DESAIN INTERIOR SURAKARTA CHOIR CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN HISTORY OF CHOIR

DESAIN INTERIOR SURAKARTA CHOIR CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN HISTORY OF CHOIR

Disusun Untuk Memenuhi Syarat mendapatkan Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Unversitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : CHRISTOFER BINTANG PERMANA

C 0807014

JURUSAN DESAIN INTERIOR FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

PERNYATAAN

Nama : Christofer Bintang Permana NIM : C 0807014

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir berjudul “Desain Interior Surakarta Choir Center Dengan Pendekatan History of Choir Di Surakarta ” adalah benar- benar karya sendiri, bukan plagiat dan dibuatkan orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya, dalam Laporan Tugas Akhir ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Tugas Akrir dan gelar yang diperoleh.

Surakarta, Juli 2012 Yang membuat pernyataan,

Christofer Bintang Permana NIM. C 0807014

MOTTO

“Jangan kau tanyakan apa yang diberkan negara kepadamu, namun bertanyalah apa yang sudah kau berikan pada negaramu ”

-John F. Kennedy-

“Kesempatan tidak hanya datang satu kali,manfaatkan setiap kesempatan yang datang kepadamu ”.

-Penulis-

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini kupersembahkan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia kepada umat-

Nya.

2. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat yang

tidak pernah putus kepada penulis.

3. PSM UNS Voca Erudita, Teman- teman dan para sahabat yang selalu

mendukung penulis.

4. Dosen pembimbing dan seluruh jajaran dosen jurusan Desain Interior

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia dan berkah yang melimpah, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan baik berkat bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis tidak lupa untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Anung B Studyanto, S. Sn, MT, selaku Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

3. Drs. Rahmanu Widayat, M.Sn, selaku Dosen Pembimbing I Mata Kuliah Tugas Akhir.

4. Ambar Mulyono, S.Sn, M.T , selaku Dosen Pembimbing II Mata Kuliah Tugas Akhir .

5. Orang tua tercinta FX.Pribadi dan Brigita Renny S, atas kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan kepada kami anak – anaknya.

6. Kakak – kakak saya, Ade Surya, Christina Tanjung Sari, Alexander Surya atas dukungan dan kasih sayang nya.

7. Keluarga besar Supingi Pudjo Karjono dan R. Troesto atas doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang tidak pernah putus.

8. Belahan jiwa saya PSM UNS “ Voca Erudita “ terimakasih atas kebersamaan 5 tahun ini, prestasi, pengalaman, pembelajaran, suka, duka,

air mata,canda dan tawa telah berjalan seirama nada yang kita lantunkan. Salam hangat untuk team voyage, piccc, dikti, wcg, bicc, pattaya dan team paris.Terima kasih.

9. Special saya ucapkan terima kasih sebesar – besarnya untuk sahabat saya “ d’Cost “ Isabel, candra rifqi, bintang dan bayu atas semangat dan suportnya selama proses penyusunan tugas akhir ini.

10. Teman-teman 2007 seperjuangan di VE, terima kasih untuk mathilda, puri, yohana, santhi dan teman seperjuangan tugas akhir, Mas Muhibudin, teman – teman angkatan 2007 yang tersisa dan angkatan 2008 yang

banyak membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir.

Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan Tugas Akhir ini masih terdapat kesalahan dan kekeliruan sehingga dengan sangat terbuka penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan demi kesempurnaannya.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

DESAIN INTERIOR SURAKARTA CHOIR CENTER DI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN HISTORY OF CHOIR

1 Christofer Bintang P,

Drs. Rahmanu Widayat., M.Sn 2 , Ambar Mulyono, S.Sn, M.T 3

ABSTRAK

2012.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana mendesain interior pusat seni paduan suara yang memiliki fungsi edukatif, informatif dan entertainment?. (2) Bagaimana menciptakan system akustik gedung pertunjukan yang tepat dan baik ? (3) Bagaimana menerapkan desain dengan pendekatan historycal berdasar sejarah perkembangan seni paduan suara yang sesuai untuk Surakarta Choir Center ?

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut : (1) Merancang Interior pusat kesenian paduan suara ( choir center ) yang memiliki fungsi edukatif, informatif dan entertainment. (2) Menciptakan sistem akustik yang baik di dalam pusat kesenian paduan suara ( choir center ) . (3) Merancangan pusat kesenian paduan suara ( choir center ) yang dapat menghadirkan atmosfer interior berdasar sejarah perkembangan seni paduan suara.

Metode yang digunakan dalam pembahasan masalah adalah metode pembahasan analisa interaktif, dimana ada 3 tahap pokok yang digunakan oleh peneliti, yaitu : melalui proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi data. Kemudian penyusunan informasi sebelum menyusun sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukann dan sejak awal penelitian data penelitian sudah harus memulai melakukan pencatatan peraturan, pola-pola pertanyaan, arahan sebab-akibat dan proporsi-proporsi.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal : (1).Perancangan Interior Surakarta Choir Center sebagai pusat edukatif, informatif dan entertainment bagi para penggemar musik paduan suara dibangun dengan estetis tinggi agar banyak menarik pengunjung. (2) Perancangan sistem akustik yang baik demi terwujudnya kualitas akustik yang memadahi bagi pengguna. (3) Karakter ruang sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung.

1 Mahasiswa Jurusan Desain Interior dengan NIM C0807014

INTERIOR DESIGN OF SURAKARTA CHOIR CENTER IN SURAKARTA WITH HISTORY OF CHOIR APPROACH

1 Christofer Bintang P,

Drs. Rahmanu Widayat., M.Sn 2 , Ambar Mulyono, S.Sn, M.T 3

ABSTRACT

2012. Problems which discussed in this research are: (1) How to design an interior of choir center which has an educative, informative, and entertaining functions. (2) How to design a good and proper accoustic system of an exhibition center. (3) How to apply historycal approach design based on the history of choir development for Surakarta Choir Center properly.

The aims of this research are: (1) To design an interior of a choir center which has an educative, informative, and entertaining functions. (2) To design a good and proper accoustic system of a choir center. (3) To design a choir center whose interior can give an atmosphere of the history of choir development.

A method which used in the problem discussion is an interactive analysis method in which three main stages are used by the researcher. They are selecting, focusing, and simplifying the abstarction data. Compiling information was done before compiling conclusion of the research. From the very beginning of this research, note taking of rules, question formations, cause-effect guidance, and proporsion must be done.

From the analysis, it can be concluded that: (1) The interior design of Surakarta Choir Center as an educative, informative, and entertaining center for choir enthusiasts is made aesthetically pleasing to attract more visitors. (2) Accoustic system has to be well-designed to fulfil the needs of the users. (3) Room characteristic is so helful in creating comfort and secure of the visitors.

1 Student, Interior Design Program with student number C 0807014 2 First Supervisor

DAFTAR GAMBAR halaman

GAMBAR II.1. Peta Kota Surakarta .................................................

GAMBAR II.2. Organisasi Ruang Terpusat .......................................

GAMBAR II.3. Organisasi Ruang Linier ...........................................

GAMBAR II.4. Organisasi Ruang Radial ..........................................

GAMBAR II.5. Organisasi Ruang Cluster .........................................

GAMBAR II.6. Organisasi Ruang Grid .............................................

GAMBAR II.7. Pola Sirkulasi Linier .................................................

GAMBAR II.8. Pola Sirkulasi Radial .................................................

GAMBAR II.9. Pola Sirkulasi Spiral .................................................

GAMBAR II.10. Pola Sirkulasi Grid ....................................................

GAMBAR II.11. Pola Sirkulasi Network .............................................

GAMBAR II.12. Sistem Akustika ........................................................

GAMBAR II.13. Sistem Akustika 2 .....................................................

GAMBAR II.14. Sistem Akustika 2 .....................................................

GAMBAR II.15. Hidrant Kebakaran ....................................................

GAMBAR III.1. Kursi Penonton Usmar Ismail Hall ...........................

59 GAMBAR III.2. Usmar Ismail Hall …………………………………. 59 GAMBAR III.3. China Hall …………………………………………. 60 GAMBAR III.4. China Hall 2 ..............................................................

60 GAMBAR III.5. Mont Evray Hall …………………………………… 61 GAMBAR III.6. Mont Evray Hall .......................................................

GAMBAR III.7. Gallery Usmar IsmailHall ........................................

GAMBAR III.8. Gallery Usmar IsmailHall .........................................

GAMBAR III.9. Studio Talenta Suara Bertha .....................................

GAMBAR III.10. Studio Talenta Suara Bertha .....................................

GAMBAR IV.1. Site Plan Lokasi .......................................................

GAMBAR IV.2. Organisasi Ruang Radial .........................................

GAMBAR IV.3. Hubungan Antar Ruang ............................................

GAMBAR IV.4. Zoning ......................................................................

GAMBAR IV.5. Grouping ..................................................................

GAMBAR IV.6. Cathedrale Saint Andre de Bordeaux ......................

78

GAMBAR IV.7. Cathedral of the Assumption University,Bangkok ...

79

GAMBAR IV.8. Usmar Ismail Hall .....................................................

80

GAMBAR IV.9. Desain Furniture 1 ....................................................

87

GAMBAR IV.10. Desain Furniture 2 ....................................................

88

GAMBAR IV.11. Desain Furniture 3 ....................................................

88 GAMBAR IV.12. Warna Pokok .......................................................... 89

GAMBAR IV.13. Garis Dominan ....................................................... 90

BAGAN

halaman BAGAN I.1.

Bagan Pola Pikir Perancangan .................................

8 BAGAN IV.1

Struktur Organisasi ..................................................

67 BAGAN IV.2

Pola Kegiatan Pengelola ..........................................

69 BAGAN IV.3

Pola Kegiatan Pengunjung Alternatif 1 ....................

70 BAGAN IV.4

Pola Kegiatan Pengunjung Alternatif 2 ....................

70 BAGAN IV.5

Pola Kegiatan Pen ampil …………………………… 71

TABEL

Halaman TABEL IV.1.

Sistem Operasional Surakarta Choir Center ............

68 TABEL IV.2.

Program Fasilitas .....................................................

69 TABEL IV.3.

Analisa Spesifikasi Lantai ........................................

80 TABEL IV.4.

Analisa Spesifikasi Dinding .....................................

82 TABEL IV.5.

Analisa Spesifikasi Ceiling .......................................

83 TABEL IV.6.

Analisa Kriteria Pencahayaan ...................................

84 TABEL IV.7.

Analisa Kriteria Penghawaann .................................

85 TABEL IV.8.

Analisa Kriteria Akustik Ruang ................................

86

WITH HISTORY OF CHOIR APPROACH characteristic is so helful in creating comfort and secure of the

visitors. Christofer Bintang P, 1

2 Drs. Rahmanu Widayat., M.Sn 3 , Ambar Mulyono, S.Sn, M.T

ABSTRACT

2012. Problems which discussed in this research are: (1) How to design an interior of choir center which has an educative, informative, and entertaining functions. (2) How to design a good and proper accoustic system of an exhibition center. (3) How to apply historycal approach design based on the history of choir development for Surakarta Choir Center properly.

The aims of this research are: (1) To design an interior of a choir center which has an educative, informative, and entertaining functions. (2) To design a good and proper accoustic system of a choir center. (3) To design a choir center whose interior can give an atmosphere of the history of choir development.

A method which used in the problem discussion is an interactive analysis method in which three main stages are used by the

researcher. They are selecting, focusing, and simplifying the

abstarction data. Compiling information was done before compiling conclusion of the research. From the very beginning of

this research, note taking of rules, question formations, cause- effect guidance, and proporsion must be done. From the analysis, it can be concluded that: (1) The interior design

of Surakarta Choir Center as an educative, informative, and

2 Student, Interior Design Program with student number C0807014 First Supervisor

3 Second Supervisor

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Paduan suara atau kor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi- penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara membawakan musik paduan suara yang terdiri atas beberapa bagian suara (bahasa Inggris: part, bahasa Jerman: Stimme). Paduan suara biasanya dipimpin oleh seorang dirigen atau choirmaster yang umumnya sekaligus adalah pelatih paduan suara tersebut. Umumnya paduan suara terdiri atas empat bagian suara (misalnya sopran, alto, tenor, dan bas), walaupun dapat dikatakan bahwa tidak ada batasan jumlah suara yang terdapat dalam paduan suara. Selain empat suara, jumlah jenis suara yang paling lazim dalam paduan suara adalah tiga, lima, enam, dan delapan. Bila menyanyi dengan satu suara, paduan suara tersebut diistilahkan menyanyi secara unisono.

Paduan suara dapat bernyanyi dengan atau tanpa iringan alat musik. Bernyanyi tanpa iringan alat musik biasanya disebut sebagai bernyanyi a cappella. Bila bernyanyi dengan iringan, alat musik pengiring paduan suara dapat terdiri atas alat musik apa saja, satu, beberapa, atau bahkan suatu orkestra penuh. Terdapat banyak pandangan mengenai bagaimana masing-masing kelompok bagian suara dalam paduan suara ditempatkan di panggung pada suatu penampilan. Pada paduan suara simfonik, biasanya bagian-bagian suara diatur dari suara tertinggi ke suara terendah (misalnya sopran, alto, tenor, dan kemudian bas) dari kiri ke kanan, bersesuaian dengan penempatan bagian alat musik gesek umumnya. Pada penampilan a cappella atau dengan iringan piano, umumnya pria ditempatkan di belakang dan wanita di depan; penempatan kelompok bas di belakang kelompok sopran disukai oleh beberapa dirijen Paduan suara dapat bernyanyi dengan atau tanpa iringan alat musik. Bernyanyi tanpa iringan alat musik biasanya disebut sebagai bernyanyi a cappella. Bila bernyanyi dengan iringan, alat musik pengiring paduan suara dapat terdiri atas alat musik apa saja, satu, beberapa, atau bahkan suatu orkestra penuh. Terdapat banyak pandangan mengenai bagaimana masing-masing kelompok bagian suara dalam paduan suara ditempatkan di panggung pada suatu penampilan. Pada paduan suara simfonik, biasanya bagian-bagian suara diatur dari suara tertinggi ke suara terendah (misalnya sopran, alto, tenor, dan kemudian bas) dari kiri ke kanan, bersesuaian dengan penempatan bagian alat musik gesek umumnya. Pada penampilan a cappella atau dengan iringan piano, umumnya pria ditempatkan di belakang dan wanita di depan; penempatan kelompok bas di belakang kelompok sopran disukai oleh beberapa dirijen

Berawal dari keprihatinan terhadap kurang nya fasilitas yang dapat menjadi wadah atau pusat kesenian dalam hal seni music,khusunya jenis music paduan suara. Kemudian muncul ide untuk mendirikan suatu tempat yang dapat menampung aspirasi masyarakat pecinta paduan suara. Dimana kita dapat saling berbagi pengalaman, ilmu music,menyalurkan hobi, bahkan menikmati pertujukan paduan suara secara langsung, baik dalm wujud konser maupun kompetisi.

Gedung yang ditujukan untuk Komunitas paduan suara di Surakarta ini diarahkan pada wilayah kota Surakarta sendiri, kelompok paduan

seperti padus anak,remaja,mahasiswa,gereja hingga vocal group instansi,perusahaan atau partai.Pemanfaat proyek : tempat latihan, sekolah music, pertunjukan, pameran sampai galang dana serta Komunitas paduan suara Nasional dan Internasional.

B. BATASAN PERANCANGAN

Surakarta Choir Center adalah sebuah konsep gedung kegiatan terpusat dari suatu komunitas, dimana di dalam nya menjadi tempat untuk menampung berbagai kegiatan yang berhubungan dengan seni paduan suara, music, dan hal yang menunjang lainnya. Misalnya adanya hall atau gedung pertunjukan yang di desain bagi pagelaran paduan suara, sekolah vocal, ruang seminar dan galeri. Perancangan Interior gedung ini di batasi pada:

1. Perancangan interior choir hall ( gedung pertunjukan )

2. Perancangan akustik ruang pada choir hall dan sekolah music

C. PERMASALAHANPERANCANGAN

a. Bagaimana mendesain interior pusat seni paduan suara yang memiliki fungsiedukatif, informatif dan entertainment?

b. Bagaimana menciptakan system akustik gedung pertunjukan yang tepat dan baik?

c. Bagaimana menerapkan desain dengan pendekatan historycal berdasar sejarah perkembangan seni paduan suara yang sesuai untuk Surakarta

Choir Center ?

D. TUJUAN PERANCANGAN

a. Merancang Interior pusat kesenian paduan suara ( choir center ) yang memiliki fungsi edukatif, informatif dan entertainment.

b. Menciptakan sistem akustik yang baik di dalam pusat kesenian paduan suara ( choir center ).

c. Merancangpusat kesenian paduan suara ( choir center )yang dapat menghadirkan suasana ruang bernuansa historic terkait sejarah perkembangan seni paduan suara.

E. SASARAN PERANCANGAN

Sasaran utama perancangan Surakarta Choir Center ini adalah kalangan pecinta paduan suara, baik dari kalangan umum, mahasiswa, gereja, remaja ataupun anak – anak .Secara detail, sasaran perancangan diarahkan pada

1. Pengunjung

2. Pengelola dan karyawan

3. Owner ( pemilik )

Diharapkan dengan adanya festival hall ini dapat menarik pengunjung untuk mengadakan sebuah konser, kompetisi atau sekedar Diharapkan dengan adanya festival hall ini dapat menarik pengunjung untuk mengadakan sebuah konser, kompetisi atau sekedar

F. MANFAAT PERANCANGAN

1. Bagi Penulis/ Desainer

a. Mengenal dan menambah wawasan mengenai desain interior dan pusat kegiatan kesenian.

b. Mengembangkan daya imajinatif, ide dan gagasan mengenai system interior yang berkaitan dengan bangunan berakustik detail yang memiliki nilai edukatif, informatif dan entertainment.

c. Mengembangkan kreatifitas dalam perancangan interior bangunan.

2. Bagi Dunia Akademik

a. Memberikan informasi mengenai pengetahuan fasilitas pusat

paduan suara.

b. Memberikan referensi baru dalam rancangan sebuah desain.

3. Bagi Masyarakat

a. Memberikan solusi tempat rekreasi edukatif serta informatif tentang seni paduan suara.

G. METODE DESAIN

1. Melakukan survei sebagai bahan acuan perancangan

2. Melakukan kajian literature terkait.

3. Pendekatan permasalahan

4. Brainstorming ide – ide gagasan perancangan.

5. Memecahakn permasalahan yang muncul.

Lokasi Survei

Penelitian dilakukan di beberapa negara yang pernah di kunjungi peneliti untuk kegiatan paduan suara, seperti China, Thailand, Perancis dan Jakarta, untuk Jakarta lokasi yang dipilih adalah di Usmar Ismail Hall, yang berada di Komplek Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.

Bentuk Survei

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang memerlukan data-data kualitatif (tidak berupa angka-angka) maka bentuk penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Bentuk ini mampu menangkap informasi kualitatif yang penuh nuansa daripada hanya sekedar angka atau frekuensi. “Deskriptif mempersyaratkan suatu usaha dengan keterbukaan pikir untuk menentukan obyeknya yang sedang dipelajari”. (HB. Sutopo, 2002).

Sumber Data

a. Informan Terdiri dari pelaku utama atau penyanyi dalam sebuah paduan

suara dan informan lain yang dianggap mengetahui tentang bangunan yang diteliti.

b. Tempat dan Peristiwa Sebuah gedung pertunjukan paduan suara.

Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Jenis observasi yang digunakan adalah observasi berperan aktif, yaitu peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan observasinya dengan mempertimbangkan akses yang bisa diperolehnya dan bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data.Peneliti bahkan bisa berperan yang tidak hanya dalam bentuk berdialog atau bercakap-cakap yang mengarah pada pendalaman dan kelengkapan datanya, tetapi juga bisa mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan datanya.

b. Metode Analisis

Yaitu menganalisa data yang diperoleh di lapangan, menghubungkan dengan kajian teoritis, dan kemudian dianalisa kembali, dari hasil analisa ini kemudian menghasilkan alternatif- alternatif desain, yang selanjutnya disimpulkan menjadi kesimpulan desain.

c. Metode Wawancara

Dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mempunyai keterkaitan terhadap proses perancangan interior choir center.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran perancangan, manfaat, dan metode desain.

BAB II KAJIAN TEORI

Uraian tentang landasan teori hasil proses pengumpulan data dan studi literatur yang dijadikan untuk mencapai tujuan perancangan.

BAB III STUDI LAPANGAN

Merupakan uraian tentang data-data hasil survei lapangan yang digunakan sebagai acuan atau referensi juga pembanding dalam proses perancangan nantinya.

BAB IV PEMBAHASAN

Merupakan uraian tentang ide atau gagasan yang akan melatar belakangi terciptanya karya desain interior.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Meliputi kesimpulan evaluasi konsep perancangan dan keputusan desain serta saran-saran penulis mengenai Desain Interior Surakarta Choir Center di Surakarta.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

H. POLA PIKIR

Bagan 1.1 Pola Pikir Perancangan Sumber : Analisa Penulis

Keterangan:

Proyek perancangan merupakan hal apa yang akan direalisasikan oleh penulis sebagai wujud dari sebuah ide/gagasan. Dalam sebuah perancangan hal yang perlu sebagai dasar atau study banding dari sebuah proyek adalah study literature dan study lapangan ini sebagai acuan agar penulis mempunyai

Data Informasi Proyek

Desain terpilih

Evaluasi Desain

DESAIN

Alternatif Desain

Sketsa Desain

Konsep Desain

Human Faktor

Aspek Ekonomi

Interior System

Aspek Tema Aspek Budaya Norma Desain

Rumusan

Studi Lapangan

Studi Literatur

Proyek Perancangan

Aspek Keamanan

Aspek Sosial

juga sebuah rumusan. Bila study literature, study lapangan dan rumusan telah dibuat maka akan memudahkan penulis mengali data informasi proyek dan kemudian akan memudahkan dalam membuat konsep desain. Sebuah konsep desainpun harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu human factor, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek budaya, aspek keamanan, interaksi system, aspek tema, norma desain, aspek politik, aspek sosial. Setelah konsep desain terbentuk maka langkah selanjutnya pembuatan sketsa desain dengan beberapa alternatif yang kemudian diajajukan sebagai bahan pertimbangan hingga disetujui desain terpilih. Perlu dilakukan evaluasi desain saat konsultasi. Desain terpilih ini di evaluasi saat kosultasi dan akhirnya mendapatkan sebuah desain yang sesuai dengan konsep yang telah dibuat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN JUDUL

1. Judul

“Desain Interior SurakartaChoir Center Dengan Pendekatan Historycal Choir di Surakarta ”

2. Definisi Judul

a. Desain

Rancangan, rencana suatu bentuk dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993 : 138)

Suatu sistem yang berlaku untuk segala macam jenis perancangan dimana titik beratnya adalah melihat sesuatu

persoalan tidak secara tepisah atau tersendiri melainkan sebagi suatu kesatuan dimana satu masalah dengan lainnya saling kait mengkait.

(Desain Interior, 1999 : 12)

b. Interior

Bagian dalam gedung (ruang, dsb), tatanan perabot (hiasan, dsb) di ruang dalam gedung.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia,1993 : 483). Ruang dalam suatu bangunan, yang mengungkapkan tata kehidupan manusia melalui media ruang.

(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1991 : 197)

c. Surakarta Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah kota yang

503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 13.636/km 2 . Kota dengan luas 44 km 2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.

Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan kota Surakarta masih memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Kartasura. Nama Solo berasal dari nama desa Sala. Ketika Indonesia masih menganut Ejaan Repoeblik, nama kota ini juga ditulis Soerakarta.

Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Namun, sejumlah catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta

( http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta )

d. Choir

Choir merupakan bahasa inggris dari paduan suara yang artinya Paduan suara atau kor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara membawakan musik paduan suara yang terdiri atas beberapa bagian suara Choir merupakan bahasa inggris dari paduan suara yang artinya Paduan suara atau kor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara membawakan musik paduan suara yang terdiri atas beberapa bagian suara

(www.artikata.com/pusat, 27 Oktober 2011)

f. History of Berhubungan dengan sejarah

( kamus bahasa Inggris – Indonesia halaman 299, John M.Echils dan Hasan Shadily )

B. TINJAUAN TENTANG PADUAN SUARA

a. Pengertian Seni Paduan Suara

Paduan suara atau kor (dari bahasa Belanda, koor) merupakan istilah yang merujuk kepada ensembel musik yang terdiri atas penyanyi-penyanyi maupun musik yang dibawakan oleh ensembel tersebut. Umumnya suatu kelompok paduan suara membawakan musik paduan suara yang terdiri atas beberapa bagian suara (bahasa Inggris: part, bahasa Jerman: Stimme).

Dalam pengertian ini, paduan suara juga mencakup kelompok vokal (vocal group), walaupun kadang kedua istilah ini saling dibedakan.

M usik paduan suara adalah musik yang dilantunkan oleh suatu paduan suara atau koor. Koor adalah bahasa Belanda, yang berasal dari bahasa Yunani choros (di dalam bahasa Inggeris disebut pula sebagai choir), yang berarti gabungan sejumlah penyanyi di mana mereka mengkombinasikan berbagai suara mereka ke dalam suatu harmoni.

Hampir semua paduan suara kini menyajikan lagu-lagu mereka di dalam suatu harmoni yang terdiri dari empat bagian, yaitu sopran (suara tinggi wanita), alto (suara rendah wanita), tenor (suara tinggi pria) dan bas (suara rendah pria).

Namun demikian, karya-karya musik paduan suara dapat pula ditulis atau diaransir di dalam lebih dari empat bagian tadi. Musik paduan suara dapat digubah dengan iringan instrumen maupun tanpa iringan instrumen atau biasa disebut sebagai a cappella. Tetapi sebagian besar karya-karya musisi terkemuka ditulis untuk paduan suara dengan iringan instrumen.

Sebenarnya paduan suara sudah mempunyai suatu sejarah yang cukup panjang, karena paduan suara ini sudah dikenal dan membawakan lagu-lagu pujian di kenisah-kenisah Sumeria pada kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi. Di Yunani kuno, paduan suara bahkan diajarkan di sekolah-sekolah, di mana pada masa itu juga sering berlangsung berbagai macam lomba paduan suara, seperti yang ada di negeri kita.

Paduan suara juga dikenal di sinagoga Yahudi, di mana di sinagoga ini paduan suara dibagi ke dalam beberapa kelompok dan mereka bernyanyi bersautan dengan para penyanyi solo atau cantor. Hampir sebagian besar dari nyanyian dan pujian di sinagoga-sinagoga ini diambil dari Alkitab, terutama sekali dari Kitab Mazmur.

Jenis-jenis paduan suara

Kelompok paduan suara dapat dikategorikanberdasarkan jumlah penyanyi di dalamnya, misalnya:

Ensembel vokal atau kelompok vokal (3-12 penyanyi)

Paduan suara kecil atau paduan suara kamar (12-28 penyanyi)

Paduan suara besar (lebih dari 28 penyanyi)

Paduan suara juga dapat dikategorikan menurut jenis atau genre karya yang dibawakannya, misalnya:

Paduan suara simfonik Paduan suara opera Paduan suara lagu keagamaan (musica sacra) Paduan suara lagu popular Paduan suara jazz Paduan suara lagu rakyat Paduan suara pertunjukan (show choir), yang anggota- anggotanya menyanyi dan menari dalam penampilan yang seringkali menyerupai pertunjukan musical.

Perkembangan Dunia musik terbagi menjadi 6 zaman, yaitu

1. Zaman Abad Pertengahan Zaman Abad Pertengahan sejarah kebudayaan adalah Zaman

antara berakhirnya kerajaan Romawi (476 M) sampai dengan Zaman Reformasi agama Kristen oleh Marthen Luther (1572M).perkembangan Musik pada Zaman ini disebabkan oleh terjadinya perubahan keadaan dunia yang semakin meningkat, yang menyebabkan penemuan-penemuan baru dalam segala bidang, termasuk dalam kebudayaan. Perubahan dalam sejarah musik adalah bahwa musik tedak lagi dititikberatkan pada

kepentingan keagamaan tetapi dipergunakan juga untuk urusan duniawi, sebagai sarana hiburan.

2. Zaman Renaisance Zaman Renaisance adalah zaman setelah abad Pertengahan,

Renaisance artinya Kelahiran Kembali tingkat Kebudayaan tinggi yang telah hilang pada Zaman Romawi.Musik dipelajari dengan cirri-ciri khusus, contoh nyanyian percintaan, nyanyian keperwiraan.Sebaliknya

musik

Gereja mengalami kemunduran.Pada zaman ini alat musik Piano dan Organ sudah dikenal, sehingga munculah musik Instrumental. Di kota Florence berkembang seni Opera. Opera adalah sandiwara dengan iringan musik disertai oloeh para penyanyinya.

3. Zaman Barok dan Rokoko Kemajuan musik pada zaman pertengahan ditandai dengan

munculnya aliran-aliran musik baru, diantaranya adalah aliran Barok dan Rokoko. Kedua aliran ini hamper sama sifatnya, yaitu adanya pemakaian Ornamentik (Hiasan Musik). Perbedaannya adalah bahwa musik Barok memakai Ornamentik yang deserahkan pada Improvisasi spontan oleh pemain, sedangkan pada musik Rokoko semua hiasan Ornamentik dicatat.

Jenis lagu yang diterapkan dalam format paduan suara yaitu jenis lagu gospel spiritual

4. Zaman Klasik 91750 – 1820) Sejarah musik klasik dimukai pada tahun 1750, setelah

berakhirnya musik Barok dan Rokoko.

Jenis lagu yang diterapkan dalam format paduan suara yaitu jenis lagu musica sacra.

5. Zaman Romantik (1820 – 1900) Musik romantic sangat mementingkan perasaan yang subyaktif.

Musik bukan saja dipergunakan untuk mencapai keindahan nada-nada, akan tetapi digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Oleh karena itu, dinamika dan tempo banyak dipakai.

6. Zaman Modern (1900 – sekarang) Musik pada Zaman ini tidak mengakui adanay hokum-hukum

dan peraturan-peraturan, karena kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, misalnya penemuan dibidang teknik seperti Film, Radio, dan Televisi.Pada masa ini orang ingin mengungkapkan sesuatu dengan bebas.

Hampir semua jenis music dapat dibawakan secara format paduan suara, jenis – jenis lagu dalam pengkategorian musik paduan suara yaitu

1. Musica sacra, merupakan kategori lagu dengan jenis music religi ( nasrani )

2. Classic

3. Gospel spiritual,Kategori lagu jenis music zaman perbudakan kulit hitam.

4. Jazz

5. Pop ( musica provana )

6. Folklore

C. TINJAUAN KHUSUS GEDUNG PERTUNJUKAN

1. Tinjauan gedung pertunjukan

Unsur – unsur teaternya menurut urutan sebagai berikut (Pramana Padmodarmaya, Tata dan Teknik Pentas, Balai Pustaka Jakarta, 1988 :

a. Tubuh manusia sebagai alat/ media utama (pemeran/ pemain)

b. Gerak sebagai unsur penunjang (gerak, tubuh, suara, bunyi, rupa)

c. Suara sebagai unsur penunjang (kata atau ucapan pemeran)

d. Bunyi sebagai unsur penunjang (efek bunyi benda, musik)

e. Rupa sebagai unsur penunjang (cahaya, sinar lampu, skeneri, kostum, tata rias)

Sedangkan pengertian teater dalam arti luas adalah segala bentuk tontonan yang dipertunjukkan banyak orang. Misalnya wayang orang, ketoprak, lenong, dan lain sebagainya. Sebagai seni yang dipertunjukkan, teater paling tidak harus memiliki tiga elemen pokok, yaitu :

Penonton, dalam pentas teater tidak mengenal kedudukan pria, wanita , tua, muda, dan anak – anak. Secara naluriah, manusia

dipengaruhi oleh sikap dan tindakannya. Kemauan pergi ke teater karena mereka ingin mengetahui. Berawal dari sinilah mereka pergi untuk melihat, menghayati, serta menikmati pertunjukan yang disajikan. Karena ia menikmati, menyaksikan dan melihat maka ia disebut sebagai penonton. Pertunjukan teater tidak lengkap tanpa adanya penonton, karena pokok dari penyajian adalah untuk mengubah, mempengaruhi, membawa penonton kesuasana kehidupan yang sebenarnya dan diharapkan dapat terlihat langsung dalam pertunjukan.

Tempat, jika dilihat dari perkembangannya teater pada mulanya merupakan wujud pemujaan/ upacara sakral. Hingga

perkembangan selanjutnya berubah dari upacara pemujaan menjadi akting, dengan sendirinya berpengaruh juga pada bentuk ruang teater. Mula – mula tapal kuda atau setengah lingkaran, sering disebut “theatre in the round”. Tempat pementasan yang baik adalah adanya hubungan yang baik antara pemain dengan penonton. Tempat pertunjukan yang dipilih pada ruang tertutup atau terbuka. Tempat merupakan elemen kedua yang harus ada. Penyaji, elemen ini merupakan elemen yang paling penting karena tanpa penyaji pertunjukan tidak pernah ada. Penyaji adalah semua orang yang terlibat dalam pertunjukan. Biasanya mereka terdiri dari penata lampu, penata laku, penata kostum, penata panggung, perancang dekorasi, dan masih banyak lainnya.

Bentuk fisik ruang teater sekarang ini mengacu pada perkembangan teater di Eropa. Sejarah yang panjang mengenai ruang pertunjukan dapat dilihat pada sejarah perkembangan teater atau ruang pertunjukan.

2. Akustik Ruang

Waktu Dengung

Sebuah gedung konser, menurut Prof. Soegijanto, mempunyai beberapa persyaratan dan kondisi berbeda dengan gedung bioskop. Untuk mendapat suasana yang lebih hidup, suara yang datang harus memiliki waktu dengung (reverberation time) lebih lama. Waktu dengung adalah rentang waktu antara saat bunyi terdengar hingga melenyap. Untuk gedung konser, waktu dengung ideal adalah sekitar 1,6 detik.

Waktu dengung yang berlebihan akan mengakibatkan Waktu dengung yang berlebihan akan mengakibatkan

Selain itu, medan suara harus dibuat menyebar (diffuse) secara merata. Caranya dengan membuat dinding dan langit-langit sedemikian rupa sehingga suara terpantul dan tersebar merata ke seluruh posisi penonton. Denga demikian, suara yang datang akan melingkupi pendengar atau penonton di dalam gedung tersebut.

Begitu pula langit-langit gedung dibuat tidak rata, tetapi dirancang dengan model bergelombang. Rancang artistik dinding dengan bentuk prisma dan langit-langit yang menggelombang itu sudah diperhitungkan dengan kaidah- kaidah akustik.

Untuk meminimalisasi penyerapan suara, gedung tidak seluruhnya dilapisi karpet. Karpet hanya dipasang di gang tengah yang membelah gedung dan sedikit pada bagian depan panggungsekitar 1,6 detik. Sedangkan untuk gedung bioskop sekitar 1,1 detik.

Pada gedung bioskop, suara yang datang memiliki waktu dengung lebih pendek dibandingkan dengan suara di gedung konser musik. Karena itu, pantulan suara harus diminimalisasi. Penyerapan suara disiasati dengan pemasangan kain tirai

seberat 0,6 kg/m 2 .

Untuk urusan penyerapan suara, bahan jok dan sandaran kursi harus dipilih yang tidak menyerap suara, tetapi tetap membuat penonton nyaman. Prinsipnya, dalam keadaan kosong atau

Potensi suara dari luar justru datang dari bagian belakang gedung yang merupakan lapangan sepak bola. Jika ada aktifitas di lapangan, suara gemuruh sorak berpotensi merambat ke dinding gedung. Untuk itu, dinding pada bagian belakang gedung dibuat dari bata tebal &rockwool yang meredam suara luar.

3. Interior Gedung Pertunjukan

Interior secara etimologis mempunyai arti tata ruang dalam. Sedangkan pengertian tata ruang yang dimaksud adalah pengembangan atas unsure – unsure ruang antara lain mencakup :

Flooring (lantai) Wall Covering

(dinding akustik)

Ceilling (langit – langit) Decoration (hiasan /dekorasi) Illumination

(pencahayaan)

Ventilation(penghawaan) Sound system

Unsur – unsur tersebut mempunyai potensi untuk diubah, dirancang dan dipadukan bersama dalam warna, tekstur, dan sebagainya sehingga perencanaan tata ruang dalam memenuhi persyaratan. (Pamuji Suptandar, 198 : 45-46) Pengertian desain interior adalah suatu seni rupa yang mempelajari dan merencanakan ruang dalam dan segala aktifitas pendukungnya dalam sebuah bangunan. Selanjutnya dijelaskan pula profesi desainer nterior bukan sekedar memberi rupa suatu lingkungan agar tampak lebih indah melainkan Unsur – unsur tersebut mempunyai potensi untuk diubah, dirancang dan dipadukan bersama dalam warna, tekstur, dan sebagainya sehingga perencanaan tata ruang dalam memenuhi persyaratan. (Pamuji Suptandar, 198 : 45-46) Pengertian desain interior adalah suatu seni rupa yang mempelajari dan merencanakan ruang dalam dan segala aktifitas pendukungnya dalam sebuah bangunan. Selanjutnya dijelaskan pula profesi desainer nterior bukan sekedar memberi rupa suatu lingkungan agar tampak lebih indah melainkan

a. Ruang utama, yaitu ruang yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung penonton.

b. Ruang penunjang, berupa reception (bagan penerimaan) yang terdiri dari kantor, tempat penyimpanan pakaian dan

sebagainya.

c. Ruang perlengkapan, berupa panggung utama, panggung sayap, daerah belakang panggung, gudang layer pertunjukan, bengkel kerja, ruang latihan, dan sebagainya.

Adapun kebutuhan ruang teater secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Perangkat ruang pentas, yang terdiri dari :

Ruang Persiapan (Auxillary Working Space), ruang yang berfungsi sebagai tempat pengontrol suara dan cahaya untuk daerah panggung yang biasanya digunakan untuk mengawasi suara pemain dalam pertunjukan yaitu agar pemain tersebut dapat mengetahui bagaimana suara sesungguhnya dapat diterma penonton dan dapat digunakan untuk mengatur cahaya yang ditujukan ke panggung.

Ruang Tata Rias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang pengarahan dan merupakan daerah lounge untuk para pemain Ruang Tata Rias, yaitu ruang yang berfungsi sebagai ruang pengarahan dan merupakan daerah lounge untuk para pemain

Ruang Pementasan, yaitu ruang yang disebut panggung yang dipakai pemain atau aktor dalam pementasan. Panggung ini terpisah dan mempunyai bukaan bertingkat, dari sinilah penonton melihat pertunjukan telah berlangsung (proscenium). Sedangkan apron adalah penggabungan antara panggung awal, panggung berbingkai dengan panggung terbuka.

Ruang Pengiring, yaitu ruangan yang berfungsi untuk menampung pemain, musik atau orkestra yang mengiringi actor /pemain dalam pementasannya. (Pramana Padmodarmaya, Tata dan Teknik Pentas, Balai Pustaka, Jakata, 198 : 40-44).

b. Perangkat Ruang Penonton

Ruang Tunggu, ada batasan yang menjelaskan pengertian foyer atau serambi. Seperti yang dijelaskan oleh H. Saylor sebagai berikut : “A subordinate space between on entrance and the man floor to which it leads in a theatre, hotel, or apartement” yang artinya kurang lebih bahwa serambi adalah suatu ruangan penghubung antara pintu masuk dan lantai utama penunjuk ke suatu teater, hotel, atau apartemen. (Henry H. Saylor, 1964 : 75). Selanjutnya dijelaskan oleh John Flemming, Hugh dan Nicoulaus Peusner bahwa “the vestibule or entrance hall of theatre” yang

artinya kurang lebih adalah serambi merupakan ruangan besar atau aula masuk dari sebuah gedung pertunjukan. Pada dasrnya kedua batasan tersebut tidak terdapat perbedaan yang mendasar. Dari kedua batasan tadi dapat diartikan bahwa serambi merupakan ruang yang menghubungkan pintu masuk dengan ruang utama dalam suatu bangunan. Selanjutnya dijelaskan Harold Burris bahwa serambi merupakan ruang yang menghubungkan daerah

bias dilengkapi dengan karcis sehingga berfungsi sebagai ruang daerah sirkulasi. Bentuk dan luas serambi ditentukan pada kepadatan sirkulasi yang terjadi disekitar pintu masuk. Kepadatan sirkulasi itu sendiri dipengaruhi jumlah penonton yang dapat ditampung di ruang auditorium. Faktor lain yang menentukan bentuk dan besaran ruang serambi adalah hubungan kedudukan serambi tersebut dengan ruang – ruang lainnya. Bahan yang digunakan untuk menyelesaikan dinding, langit – langit, dan lantai serambi sebaiknya merupakan bahan yang tidak banyak membutuhkan banyak perawatan, penerapan bahwa yang besifat menyerap suara akan sangat bermanfaat untuk mengurangi kebisingan. Hal – hal lain yang pentng untuk dipertimbangkan adalah penampilan penyelesaian bahan – bahan tersebut. Penyelesaian bahan yang menarik akan tururt menunjang penampilan interior serambi sehingga mengundang minat dan perhatian penonton.

Pintu masuk (entrance dan lobby), menurut Poerwodarminto pintu berarti gerbang atau lawang yang digunakan untuk menunjukkan

arah keluar atau masuk. Dalam hal ini membawa kearah keluar dan bebas dari halangan dan dapat dilalui dengan cepat untuk keamanan darurat /kebakaran. Sedangkan batasan lobby secra umum dijelaskan dalam Ensiklopedi Britanica sebagai berikut “A corridor or passage, an anteroom or entrance hall building…” yang artinya kurang lebih bahwa lobby secara umum merupakan suatu koridor atau lorong suatu ruang depan dengan aula masuk suatu bangunan. Selanjutnya dijelaskan oleh Burris, Meyer, dan Cole dalam “Theatre and Auditorium” sebagai berikut “The lobby is principally a distribution area….” Yang artinya bahwa lobby pada

dasarnya merupakan ruang distribusi. Sebagai ruangan distribusi, lobby memungkinkan pencapaian ketiap ruang yang ada dalam suatu teater. Pada dasarnya, pengertian ini tidak berbeda dengan dua batasan sebelumnya yang menjelaskan fungsi lobby sebagai

daerah sirkulasi. Seperti halnya serambi, bentuk dan besaran lobby sebagai daerah sirkulasi. Seperti halnya serambi, bentuk dan besaran lobby ditentukan oleh keadaan srkulasi yang langsung antara pintu masuk utama, serambi dan pintu – pintu auditorium. Kemudian dijelaskan oleh Roderick Ham dalam “Theatre Plannin g” bahwa suasana tenang sangat diperlukan dalam sebuah lobby. Karena itu penggunaan bahan bahan yang menyerap suara akan sangat menguntungkan. Penyelesaian semacam ini sangat diperlukan mengingat di lobby banyak pengunjung berlalu lalang sehingga cenderung timbul suara bising. Dengan adanya bahan – bahan yang menyerap bunyi akan mengurangi kebisingan. (Roderick Ham, Theatre Planning, 1972 : 213). Pencahayaan dalam lobby hendaknya dapat menciptakan suasana hangat dan menarik. Secara fungsional pencahayaan masih cukup terang untuk memungkinkan orang untuk dapat membaca /mengenali karcis dan juga mengetahui ruang – ruang yang akan mereka masuki. Setiap elemen yang ada di lobby ditampilkan secara menarik yaitu untuk menghadirkan citara yang berkesan megah. Pada sebuah teater, citra semacam ini dicapai dengan ruangan yang besar dan langit – langit yang tinggi. Pada keadaan tertentu, lobby ditampilkan dalam ruang yang kecil namun cukup memadahi untuk daerah sirkulasi.

Ruang duduk, menurut Roderck Ham dalam “Theatre Planning” bahwa ruang duduk dalam ruang pertunjukan merupakan ruang

yang memungkinkan penonton untuk bersantai, duduk atau berbincang – bincang dengan san tai sambil menunggu pertunjukan dimulai. Oleh karenanya ruang duduk perlu ditampilkan dalam suasana akrab dan menarik agar penonton dapat bersantai sejenak sambil menunggu dimulainya pertunjukan.

Ruang auditorium, pada adsarnya auditorium merupakan suatu ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan Ruang auditorium, pada adsarnya auditorium merupakan suatu ruang dimana sejumlah besar penonton dapat ditampung menikmati suatu pertunjukan dengan kenyamanan visual dan

- Auditorium harus dibentuk agar penonton sedekat mungkin dengan sumber bunyi, dengan demikian mengurangi jarak yang harus ditempuh sumber bunyi.

- Sumber bunyi dinaikkan agar sebanyak mungkin sehingga menjamin aliran bunyi yang bebas ke pendengar. - Lantai dimana penonton dengan sinar dating miring (grasing incidence). (Leslei L. Doelle, Akustik Lingkungan, 1986 : 54) Desain interior auditorium banyak dipengaruhi pertimbangan – pertimbangan yang berhubungan dengan akustik, tata cahaya, tata suara yang jernih dan beberapa aspek penunjang lainnya.

Ruang loket karcis, merupakan sarana pelengkap yang selalu ada pada setiap gedung pertunjukan. Seperti dijelaskan oleh Roderick Ham dalam “Theatre Planning” bahwa hal terpenting yang memungkinkan loket karcis dapat segera dikenali adalah cara penempatannya tergantung pada keadaan ruang, jumlah, dan perilaku pembeli karcis serta pola sirkulasi yang terjadi di sekelilingnya. Loket karcis dapat berupa bagian yang berdiri sendri (island ticket box), bagian dari pintu masuk atau meja layar (counter) terbuka. Adapun jenis loket yang digunakan harus memungkinkan pelayanan yang baik dan cepat.

D.TINJAUAN KOTA SURAKARTA

Gambar 2.1 Peta Kota Surakarta www.wikipedia.com

Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) [1] dan kepadatan penduduk 13.636/km 2 . Kota dengan luas 44 km 2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. [2] . Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.