Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indone

Pertanian sebagai pondasi ekonomi Indonesia

Kamis, 31 Juli 2008
Permasalahan Mekanisasi Pertanian di Indonesia
Terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan teknologi pertanian berupa alat
dan mesin pertanian (alsintan) di dalam negeri yakni:
a. sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian (alsintan) masih lemah,
b. pemanfaatan dan ketersediaan alat dan mesin (alsintan) masih kurang,
c. skala usaha penggunaan alat dan alsintan belum memadai,
d. dukungan perbengkelan masih lemah,
e. belum mantapnya kelembagaan alsintan,
f. belum optimalnya pengelolaan alsintan di sub sektor peternakan, dan
g. masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan
alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan akibat daya tukar produk pertanian yang
makin menurun.
Faktor – faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia diantaranya adalah
:
• Permodalan
Umumnya petani di Indonesia mempunyai lahan yang relatif sempit dan kurang dalam
permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu untuk membeli alsin pertaian yang
harganya relatif mahal.

• Kondisi Lahan
Tofogarapi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung
sehinga menyulitkan untuk pengoperasian mesin-mesin pertanian,khususnya mesin prapanen
• Tenaga kerja
Tenaga kerja diIndonesia cukup melimpah/banyak. Oleh karena itu bila digantikan dengan
tenaga mesin , dikhawatirkan menimbulkan dampak penganguran
• Tenaga Ahli
Kurangnya tenaga ahli yang atau orang yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian.
Mengingat hal tersebut, terutama poin nomer 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di
Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintrodusir alat dan mesin
pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi alat dan mesin pertanian
adalah:
(1) menyiapkan perangkat peraturan perundangundangan tentang alsintan,
(2) menumbuh kembangkan industri dan penerapan alsintan,
(3) mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) yang mandiri untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan alsintan,
(4) mengembangkan lembaga pengujian alsintan yang terakreditasi di daerah dalam rangka
otonomi daerah,


(5) mengembangkan alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan alsintan
Diposkan oleh qimoenk di 01.43 Tidak ada komentar:

Pengertian Mekanisasi Pertanian
Teknologi pertanian sering dipahami sebagai penggunaan mesin-mesin pertanian
lapang (mechanization) pada proses produksi pertanian, bahkan sering dipandang
sebagai traktorisasi. Pemahaman seperti itu dapat dimaklumi karena introduksi
teknologi di bidang pertanian ketika itu diawali dengan gerakan mekanisasi pertanian
untuk memacu produksi pangan terutama dengan penerapan traktor seperti percobaan
mekanisasi pertanian di Sekon Timor-Timur tahun 1946, pool-pool traktor pada tahun
1958, perusahaan bahan makanan dan pembukaan lahan tahun 1958, serta PN.
Mekatani (Mekanisasi Pertanian) tahun 1962.
Mekanisasi pertanian diartikan secara bervariasi oleh beberapa orang. Mekanisasi
pertanian diartikan sebagai pengenalan dan penggunaan dari setiap bantuan yang
bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat
mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi
lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagi penerapan
ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasi, dan mengendalikan operasi di

dalam produksi pertanian. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang
sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada pula yang
mengartikan bahwa pada saat ini teknologi mekanisasi yang digunakan dalam proses
produksi sampai pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil) bukan lagi hanya
teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan
teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi
robotik. Jenis teknologi tersebut digunakan baik untuk proses produksi, pemanenan,
dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian.
Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tenaga
kerja, meningkatkan produktifitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi.
Penggunaan alat dan mesin pada proses produksi dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi, efektifitas, produktifitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani.
Pengalaman dari negara-negara tetangga Asia menunjukkan bahwa perkembangan
mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan (konsolidasi lahan), keberhasilan
dalam pengendalian air, masukan teknologi biologis, dan teknologi kimia. Penerapan
teknologi mekanisasi pertanian yang gagal telah terjadi di Srilangka yang disebabkan
kecerobohan akibat penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan
dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang
melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri
untuk digunakan oleh petani mereka.

Suatu hal yang paling mendasar yang masih belum diperhatikan dalam pengembangan
teknologi pertanian di Indonesia hingga kini adalah kurang memadainya dukungan

prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik, sehingga
masih agak sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian.
Pengelolaan lahan, pengaturan dan manejemen pengairan yang meliputi irigasi dan
drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian, dan masih banyak
lagi aspek lainnya yang belum disentuh secara sungguh-sungguh dan profesional.
Relevansinya dengan hal tersebut, beberapa hal penting yang harus dilaksanakan
antara lain adalah merencanakan atau memperbaiki kondisi lahan (konsolidasi lahan).
Selain itu juga mendatangkan dan mengupayakan agar prasarana dan sarana
pertanian sampai dan tersedia di lapangan tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi
pencapaian visi dan misi pertanian modern. Pengembangan teknologi pertanian
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat kita
umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang
cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka
ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai sehingga
kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan. Apabila hal tersebut
benar-benar kita miliki, maka dalam menghadapi era global nanti kita sudah punya
bekal paling tidak ketahanan pangan dalam menghadapi beberapa goncangan. Dengan

ketahanan pangan berarti bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya
persaingan pada era global dapat dihindarkan. Pada akhirnya kita punya modal
kemandirian minimal dalam satu aspek pangan dan beberapa aspek lainnya misalnya
keutuhan bangsa dan semangat untuk berkompetesi demi kemajuan bangsa yang
berdaulat dan bermartabat
Diposkan oleh qimoenk di 01.30 4 komentar:
Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Entri (Atom)

Arsip Mektan


Agustus (2)



Juli (2)

embangunan pertanian Indonesia telah menempuh sejarah yang panjang sejalan
dengan perjalanan bangsa ini, dan merupakan suatu kenyataan bahwa sektor

pertanian memberi perm strategis dalam pembangunan nasional. Sebagian besar
penduduk Indonesia masih bergelut dan menggantungkan hidupnya di sektor ini.
Namun ditengah percaturan globalisasi dunia dewasa ini sektor pertanian belum
menampakkan perubahan yang signifikan terhadap indikator investasi dan
pendapatan per kapita di sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Dari datadata yang terkumpul dapat disimpulkan bahawa banyaknya masalah pertanian
yang terjadi saat ini dan belum dapat diselesaikan oleh pemerintah secara
maksimal. Hal itu disebabkan karena pemerintah masih menggunakan metode-

metode zaman dulu yang saat ini tidak sesuai lagi digunakan pada sektor pertanian.
Pembuatan tugas ini bertujuan untuk menambah informasi dan pengetahuan serta
memenuhi syarat mata kuliah Teknologi Infofmasi. pengumpulan informasi dan
data-data berasal dari departemen pertanian, buku panduan, dan media internet.
1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan
jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor
pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga
perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah
untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah
mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan
ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pengurangan
kemiskinan secara drastis. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada

bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi,
dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktifitas panen dari hampir
seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah
kurang dari setengah hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk
menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan.
Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai tambah yang
tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada daerah dan komoditas
tertentu di dalam setiap sub-sektor. Pengalaman negara tetangga menekankan
pentingnya dukungan dalam proses pergeseran tersebut. Sebagai contoh, di
pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai swasembada beras, 41%
dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu
perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. Sebaliknya,
penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di
tahun 1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam hasil studi barubaru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian industrial, hortikultura, perikanan,
dan peternakan, yang sekarang ini berkisar 54% dari semua hasil produksi
pertanian, kemungkinan besar akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan
hasil agraris di masa yang akan datang. Panen beras tetap memegang peranan
penting dengan nilai sekitar 29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai

dengan tingkat pertumbuhan hasil yang tinggi, panen beras tidak akan dapat

mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan hasil.
1.2 Perumusan Masalah Dari paparan yang telah diuraikan diatas, maka
perkembangan sektor pertanian yang terjadi saat ini tidak menunjukan progress
yang baik bagi beberapa pihak penting, seperti petani. Hal itu dapat dilihat dari
perkembangan pertanian saat ini dan nilai indeks yang di terima petani (IT) yang
semakin menurun pada periodenya. Dari hal tersebut maka akan diperoleh suatu
dasar berepijak bagi penulis untuk dapat memfokuskan penjelasan makalah ini
kearah rumusan yang lebih jelas. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan dan Batasan Dari
paparan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas maka ruanglingkup
pembahasan dan batasan kami fokuskan terhadap “Masalah-Masalah yang
Menghambat Perkembangan Sektor Pertanian”. 1.4 Tujuan Penulisan Penulisan
makalah ini bertujuan untuk membahas bersama-sama permasalahan pada sektor
pertanian yang terjadi saat ini dan pemecahan masalah yang dapat dilakukan oleh
seorang mahasiswa. Selain itu makalah ini juga bertujuan sebagai sarana
pertukaran informasi atau ilmu guna mencapai tujuan yang sama.
1.5 Manfaat Penulisan Hasil penulisan tugas ini memberikan manfaat bagi: Penulis
Sebagai sarana pembelajaran analisis dalam menerapkan teori Pembaca Sebagai
bahanpembelajaran yang sudah di ajarkan di kelas. pertimbangan dalam upaya
meningkatkan pendidikan sekalipun dengan biaya terbatas. Dan sebagai wadah
tukar pikiran antara sipembaca dan penulis dalam memecahkan masalah yang ada.

2.1 Pembahasan Masalah A. PERANAN SEKTOR PERTANIAN Pentingnya pertanian di
dalam pertumbuhan sebuah ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian,
pertumbuhan pertanian akan meningkatkan laju pertumbuhan pendapatan daerah
bruto (PDB). Peran sektor pertanian sangat diperlukan dalam upaya menurunkan
kemiskinan. Data PBB menyatakan bahwa pada daerah pedesaan di negara
berkembang terdapat sekitar 1 milyar penduduk dari 1,2 milyar penduduk hidup
dalam kemiskinan absolut (absolute poverty). Bank Dunia mengetahui bahwa
populasi, pertanian dan environment adalah kunci untuk mengetahui masalah yang
dihadapi di Sub-Sahara Afrika, yaitu daerah yang paling miskin di dunia.

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat yang tidak diimbangi oleh teknik
pertanian menyebabkan kekurangan. Hal ini juga menyebabkan degradasi tanah
dan penurunan produksi dan konsumsi makanan per kapita.
Selain membutuhkan sumber daya finansial, sektor pertanian juga memerlukan
teknologi maju dan infrastruktur. Diskriminasi pemerintah terhadap sektor pertanian
akan menghalangi keseluruhan pembangunan. Transformasi Pertanian
mengemukakan bahwa keberhasilan sektor pertanian bukan hanya alat bagi
pembangunan, tetapi keberhasilan di sektor pertanian juga menjadi tujuan dari
pembangunan. Pertanian dapat menjamin penyediaan kebutuhan milyaran
penduduk di masa depan. Hal yang berhubungan dengan transformasi sektor

pertanian: 1. Peningkatan produktivitas pertanian. 2. Penggunaan sumber daya
yang dihasilkan untuk pembangunan di luar sektor pertanian. 3. Integrasi pertanian
dengan ekonomi nasional melalui infrastruktur dan pasar.
Salah satu karakteristik dalam pembangunan ekonomi adalah pergeseran jangka
panjang populasi dan produksi dari sektor pertanian menjadi sektor industri dan
sektor jasa. Hanya sebagian kecil masyarakat dalam negara industri yang hidup dari
sektor pertanian. Konsep strategi pembangunan berimbang (balanced growth),
yaitu pembangunan di sektor pertanian dan sektor industri secara bersamaan
merupakan tujuan pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya konsep
strategi pembangunan berimbang tidak dapat dilakukan oleh negara berkembang,
hal ini dikarenakan sumber daya yang tidak mencukupi untuk melakukan
pembangunan di sektor pertanian maupun sektor industri sekaligus.
Kontribusi Pertanian pada Pembangunan Pertanian memiliki kontribusi yang sangat
besar kepada pembangunan. Kontribusi pertanian tersebut adalah: 1. Meningkatkan
persediaan makanan. 2. Pendapatan dari ekspor. 3. Pertukaran tenaga kerja ke
sektor industri. 4. Pembentukan modal. 5. Kebutuhan akan barang-barang pabrikan.

Dalam analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai
suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya
terhadap pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional, yaitu sebagai


berikut: 1. Ekspansi sektor-sektor ekonomi lain sangat tergantung pada produkproduk dari sector pertanian, bukan saja untuk suatu kelangsungan pertumbuhan
suplai makanan mengikuti pertumbuhan penduduk. 2. Karena bias agraris yang
sangat kuat dari ekonomi selama tahp awal proses pembangunan ekonomi. 3.
Karena pentingnya pertanian secara relative menurun dengan pertumbuhan dan
pembanguna ekonomi. 4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai sumber
penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran.
1. Kontribusi Produk Kontribusi produk dari pertanian dapat dilihat dari relasi antara
pertumbuhan pangsa PDBdari sector tersebut dengan pangsa awalnya dan laju
pertumbuhan relatifdari produk-produk neto pertanian dan non pertanian. Didalam
system ekonomi terbuka, besarnya kontribusi produk dari sector pertanian, baik
lewat pasar maupun lewat keterkaitan produksi dengan sector-sektor nonpertanian,
misalnya industri manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sector itu
sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar (tingkat daya saingnya). 2.
Kontribusi Pasar Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian (petani dan
keluarganya) yang besar, seperti Indonesia, merupakan sumber yang sangat
penting bagi pertumbuhan pasar domestik bagi sektor-sektor nonpertanian,
khususnya industri manufaktur.
Namun, peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap diversifikasi
dan pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian, sangat tergantung pada
dua faktor penting yang dapat dianggap sebagai prasyarat, yaitu : 1. Dampak dari
keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang
buatan dalam negeri, tetapi juga barang-barang impor. 2. Jenis teknologi yang
digunakan disektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat
mekanisasi atau modernisasi dari sektor tersebut. 3. Kontribusi Faktor-faktor
Produksi Ada dua factor produksi yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke
sector-sektor nonpertanian, tanpa harus mengurangi volume produksi
(produktivitas) di sector pertanian, pertama adalah tenaga kerja dan kedua adalah
modal. 4. Kontribusi Devisa Kontribusi sector pertanian di suatu negara terhadap
peningkatan devisa terjadi melalui peningkatan ekspor dan atau pengurangan
impor Negara tersebut untuk komoditi- komoditi pertanian.

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi
berbagai permasalahan. Di sektor pertanian Indonesia mengalami beberapa
permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah
tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya
lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin
besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana
pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga
membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di
kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan
dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi
kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian,
seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu
mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan
bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa
depan struktur perekonomian Indonesia.
1. Perkembangan Sejak Awal Dekade 1970-an Selama periode 1995-1997 pangsa
PDB dari sector pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan)
mengalami penurunan (pada harga konstan 1993). Pada saat krisis mencapai
puncaknya tahun 1999, semua sector mengalami pertumbuhan negative, kecuali
listrik, gas, dan air minum dengan tetap positif 2,6% sector pertanian mengalami
pertumbuhan -0,7%, dan sector industri manufaktur - 11,4%. 2. Produksi Padi/Beras
Peranan sector pertanian di Indonesia sangat krusial karena harus memenuhi
kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya lebih dari 200 juta prediksi kebutuhan
beras nasional didasarkan pada asumsi : › · Setiap penduduk mengkonsumsi 144
kilogram per tahun › · Seluruh penduduk mengkonsumsi beras, › · Indonesia tetap
dengan luasan wilayah dan penduduk yang relative sama (artinya, lepasnya
propinsi kecil, seperti Timor Timur, tidak banyak berpengaruh dalam hitungan)
3. Daya Saing dan Perkembangan Ekspor a. Dampak Liberalisasi Perdagangan
Penerapan liberalisasi perdagangan dunia berdampak negative terhadap ekspor

komoditas pertanian Indonesia. b. Perkembangan Ekspor Beras Data dari
Departemen Pertanian (Deptan) menunjukkan bahwa beras bukan merupakan salah
satu produk pertanian yang diunggulkan untuk ekspor, melainkan komoditaskomoditas lainnya, seperti karet, minyak kelapa sawit, teh, kopi, dan kakau. Namum
ini bukan berarti Indonesia tidak pernah mengekspr beras.
C. NILAI TUKAR PETANI Nilai Tukar Petani (NTP) adalah angka perbandingan antara
indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani (sectoral terms of trade) untuk
pertanian adalah rasio harga barang pertanian (Pa) dan harga barang industri (Pi).
Kenaikan nilai tukar petani (NTP) berarti harga pangan naik lebih cepat daripada
barang industri. Petani dapat membeli lebih banyak keperluan mereka pada hasil
yang sama dan mendorong petani untuk meningkatkan hasil mereka (Lynn, 2003).
Nilai tukar petani (NTP) juga dapat menjadi indikator tingkat kesejahteraan petani,
semakin tinggi NTP semakin tinggi daya beli petani.
D. INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN Salah satu faktor penting yang sangat
menentukan investasi disektor pertanian bukan hanya laju pertumbuhan output,
melainkan juga tingkat daya saing global dari komoditas-komoditas pertanian
merupakan modal investasi yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang
sifatnya bisa langsung atau tidak langsung terkait dengan proses produksi.
Langsung, misalnya untuk membeli mesin baru atau peralatan-peralatan modern
dan inpu-input lainnya untuk keperluan kegiatan produksi pertanian. Tidak
langsung, misalnya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan proses produksi
maupun output dan input, dan untuk menyelengarakan pelatihan- pelatihan bagi
petani (peningkatan sumber daya manusia), misalnya manajemen, quality control,
cara- cara yang baik dalam membajak tanah, bercocok tanam dan penanganan
pasca panen, dan sebagainya.
E. KETERKAITAN PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR Tidak dapat dipungkiri
bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan
industrialisasi dari awal pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada
pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu
mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil,

sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative
diatas satu digit. Banyak pengalaman dinegara-negara maju seperti Eropa dan
Jepang yang menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau
bersamaan dengan pembangunan disektor pertanian.
3.1 Kesimpulan Perkembangan sektor pertanian di Indonesia saat ini berada pada
fase yang menghawatirkan. Sehingga dibutuhkan banyak kontribusi dari berbagai
paihak khususnya pemerintah. Selain pemerintah, dalam mengembangkan sektor
pertanian ini juga dibutuhkan kontribusi dari pihak swasta agar tujuan dapat segera
tercapai dan berjalan dengan lancar. Mengingat dana pemerintah yang terbatas
sehingga bantuan dana dari pihak swasta. Hal tersebut merupakan salah satu
penggalangngan investasi di sektor pertanian yang kian hari makin menurun
sehingga membuat hidup para petani kian hari makin rendah pendapatannya.
TERIMAKASIH

Pendahuluan
Mekanisasi pertanian adalah suatu cara untuk meningkatkan efisiensi usaha
pertanian. Peningkatan efisiensi tersebut meliputi produktivitas, mutu, dan
kontinuitas pasokan produk-produk pertanian untuk selalu terus ditingkatkan dan
dipelihara. Selain efisiensi di atas tadi juga ada sisi lain yang harus juga
ditingkatkan efisiensinya yang meliputi: efisiensi lahan, tenaga kerja, energi,
sumber daya (benih, pupuk, air), kualitas komoditas, kesejahteraan petani,
kelestarian lingkungan dan produksi yang berkelanjutan.
Mekanisasi pertanian dalam kerangka pembangunan pertanian di Indonesia
memiliki peran yang strategis yang meliputi peningkatan produktivitas, efisiensi
kerja, produksi, diversifikasi, kualitas dan nilai tambah, pengembangan pertanian
maju dan peningkatan lapangan kerja karena mekanisasi merupakan aplikasi ilmu
teknik untuk mengembangkan dan mengorganisasikan operasi pertanian atau suatu
introduksi dan penggunaan alat mekanis untuk operasi pertanian.
Menurut hasil Simposium Mekanisasi Pertanian tahun 1967 di Ciawi, Bogor,
Jawa Barat, ilmu mekanisasi pertanian adalah ilmu yang mempelajari penguasaan

dan pemanfaatan bahan dan tenaga alam untuk mengembangkan daya kerja
manusia dalam bidang pertanian, demi kesejahteraan umat manusia. Pengertian
pertanian dalam hal ini adalah pertanian dalam arti yang seluas-luasnya. Menurut
Prof. A. Moens (Agricultural University Wageningen): “Mechanization of agriculture is
the introduction and the utilization of any mechanical aid to perform agricultural
operations”. Menurut Prof. Sunyoto (Universitas Gadjah Mada): “Agricultural
Mechanization is defined as the application of mechanical energy in agriculture,
while agriculture itself in broad sense is a science and method of plant and animal
production, which is useful for man kind, including all the processing activities of the
products to be used by man”.
Peralatan mekanis adalah semua jenis benda dan perlengkapan yang
digerakkan oleh manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, atau sumber
energi lainnya. Mekanisasi juga dapat didefinisikan sebagai semua penerapan ilmu
keteknikan untuk mengembangkan, mengatur, dan mengontrol kegiatan produksi
pertanian. Tujuan pokok mekanisasi di bidang pertanian adalah: 1) meningkatkan
produktivitas pekerja; 2) merubah karakter pekerjaan pertanian, yaitu membuatnya
menjadi tidak berat dan menarik; dan 3) meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil
pertanian.
Smith dan Wilkes (1996) berpeendapat bahwa alat mekanis adalah alat yang
dapat bergerak dan mempunyai tenaga (manusia, hewan, motor bakar/listrik, angin,
air, dan sumber energi lain). Sedangkan operasi pertanian merupakan usaha
manusia mengubah karakteristik/posisi suatu objek. Misalnya, tanah: diolah lalu
ditanami; benih: dari gudang lalu disemai. Karakteristik objek pertanian ditentukan
oleh tipe aktivitas, besar aktivitas (luasan/berat/jumlah), waktu (mulai-selesai),
lamanya (jangka) waktu, hasil (kuantitas-kualitas), biaya, beban kerja, pengaruh
terhadap lingkungan, dan sebagainya.
Namun demikian, ada sejumlah permasalahan yang berhubungan dengan alat
dan mesin pertanian (alsintan), antara lain: adanya mesin tipe baru, bagaimana
mengubah desain, bagaimana menguji komparatif/evaluasi, efisiensi dan
efektivitas, studi tentang tanah, desain model alsintan, faktor waktu dan gerak,
gaya bagian gerak (percepatan/ perlambatan), berat mesin dan keseimbangan,
getaran dan kelelahan, dan sebagainya.
Selain itu, tahapan produksi dan pemasaran alsin masih dikoordinasi oleh
American Society of Agricultural Engineering (ASAE), sebuah lembaga internasional

yang berkedudukan di Amerika Serikat, yang telah melakukan kebijakan pilot
mechines atau multilokasi, yang meliputi pengujian fungsional, mekanis (struktural
dan ketahanan/ durability), kebutuhan daya dan gaya-gaya eksternal yang bekerja
(bajak, dan sebagainya).
Kendala lain dalam penerapan mekanisasi di bidang pertanian, di antaranya
adalah: 1) lahan sempit; 2) rasio pekerja dengan lahan yang tersedia kecil; 3) modal
tidak tersedia; dan 4) laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat.
Sejarah Mekanisasi Pertanian
Asal mula adanya mekanisasi di bidang pertanian dimulai dari semakin
bertambahnya jumlah penduduk bertambah dan kebutuhan pangan bertambah
sehingga bidang pertanian dan industri didorong untuk semakin semakin
berkembang. Namun pada sisi yang lain, tenaga manusia dan ternak yang dapat
digunakan semakin terbatas sehingga perlu introduksi alat dan mesin pertanian
(pra dan pasca panen).
Menurut Daywin et al. (1991), manusia sebagai sumber daya adalah kurang
efisien dan kurang efektif. Kemampuannya terbatas, sekitar 0.1 HP (horse power
atau tenaga kuda) untuk kerja terus menerus. Meski demikian, seperti di negaranegara berkembang lainnya, di Indonesia daya manusia dan ternak masih
memegang peranan penting. Penggunaan traktor sebenarnya telah dimulai pada
tahun 1914, hanya saja masih terbatas pada usaha-usaha perkebunan. Sejak 1950,
pemerintah mulai menaruh perhatian dalam pengembangan daya mekanis. Mulai
saat itu, perkembangan penggunaan daya mekanis terutama pada bidang
pengolahan hasil pertanian berkembang pesat.
Alat dan mesin pertanian sejak tahun 1970-an telah banyak diproduksi di
dalam negeri, khususnya yang tergolong dalam alat mekanis pengolahan tanah,
alat pemeliharaan tanaman, pompa air irigasi dan mesin engolahan hasil pertanian.
Produksi traktor tangan pada tahun 1987/1988 sebanyak 3.334 unit.
Pada dasarnya tujuan pokok mekanisasi di bidang pertanian adalah untuk: 1)
meningkatkan produktivitas pekerja; 2) merubah karakter pekerjaan pertanian,
yaitu membuatnya menjadi tidak berat dan menarik; dan 3) meningkatkan kualitas
kerja di lahan. Oleh karena itu, penggunaan alat dan mesin pertanian dianggap
sebagai salah satu alternatif untuk mengisi kebutuhan tenaga dalam rangka
peluasan areal, peningkatan intensitas tanam pada lahan yang ada dan perbaikan
pengelolaan pascapanen.

Tiga periode penggunaan tenaga di bidang pertanian (menurut N.B. Walker
dalam buku “Survey and Problems in Agricultural Engineering”):
1.

Periode Tenaga Manusia (1850): a) membosankan; b) perbudakan; c) pendapatan
per kapita rendah; d) paling tidak 78 % penduduk bertani untuk memenuhi
kebutuhan pangan negara; dan e) surplus hasil pertanian jarang terjadi.

2.

Periode Tenaga Hewan (1850-1900): a) penggunaan tenaga hewan memberi
pengaruh pada penciptaan dan pengembangan mesin pertanian; b) jumlah
penduduk di pertanian berkurang; c) petani mempunyai pandangan untuk
pengembangan industri pertanian; d) perhatian pada penelitian di bidang pertanian
meningkat; e) paling tidak 34 % penduduk bertani untuk memenuhi kebutuhan
pangan negara; dan f) efisiensi meningkat dan surplus dapat tercapai.

3.

Periode Tenaga Mekanis (1900-sekarang): a) modal investasi mesin peralatan
meningkat; b) timbul permasalahan manajemen tenaga kerja; c) meningkatkan
gaya hidup petani; d) perkembangan di bidang keteknikan semakin meningkat; dan
e) jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian semakin berkurang.
Berdasarkan latar belakang sejarah di atas, maka ruang lingkup mekanisasi
pertanian meliputi 6 (enam) bidang, yaitu: 1) bidang mesin budidaya pertanian; 2)
bidang teknik tanah dan air; 3) bidang lingkungan dan bangunan pertanian; 4)
bidang elektrifikasi pertanian; 5) bidang mesin-mesin pengolahan pangan dan hasil
pertanian; dan 6) bidang sistem dan manajemen informasi pertanian.
Perbedaan Prinsip Usahatani Padi Lahan Kering dan Lahan Basah
Menurut Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999), terdapat sejumlah faktor yang
membedakan usahatani di lahan kering dan basah, khususnya untuk padi.

1.

Lapisan Kedap
Pengetahuan yang umum dalam pertanian lahan kering menunjukkan bahwa
pembentukan lapisan kedap di bawah lapisan topsoil atau lapisan olah harus
dihindarkan. Para petani lahan kering suka dan selalu mempertahankan “lahan
bebas lapisan kedap”.
Sebaliknya, bagi usahatani padi sawah di Asia, perlu membentuk dan
mempertahankan lapisan kedap yang oiptimum. Dalam sejarah manusia, petani
padi sawah menciptakan sistem penanaman dengan memindahkan bibit dari
pesemaian agar mereka dapat membentuk dan mempertahankan lapisan kedap
melalui operasi pelumpuran, dan agar pengendalian gulma dapat lebih baik dan
mudah, dibanding sistem penanaman dengan menebar langsung.

Tabel 2.Beda prinsip bertani di lahan kering dan sawah.
Pertanian lahan kering di

Pertanian padi sawah di Asia (padi,

Eropa dan Amerika

gandum, sayur-sayuran, dsb)

(gandum, jagung, sayurHujan

sayuran, dsb)
300-600 mm/tahun.

1500-3000 mm/tahun, maks. 4500

tahunan
Kedalaman

20-30 cm. Makin dalam

mm/tahun
10-15 cm. Makin dangkal makin mudah

olah tanah

makin baik (olah tanah

dikerjakan. Kedalaman setelah

Datar dan

minimum).
Tidak perlu.

pelumpuran 15-20 cm.
Benar-benar datar dan rata. Rekomendasi

kerataan
Galengan
Luas

Kementerian di Jepang untuk kedataran
Tidak perlu.
Makin luas makin baik.

petakan

petak:  2,5 cm   5 cm luas petak.
Sangat diperlukan.
Makin kecil makin mudah dibuat datar
secara tradisional: 0,1-0,3 ga &  1 ha.
Rekomendasi Kementerian: 50 m x 20 m

Lapisan

Tidak harus terbentuk.

 100 m x 20-30 m 
Harus terbentuk dan dipertahankan

kedap

Jika terbentuk,

supaya tidak bocor air irigasi. Petani tidak

dihancurkan supaya akar

suka petakan bocor dan dalam.

tumbuh lebih baik.
Sumber: Daywin, Sitompul, dan Hidayat (1999)

Di daerah penanam padi, petani menikmati sumur dangkal dengan muka air
tanah yang tinggi untuk keperluan sehari-hari sepanjang tahun sehingga lapisan
kedap mempunyai fungsi yang sangat penting:
a.

Lapisan kedap dengan kekerasan > 7 kgf/cm 2, biasanya sebesar 10-20 kgf/cm2
dalam ‘cone index’ dengan ketebalan lapisan sekitar 10-15 cm, mampu mendukung
manusia, ternak, dan mesin.

b.

Untuk menghindarkan perkolasi yang berlebihan dari air irigasi, lapisan kedap
dibuat > 40 mm/hari ke dalam air tanah, ke dalam atau di bawah subsoil, karena
perkolasi yang berlebihan berarti hilangnya pupuk kandang dan pupuk buatan, yang
dapat menyebabkan penurunan hasil.

c.

Dengan mempertahankan struktur yang optimum dari lapisan kedap, hasil yang
lebih besar dan stabil dapat dicapai dan meminimumkan hilangnya air irigasi dan
pupuk.

2.

Kedalaman Pembajakan

Pertanian lahan kering modern biasa mengolah topsoil sedalam 20 cm atau
hingga 30 cm, dengan harapan pertumbuhan akar tanaman lebih baik yang mana
membutuhkan air di lapisan subsoil untuk hidup. Namun untuk padi sawah,
kedalaman pembajakan konvensional sejak adanya manusia dan tenaga ternak
hanya 10-15 cm. Karena itu selalu ada air irigasi yang cukup tanaman di atas dan di
dalam lapisan olah atau topsoil.
3.

Kerataan dan Ukuran Petakan Sawah
Petakan sawah harus benar-benar datar dan rata karena sifat-sifat dan
permukaan air, sementara lahan kering tidak perlu datar dan rata. Nenek moyang
petani di Asia, telah membuat banyak sawah dengan petakan kecil sejauh mereka
mampu karena petakan lebih kecil akan memudahkan membuat lapisan olah datar
dan rata.
Pada tahun 1970-an, kementerian di Jepang merekomendasikan luas petakan
sawah kurang dari 100 m x 20-30 m, dengan semua saluran irigasi da drainasi
berfungsi selama periode kematangan padi. Fasilitas drainasi tidak selalu
dibutuhkan pada usahatani lahan kering.
Mekanisasi dan Produksi Pertanian
Produktivitas pertanian di Indonesia sudah saatnya berubah dari pola
tradisional menjadi pola modern yang ramah lingkungan. Produktif tidak hanya di
tataran on farm tetapi juga harus di tataran off farm. Pada level on farm yang harus
mulai berbenah adalah pada level peningkatan nilai produksi dan efisiensi. Efisiensi
di level on farm meliputi penggunaan benih, pupuk, air dalam upaya yang sangat
sinergis, artinya harus ada korelasi dan hubungan yang seimbang antara ketiganya,
sehingga diharapkan adanya keterpaduan yang menguntungkan bagi petani.
Banyak kasus muncul akibat tidak sinerginya ketika faktor tersebut seperti
benih yang tidak layak untuk dikembangkan, penggunaan pupuk dan pemakaian
air yang berlebihan sehingga berpengaruh pada konversi dan degradasi lahan.
Pada level off farm, yang harus ditekankan adalah kemampuan pasokan
komoditas, pengolahan lanjutan serta industrialisasi pedesaan berbasis pertanian.
Titik tekan mekanisasi juga berpengaruh di sektor off farm, dengan adanya
sentuhan mekanisasi maka nilai tambah dari komoditas akan lebih tinggi dari pada
tanpa sentuhan. Sentuhan tersebut dapat berupa pengolahan lanjutan seperti
penyimpanan, pengemasan, dan alur pendistribusian yang terpadu pada
pemasaran komoditas.

Untuk mendukung keberlanjutan ini perlu adanya pendampingan secara
berkala, penyiapan infrastruktur yang memadai, dan sosialisasi kepada masyarakat.
Pendampingan secara berkala diwujudkan dengan melakukan pelatihan-pelatihan
kepada kelompok tani akan pentingnya mekanisasi sesuai dengan pendekatan yang
dijalankan. Pendekatan ini perlu dilakukan agar program bisa mengalami
keberlanjutan yang baik, tidak hanya sekadarnya saja.
Mengutip dari makalah komisi mekanisasi pertanian dijelaskan bahwa
pendekatan pengembangan mekanisasi pertanian ada 2 (dua) hal yaitu:
1.

Holistik: pengembangan dalam sistem holistik terpadu dan sinergi antara teknologi,
prasarana dan kelembagaan.

2.

Progresif: pengembangan secara proaktif ke arah kemajuan melibatkan partisipasi
stakeholder.
Penyiapan infrastruktur juga menjadi entri point dalam menjaga keberadaan
mekanisasi. Infrastruktur penting karena memiliki peran yang strategis dan
merupakan penunjang utama bagi penerapan mekanisasi pertanian. Lemahnya
infrastruktur dapat menimbulkan ancaman serius terhadap keberadaan mekanisasi
terutama dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Seperti contoh pada
program swasembada dapat berjalan jika saja penerapan mekanisasi dan
optimalisasi infrastruktur pertanian dapat bersinergi menjadi kesatuan yang utuh di
lapangan.
Sosialisasi pengembangan program mekanisasi pertanian dapat dilakukan
dengan strategi benar tepat sasaran. Jadi pendekatan sosialisasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pendekatan selektif dan pendekatan partisipatif. Pendekatan
selektif yaitu dengan pemilihan teknologi disesuaikan dengan agroekosistem dan
komoditas pertanian, sedangkan pendekatan partisipatif yaitu dengan
pengembangan yang mengikutsertakan partisipasi aktif semua stakeholder.
Melihat dari adanya kebijakan sektor mekanisasi pertanian yang memiliki
keberpihakan pada masyarakat akan sungguh naif jika hanya ada dalam tataran
wacana saja. Sudah saatnya penerapan mekanisasi mulai menjamah di kalangan
masyarakat petani sebagai stakeholder utama penyedia pangan, tidak hanya
dimiliki oleh petani-petani besar. Untuk itu, semua arah kebijakan yang dijalankan
oleh pemerintah harus benar-benar tepat dan bermanfaat bagi pembangunan
berlanjutan sektor pertanian ini.

Tanpa adanya kesatuan dukungan dan sinergisitas semua pihak yang saling
bekerja bersama untuk kemajuan ini, niscaya prospek pengembangan mekanisasi
pertanian akan menjadi buah sejarah kegagalan yang akan selalu diingat oleh
generasi penerus kita mendatang. Sudah saatnya kita semua mulai menerapkan
kebijakan yang bersifat proaktif dan berpihak kepada masyarakat dengan
melibatkan partisipasi aktif stakeholder sehingga diharapkan mekanisasi pertanian
lebih cepat berkembang.
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian atau
Balitbangtan Deptan (2005) menyatakan bahwa dukungan mekanisasi pertanian
akan menjadi agenda pembangunan pertanian yang perlu diperhatikan jika
dikaitkan dengan program revitalisasi pertanian, yang mengisyaratkan kepada tiga
pilar utama, yaitu ketahanan pangan, pengembangan agribisnis, dan kesejahteraan
rakyat. Sektor pertanian selalu dikaitkan dengan ketiga hal tersebut, karena
merupakan sumber mata pencaharian yang sangat dominan bagi lebih dari 50 %
penduduknya.
Dari sumber penelitian yang didapat dapat dilihat bahwa pada tahun 1999
lebih dari 65 % penduduk pedesaan yang hidup dari sektor pertanian, menguasai
lahan kurang dari 0,5 ha/keluarga dan berpenghasilan antara Rp1.630.000,- sampai
Rp1.679.000,-/ tahun. Petani yang menguasai lahan antara 0,5 ha sampai 1,0 ha,
memiliki penghasilan Rp2.650.000-Rp3.423.000/tahun. Sedangkan penduduk desa
yang tidak bekerja di sektor pertanian justru mempunyai penghasilan lebih besar
yaitu antara Rp3.138,000-Rp7.301.2000/tahun. Selain dari pada itu, penduduk
perkotaan yang memiliki pendapatan terendah, telah melampaui pendapatan
penduduk yang bekerja di sektor pertanian yang memiliki lahan > 1 ha, yaitu
Rp.4.650.000/tahun. Secara nasional penduduk perkotaan mempunyai pendapatan
lebih besar dari Rp. 4.600.000,-/tahun sampai dengan Rp. 9,264,500/tahun.
Dengan demikian, semakin jelas bahwa sektor pertanian belum mampu
memberikan pendapatan yang lebih baik meskipun pembangunan pertanian telah
dijadikan fokus utama pembangunan ekonomi pada masa lalu. Karena itu
revitalisasi pertanian menjadi jawaban untuk melakukan pembaharuan yang lebih
terarah dan fokus. Revitalisasi pertanian tidak akan berjalan bila hanya dikerjakan
sendiri oleh sector pertanian, tanpa melibatkan sektor lain seperti infrastruktur,
perdagangan, industri dan manufaktur. Pembangunan pertanian perlu dibangun
dengan skenario yang bulat sebagai fokus pembangunan ekonomi.

Meskipun tarikan dari sektor industri semakin besar sehingga tenaga kerja di
sektor pertanian dirasakan berkurang di beberapa pusat-pusat produksi yang
berdekatan dengan kota besar, namun tampaknya kecepatan arus tenaga kerja ke
industri dan jasa, belum sepenuhnya mampu menurunkan persentase keterlibatan
tenaga kerja secara cepat, sementara ini sumbangan tenaga kerja pertanian pada
sektor ekonomi masih di atas 45 %. Faktor-faktor eksogenus tersebut masih
diperkuat lagi dengan makin berkurangnya daya dukung sumber daya lahan.
Sampai dengan tahun 1998 kurang lebih 10 juta ha lahan telah dieksplorasi untuk
peningkatan produksi beras setiap tahun.
Namun data yang ada masih harus dikoreksi dengan makin meluasnya
konversi lahan sawah produktif menjadi lahan industri khususnya di Jawa, yang
tidak bisa lagi untuk memproduksi beras dan pangan karbohidrat lainnya.
Sementara itu selama waktu 10 tahun (1983-1993), lahan pertanian di Indonesia
telah menurun sejumlah 1,3 juta ha dan 1 juta di antaranya adalah di Jawa dan
Bali. Tambahan lagi bencana El-Nino yang membawa dampak kekeringan, harus
dipahami sebagai faktor eksternal yang tidak bisa dicegah, namun perlu diwaspadai
dan dipakai sebagai indikator untuk melakukan suatu tindakan Early Warning
System.
Mekanisasi Pertanian sebagai supporting systems mempunyai peran vital
untuk ikut mendukung revitalisasi pertanian dalam arti yang luas, antara lain
memberikan citra pertanian Indonesia yang kuat dan tidak berkesan kumuh,
mampu menjadi harapan sebagian besar masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada sektor ini sekaligus menyediakan pangan yang cukup bagi seluruh
masyarakat dan menghasilkan devisa bagi tumbuhnya perekonomian negara
dengan teknologi yang dibutuhkan. Karena itu revitalisasi pertanian tidak dapat
terpisah dari pembangunan infrastruktur, kelembagaan, sumber daya manusia,
pengembangan investasi dan permodalan dan teknologi termasuk mekanisasi
pertanian.
Dari aspek sumber daya manusia, statistik menunjukkan bahwa tenaga kerja
manusia untuk sektor pertanian dalam kurun waktu 1992-1997 telah mengalami
penurunan dari 41 juta menjadi 34,5 juta orang. Penurunan lebih kurang 10 % atau
sekitar 2 % per tahun merupakan suatu gambaran bahwa pekerjaan pertanian
bukan pekerjaan yang menarik dan menjadi gantungan untuk dukungan hidup
utama. Untuk sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dalam waktu

6 tahun tersebut berkurang 1,3 juta tenaga kerja per tahun. Semakin menurunnya
jumlah SDM yang terlibat justru semakin menunjukkan peningkatan produktivitas
tenaga kerja, namun belum tentu diimbangi dengan peningkatan pendapatan
petani.
Sebelum era krisis moneter tahun 1989-1995, telah terjadi pergeseran tenaga
kerja akibat pertumbuhan ekonomi yang memberi kesempatan kerja lebih luas di
sektor industri dan jasa. Hal ini memberi dampak nyata berkurangnya pekerja
sektor pertanian, baik secara proporsional tetapi juga secara absolut seperti terlihat
pada Tabel 3. Namun, proyeksi pada tahun 1998 diperkirakan terjadi perubahan
peralihan tenaga kerja kembali ke sektor pertanian karena lumpuhnya sektor
industri pada masa terjadinya krisis moneter.
Distribusi persentase tenaga kerja di sektor pertanian dan jasa. 1)

T abel 3.

SEKTOR
Pertania

1980

1985

1990

1995

19982)

28.843.041
55,93

34.141.089
54,65

35.747.477
49,95

35.233.270
43,95

39.417.533
44,96

5.133.391
9,96

6.281.049
10,06

9.030.101
12,63

10.985.507
13,71

9.933.288
11,73

17.251.387
34,11

21.613.239
35,29

26.112.890
37,42

33.809.283
42,34

22.725.436
43,71

n:
Orang
%
Industri:
Orang
%
Jasa:
Orang
%
Keterangan:
1)

BPS 1995 dan 1998: Survei Angkatan Kerja Nasional 15 tahun ke atas.

2)

Angka Proyeksi berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional.

Kebijakan Penggunaan Alsintan
Alat dan mesin pertanian telah digunakan dalam usaha tani tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan. Penggunaan alat dan mesin pertanian
telah dirasakan manfaatnya oleh petani khususnya tanaman pangan dalam
mempercepat pengolahan tanah, pengendalian hama, panen dan perontokan
khususnya di daerah intensifikasi. Namun demikian jumlah alat dan mesin pertanian
masih sangat sedikit dibanding dengan luas lahan yang ada. Ditinjau dari jumlah
alat dan mesin yang digunakan, level mekanisasi pertanian masih berada + 30
persen. Di samping itu pemakaian juga belum optimum khususnya dalam Usaha
Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA).Demikian pula angka susut pascapanen juga
masih besar yaitu berkisar antara 12,5-23 %. Untuk komoditas perkebunan,

mekanisasi telah digunakan terutama untuk pengolahannya. Namun demikian lebih
dari 65 % komoditas perkebunan belum dapat diolah sehingga peluang
pengembangan mekanisasi untuk komoditas ini masih terbuka luas. Meskipun
mekanisasi pertanian juga telah digunakan di bidang peternakan terutama untuk
pengolahan pakan, penyediaan bibit dan pengolahan produk, namun jumlahnya
masih jauh dari kebutuhannya. Untuk komoditas hortikultura, mekanisasi mulai dari
irigasi sampai dengan pengolahan produk jadi masih belum mendapatkan perhatian
yang layak. Meskipun demikian beberapa prototipe alat dan mesin pasca panen
hortikultura telah tersedia dan siap untuk dikembangkan seperti mesin grader buah,
penggoreng vakum, perajang dan pengering.
Industri alsintan sudah berkembang semenjak dua dekade terakhir khususnya
untuk mencukupi kebutuhan alat dan mesin pertanian padi. Kapasitas terpasang
dari industri traktor lokal sebenarnya lebih tinggi dari kebutuhan dalam negeri,
namun karena kebijakan makro dalam tarif, harga alsin, bunga bank dan subsidi
atau kredit yang belum sepenuhnya mendukung bagi industri maupun pemakai
alsintan, maka perkembangan industri dan penggunaan tumbuh lambat.
Untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan IP dari komoditas unggulan
terpilih, diperlukan tambahan jumlah alsin baik untuk tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan. Guna memenuhi tambahan kebutuhan tersebut
diperlukan dana dalam bentuk investasi dan pengelolaan yang baik terutama
melalui UPJA. Untuk mendukung tanaman pangan dan hortikultura diperlukan
tambahan investasi alat dan mesin pertanian sebesar Rp60 T (triliun).
Target pengembangan alsin untuk tanaman padi adalah hand traktor,
transplanter, weeder, pompa air, hand sprayer, reaper (pemanen), thresher dryer,
dan mesin penggilingan padi. Untuk komoditas hortikultura, pengembangan
mekanisasi diarahkan pada mesin grader dan pemeras jeruk, perajang multiguna
dan penggoreng vakum untuk pisang serta traktor dan pompa air untuk bawang
merah. Sedangkan untuk tanaman perkebunan diarahkan pada pengembangan
mesin untuk pengolahan. Pengolahan pakan baik untuk unggas dan ruminansia
merupakan prioritas yang harus dilakukan sehingga mesin pengolahan pakan
menjadi prioritas pengembangan mekanisasi.
Dalam usaha meningkatkan dukungan mekanisasi pertanian rangka
pengembangan mekanisasi seperti diuraikan di atas, kebijakan pengembangan
mekanisasi pertanian harus mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, mutu

dan nilai tambah, mendorong tumbuhnya industri alat dan mesin dalam negeri dan
mendorong kemitraan antara industri besar dan UKM. Strategi yang perlu ditempuh
dalam pengembangan mekanisasi pertanian adalah membangun industri pertanian
di pedesaan berbasis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Untuk itu
diperlukan dukungan kebijakan untuk pengembangan mekanisasi guna mendukung
revitalisasi pertanian antara lain adalah: (1) pengembangan infrastruktur; (2)
mendorong berkembangnya industri alsin dalam negeri dan (3) mengembangkan
model skim kredit dan bantuan keuangan yang mendorong tumbuhnya mekanisasi
pertanian.
Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan
kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara.
Produk-produk pertanian kita baik komoditas tanaman pangan (hortikultura),
perikanan, perkebunan dan peternakan menghadapi pasar dunia yang telah
dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk
dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan
muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan
tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Mampukan kita
memacu pertanian kita menjadi sektor yang sejajar dengan tetangga dan dunia?
Keadaan di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap penting
dalam perekonomian dan berperan dalam pembangunan nasional, terlebih jika
wacana pembangunan yang terintegrasi antara pertanian, industri dan
perdagangan dipandang sebagai suatu sistem entity yang utuh. Kaitan yang erat
antara pertanian dan industri serta perdagangan senantiasa menuntut
berkembangnya kebijakan pembangunan pertanian yang dinamis sejalan dengan
transformasi perekonomian yang sedang terjadi. Dalam suasana lingkungan
strategis yang berubah cepat, penajaman arah kebijaksanaan dan perencanaan
pembangunan pada masa reformasi menjadi demikian penting.
Dengan mekanisasi pertanian diharapkan efisiensi dan produktivitas
penggunaan sumberdaya dapat ditingkatkan, selain agar ketepatan waktu dalam
aktivitas pertanian dapat lebih ditingkatkan. Pertanian merupakan kegiatan yang
tergantung pada musim. Pada saat musim tanam dan musim panen tenaga kerja
yang dibutuhkan sangat besar. Tetapi pada waktu lain tenaga kerja kurang
dibutuhkan dan ini mengakibatkan terjadinya pengangguran tak kentara. Dengan
mekanisasi pertanian semua aktivitas pertanian dapat diselesaikan dengan lebih

tepat waktu sehingga memberikan hasil yang lebih baik, di samping itu penggunaan
alat dan mesin pertanian dapat juga mengurangi kejenuhan dalam pekerjaan petani
dan tenaga kerja dapat dialokasikan untuk melakukan usaha tani lain atau kegiatan
di sektor lain yang sifatnya lebih kontinu.
Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi danditerapkan begitu saja karena
pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbedabeda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan
selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran
kelembagaan sangatlah penting,