PENGARUH DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT SEBAGAI MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI

PENGARUH DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT SEBAGAI MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : CAHYA TRILAKSANA F0305040 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul

“PENGARUH DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT SEBAGAI MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI”

Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji

skripsi.

Surakarta, 30 September 2009 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing

Lulus Kurniasih, S.E., MS., Ak NIP. 198005302005012016

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.

Surakarta, Oktober 2009 Tim Penguji Skripsi

1. Drs. Yacob Suparno, M.Si., Ak.

(………………..) NIP. 195210111980031002

Ketua

2. Lulus Kurniasih, S.E., MS., Ak. Pembimbing (………………..) NIP. 198005302005012016

3. Sri Suranta, S.E., M.Si., Ak.

(………………..) NIP. 197203051997021001

Anggota

MOTTO

” Dan apabila ham baKU ber t anya padam u ( Muham m ad SAW) t ent ang AKU, m aka ( j aw ablah) bahw asanya AKU adalah dekat .AKU m engabulkan per m ohonan or ang yang ber doa apabila ia m em ohon kepadaKU….”

- Al Qur ’an, sur at Al Baqar ah, ayat 186 -

” Kes uk s es an t i dak

dengan ber pangk u t angan, ber panj ang angan- angan, dan ber mal as - mal as an. Tet api k es uk s es an di r ai h dengan pel uh dan k er i ngat dal am k er j a k er as , dan l i nangan ai r mat a dal am doa. ”

di dapat

- Penul i s -

” Ker j a ker as adalah bukt i ot ent ik dar i k eser iusan ber doa.” - Anonim -

PERSEMBAHAN

Kuper s embahk an k ar y a k ec i l k u i ni unt uk k el uar ga t er c i nt a.

I bunda dan Ay ahanda t er c i nt a, mb Yant i dan mb Wat i k . . .

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim…

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat berbagai kendala, tetapi penulis yakin bahwa di balik permasalahan itu terdapat jalan keluar. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga Allah SWT membalas setiap kebaikan yang penulis terima dari pihak-pihak yang membantu meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Drs. Bambang Sutopo, M.Com.,M.Si., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Ibu Lulus Kurniasih, S.E., M.Si., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, senyum, dan ikhlas hati membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, maaf ya Bu, saya anak bimbing Ibu yang paling ‘betah’ .

4. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi UNS, atas ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang diberikan. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi UNS, atas bantuan dan kerjasamanya.

5. Mbak Yanti sekeluarga dan Mbak Watik sekeluarga. Makasih telah dengan tulus dan ikhlas menyemangati, memotivasi, dan menasehati agar adikmu ini jadi orang yang berguna. Maaf udah banyak banget merepotkan. Buat Nisa, Nada dan Afah, kapan pulang ke Jawa? Buat Dzaky,jangan nakal ntar dijewer umi lho.

6. Keluarga besar Warno Utomo di Bantul. Makasih atas bantuan, restu dan doanya dari dulu banget sampai sekarang. Keluarga besar Atemo Pawiro di Purworejo. Makasih juga atas bantuan dan doanya.

7. Cowok2 akuntansi ’05 yang cengoh tapi cerdas, yang telah ‘meracuni’ aku. Ayo kita futsal, ‘nyengoh’, dan nge-hiks lagi. Fijri yang jadi jujugan ‘nyampah’ . Yoga, terus cari sampai dapat yang sejati. Slamet, buruan dilamar, ga pake lama. Erick yang udah mau share cerita, mantapkan hatimu. Begug, yang slalu open house, nyediain tempat buat kita. Munawir yang slalu jadi ‘panutan’ anak2. Dindoel yang sok ra cengoh padahal ho’oh . Me2d juragan donlotan. Indro yang cengoh lair batin. Febi, sok FPI.

Hendy, Moci, Bebek, Poah, Karjo, Ferdi, Sapto, Amat, Angga, Fahmi, dan yang belum disebutkan, makasih banyak.

8. Cewek2 akuntansi ’05, tetep kompak. Mari, mau ndengerin tapi ga mau didengerin. Ulie, tetep semangat. Tije, siap komandan. Ajeng, makasih udah pinjemin hape. Rita, nek nikah kabar2 ya. Indah, Lina, Intan, Manda, Eria, Cusnul, Ket2, Meri, Feri, Dita, Laura, Linda, mbak Dila, Ana, Laras, dan semua yang tidak tersebut, makasih banyak.

9. Pak Pardi dan Bu Mamik, makasih udah jadi ortu di Solo. Maaf klo anakmu ni bandel banget. Mbak Anik dan Ulya yang slalu riang gembira.

10. Penghuni kost’e bu mamik. Mas Aan cs, mas Irwan, mas Budi, Bejo, Gustap, mas Indar, Fajar’nil’, Rofika, dan mas Noeg, yang sudah ngajarin photoshop , corel, swishmax, dan masih banyak lagi. Juga buat ‘penghuni kost’ seperti Rino, makasih telah bantu banyak, Dolly, Elpis, Coro, Fajar, Kiswara, Kelli, dan Rian.

11. Mas dan mbak angkatan ‘tua’ yang banyak direpotin. Mbak Hot, yang ngajarin akuntansi mulai dari nol. Mbak Anjala, yang ngajari berorganisasi. Mbak Anis, asdos yang baik hati. Mas Oki,buat pinjeman SAK. Dan mas dan mbak yang lain yang tidak dapat disebut semua.

12. Pengurus HMJ Akuntansi FE UNS Periode 2006 dan 2007. Fitri, Tryas, Mbak Dian, Mbak Kiki, Hani, Dika, Logar, Puput, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan semua. Who is the best???Accounting Society!!!

13. Tim audit ‘kempong’ yang sangat kekeluargaan. Bayu, Eko, Hapit ‘urgent’, mb Novita, mas Agus ‘hotel’ dan yang lainnya. Tetep semangat.

14. Temen2 ex 2-7 yang tetep kompak aja. Hanna, cayo ndil. Pandu, teruskan pengabdianmu. Kris, Alhamdulillah ya bro. Eka, ja kakean nilang wong. Japar, Kholis, Yakob, Kacang, Mahmud, Farkha, Cunong, Shinjo, dan lainnya, ayo reuni.

15. Temen2 ex Sma7 Pordjo. M. Wahyu Ridlo, tetap sabar, senyum, semangat selalu. Farida, makasih telah share pengalaman yang luar biasa. Edi, Kelik, Radit, Catur, Susi, dan yang belum disebut, tetep semangat.

16. Temen2 SMP yang lama ga jumpa. Anggi ‘be’, Agung, Andre, Widi, Tia, Hendi, dan yang masih sering kumpul lainnya. Maap ga pernah kumpul.

17. Coldplay, karena sudah bikin lagu yang keren dan slalu buat bersemangat.

18. Dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya kecil ini bukan sebuah kerja tanpa makna. Penulis berharap dapat memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya. Akhir kata, masukan dan kritik yang membangaun dari semua pihak senantiasa penulis nantikan untuk sebuah proses kemajuan dan perbaikan di masa yang akan datang. Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Surakarta, September 2009 Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

38

IV.1 Prosedur Pengambilan Sampel……………………………......

39

IV.2 Statistik Deskriptif.....................................................................

40

IV.3 Koefisien Regresi Logistik Binominal......................................

41

IV.4 Koefisien Determinasi...............................................................

42

IV.5 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test........................

42

IV.6 Signifikansi Simultan.................................................................

43

IV.7 Pengujian Hipotesis……………………………………….…..

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

II. 1

Struktur Board of Directors dalam One Tier System.....

II. 2

Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda….……

II. 3

Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia…...…

Kerangka Pemikiran Penelitian………………………..

PENGARUH DEWAN KOMISARIS DAN KOMITE AUDIT SEBAGAI MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI ABSTRAK

Cahya Trilaksana F0305040

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi. Variabel dewan komisaris yang digunakan adalah jumlah dewan komisaris dan independensi dewan komisaris. Variabel komite Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi. Variabel dewan komisaris yang digunakan adalah jumlah dewan komisaris dan independensi dewan komisaris. Variabel komite

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 154 perusahaan yang diambil dengan purposive sampling method dari populasi. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan regresi logistik binominal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel independensi dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Sedangkan variabel jumlah dewan komisaris dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konservatisme akuntansi.

Kata Kunci : dewan komisaris, komite audit, corporate governance, konservatisme akuntansi

THE INFLUENCE OF BOARD OF COMMISSIONERS AND AUDIT COMMITTEES AS CORPORATE GOVERNANCE’S MECHANISM TO ACCOUNTING CONSERVATISM ABSTRACT

Cahya Trilaksana F0305040

The purposes of this study is to examine the influence of board of commissioners and audit committees as corporate governance’s mechanism to accounting conservatism. Boards of commissioners aspect uses the number of board of commissioners and the independency of board of commissioners. And audit committees aspect uses the existence of audit committees. Accounting conservatism is measured by using NOACC (Net Operating Accruals).

Sample used in this study is consisted of 154 companies that selected by purposive sampling method from the population. This study is conducted by examination of binominal logistic regression.

The result of this study indicates that the independency of board of commissioners has a significant influence to accounting conservatism. But the number of board of commissioners and the existence of audit committees has not a significant influence to accounting conservatism.

Keywords : board of commissioners, audit committees, corporate governance, accounting conservatism

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konservatisme secara tradisional diartikan sebagai aturan yang “mengantisipasi semua rugi tetapi tidak mengantisipasi laba” (Bliss, 1924 dalam Basu, 1997). Konservatisme mensyaratkan verifikasi yang asimetris pada pengakuan laba dan rugi. Interpretasi dari hal tersebut adalah semakin tinggi tingkat perbedaan dalam persyaratan verifikasi terhadap pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme (Watts, 2003a). Konservatisme dapat didefinisikan sebagai tendensi dari seorang akuntan yang memberikan persyaratan verifikasi dengan tingkat yang lebih tinggi saat mengakui laba (good news in earnings) dibandingkan saat mengakui rugi (bad news in earnings) (Basu, 1997).

Watts (2003a) menyebutkan bahwa konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku manajer yang oportunistik terkait dengan penggunaan kontrak-kontrak yang bersumber dari laporan keuangan. Konflik kepentingan antara manajer dan pihak lain yang berhubungan dengan perusahaan muncul karena manajer secara efektif mengkontrol aset perusahaan tetapi secara umum tidak mempunyai kepemilikan ekuitas yang signifikan dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Prinsip akuntansi yang berlaku umum memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Fleksibilitas tersebut Watts (2003a) menyebutkan bahwa konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku manajer yang oportunistik terkait dengan penggunaan kontrak-kontrak yang bersumber dari laporan keuangan. Konflik kepentingan antara manajer dan pihak lain yang berhubungan dengan perusahaan muncul karena manajer secara efektif mengkontrol aset perusahaan tetapi secara umum tidak mempunyai kepemilikan ekuitas yang signifikan dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Prinsip akuntansi yang berlaku umum memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Fleksibilitas tersebut

Menurut Fama dan Jensen (1983) konflik tersebut tidak dapat dipecahkan secara menyeluruh melalui kontrak karena biaya yang mahal dalam pembuatan kontrak yang lengkap, dan jika hal tersebut bukan hal yang tidak mungkin. Dan disaat kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk membuat kontrak yang sempurna, mekanisme corporate governance mempunyai peran yang penting dalam memitigasi konflik-konflik tersebut.

Dewan komisaris mempunyai peranan yang penting dalam perusahaan. Dewan komisaris menggunakan informasi yang ada dalam laporan keuangan untuk melakukan pemonitoran kinerja manajer. Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan adalah salah satu informasi yang dapat diandalkan dalam pemonitoran dan pengevaluasian manajer dan dalam proses pengambilan keputusan dan strategi (Watts dan Zimmerman, 1986; Bushman dan Smith, 2001 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Lebih lanjut lagi, konservatisme adalah salah satu karakteristik yang penting dalam sistem akuntansi dari perusahaan yang dapat membantu board of directors dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan perusahaan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya (Watts, 2003, 2006 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Board of directors yang dimaksud di sini adalah yang mengacu pada one tier sytem dimana board of directors berfungsi sebagai pihak yang melakukan Dewan komisaris mempunyai peranan yang penting dalam perusahaan. Dewan komisaris menggunakan informasi yang ada dalam laporan keuangan untuk melakukan pemonitoran kinerja manajer. Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan adalah salah satu informasi yang dapat diandalkan dalam pemonitoran dan pengevaluasian manajer dan dalam proses pengambilan keputusan dan strategi (Watts dan Zimmerman, 1986; Bushman dan Smith, 2001 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Lebih lanjut lagi, konservatisme adalah salah satu karakteristik yang penting dalam sistem akuntansi dari perusahaan yang dapat membantu board of directors dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan perusahaan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya (Watts, 2003, 2006 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Board of directors yang dimaksud di sini adalah yang mengacu pada one tier sytem dimana board of directors berfungsi sebagai pihak yang melakukan

Ahmed dan Duellman (2007) berpendapat bahwa board of directors yang kuat akan mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi karena konservatisme dapat membantu board of directors dalam mengurangi biaya agensi yang muncul karena adanya informasi yang asimetris antara manajer dan pihak lain. Watts (2003a) berpendapat bahwa konservatisme mengurangi kemampuan manajer dalam melakukan overstate laba dan aset perusahaan dengan mensyaratkan standar verifikasi yang lebih tinggi dalam pengakuan laba.

Ball (2001) dalam Ahmed dan Duellman (2007) berpendapat bahwa konservatisme akan menyediakan fasilitas pengimplementasian corporate governance dengan peran sebagai fungsi pemonitor terhadap kebijakan investasi perusahaan. Dengan mensyaratkan pengakuan kerugian yang diekspektasikan secara lebih cepat, konservatisme membantu manajer untuk mengidentifikasi proyek yang mempunyai net profit value negatif atau investasi yang berkinerja tidak baik. Konservatisme juga membatasi kerugian yang muncul dari keputusan investasi yang buruk dan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan (Ahmed dan Duellman, 2007).

Berdasarkan argumen di atas dapat dikatakan bahwa konservatisme merupakan alat yang berguna bagi dewan komisaris dalam menjalankan fungsi ratifikasi dan monitor terhadap keputusan yang dibuat.

Ahmed dan Duellman (2007) juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat menjadi alasan dalam melemahkan hubungan positif antara konservatisme dengan kekuatan board of directors. Pertama, penggunaan konservatisme akuntansi tidak mengakui kesempatan pertumbuhan sehingga laba dari perusahaan yang mempunyai kesempatan pertumbuhan yang tinggi tidak menjadi informasi yang dipertimbangkan terkait dengan perubahan nilai yang timbul dari adanya kesempatan tersebut (Roychowdhury dan Watts, 2006). Contohnya adalah tentang kecenderungan perusahaan yang lebih memilih mendanai peusahaannya dengan ekuitas atau dengan utang.

Kedua, penggunaan konservatisme akuntansi dapat menyebabkan manajemen membiarkan proyek yang mempunyai net profit value positif yang kecil atau menghentikan proyek yang mempunyai net profit value positif yang mempunyai arus kas negatif pada periode awalnya (Ahmed dan Duellman, 2007). Sehingga hal tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya penghentian proyek yang bersifat prematur dan tidak tepat. Ketiga, Bushman et al. (2004) dalam Ahmed dan Duellman (2007) menyarankan bahwa dalam ekonomi yang mempunyai perlindungan legal yang kuat, akan menuntut transparansi yang tinggi terhadap investor. Dan hal tersebut akan menyebabkan mekanisme corporate governance yang lebih mahal (seperti penggunaan direksi luar yang lebih banyak).

Wardhani (2008) menyatakan bahwa komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investornya merupakan salah satu faktor yang sangat Wardhani (2008) menyatakan bahwa komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investornya merupakan salah satu faktor yang sangat

Wardhani (2008) juga menyebutkan bahwa keberadaan komite audit dalam perusahaan yang juga salah satu mekanisme corporate governance juga memainkan peran yang penting dalam penentuan kebijakan perusahaan yang diambil. Hal tersebut berkaitan dengan tugas dari komite audit dalam memberi masukan kepada dewan komisaris. Komite audit merupakan pihak akhir yang memonitor proses pelaporan keuangan perusahaan dan mereka akan mempengaruhi kebijakan yang diambil perusahaan, termasuk didalamnya kebijakan tingkatan konservatisme yang digunakan.

Keahlian dibidang akuntansi yang dimiliki oleh komite audit dianggap akan memberikan kontribusi terhadap tingkat pemonitoringan yang lebih besar kepada manajemen dalam menyusun pelaporan keuangan perusahaan (Wardhani, 2008). Keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat konservatisme laporan keuangan dan latar belakang keahlian dari komite audit tersebut juga berkaitan secara positif terhadap konservatisme (Krishnan dan Visuanathan (2006) dalam Wardhani 2008).

Penelitian tentang pengaruh konservatisme akuntansi dengan karakteristik board of directors sebagai bagian dari implementasi corporate governance belum banyak dilakukan di Indonesia (Wardhani, 2008). Hal tersebut yang mendasari keinginan peneliti untuk meneliti tentang pengaruh corporate governance terhadap tingkat konservatisme di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan Wardhani (2008) tentang hubungan konservatisme akuntansi dan karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme corporate governance di Indonesia, menunjukkan pengaruh positif signifikan dari independensi dewan komisaris dan keberadaan komite audit terhadap konservatisme. Kepemilikan oleh dewan menunjukkan pengaruh negatif sigifikan terhadap konservatisme.

Penelitian yang akan peneliti lakukan memiliki beberapa perbedaan dengan yang dilakukan oleh Wardhani (2008). Perbedaan pertama adalah peneliti tidak menggunakan proksi kepemilikan dewan yang digunakan oleh Wardhani (2008) karena peneliti ingin memisahkan antara dewan direksi dan dewan komisaris sedangkan yang digunakan oleh Wardhani adalah proksi kepemilikan oleh dewan direksi dan dewan komisaris.

Peneliti menduga bahwa ukuran dewan komisaris merupakan variabel yang berpengaruh terhadap konservatisme. Fala (2007) membuktikan bahwa variabel jumlah dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan variabel yang dapat mempengaruhi konservatisme. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut peneliti terdorong untuk memasukkan ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen dalam penelitian.

Penjelasan tersebut juga menjadi pembeda penelitian Wardhani (2008) dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.

Perbedaan yang ketiga penelitian Wardhani (2008) dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada pengukuran konservatisme. Pengukuran akrual yang dilakukan oleh Wardhani (2008) adalah dari selisih laba sebelum extra-ordinary items dikurangi arus kas operasi ditambah biaya depresiasi dan dideflasikan oleh rata-rata total aktiva. Nilai yang digunakan sebagai proksi dari tingkat konservatisme adalah nilai rata-rata selama tiga tahun dengan nilai tengah pada periode t, dikali dengan negatif satu untuk memastikan bahwa nilai yang positif mengindikasikan konservatisme yang lebih tinggi. Sedangkan pengukuran akrual yang digunakan peneliti adalah dengan non operating accrual yang diperoleh dari pengurangan total accrual dengan operating accrual. Apabila non operating accrual menghasilkan angka negatif maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut menggunakan akuntansi yang konservatif. Sedang apabila non operating accrual menghasilkan angka yang positif dapat dikatakan bahwa perusahaan menggunakan akuntansi yang optimis.

Beberapa variabel pengendali juga dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel pengendali yang pertama adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional dianggap dapat memperkuat pemonitoringan terhadap manajemen (Ahmed dan Duellman, 2007). Ukuran perusahaan menjadi variabel pengendali yang kedua dalam penelitian menyangkut pada biaya politis yang muncul pada perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1978 Beberapa variabel pengendali juga dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel pengendali yang pertama adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional dianggap dapat memperkuat pemonitoringan terhadap manajemen (Ahmed dan Duellman, 2007). Ukuran perusahaan menjadi variabel pengendali yang kedua dalam penelitian menyangkut pada biaya politis yang muncul pada perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1978

Variabel pengendali yang keempat adalah leverage karena semakin tinggi tingkat leverage maka semakin tinggi konflik yang akan berpengaruh terhadap permintaan penggunaan akuntansi yang lebih konservatif (Ahmed dan Duellman, 2007).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti imgin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Dewan Komisaris dan Komite Audit sebagai Mekanisme Corporate Governance terhadap Konservatisme Akuntansi”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi pihak-pihak yang terkait adalah sebagai berikut ini.

1. Dapat memberikan informasi, baik untuk para investor maupun kreditor, tentang pengaruh karakteristik dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance terhadap konservatisme akuntansi.

2. Bagi perusahaan, penelitian ini memberikan pandangan bahwa penerapan konservatisme akuntansi perusahaan juga menjadi pertimbangan yang diambil oleh investor.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konservatisme Akuntansi

Basu (1997) mendefinisikan konservatisme sebagai praktik akuntansi yang mengurangi laba (dan menurunkan nilai aktiva bersih) dalam merespon kabar buruk (bad news), tetapi tidak menaikkan laba (dan menaikkan nilai aktiva bersih) dalam merespon kabar baik (good news). Perbedaan pengakuan terhadap bad news dan good news tersebut meyebabkan asymmetric timeliness karena perbedaan sensitifitas laba terhadap kedua berita tersebut.

Dewi (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai reaksi yang hati- hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko yang inheren dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Konservatisme mengimplikasikan kehati-hatian dalam mengakui dan mengukur pendapatan dan aktiva (Dewi, 2003).

Lo (2005) mendefinisikan konservatisme sebagai suatu pandangan pesimistik dalam akuntansi. Akuntansi yang konservatif berarti bahwa akuntan bersikap pesimis dalam menghadapi ketidakpastian laba atau rugi dengan memilih prinsip atau kebijakan yang memperlambat pengakuan pendapatan, mempercepat pengakuan biaya, merendahkan penilaian aktiva dan meninggikan penilaian utang.

Konservatisme dilihat dari pihak manajemen sebagai penyusun laporan keuangan didefinisikan sebagai metode akuntansi yang berterima umum yang melaporkan aktiva dengan nilai terendah, kewajiban dengan nilai tertinggi, menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat pangakuan rugi. Definisi ini menunjukkan bahwa akuntansi konservatif tidak saja berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi, tetapi juga estimasi yang mengakibatkan nilai buku aktiva menjadi lebih rendah (Penman dan Zhang, 2000).

Definisi konservatisme yang lebih deskriptif adalah memilih prinsip akuntansi yang mengarah pada minimalisasi laba kumulatif yang dilaporkan yaitu mengakui pendapatan lebih rendah, mengakui biaya lebih cepat, menilai aset dengan nilai lebih rendah, dan menilai kewajiban dengan nilai yang lebih tinggi (Dewi, 2003).

Widay (2004) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif, menggunakan 4 asumsi untuk mengukur konservatisme akuntansi suatu perusahaan. Asumsi pertama yang digunakan adalah penggunaan metoda pencatatan persediaan. Perusahaan yang menggunakan average atau FIFO akan mendapatkan laporan keuangan yang lebih konservatif dibanding dengan menggunakan LIFO.

Asumsi kedua yang digunakan Widay (2004) adalah mengenai penggunaan metoda penyusutan yang digunakan perusahaan. Perusahaan yang menggunakan double declining balance akan menghasilkan laporan keuangan yang lebih konservatif dibanding dengan penggunaan metoda garis lurus Asumsi kedua yang digunakan Widay (2004) adalah mengenai penggunaan metoda penyusutan yang digunakan perusahaan. Perusahaan yang menggunakan double declining balance akan menghasilkan laporan keuangan yang lebih konservatif dibanding dengan penggunaan metoda garis lurus

Asumsi keempat yang digunakan oleh Widay (2004) adalah mengenai pemilihan metoda yang digunakan perusahaan dalam pengakuan biaya riset dan pengembangan. Perusahaan yang mengakui biaya riset dan pengembangan sebagai kos pada periode berjalan akan menghasilkan laporan keuangan yang cenderung lebih konservatif dibanding dengan perusahaan yang mengakui biaya riset dan pengembangan sebagai aktiva perusahaan.

Dari keempat asumsi yang telah dijelaskan di atas, Widay (2004) membuat kesimpulan bahwa apabila perusahaan memenuhi sedikitnya dua dari empat asumsi-asumsi tersebut, dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut menerapkan akuntansi yang konservatif. Sedangkan apabila perusahaan hanya memenuhi satu atau tidak sama sekali, dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut menggunakan akuntansi yang lebih optimis.

Watts (2003a) memberikan penjabaran tentang beberapa hal yang menjadi penjelasan tentang pilihan tingkatan konservatisme akuntansi suatu perusahaan.

1. Contracting Explanation Pihak-pihak di luar perusahaan yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan, baik investor maupun kreditor, menyerahkan tugas 1. Contracting Explanation Pihak-pihak di luar perusahaan yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan, baik investor maupun kreditor, menyerahkan tugas

2. Litigation Explanation Perusahaan menghadapi resiko litigasi dari investor dan kreditor yang mempunyai perlindungan hukum yang melekat pada peraturan yang ada baik berdasarkan perjanjian antara perusahaan dengan investor atau kreditor tersebut maupun karena adanya peraturan dari regulator yang mengikat, yang dapat dijadikan landasan untuk mengajukan perkara hukum apabila hak-hak mereka tidak dipenuhi oleh perusahaan. Konservatisme akuntansi digunakan untuk menghindarkan perusahaan dari potensi munculnya resiko litigasi terhadap perusahaan.

3. Income Tax Explanation Konservatisme akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan sedikit banyak berhubungan dengan masalah pembayaran pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan akan menggunakan metoda-metoda yang akan menghasilkan pajak yang relatif lebih kecil dengan tidak melanggar peraturan yang ada. Walau dalam penghitungan yang digunakan untuk 3. Income Tax Explanation Konservatisme akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan sedikit banyak berhubungan dengan masalah pembayaran pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan akan menggunakan metoda-metoda yang akan menghasilkan pajak yang relatif lebih kecil dengan tidak melanggar peraturan yang ada. Walau dalam penghitungan yang digunakan untuk

4. Regulatory Explanation Regulator memberikan serangkaian intensif untuk membuat suatu laporan keuangan disusun secara konservatif. Hal ini berdasar pada pendapat bahwa kerugian yang timbul dari penilaian terlalu tinggi terhadap aktiva dan laba perusahaan lebih terlihat dan lebih dapat digunakan dalam proses politis daripada pembatalan keuntungan yang berasal dari penilaian yang terlalu rendah terhadap aktiva dan laba.

Givoly dan Hayn (2000) menunjukkan bahwa praktik konservatisme telah mengalami peningkatan dalam kurun waktu 49 tahun (1950-1998). Akuntansi konservatif akan memberikan keuntungan dalam membatasi tindakan manajer untuk membesar-besarkan laba serta memanfaatkan informasi yang asimetri dalam klaim tentang aktiva perusahaan.

B. Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, menggunakan pengertian dari Cadbury Committee dalam mendefinisikan corporate governance, yaitu :

"seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."

Masih dari sumber yang sama juga disebutkan bahwa OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) menguraikan bahwa ada 4 unsur penting dalam corporate governance.

1. Fairness (Keadilan) Penjaminan hak-hak dari pemegang saham, baik kepada pemegang saham minoritas maupun pemegang saham asing, dan adanya komitmen terhadap investor.

2. Transparency (Transparansi) Kewajiban untuk menyediakan informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan, dan kepemilikan perusahaan.

3. Accountability (Akuntabilitas) Penjelasan tentang peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris (dalam Two Tiers System ).

4. Responsibility (Pertanggungjawaban) Pemastian bahwa peraturan serta ketentuan yang berlaku telah dipatuhi sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Menurut OECD dalam sumber yang sama juga disebutkan bahwa prinsip-prinsip corporate governance adalah: (1) perlindungan terhadap hak- hak pemegang saham, (2) persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang 4. Responsibility (Pertanggungjawaban) Pemastian bahwa peraturan serta ketentuan yang berlaku telah dipatuhi sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Menurut OECD dalam sumber yang sama juga disebutkan bahwa prinsip-prinsip corporate governance adalah: (1) perlindungan terhadap hak- hak pemegang saham, (2) persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan yang diharapkan dapat menjadi alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa investasi mereka akan dikelola dengan baik dan menguntungkan pihak investor.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dengan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahaan antara kepemilikan (principal) dan pengendalian (agent). Hal inilah yang menjadi dasar pemahaman tentang corporate governance.

Berdasarkan penjelasan tentang unsur-unsur penting corporate governance di atas, penelitian ini mengambil salah satu unsur yaitu akuntabilitas, yang di dalamnya terkandung pengawasan oleh dewan komisaris. Dewan komisaris dalam melakukan tugasnya juga dibantu oleh komite audit. Hal ini berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi tugas yang diemban oleh dewan komisaris

C. Dewan Komisaris

Berkenaan dengan bentuk dewan dalam sebuah perusahaan, menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Peranan Dewan

Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa. Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System yang hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Non direktur eksekutif diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Disebutkan juga contoh negara yang menggunakan One Tier System antara lain Amerika Serikat dan Inggris.

Masih menurut FCGI, Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System yang mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen

(dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam Two Tiers System ini, anggota dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris sehingga dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.

Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas- tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi- transaksi dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas- tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi- transaksi dengan pihak ketiga. Anggota dewan komisaris diangkat dan diganti

Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan- perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban dewan komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan dewan komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Directors

Non Executive Director

Executive Director

Gambar II. 1. Struktur Board of Directors dalam One Tier System (sumber: FCGI)

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Board of Commissioners (BoC)

Board of Directors (BoD)

Gambar II. 2. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda (sumber: FCGI)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dewan Komisaris

Dewan Direksi

supervisi

/pengawasan

Gambar II. 3. Struktur Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia (sumber: FCGI)

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, dewan komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa dewan komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota dewan komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota dewan komisaris.

Dewan komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali. Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan Dewan komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali. Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan

Selanjutnya akan dijelaskan tentang karakteristik dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian.

1. Jumlah Komisaris Menurut Kusumawati dan Riyanto (2005), hubungan antara jumlah anggota dewan komisaris dengan nilai perusahaan didukung oleh perspektif fungsi servis dan kontrol yang diberikan dewan komisaris. Konsultasi dan nasehat yang diberikan merupakan jasa yang berkualitas bagi manajemen yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Penelitian mereka menemukan bahwa investor bersedia memberikan premium lebih terhadap perusahaan karena servis dan kontrol yang dilakukan oleh komisaris.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dan Duellman (2007), menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar akan memungkinkan untuk melakukan spesialisasi tugas dan wewenang. Spesialisasi tugas dan wewenang yang lebih besar akan menghasilkan pemonitoringan yang lebih baik termasuk di dalamnya pemilihan penggunaan akuntansi yang positif atau konservatif.

Pfeffer & Salancik (1978) dalam Wardhani (2006) menjelaskan bahwa semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka kebutuhan akan dewan dalam jumlah yang besar akan

semakin tinggi. Sedangkan kerugian dari jumlah dewan yang besar semakin tinggi. Sedangkan kerugian dari jumlah dewan yang besar

Hasil penelitian Fala (2007) membuktikan bahwa variabel jumlah dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan variabel pemoderasi yang dapat menginteraksi hubungan antara konservatisme akuntansi dengan nilai perusahaan meskipun pengaruhnya negatif.

2. Independensi Komisaris Berdasarkan Pedoman tentang Komisaris Independen yang dikeluarkan oleh Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance , yang beranggotakan KNKCG, FCGI, IICD, Kadin, dan CLDI, komisaris independen didefinisikan sebagai anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan afiliasi disini juga dijelaskan di dalam sumber yang sama, yaitu sebagai berikut.

1) Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical;

2) Hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut;

3) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;

4) Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;

5) Hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau

6) Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-339./BEI/07-2001 yang dikeluarkan pada 20 Juli 2001,tentang Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas Di Bursa menyatakan bahwa jumlah komisaris independen harus secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris. Menurut sumber yang sama, persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut.

1) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

2) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

3) Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;

4) Memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Fungsi utama dari Komisaris Independen menurut FCGI adalah untuk menjalankan fungsi pemonitoringan yang independen terhadap kinerja manajemen perusahaan dan dapat menjadi penyeimbang dengan kekuatan manajemen (terutama CEO) dalam mengelola perusahaan.

Dan dalam menjalankan fungsi tersebut, komisaris independen akan sangat membutuhkan informasi yang dapat diandalkan. Konservatisme adalah alat yang berguna dalam menjalankan fungsi tersebut. Board of directors yang kuat yang didominasi komisaris independen, akan mensyaratkan informasi yang berkualitas sehingga akan mempengaruhi manajer dalam menentukan metode dalam laporan keuangannya dan cenderung menggunakan akuntansi yang lebih konservatif (Ahmed dan Duellman, 2007).

D. Komite Audit

Definisi Komite Audit berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-339./BEI/07-2001 yang dikeluarkan pada 20 Juli 2001, tentang Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas Di Bursa adalah komite yang dibentuk oleh

dewan komisaris Perusahaan Tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris Perusahaan Tercatat untuk membantu dewan komisaris Perusahaan Tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan Perusahaan Tercatat. Masih dari sumber yang sama juga disebutkan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang- kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan.

Menurut FCGI dalam Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, disebutkan bahwa secara umum tanggung jawab komite audit meliputi 3 (tiga) bidang.

1. Laporan Keuangan Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, dan rencana jangka panjang.

2. Corporate Governance Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan sudah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, 2. Corporate Governance Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan sudah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku,

3. Pengawasan Perusahaan Komite audit bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilaksanakan oleh auditor intern.

Dengan demikian keberadaan komite audit di dalam perusahaan akan dapat memberikan tekanan tersendiri bagi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan yang lebih berkualitas dengan menggunakan akuntansi yang lebih konservatif.

E. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian ini menggunakan konservatisme akuntansi sebagai variabel dependen dan menggunakan dewan komisaris dan komite audit sebagai mekanisme corporate governance sebagai variabel independen serta kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage sebagai variabel kontrol.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dan Duellman (2007), menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar akan memungkinkan untuk melakukan spesialisasi tugas dan wewenang. Spesialisasi tugas dan wewenang yang lebih besar akan menghasilkan pemonitoringan yang lebih Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dan Duellman (2007), menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar akan memungkinkan untuk melakukan spesialisasi tugas dan wewenang. Spesialisasi tugas dan wewenang yang lebih besar akan menghasilkan pemonitoringan yang lebih

Variabel Kontrol

1. Kepemilikan

Institusional

2. Ukuran perusahaan Variabel Independen

Karakteristik Dewan Komisaris:

3. Profitabilitas

2. Jumlah Komisaris

4. Leverage

3. Independensi Komisaris Variabel Dependen

Karakteristik Komite Audit: Konservatisme Akuntansi :

1. Keberadaan Komite Ukuran Akrual Audit

Gambar II. 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian yang dilakukan Wardhani (2006) tentang mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan, menyimpulkan bahwa pengurangan jumlah dewan komisaris akan memberi dampak jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Fala (2007) tentang pengaruh konservatisme akuntansi terhadap penilaian ekuitas perusahaan yang dimoderasi corporate governance membuktikan bahwa variabel jumlah dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan variabel yang dapat Penelitian yang dilakukan Fala (2007) tentang pengaruh konservatisme akuntansi terhadap penilaian ekuitas perusahaan yang dimoderasi corporate governance membuktikan bahwa variabel jumlah dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan variabel yang dapat