Kewenangan Bank Indonesia Setelah Disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadi krisis perbankan,

  perhatian pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia, terhadap kebijakan pengaturan dan pengawasan bank semakin besar. Perhatian tersebut antara lain karena semakin didasari arti penting dan peran strategis sektor perbankan dalam suatu perekonomian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan dapat mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Dalam kondisi yang demikian, apabila lembaga perbankan tidak sehat dan tidak dapat berfungsi secara optimal, maka dapat dipastikan akan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian (Suseno dan Piter Abdullah, 2003: 132).

  Banyak hal yang dapat diambil dari pengalaman krisis perbankan yang terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia beberapa waktu yang lalu. Salah satunya adalah pengaturan dan pengawasan bank. Beberapa studi yang telah dilakukan Lindgren pada tahun 1999 dalam buku Perry Warjiyo (2004: 162) menunjukan bahwa krisis perbankan yang terjadi di berbagai belahan dunia terjadi karena kurangnya independensi lembaga pengatur dan pengawas perbankan dari berbagai tekanan dan intervensi politik dan pemerintah. Hasil studi ini mendorong menguatnya argumen bahwa pengaturan dan pengawasan bank sebaiknya memilikin independensi, baik dari pemerintah berupa intervensi politik, maupun dari dunia usaha. Independensi tersebut dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara stabilitas sektor keuangan. Selain hasil studi berdasarkan pengalaman krisis di atas, faktor lain yang juga mendorong menguatnya argumen perlunya independensi pengawasan dan pengaturan bank adalah adanya kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir untuk mengeluarkan fungsi pengawasan bank dari bank sentral dan membentuk lembaga tunggal yang independen yang mengatur dan mengawasi seluruh lembaga keuangan (baik bank maupun lembaga keuangan non bank lainnya). (Perry Warjiyo, 2004: 162-163)

  Kedua hal ini, yaitu independensi pengawasan bank dan pemisahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral selanjutnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam diskusi tentang otoritas mana yang lebih tepat untuk menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan bank. Ada kecenderungan pendapat bahwa pengaturan dan pengawasan bank akan lebih baik dilakukan secara independen oleh bank sentral. Dalam hal ini independensi pengaturan dan pengawasan bank diharapkan akan melengkapi dan menunjang independensi bank sentral sebagai otoritas moneter. Pendapat ini didasarkan kepada kenyataan bahwa stabilitas sektor keuangan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan stabilitas moneter. Stabilitas sektor keuangan dan stabilitas moneter ibaratnya dua sisi dari satu keping mata uang, yang berarti keduanya memang tidak dapat dipisahkan.

  Selain itu, banyak pula yang berpendapat bahwa bank merupakan bagian dari lembaga keuangan dengan alasan efisiensi, maka pengaturan dan pengawasan perbankan sebaiknya digabungkan menjadi satu dengan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan oleh satu lembaga independen. Penggabungan fungsi pengaturan dan pengawasan seluruh lembaga keuangan ini telah dilakukan di beberapa negara.

  Polemik tentang siapa yang sebaiknya mengatur dan mengawasi bank seharusnya terhenti dengan disetujuinya Rancangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang selanjutnya telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Pasal 34 ayat (2) secara tegas dinyatakan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas jasa sektor keuangan yang independen dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang. Pembentukan lembaga pengawas tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010.

  Memasuki tahun 2011 pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang tanggal 21 November 2011 disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dari awal perumusan hingga detik-detik disahkannya menjadi Undang-Undang, Bank Indonesia tetap memiliki keyakinan bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak akan lebih baik dari situasi yang ada sekarang. Bank Indonesia pun mengusulkan, jika memang ada kebutuhan Otoritas Jasa Keuangan dibentuk, koordinasinya tetap di bawah Bank Indonesia. Tapi pada kenyataannya, fakta yang ada berbeda, Otoritas Jasa Keuangan tetap dibentuk dan fungsi pengawasan perbankan yang dulu ada di Bank Indonesia dipindah ke lembaga baru tersebut. ( http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/ ,diak ses tanggal 15 Agustus 2012 pukul 20.00 WIB).

  Sebagai lembaga bentukan baru, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan bisa mengarahkan perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Kehadirannya tidak lagi dianggap sebagai polemik dan perlu disikapi dengan positif. Hal itu berkaitan dengan situasi yang sedang dan akan dihadapi Bank Indonesia ketika akhir 2013 fungsi pengaturan dan pengawasan bank secara mikro dialihkan ke tangan Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu, segala sesuatu terkait proses pengalihan fungsi ke Otoritas Jasa Keuangan termasuk kepegawaian, dokumen, teknologi informasi (IT), aset, dan pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) harus dipikirkan secara detil. Begitu pun keberadaan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) yang diketahui banyak mendatangkan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah. (Anonim, Fokus Bank Indonesia, 2012 : 3)

  Berdasarkan pemaparan di atas, maka hal-hal tersebut menjadi dasar dan melatarbelakangi penulis untuk menyajikan penulisan hukum dengan judul

  

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS

B. Rumusan Masalah

  1. Apakah konsekuensi dari berlakunya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan?

  2. Bagaimanakah peran Bank Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Objektif Tujuan objektif penulisan hukum ini adalah:

  a. Untuk mengetahui konsekuensi dari berlakunya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan perbankan.

  b. Untuk mengetahui peran Bank Indonesia setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

  2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif penulisan hukum ini adalah:

  a. Untuk menambah dan memperluas wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis di bidang hukum perbankan khususnya tentang kewenangan Bank Indonesia setelah disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

  b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata Satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

  Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

  1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin ilmu hukum perdata pada umumnya dan hukum perbankan pada khususnya.

  b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang penelaahan ilmiah serta menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah tentang peran Bank Indonesia setelah disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

  2. Manfaat Praktis

  a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

  b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya hukum perdata.

E. Metode Penelitian

  Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35).

  Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan yang berisi (sistem dan ilmunya) dan metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut (Johnny Ibrahim, 2006:26). Di dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006:28).

  Berdasarkan hal tersebut, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut :

  1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif menurut Johnny Ibrahim adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006:57).

  Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan bahanbahan hukum (library based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johnny Ibrahim, 2006:44).

  2. Sifat Penelitian

  Sifat dalam penelitian hukum adalah preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai- nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma- norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Sifat preskriptif dalam penelitian ini yaitu penulis akan memberikan preskriptif mengenai bagaimana konsekuensi serta peran Bank Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.

  3. Pendekatan Penelitian

  Menurut Peter Mahmud Marzuki, di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

  

approach) , pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan

  konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93). Dari kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) serta pendekatan historis (historical approach).

  Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, untuk menelaah unsur filosofis adanya suatu peraturan perundang-undangan tertentu yang kemudian dapat disimpulkan ada atau tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu hukum yang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93-94).

  Pendekatan historis (historical approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi. Pendekatan ini sangat membantu peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Di samping itu, melalui pendekatan demikian peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93).

4. Sumber Penelitian Hukum Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder.

  Namun dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga yang digunakan adalah bahan hukum, dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2008:141).

  a. Bahan hukum primer meliputi: 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor

  10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790).

  2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

  3 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901).

  3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253).

  4) Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Pelaksanaanya.

  b. Bahan hukum sekunder meliputi: 1) Buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan; 2) Jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan; 3) Artikel-artikel baik di media cetak maupun internet yang berkaitan dengan permasalahan.

  5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

  Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan sebagai sumber di dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum dengan menelaah peraturan perundang-undangan, dokomen- dokumen resmi, jurnal, artikel-artikel dari internet, maupun literatur-literatur lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini.

  6. Teknik Analisis Bahan Hukum

  Teknik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari permasalahan yang dibahas penulis Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yaitu beralihnya kewenangan Bank Indonesia serta adanya peran baru Bank Indonesia. Dalam penulisan hukum ini, bahan hukum yang telah didapat penulis, kemudian diolah dan dianalisis dalam bentuk interpretasi dengan cara menafsirkan yang berkaitan dengan kewenangan Bank Indonesia serta peran baru Bank Indonesia setelah berdirinya lembaga Otoritas Jasa Keuangan.

F. Sistematika Skripsi

  Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi:

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar

  belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

  BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dikemukakan tentang kerangka teori yang

  meliputi tinjauan tentang bank indonesia, tinjauan tentang bank, tinjauan tentang otoritas jasa keuangan, tinjauan tentang pengawasan perbankan. Dalam bab ini juga dikemukakan tentang kerangka pemikiran yang berbentuk bagan dan uraian singkat.

  BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan

  guna menjawab permasalahan mengenai bagaimana konsekuensi dari dibentuknya lembaga pengawas baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan peran Bank Indonesia.

  BAB IV : PENUTUP

  Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran-saran yang diajukan penulis sebagai implikasi dari simpulan yang didapat.