Landasan Ontologi Supervisi Pendidikan

  1. Landasan Ontologi Supervisi Pendidikan Menurut Jujun S Suriasumantri (2010: 35) “Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakekat hidup. Ontologi diartikan juga dengan hakekat apa yang terjadi”. Masalah–masalah supervisi pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah dalam penyelenggaraan supervisi pendidikan diperlukan usaha dan kerja sama antara supervisor (kepala sekolah atau pengawas sekolah) dan guru mengenai pandangan tentang tujuan dari supervisi pendidikan serta pendirian mengenai seperti apa atau yang bagaimana supervisi yang dikehendaki sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar- mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan”. Jadi Supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnya untuk memperbaiki pembelajaran, mengembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan serta merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pembelajaran, metode mengajar, penilaian pembelajaran.

  Dalam hal praktek pembelajaran, supervisi pembelajaran adalah kegiatan melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: (1) apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, (2) apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?, (3) aktivitas- aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan siswa?, (4) apa yang dilakukan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran ?, dan (5) apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?

  Supervisi yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas dalam pembelajaran dikenal dengan nama supervisi pembelajaran . Secara konseptual, supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan membantu guru tujuan pembelajaran. Berdasarkan hal ini, maka esensial supervisi pembelajaran itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

  Jadi, fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol atau melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu supervisi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. “Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar

  Pekerjaan supervisi bukanlah pekerjaan inspeksi, melainkan memberikan dorongan dan bantuan, karena guru memerlukan bantuan langsung dari ahlinya untuk memperbaiki pembelajaran . Dalam pelaksanaan supervisi seharusnya adalah evaluasi, bukan inspeksi, karena kalau inspeksi pendidik hanya menjadi objek pengamatan pejabat. Sedangkan evaluasi, setiap orang adalah subjek yang bekerjasama dengan para supervisor dalam melakukan kritik dan menjaga gerak dengan kerja mereka. Tujuan akhir dari supervisi adalah memberikan pelayanan yang lebih baik kepada semua siswa sehingga suasana belajar kondusif.

  2. Landasan Epistemologi Supervisi Pendidikan Apa sebenarnya epistemologi itu, “Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar dari obyek yang ingin dipikirkan pengertian epistemologi yang lebih jelas” (Jujun S SuriaSumantri, 2010: 99). D apat kita disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu komponen flsafat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan cara, proses, dan prosedur bagaimana ilmu itu diperoleh. pengetahuan”. Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran atau objek teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi menghantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran , mustahil tujuan bisa terealisasi, sebaliknya tanpa tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah.

  Selanjutnya, apa yang menjadi tujuan epistemologi?. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan walaupun tidak bisa dihindari bahwa yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan. Seseorang yang mengetahui mengetahui hasilnya sering kali tidak mengetahui prosesnya. Contoh, seorang guru dapat mengajarkan kepada siswanya bahwa empat kali lima sama dengan dua puluh (4 x 5 = 20) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, bagi siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan da hafalannya itu. Dia akan mengejar bagaimana prosesnya, empat kali lima sama dengan dua puluh. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lain. Dengan demikian, seseorang tidak sekedar mengetahui sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar tahu berdasarkan pembuktian kontekstual melalui proses itu.

  Begitu juga dengan supervisi kepengawasan, “supervisi harus dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekadar pengawas biasa” (Nana Sudjana, 2011: 1) . Contohnya jika pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah, maka pengawasan dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran terhadap siswa, namun jika supervisi dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan, maka kepala sekolah dalam konteks kelembagaan jelas menjadi tujuan utama dalam meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh bukan hanya sekedar inspeksi biasa.

  Mengacu pada pemikiran diatas, maka bantuan berupa pengawasan profesional oleh pengawas satuan tenaga kependidikan tentu diarahkan pada upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan kepala sekolah dalam menetralisir, mengidentifikasi serta menemukan peluang-peluang yang dapat diciptakan guna meningkatkan mutu kelembagaan secara menyeluruh.

  Menurut Purwanto (2001: 119) menyatakan bahwa usaha-usaha yang harus dilakukan kepala sekolah sesuai fungsinya sebagai supervisor, antara lain:

  1. Membangkitkan dan merangsang guru-guru dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya; instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan Pembelajaran;

  3. Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku;

  4. Membina kerja sama yang harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya; 5. berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, meyediakan perpustakaan sekolah, dan mengirim mereka mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing;

  6. Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan komite sekolah dan instansi lainnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan

  3. Landasan Aksiologi Supervisi Pendidikan Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang kita peroleh”.

  Berkaitan dengan landasan aksiologi Supervisi pendidikan, aspek tujuan dari

supervisi adalah untuk terus memperbaiki keadaan sekolah baik secara material,

finansial maupun dengan hubungan sosialnya di dalam lingkungan sekolah.

  Menurut Nana Sudjana (2011:20-21), hakikat nilai dari tujuan supervisi adalah sebagai berikut :

a. Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan

pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah untuk mencapai tujuan itu.

  

b. Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan

peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif.

  

c. Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap

aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan-kesulitan mengajar belajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan.

  

d. Memperbesar ambisi-ambisi guru untuk untuk meningkatkan mutu karyanya

secara maksimal dalam bidang profesinya (keahlian) meningkatkan “achievement motive”.

  

e. Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah

lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif serta untuk memperbesar kesediaan untuk tolong-menolong.

  

f. Membantu pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah kepada masyarakat

dalam pengembangan program-program pendidikan.

  

g. Membantu kepala sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya

dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik.

  

h. Mengembangkan “Esprit de corps” guru-guru, yaitu adanya rasa kesatuan dan

persatuan (kolegialitas) antar guru-guru.

i. Meningkatkan belajar siswa dan meningkatkan perbaikan kualitas kehidupan masyarakat.

  

j. Untuk memupuk kualitas kepemimpinan dalam menjamin adanya kontinyuitas

dan penyesuaian kembali secara konstan program pendidikan dalam setahun tiap tahun pelajaran ; tingkatan demi tingkatan dalam sistem pendidikan dari satu bidang dan isi dari pengalaman belajar lain.

DAFTAR PUSTAKA

  Nana Sudjana, Surya Dharma, Wastandar. Pemantauan Pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan. Bekasi: Binamitra Publishing, 2012. Nana Sudjana. Pengawas dan Kepengawasan. Bekasi: Binamitra Publishing, 2011. ———. Supervisi Pendidikan (Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah).

  Bekasi: Binamitra Publishing, 2011. Ngalim, Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.