-tiap siswa akan mendapat pasangan baru dan berbagi informasi, demikian

seterusnya.

Pergeseran searah jarum jam baru terhenti ketika tiap-tiap siswa

kembali ke

pasangan awal.

5. Evaluasi

Meminta salah satu

kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dengan kalimat mereka sendiri.

Mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan mencoba memberi penjelasan terhadap konsep “program linear” yang telah ditemukan.

Mengklarifikasi

konsep-konsep siswa yang masih salah dan menjelaskan konsep “program linear” yang harus dipahami siswa.

Mencermati dan berusaha memahami penjelasan guru. 6. Mengumum kan pengakuan atau penghargaa n

Memberikan umpan

balik terhadap hasil kerja seluruh kelompok

dan memberikan

penghargaan kepada kelompok yang telah menunjukkan hasil kerja baik.

Menerima umpan balik terhadap hasil

kerja seluruh

kelompok dan

menerima

penghargaan untuk kelompok yang telah menunjukkan hasil kerja baik.


(44)

26

3. Model Pembelajaran Konvensional

Konvensional adalah sebuah model klasikal yang biasa digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang lazim digunakan oleh para guru di sekolah. Beberapa metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional antara lain adalah metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode driil atau latihan, metode pemberian tugas, metode demontrasi, metode permainan, dan lain-lain.

Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu: a. Menyandarkan kepada hafalan.

b. Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.

c. Bahan ajar biasanya dalam bentuk ceramah, tugas tulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.

d. Siswa umumnya bersifat pasif dalam pembelajaran

e. Memberikan sekumpulan informasi kepada siswa tanpa menindaklanjuti apakah siswa tersebut paham atau tidak.

Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya dijadikan obyek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga kegiatan, yaitu dengar, catat dan hafal. Keadaan seperti ini membuat proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pangajar dan menyelesaikan latihan-latihan.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional yaitu metode ekspositori. Metode ekspositori merupakan metode yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa keseluruhan, dengan maksud para siswa dapat menguasai materi secara optimal.


(45)

27

Terdapat beberapa karakteristik metode ekspositori yang dikutip Wina Sanjaya, yaitu:37

1. Metode ekspositori dengan cara menyampaikan materi secara verbal. 2. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang

sudah terjadi, maksudnya materi tersebut harus dihapal terlebih dahulu oleh siswa, sehingga tidak perlu lagi berpikir ulang.

3. Tujuan dari penerapan metode ini adalah penguasaan materi tersebut.

4. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini membahas tentang metode pembelajaran bamboo dancing, dimana metode ini termasuk dalam model pembelajaran kooperatif dan berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan peneliti didapatkan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh:

1. Sri Nurchayati yang berjudul “Efektifitas Pendekatan Cooperative Learning Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif lebih baik daripada hasil belajar dengan model pembelajaran konvensional.

2. Ciswandi yang berjudul ”Pembelajaran Kooperatif Model SNH (Structured Numbre Head) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa”. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif memberikan dampak positif terhadap hasil belajar matematika siswa. 3. Muhammad yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan

Metode Cooperative Learning Teknik Two Stray Two Stay Terhadap Hasil Belajar Siswa”. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Cooperative Learning

37

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta: Kencana, 2010), Cet. IV, hal.179


(46)

28

teknik Two Stray Two Stay lebih baik daripada haisl belajar dengan menggunakan model konvensional.

B. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang penting dan semakin dirasakan kegunaannya. Hal penting dalam belajar matematika adalah untuk melatih diri berpikir dan bertindak secara analitis dan logis. Namun pada kenyataannya metematika sering kali dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa masih rendah.

Untuk memperoleh hasil belajar matematika yang baik diperlukan suatu model dan metode pembelajaran yang merangsang partisipasi aktif dan kooperatif dari siswa. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk berbagi informasi dengan teman yang bertujuan agar siswa lebih memahami matematika. Sedangkan guru memberikan informasi yang dirancang untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan dan memberikan tugas dan soal-soal yang harus diselesaikan oleh siswa.

Pembelajaran tersebut dapat diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing. Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Metode pembelajaran bamboo dancing bisa digunakan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode pembelajaran ini menghadirkan suasana belajar matematika yang menyenangkan, sehingga diharapkan siswa dapat menerima pelajaran secara maksimal. Salah satu keunggulan metode ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi informasi mengenai apa yang telah mereka pahami dan yang belum mereka pahami tentang materi yang diajarkan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi untuk memahami materi yang dipelajari. Penerapan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran matematika baik


(47)

29

secara fisik maupun mental. Jika siswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktikkan dan mendiskusikan materi pembelajaran, maka siswa akan lebih banyak ingat mengenai pelajaran yang diberikan.

Dari uraian diatas terlihat bahwa ada kaitan antara model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing terhadap hasil belajar matematika, maka melalui model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing diduga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.Secara grafis pemikiran yang dilakukan oleh peneliti dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut

Bagan 2.1

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif metode pembelajaran bamboo dancing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

Pengaruh terhadap hasil belajar

matematika Pemahaman siswa terhadap materi program

linear

Menggunakan Metode Bamboo

Dancing

Pengaruh dalam penggunaan metode bamboo dancing lebih

tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional

terhadap hasil belajar matematika Menggunakan

Pembelajaran Konvensional


(48)

30 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMK Gita Kirtti 1 Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan BRI Radio Dalam, Gandaria Utara, Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan di kelas X semester genap tahun ajaran 2010/2011, pada tanggal 7 Maret sampai 15 April 2011.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, dilakukan dengan membagi kelompok yang diteliti menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan metode pembelajaran bamboo dancing dan kelompok kedua adalah kelompok dengan pembelajaran konvensional sebagai kelompok kontrol dalam penelitian.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk Two Group Randomized Subjek Posttest Only.

Rancangan Desain Penelitian Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen X O

Kontrol O

Keterangan:

O = posttest yang diberikan kepada kedua kelompok

X = perlakuan dengan model pembelajara kooperatif metode bamboo dancing

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Gita Kirtti 1 Jakarta. Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas X SMK Gita


(49)

31

Kirtti 1 Jakarta. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari populasi terjangkau sebanyak empat kelas. Kelas X administrasi perkantoran sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang dan kelas X pemasaran sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan teknik cluster random sampling karena jika dilihat dari nilai rapot sebelumnya rata-rata nilai siswa hampir sama, begitu juga dengan materi pembelajarannya walaupun berbeda jurusan namun materi yang disampaikan sama.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari tes hasil belajar matematika siswa pada kedua kelompok sampel dengan pemberian tes yang sama, serta hasil wawancara dengan siswa. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang diteliti

Variabel bebas : model pembelajaran kooperatif Variebel terikat : hasil belajar matematika siswa 2. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa. Soal tes untuk mengukur hasil belajar matematika disusun dalam bentuk uraian sebanyak 10 soal, dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen

No Indikator Soal No Butir

Soal 1. Menentukan daerah penyelesaian sistem

pertidaksamaan linear 1

2. Membuat sistem persamaan linear jika diketahui

daerah penyelesaian 2

3. Membuat model matematika dari soal cerita 3,4 4. Menentukan fungsi objektif dan fungsi kendala


(50)

32

5. Menentukan nilai optimum berdasarkan fungsi

objektif 7, 8

6. Menentukan nilai optimum dari program linear 9, 10

Untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut memenuhi syarat soal yang baik, maka dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas

Validitas adalah syarat terpenting dalam suatu alat evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas yang tinggi (disebut valid) jika teknik evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan di ukur.

Analisis validitas berguna untuk menghubungkan apakah terdapat kesamaan atau tidak antara bentuk soal yang satu dengan bentuk soal yang lain. Untuk mencari validitas digunakan rumus yang dikemukakan Pearson sebagai berikut1:

Keterangan:

rXY = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y n = banyaknya subyek

X = skor item Y = skor total

Setelah diperoleh harga rXY, kita lakukan pengujian validitas

dengan membandingkan harga rXY dan rtabel product moment, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan rumus dk = n – 2. Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga rtabel product moment pada taraf signifikansi

1

Suharsimi Arikuto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.170


(51)

33

5%. Kriteria pengujiannya adalah jika rXY rtabel, maka soal tersebut

valid dan jika rXY < rtabel maka soal tersebut tidak valid.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen penelitian, dari 10 Soal yang diujicobakan diperoleh 9 butir soal yang valid, sehingga kesembilan soal yang valid tersebutlah yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Perhitungan selengkapnya mengenai uji validitas instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 116.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas diartikan dengan keajegan (consistencty) bila mana tes tersebut diujikan berkali-kali dan hasilnya relatif yang signifikan. Rumus yang digunakan untuk menganalisis reliabilitas yaitu dengan menggunakan metode koefisien alfa. Metode ini digunakan pada soal-soal esai. Jadi tidak bisa diterapkan pada butir-butir yang tidak bisa diskor secara dikotomis, melainkan bentuk rentangan. Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas adalah:

2 2

11 1

1 t

i

k k r

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas instrumen k = banyaknya butir soal

2

i = jumlah varians skor tiap-tiap item

2

t = varians skor total

Adapun klasifikasi dari reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:


(52)

34

Tabel 3.2

Klasifikasi Reliabilitas

Rentang Keterangan

0,80 < < 1,00 0,60 < < 0,80 0,40 < < 0,60 0,20 < < 0,40 0,00 < < 0,20

Sangat baik Baik Cukup Rendah Sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian, diperoleh skor reliabilitas sebesar 0,871, perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 117. Dengan skor reliabilitas demikian, maka instrumen penelitian tersebut dapat dikatakan memiliki konsistensi yang handal dan memenuhi persyaratan instrumen tes yang baik.

c. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran soal merupakan salah satu ciri yang harus diperhatikan, karena tingkat kesukaran tes menunjukkan seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang telah diselenggarakan. Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya karena setiap pembuat tes perlu mengetahui soal itu sukar, sedang, atau mudah. Tingkat kesukaran soal dapat di lihat dari jawaban siswa. semakin sedikit siswa yang menjawab benar, berarti soal itu termasuk sukar. Semakin banyak siswa yang menjawab benar maka soal itu termasuk tidak sukar atau mudah.

Tingkat kesukaran butir tes dinyatakan dengan indeks berkisar 0,00 sampai 1,00. Rumus yang dugunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes adalah:


(53)

35

Keterangan:

TK = Tingkat kesukaran B = Jumlah skor yang benar

N = Jumlah siswa

Adapun klasifikasi dari taraf kesukaran dapat dilihat pada tabel berikut: 2

Tabel 3.3

Klasifikasi Taraf Kesukaran

Rentang Keterangan

0,00 0,01 – 0,39 0,40 – 0,80 0,81 – 0,99 1,00

Sangat sukar Sukar

Sedang (Baik) Mudah

Sangat mudah

Berdasarkan hasil perhitungan taraf kesukaran butir soal, diperoleh 2 butir soal termasuk dalam kriteria sedang dan 7 butir soal termasuk dalam kriteria sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 118.

d. Daya Pembeda

Pengujian daya pembeda soal digunakan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan untuk pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut:

Keterangan :

= jumlah skor kelompok atas yang menjawab soal dengan benar = jumlah skor kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

2

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. II, h. 134.


(54)

36

= jumlah skor maksimum siswa kelompok atas JB = jumlah skor maksimum siswa kelompok bawah

= daya pembeda

Adapun klasifikasi dari taraf kesukaran dapat dilihat pada tabel berikut: 3

Tabel 3.4

Klasifikasi daya pembeda

Rentang Keterangan

0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,70 0,71 – 1,00

Jelek Cukup Baik

Sangat Baik

Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda butir soal, diperoleh 1 butir soal termasuk dalam criteria sangat baik, 6 butir soal termasuk dalam kriteria baik, dan 2 butir soal termasuk dalam kriteria cukup. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 119.

E. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, dipakai uji kesamaan dua rata-rata dan uji analisis statistik. Namun sebelum analisis statisik dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis sebagai syarat dapat dilakukannya analisis data. Uji persyaratan analisis data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat (chi square). Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut4:

3

M. Subana dan Sudrajat, op.cit., h. 135

4


(55)

37

1. Menentukan hipotesis

H0 : data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : data sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal 2. Menentukan rata-rata

3. Menentukan standar deviasi

4. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi espektasi a. Rumus banyak kelas interval (aturan Sturges)

, dengan banyaknya subjek b. Rentang = skor terbesar – skor terkecil c. Panjang kelas interval

5. Cari dengan rumus:

6. Cari dengan derajat kebebasan = banyaknya kelas dan taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikan . 7. Kriteria pengujian:

Jika , maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika , maka H1 diterima dan H0 ditolak 2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua populasi. Uji homogenitas varians yang digunakan adalah uji Fisher, dengan langkah-langkah sebagai berikut5:

1. Hipotesis H0 : H1 :

2. Cari dengan rumus:

3. Tetapkan taraf signifikan

5


(56)

38

4. Hitung dengan rumus

5. Tentukan kriterian pengujian H0 , yaitu:

Jika , maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika , maka H0 ditolak dan H1 diterima Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama. H1 : Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berbeda. 3. Uji Hipotesis

Untuk uji hipotesis, peneliti menggunakan rumus Tes ”t” yang satu sama lain tidak mempunyai hubungan. Rumus yang digunakan, yaitu: a. Untuk sampel yang homogen6

2 1 2 1 1 1 n n s X X t gab dengan 1 1 1 n X

X dan

2 2 2 n X X Sedangkan 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 n n s n s n sgab Keterangan:

t : harga t hitung

1

X : nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen

2

X : nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol s12 : varians datakelompok eksperimen

s22 : varians data kelompok kontrol sgab : simpangan baku kedua kelompok

n1 : jumlah siswa pada kelompok eksperimen n2 : jumlah siswa pada kelompok kontrol

6


(57)

39

Setelah harga t hitung diperoleh, kita lakukan pengujian kebenaran kedua hipotesis dengan membandingkan besarnya t hitung (thitung) dan t tabel (ttabel), dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan rumus:

df = (n1 + n2) – 2

Dengan diperolehnya df, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) 5%. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 7

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Jikathitung ≥ ttabelmaka H0 ditolak dan H1 diterima. b. Untuk sampel yang tak homogen (heterogen)8

1) Mencari nilai t dengan rumus:

2 2 2 1 2 1 2 1 n s n s X X t

2) Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:

1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 n n s n n s n s n s df

3) Mencari ttabeldengan taraf signifikansi (α) 5%.

4) Kriteria pengujian hipotesisnya:

Jika thitung< ttabelmaka H0 diterima dan H1 ditolak Jika thitung ttabelmaka H0 ditolak dan H1 diterima

Sedangkan jika pada uji normalitas diperoleh bahwa kelompok eksperimen atau kelompok kontrol tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji non parametrik. Adapun jenis uji non parametrik yang digunakan pada

7

Anas Sudijono,pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Cet.XVII, h.316.

8


(58)

40

penelitian ini adalah Uji Mann-Whitney (Uji “U”) untuk sampel besar dengan taraf signifikasi =0,05. Rumus Uji Mann-Whitney (Uji “U”) yang digunakan yaitu:

U = n1n2+ 2

1) (n n1 1

-R1

dimana

U : Statistik Uji Mann Whitney

n1,n2 : Ukuran sampel pada kelompok 1 dan 2

R1 : Jumlah ranking pada sampel dengan ukuran n1 (n terkecil) Untuk sampel berukuran besar (n > 20), dapat digunakan pendekatan ke distribusi normal dengan bentuk statistik sebagai berikut:

z = 12 ) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 n n n n n n U z = u u U

dimana, z : statistik uji z yang berdistribusi normal. Dan kriteria pengujian

Jika p , maka tolak H0

Jika p > , maka terima H0

Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol.

H1 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol.

F. Hipotesis Statistik


(59)

41

H0 :

H1 :

Keterangan :

: Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif metode bamboo dancing. : Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan


(1)

(2)

Lampiran 23


(3)

(4)

Lampiran 24

Nilai Kritis Distribusi F


(5)

(6)

Lampiran 25


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Bamboo Dancing untuk meningkatkan Hasil belajar IPS Siswa kelas IV

0 21 202

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BAMBOO DANCING DAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI TERHADAP HASIL BELAJAR

0 0 7

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF DENGAN MODEL BAMBOO DANCING (TARI BAMBU) UNTUK PENINGKATAN Efektifitas Penggunaan Metode Kooperatif Dengan Model Bamboo Dancing (Tari Bambu) Untuk Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Ekosistem Kelas VII B SMP N

0 1 15

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF DENGAN MODEL BAMBOO DANCING (TARI BAMBU) UNTUK PENINGKATAN Efektifitas Penggunaan Metode Kooperatif Dengan Model Bamboo Dancing (Tari Bambu) Untuk Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Ekosistem Kelas VII B SMP N

0 1 13

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF TUMBUHAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Perkembangbiakan Vegetatif Tumbuhan Melalui Pembelajaran Kooperatif Metode Bamboo Dancing Ke

0 0 16

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TARI BAMBU (BAMBOO DANCING) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA.

0 4 34

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK BAMBOO DANCING DALAM UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn SISWA SMP N 5 SLEMAN YOGYAKARTA.

0 1 195

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BAMBOO DANCING

0 0 8

Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Bamboo Dancing

0 0 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Bamboo Dancing - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BAMBOO DANCING PADA SIKAP TOLERANSI DAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK DAN PENGARUHNYA DI KEL

0 0 22