UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu) I Putu Arta Buana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar phutu.arthayahoo.com Abstrak - UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DE

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING
KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG
(Perspektif Pendidikan Agama Hindu)
I Putu Arta Buana
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
phutu.artha@yahoo.com
Abstrak
Upacara yang memiliki fungsi sebagai suatu cara untuk menghubungkan diri dengan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan manifestasi-nya sebagai wujud syukur umat manusia atas
apa yang telah di dapat. Upacara Wayonan yang memiliki makna sebagai Upacara untuk
memohon kerahayuan, sebagai pembuktian ataupun saksi bahwa segala Upacara yang di
laksanakan sudah sesuai dengan aturan yang ada, dan untuk mengetahui keadaan desa
Pakraman banyuning secara niskala. Setiap kegiatan Upacara yang dilaksanakan tentunya
memiliki fungsi dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya yang belum
sepenuhnya di pahami oleh masyarakat banyuning khususnya para generasi muda yang akan
menjadi penerus pelaksanaan Upacara Wayonan. Maka dari itu skripsi ini di buat agar
masyarakat dapat memahami tentang pelaksanaan Upacara Wayonan dalam Ngebekin.
Adapun permasalahan yang di bahas adalah 1) Bagaimana Prosesi Upacara Wayonan
dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, 2)
Apakah Fungsi Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng, 3) Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Apakah yang terdapat

pada Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng
Kabupaten Buleleng.
Teori yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah adalah Teori Interaksi,
Teori Religi, Teori Nilai. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan
studi dokumentasi. Data yang terkumpul di analisis dengan langkah-langkah reduksi data,
display data, dan verifikasi/ kesimpulan data.
Hasil penelitian yang di dapat dalam penelitian ini adalah makna dari pelaksanaan Upacara
Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten
Buleleng, yang bermakna sebagai Upacara memohon kerahayuan, sebagai bukti tentang
bagaima pelaksanaan Upacara untuk mengetahui keadaan desa pakraman banyuning secara
Niskala. Fungsi Upacara Wayonan dalam Ngebekin adalah Fungsi Religius dan fungsi sosial.
Nilai Pendidikan yang terkandung dalam pelaksanaan Upacara Wayonan adalah nilai
pendidikan Tattwa, nilai pendidikan Etika, dan Nilai pendidikan Upacara.
Kata Kunci

: Upacara Wayonan, Ngebekin, Pendidikan Agama Hindu

I. PENDAHULUAN
Upacara atau Yadnya yang bersumber dari ketiga unsur kerangka dasar agama Hindu,

dalam pelaksanaannya pada masing-masing daerah di Bali memiliki perbedaan. Hal ini
disebut dengan istilah “Desa Mawacara” yaitu pelaksanaan Upacara atau Yadnya disesuaikan
dengan Desa, Kala, dan Patra yang dapat diuraikan sebagai berikut: Desa adalah tempat dari
dilaksanakannya Upacara atau Yadnya, Kala adalah waktu kapan dilaksanakannya Upacara
atau Yadnya tersebut dan Patra adalah bagaimana keadaan dan bentuk pelaksanaan Upacara
390

atau Yadnya tersebut. Salah satunya adalah Upacara Wayonan dalam Ngebekin di desa
Pakraman Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng (Perspektif Pendidikan
Agama Hindu).
Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning, Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng merupakan suatu Upacara yang dilaksanakan pada saat
purnama kapat yang bertempat di Pura Desa Banyuning. Upacara Wayonan dalam Ngebekin
bertujuan sebagai suatu Upacara untuk nedunang (menurunkan) Ida Bhatara/Bhatari atau
para Leluhur untuk memohon keselamatan dalam kehidupan Sekala dan Niskala. Upacara ini
memiliki suatu rangkaian pelaksanaan dari upacara, yang diawali dengan mendak ilikita
kepura kerta, mendak ngubeng (mepiuning) yang dilaksanakan oleh pemangku di Pura Desa
Banyuning bersama dengan masyarakat, lalu masyarakat bersama-sama ngaturang bakti
memohon kehadapan Bhatara/Bhatari dan para Leluhur yang telah suci untuk berkenan
tedun (turun).

Turunnya Ida Bhatara maupun bhatari dirangkaiakan dengan ngaturang banten
penyanggra sebagai suatu persembahan atas berkenan tedunnya Ida Bhatara/Bhatari dan
para Leluhur yang telah suci, lalu dilanjutkan dengan Nuur Nabdab Linggih pada saat
rangkaian ini dilaksanakan banyak masyarakat mengalami kerauhan (kemasukan) Ida
Bhatara/Bhatari dan para leluhur dan pada saat itu juga yang kerauhan (kemasukan) ngeraos
(berbicara) bahwa yang ada dalam tubuh masyarakat ini adalah Ida Bhatara/Bhatari dan para
Leluhur yang tedun (turun), masyarakat yang kerauhan (kemasukan) Ida Bhatara /Bhatari
dan para Leluhur ini juga Ngraos (berbicara) tentang bagaimana pelaksanaan Upacara
Wayonan ini dari segi kelengkapan atau kekurangan sarana prasarana pelaksanaan Upacara
tersebut, sehingga dari pengeraos (berbicara) tersebut masyarakat meyakini bahwa yang
tedun (turun) itu adalah Ida Bhatara/Bhatari dan para Leluhur yang telah suci. Rangkaian
selanjutnya adalah pelaksanaan pementasan Tari Baris Gede sebagai wujud penyambutan
tedunnya (turun) Ida Bhatara/Bhatari dan Para Leluhur, setelah itu Ngaturang Banten Prani,
dan diakhiri dengan Nunas Paica Ida Bhatara/Bhatari dan para Leluhur.
Pada akhir pelaksanaan Upacara Wayonan ini Ida Bhatara/Bhatari dan para leluhur akan
mepaica (memberikan) Tirtha dan Wangi-wangian yang nantinya semua itu akan ditunas
(diminta) oleh masyarakat yang ikut dalam pelaksanaan Upacara Wayonan tersebut.
Kenyataannya dalam penelitian ini masyarakat Desa Banyuning dalam melaksanakan
Upacara Wayonan dalam Ngebekin sangat antusias demi terjaganya warisan budaya secara
turun-temurun, tetapi dalam pelaksanaannya ada juga sebagian masyarakat kususnya generasi

muda kurang memahami fungsi dan nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Wayonan
tersebut. Berawal dari hal diatas maka peneliti mencoba mengkaji fungsi dan nilai yang
terdapat pada Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning, Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng (Perspektif Pendidikan Agama Hindu). Harapan peneliti
terhadap Upacara Wayonan dalam Ngebekin agar Upacara ini senantiasa dilaksanakan
dengan landasan hati yang tulus iklas serta rasa bergotong royong masyarakat demi menjaga
kelestarian warisan budaya leluhur secara turun-temurun.
II. PEMBAHASAN
Adapun hasil penelitian dari Upacara Wayonan Dalam Ngebekin di Desa Pakraman
Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.
Upacara Wayonan Dalam Ngebekin yang dibahas dalam sub bab ini adalah yang
meliputi: Prosesi Upacara Ngebekin , Fungsi Upacara Ngebekin, dan Nilai-nilai pendidikan
dalam Upacara wayonan. Berikut Upacara Wayonan Dalam Ngebekin:
1. Prosesi Ngebekin, Ngebekin dilaksanakan pada Purnama sasih kapat yaitu 1 tahun
sekali.Ngebekin dilaksanakan di Desa Pakraman Banyuning yang bertempat di Pura Desa
di mana pelaksanaannya yaitu pada Purnama Sasih Kapat yang menjadi puncak karya.
Sebelum di laksanakannya Ngebekin seluruh kalangan masyarakat orang tua, sekeha
391

truna-truni, ataupun anak-anak melaksanakan pembersihan di areal pura sebagai wujud

kerja bakti agar lingkungan Pura terlihat bersih sebelum melaksanakan kegiatan. Karena
ketika areal pura sudah terlihat bersih maka pikiran pun akan sejuk dan proses Ngebekin
pun akan terlaksana dengan baik.
2. Upacara Wayonan, untuk membuktikan ataupun mengetahui sejauh mana upacara
ngebekin itu berjalan dengan baik dan untuk mengetahui keberadaan Desa Banyuning
secara Niskala, jadi pada saat Upacara Wayonan tersebut terdapat suatu petunjukpetunjuk tentang situasi atau keadaan Desa Pakraman Banyuning, maka dari itu sangat
penting masyarakat untuk melaksanakan Upacara Wayonan agar keadaan Desa dapat di
ketahui dan ketika akan terjadi sesuatu dapat di atasi secara langsung.
3. Sarana Upacara Wayonan, Sarana atau banten yang di gunakan dalam Upacara Wayonan
adalah 1) Pejati, 2) penebas, 3) Sanggah Urip, 4) Pengulapan Pengambean, 5) Pula
Gembal Sekar Petaman, 6) Guru Piduka, 7) pekutusan, 8) Pesipatan Pengiring, 9)
jerimpen, 10) Sate Pajegan, 11) Banten Ajang (Banten Penuur), 12) Sesetan SagiSagi,dll. Sedemikian banyak banten yang di buat oleh masyarakat khususnya para Jro
Sarati yang ada di Desa Pakraman Banyuning.
4. Pihak yang terlibat dalam Upacara Wayonan 1) Krama Desa, 2) Krama Adat, 3) Krama
Banjar, 4) Krama Subak, dan 5) Krama Pemaksan, semuanya ikut serta untuk Nyanggra
(menunggu) kedatangan Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk menerima Wahyu yang Akan
di sampaikan pada saat Upacara Wayonan tersebut.
Secara khusus, Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa pakraman Banyuning
Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng mempunyai fungsi yang sangat berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat. Dalam keterbatas umat Hindu dalam melakukan pendekatan dengan

Tuhan sangat terbatas. Atas dasar hal tersebut, umat Hindu banyak mengenal suatu Yadnya
yang diantaranya adalah Upacara Dewa Yadnya. Begitu juga dengan masyarakat di Desa
Pakraman Banyuning. Upacara Wayonan dalam Upacara Ngebekin. mempunyai Fungsi
Religius, dan Fungsi Sosial.
1. Fungsi Religius
merupakan kepercayaan pada berbagai bentuk seperti Dewa, jiwa, serta akhirat, maupun
kepercayaan akan benda-benda atau hal-hal yang mengandung kekuatan sakti dan kelahiran
kembali, yang dapat membuat pikiran seseorang benar-benar meyakininya. Tentu merupakan
satu komlek pikiran yng sering berkaitan dan tidak terpisah-pisah. Sistim Kepercayaan dalam
religi berhubungan dengan bayangan manusia terhadap dunia gaib.
2. Fungsi Sosial
nilai yang di pergunakan dalam tatanan pergaulan manusia yang mengatur hubungan
yang harmonis antara sesama manusia demi kelangsungan hidup manusia. Jelasnya nilai ini
mengatur, membina, dan mengarahkan yang akan terciptanya hubungan yang selaras dan
seimbang. Sebagai umat manusia tidak akan bisa melangsungkan kehidupan tanpa adanya
suatu kerja sama antara sesama. Jadi dalam sistem sosial adanya suatu interaksi antar
masyarakat yang nantinya akan terjalin suatu hubungan yang erat, dalam interaksi tersebut
pasti memiliki tujuan yang akan di capai. Begitu pula dalam pelaksanaan Upacara Wayonan
terjalinannya interaksi sesama masyarakat banyuning untuk bergotong royong menyukseskan
pelaksanaan Upacara tersebut.

Nilai Pendidikan agama Hindu yang terkandung dalam Upacara Wayonan Dalam
Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng.
diantaranya adalah: Nilai Pendidikan Tattwa, dan Nilai Pendidikan Upacara
1. Nilai Pendidikan Tattwa
kebenaran atau suatu pandangan yang benar terhadap apa yang harus dilakukan oleh
seseorang baik moral atau material untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan tertinggi
termasuk pula apa yang harus diyakini secara langsung sebagai suatu kenyataan langsung
sebagai suatu kenyataan dalam kehidupannya. Keyakinan adalah suatu yang bersifat hakiki
392

yang harus didasari pikiran logis, sehingga timbul rasa kepercayaan dan keimanan. Nilai
pendidikan dari aspek tattwa dalam Upacara Wayonan ini mengandung inti bahwa umat
manusia telah menyadari keberadaannya di dunia ini tidak terlepas dari pengaruh Tuhan
sebagai Maha Pencipta. Oleh karena itu dengan mengadakan upacara ini berarti mengakui
kebesaran Tuhan dan mengembalikan apa yang telah didapatkan melalui persembahan atau
yajña.
2. Nilai Pendidikan Etika.
pelaksanaan Upacara Wayonan sangat penting, karena semua ketika pelaksana Upacara
tidak sesuai dengan aturan dan tata cara berlaku akan berhimbas pada resiko dan kosekwensi
jika pelanggaran etika tersebut di lakukan, semua aturan tersebut sudah di wariskan dengan

adil oleh para leluhurnya terdahulu, seperti dalam pembuatan sara prasarana banten sudah di
bagi secara adil oleh karma desa. Pelaku-pelaku pelaksana Upacara Wayonan dengan sangat
disiplin menjaga etikanya dalam menjaga setiap prosesi Upacara karena setiap hal tersebut
akan berdampak dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Pakraman Banyuning.
3.
Nilai Pendidikan Upacara.
Upacara saat Upacara Wayonan memiliki aturan tersendiri tapi tidak melenceng dari
aturan yang sudah ada, sarana tersebut di buat sesuai dengan aturan yang sudah di wariskan
oleh leluhurnya terdahulu. Masing-masing Krama Desa sudah mempunyai tugas dalam
membuat sarana Upacara jadi semua masyarakat ikut adil dalam pelaksanaan Upacara
Wayonan, dengan demikian akan memberikan pengetahuan bagi generasi penerus tentang
bagaimana cara membuat sarana Upacara yang di gunakan dalam Upacara Wayonan.
III. SIMPULAN
Berdasarkan penyajian analisa data dari bab IV tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
5.1.1 Proses Upacara Wayonan dlam Ngebekin di Desa pakraman Banyuning Kecamatan
Buleleng Kabupaten Buleleng dilaksanakan sehari setelah bulan purnama pada sasih
kapat, dimana Upacara ini merupakkan wujud sembah bahti masyarakat kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah di berikan keselamatan, melalui Upacara
meayu-ayu (wayonan). Latar belakang dari pelaksanaan Upacara Wayonan yaitu

untuk mengetahui sejauh mana Upacara itu sedah berjalan dengan baik dan untuk
mengetahui keberadaan desa banyuning secara niskala, jadi ketika pelaksanaan
Upacara Wayonan tersebut terdapat petunjuk-petunjuk tentang keadaan atau situasi
yang ada di desa pakraman banyuning.
5.1.2 Fungsi dari pelaksanaan Upacara Wayonan dalam Ngebekin di Desa Pakraman
Banyuning kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, di tinjau dari tiga segi yaitu: 1).
Fungsi Religius yaitu fungsi sebagai wujud sembah bakti kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa dan leluhur, untuk memohon kerahayuan dalam kehidupan, 2). Fungsi
Sosial yaitu dapat dilihat dari serangkaian prosesi Upacara Wayonan yang melibatkan
seluruh kalangan masyarakat Banyuning sehingga terjadinya interaksi sosial antar
masyarakat baik orang tua, anak-anak, dan truna-truni desa pakraman banyuning.
5.1.3 Nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung pada Upacara Wayonan dalam
Ngebekin di Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng
yaitu sebagai berikut: 1). Nilai Pendidikan Tatwa dapat dilihat dari cara masyarakat
meyakini keberadaan di dunia ini tidak terlepas dari Pengaruh Ida Sang Hyang Widhi
Wasa sebagai pencipta. . Oleh karena itu dengan mengadakan upacara ini berarti
mengakui kebesaran-nya dan mengembalikan apa yang telah didapatkan melalui
persembahan atau yajña, 2) Nilai Pendidikan Etika yang terkandung dalam Upacara
Wayonan yaitu pelaku-pelaku Upacara senantisa menjalankan proses Upacara sesuai
dengan aturan yang telah berlaku dan wariskan oleh leluhurnya terdahulu, sehingga

nilai etikanya selalu terjaga demi kelancaran pelaksanaan Upacara Wayonan, 3). Nilai
393

Upacara yang terkandung dalam Upacara Wayonan terlihat dari segi pembuatan
sarana Upacara memberikan pengetahuan dan pendidikan untuk masyarakat terutama
pada generasi muda sebagai penerus pelaksana Upacara Wayonan, tentang bagaimana
cara membuat sarana Upacara yang digunakan serangkaian Upacara Wayonan yang
selalu berpedoman pada ajaran suci dan sastra-sastra agama.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Krisna Adi, Gede.(2015. “Tadisi Mageburan dalam Rangkaian Upacara Piodalan di
Pura Desa Sekumpul Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng”,. Skripsi Denpasar:
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Angora, etal, 2003, Metoda Penelitian, Jakarta: Universitas Terbuka.
Antari, Novi, Ni Wayan. 2015. “Upacara Ngebekin di Desa Pakraman Sulahan Kecamatan
Susut Kabupaten Bangli”. Skripsi Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Ari Nuryani, Ni Wayan. 2008.“Upacara Ngebekin di Desa Adat Tinggan, Kecamatan
Petang, Kabupaten Badung (Persfaktif Pendidikan Sosioreligius)”, Skripsi Denpasar:
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Bandur, Agustinus. 2016. Metodologi, Desain, dan Teknik dengan Analisis Data: Mitra

Wacana Media
Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Dewigita Cahyani. 2013. “Tradisi Meli Bok Dalam Rangkaian Upacara Nelu Bulanin Di
Desa Wanagiri Kauh Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan (perspektif
pendidikan agama hindu)”. Skripsi Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar.
Ihsan, Faud. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Iqbal, Hasan. M. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Iskandar. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada, Restu Agung.
Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mardalis, 2014. Metode penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Margono. 1996. Metodologi penelitian Pendidikan. Jakarta: RinekaCipta.
Moleong, Lexy. J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Moleong, Lexy. J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Moleong, Lexy. J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja.
Muhibbin, Syah.1999. Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Rosdakarya, Bandung.
PT Remaja.
Nasution. 2004. Metode Rescarch (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
Parisada Hindu Dharma. 2014, UPADESA. Tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu. Denpasar:
ESBE Buku.
Parwata, I Dewa Made Baja. 2015. Prosesi Melukat Tanpa Busana di Pasiraman Pangsut
Desa Pakraman Bebalang Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli. Skripsi IHDN
Denpasar.
PHDI Pusat. 2001, Himpunan Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu – I-XV,
Denpasar, Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan Beragama.
Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Sudarsana, I. K. (2016, October). The Importance Of Morals Teaching In Shaping The
Students’ Characters In School. In Dharma Acarya Faculty International Seminar
(DAFIS) (No. ISBN : 978-602-71567-5-3, pp. 367-376). Dharma Acarya Faculty
Hindu Dharma State Institute (IHDN) Denpasar in Association with Jayapangus
Press.
Sudarsana, I. K. (2016, June). Praksis Teori Sosial Kognitif dalam Mengembangkan Karakter
Peduli Sosial Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Agama. In
394

Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-74659-3-0, pp. 82-87). Institut Hindu
Dharma Negeri Denpasar.
Sudarsana, I. K. (2016, May). Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar melalui Pendidikan
Alam Terbuka. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-72630-6-2, pp. 214-221).
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Hindu Fakultas Dharma Acarya IHDN
Denpasar.
Redana, Made. 2006. Panduan Praktis Penulisan karya Ilmiah dan Proposal Risert. IHDN:
Denpasar.
Ridwan. 2004. Metodologi Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Alfabet Cetakan Pertama.
Subagio, Jokop. 1999. Metodologi Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung:
Alfabet
Sujarwen, Wiratna.V.2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS.
Surayin. 2004. Seri 1 Upacara Yadnya Melangkah Kearah Persiapan Upacara-upacara
Yadnya. Surabaya:Paramita.
Sura, Drs. I Gede, dkk. (2001). Pemghantar Tattwa Darsana. Jakarta : Bimbingan
Masayarakat Hindu di Bali
Surpha, I Wayan. 2004. Eksistensi Desa Adat dan Desa Dinas di Bali. Denpasar: Pustaka
Bali Pos.
Surya.2014. “Tradisi Colek-colekan Endut dalam Upacara Yadnya di Pura Dede Pemayun
Desa Pakraman Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Sekripsi
Denpasar: Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

395