9723a 07 konsep awal pengembangan metropolitan bodebek karpur juni 2013 a22

DAFTAR ISI
Hal.
2

DELINEASI WILAYAH
ISU DAN PERMASALAHAN

6

KEUNGGULAN WILAYAH

25

KONSEP AWAL PENGEMBANGAN

28

KETERANGAN COVER:
Istana Bogor - http://bogorhujanwae.blogspot.com/2013/02/istana-bogor.html
Mesjid Kubah Emas Depok - http://wisatahotelpenginapan.blogspot.com
Gedung Negara Kab. Purwakarta - http://disparbud.jabarprov.go.id

Kawasan Industri Bekasi - http://bekasiraya.com

1

DELINEASI WILAYAH
Terdapat banyak definisi yang menjelaskan mengenai metropolitan. Namun pada
dasarnya dapat diambil satu kesimpulan bahwa kawasan metropolitan merupakan
kawasan perkotaan dengan karakteristik aktivitas ekonomi yang teraglomerasi,
jumlah penduduk yang relatif besar serta luas lahan terbangun yang cukup luas.
Metropolitan merupakan sebuah symptom, gejala kenampakannya bukan
merupakan sesuatu yang direncanakan, melainkan tumbuh dengan sendirinya.
Keberadaannya ditandai dengan adanya suatu aglomerasi berbagai kegiatan,
ekonomi, pendidikan, sosial, dan sebagainya. Namun tanpa adanya pengembangan
dan pengelolaan, tidak ada jaminan bahwa metropolitan akan berkembang ke arah
positif. Metropolitan dapat tumbuh secara liar dan tidak terarah. Tentu saja
pertumbuhan seperti itu tidak dikehendaki karena pertumbuhan demikian justru
akan menimbulkan berbagai persoalan perkotaan seperti kemiskinan,
pengangguran, tumbuhnya permukiman kumuh (slum), permukiman liar (squatter)
serta permasalahan sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas perkotaan.
Bodebek Karpur merupakan salah satu metropolitan yang ada di Provinsi Jawa

Barat. Metropolitan ini berlokasi persis bersebelahan dengan Metropolitan DKI
Jakarta. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh tim WJPMDM sejak
tahun 2011, pada tahun 2010 Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur memiliki luas
areal kurang lebih 300.845 Ha, mencakup 82 kecamatan yang tersebar di tujuh
kabupaten/ kota. Dengan mempertimbangkan perkembangan jumlah penduduk,
aktivitas ekonomi serta luas lahan terbangun, diperkirakan hingga tahun 2025, luas
Kawasan Metropolitan Bodebek Karpur akan berkembang menjadi sekitar 503.634
Ha. Berikut adalah ruang lingkup Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010
dan tahun 2025.

2

TABEL 1
RUANG LINGKUP WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010 DAN 2025
Lingkup Kecamatan
Luas Area
Jumlah Penduduk
(kecamatan)
(Ha)
(Jiwa)

Kabupaten/
Hasil
Hasil
Hasil
Kota
Sensus
Proyeksi
Sensus
Proyeksi
Sensus
Proyeksi
Penduduk
2025
Penduduk
2025
Penduduk
2025
2010
2010
2010

Kota Bekasi
12
12
21.565
21.565 2.336.489 4.061.625
Kabupaten
19
23
92.160 126.471 2.358.569 4.479.335
Bekasi
Kota Bogor
6
6
11.771
11.771
949,066 1.649.804
Kabupaten
17
25
88.004 138.488 2,704,623 5.933.750

Bogor
Kota Depok
11
11
20.309
20.308 1.736.565 3.018.750
Kabupaten
6
14
21.238
79.793
439.583 1.296.950
Purwakarta
Kabupaten
11
20
45.799 105.238 1.084.637 2.720.472
Karawang
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2011


Adapun batas delineasi serta kondisi eksisting infrastruktur Metropolitan Bodebek
Karpur tahun 2010, 2015, 2020 dan 2025 dapat dilihat pada gambar berikut.

3






7 kota/ kabupaten
82 kecamatan
Populasi 11,6 juta jiwa
Luas 300.845 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 1 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010







Urban

7 kota/ kabupaten
83 kecamatan
Populasi 14,3 juta jiwa
Luas 310.753 Ha

Suburban

GAMBAR 2 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2015
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

4







7 kota/ kabupaten
103 kecamatan
populasi 18,36 juta jiwa
Luas 450.924 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 3 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2020
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010







7 kota/ kabupaten
111 kecamatan
Populasi 23,16 juta jiwa
Luas 503.634 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 4 METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2025
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

5

ISU DAN PERMASALAHAN
Perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tidak hanya dipengaruhi oleh
perkembangan DKI Jakarta, tetapi juga berbagai kebijakan sektoral yang terdapat
di wilayah metropolitan ini. Berbagai isu dan persoalan Metropolitan Bodebek
Karpur yang terkait dengan perkembangan ekonomi wilayah, sosial kependudukan,
transportasi, perumahan, infrastruktur prasarana wilayah, dan lingkungan, akan

dijelaskan sebagai berikut.
1. Transportasi
Sistem Transportasi terdiri atas sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem
pergerakan. Sistem kegiatan dibentuk oleh penduduk dengan kegiatannya seperti
desa, kota, dan wilayah lainnya. Sistem jaringan terdiri atas fasilitas dan layanan
transportasi udara, laut, ferry, darat, dan kereta api. Sedangkan sistem pergerakan
adalah komponen arus lalu lintas seperti besaran (volume), waktu perjalanan,
moda, dan sebagainya.
Pada umumnya, semakin tinggi kepadatan penduduk dan semakin pesatnya
perkembangan kegiatan ekonomi penduduk di suatu wilayah, maka semakin
kompleks pula masalah transportasi yang dihadapi. Wilayah metropolitan diwarnai
oleh sistem kegiatan dengan kepadatan penduduk tinggi, keanekaragaman
kegiatan ekonomi, tingginya tingkat urbanisasi, tingginya intensitas perkembangan
dan alih guna lahan yang tinggi, serta perkembangan ekspansif ke wilayah sekitar.
Perkembangan sistem kegiatan di metropolitan akan berdampak pada tingginya
sistem pergerakan, dan tingginya sistem pergerakan tersebut juga akan
memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan sistem kegiatan.
Salah satu permasalahan transportasi di wilayah metropolitan adalah kemacetan.
Persoalan kemacetan merupakan gejala (symptom) dari kemungkinan berbagai
akar permasalahan mulai dari yang sederhana sampai dengan yang sangat

kompleks. Akar permasalahan tersebut dapat berasal dari satu atau lebih sistemsistem yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu sistem kegiatan, sistem jaringan,
sistem pergerakan, dan sistem kelembagaan.
Sistem Kegiatan: Beberapa penyebab kemacetan terkait dengan masalah sistem
kegiatan di wilayah metropolitan adalah pemusatan spasial dan temporal, serta
pembangunan sistem kegiatan baru tanpa dibarengi dengan sistem jaringan
6

penunjang yang terkait. Pemusatan spasial dan temporal di metropolitan dapat
kita lihat dari semakin tingginya urbanisasi, meningkatnya intensitas alih guna
lahan dan semakin tingginya intensifikasi guna lahan di perkotaan. Selain itu,
karakteristik pembangunan metropolitan adalah menumpuknya pertumbuhan
sepanjang koridor jalan-jalan utama kota dan pertumbuhan ekspansif
suburbanisasi yang memusat sepanjang koridor ke luar kota (ribbon development).
Persoalan terkait sistem kegiatan lainnya adalah pembangunan kota baru, kawasan
industri, dan permukiman skala besar di sepanjang jalan tol (arteri primer) yang
pada umumnya ditunjang oleh sistem jaringan internal yang memadai, namun
pembangunan tersebut menimbulkan eksternalitas makro dalam lingkup regional.
Persoalan-persoalan ini dapat ditemukan di Metropolitan Bodebek Karpur yang
merupakan wilayah dengan perkembangan pembangunan kawasan industri dan
kota baru yang sangat pesat.
Ditinjau dari sistem kegiatannya, guna lahan di Metropolitan Bodebek Karpur
menunjukkan perkembangan wilayah dengan pola ribbon development. Hal
tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Gambar tersebut
mengilustrasikan guna lahan sistem jaringan jalan di Metropolitan Bodebek Karpur
yang di-overlay dengan guna lahan dan lahan terbangun kawasan tersebut pada
tahun 2010. Dari hasil overlay dapat diketahui bahwa aktivitas non pertanian dan
lahan terbangun cenderung mendominasi guna lahan di sekitar jalan tol dan
jaringan jalan lain di Metropolitan Bodebek Karpur.

GAMBAR 5 OVERLAY SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN GUNA LAHAN METROPOLITAN
BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber:Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data SP 2010, GIS Bappeda WJP, 2010

7

GAMBAR 6 OVERLAY SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN LAHAN TERBANGUN
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010

Sistem Jaringan: Penyebab kemacetan terkait dengan sistem jaringan di
metropolitan seringkali berupa rendahnya kuantitas dan kualitas infrastruktur
jalan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya rasio panjang jalan dengan luas wilayah.
Berdasarkan Studi JAPTraPIS (Jabodetabek Public Transportation on Policy
Implementation Strategy) Tahun 2012, kepadatan jalan di kawasan Jabodetabek
cenderung rendah jika dibandingkan dengan Wilayah Metropolitan lainnya di
dunia. Hal ini dapat dillihat pada Gambar 7. Kepadatan jalan di New York yang
berorientasi pada kendaraan pribadi memiliki rasio sebesar 23,2; kepadatan jalan
di Tokyo yang berorientasi pada transportasi massal memiliki rasio sebesar 7,6 15,4; sedangkan Jabodetabek yang tidak berorientasi pada transportasi massal
hanya memiliki rasio sebesar 2,1%.

8

23,2

25

20
20

16,6

15,4
15
10,3
5

8,1

7,6

10
2,1

0

GAMBAR 7 PERBANDINGAN KEPADATAN JALAN DI KOTA-KOTA MEGAPOLITAN
Sumber: Tokyo Metropolitan White Paper 2000, Economic Outlook in Thailand 1996/97
dalam Studi JAPTraPIS, 2013

Kepadatan jalan di suatu wilayah dapat diukur pula dengan membandingkan
panjang jalan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Dalam lingkup wilayah
Bodebek Karpur, perbandingan panjang jalan dengan luas wilayah dan jumlah
penduduk ditunjukkan pada Tabel 2 dan kepadatan jalan di masing-masing wilayah
administrasi di Bodebek Karpur ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Kedua gambar tersebut menunjukkan kepadatan jalan di masing-masing wilayah
administratif di Bodebek Karpur, namun tidak menunjukkan kepadatan jalan
khusus di wilayah metropolitan. Walaupun demikian, kedua grafik tersebut dapat
menunjukkan kepadatan jalan di Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Bekasi yang
seluruh wilayahnya termasuk dalam delineasi wilayah metropolitan Bodebek
Karpur. Dari ketiga kota tersebut, Kota Bekasi merupakan kota yang memiliki
kepadatan jalan yang rendah baik berdasarkan luas wilayah maupun jumlah
penduduk. Di sisi lain, Kota Bogor memiliki kepadatan jalan yang lebih baik
daripada Kota Depok dan Kota Bekasi baik berdasarkan luas wilayah maupun
jumlah penduduk.

9

TABEL 2
PERBANDINGAN PANJANG JALAN DENGAN LUAS WILAYAH DAN JUMLAH PENDUDUK DI
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
Jalan
Kabupaten (km)

Jalan
Provinsi
(km)

Jalan
Nasional
(km)

Total
Panjang
Jalan
(km)

Luas
wilayah
(km2)

Jumlah
Penduduk
(ribu jiwa)

No

Kabupaten/Kota

1

Kota Bogor

719,29

8,99

32,30

760,58

111,73

967,398

2

Kota Depok

497,92

16,73

29,17

543,82

199,44

1769,787

3

Kota Bekasi

303,60

21,96

16,35

341,91

215,58

2376,794

4

Kabupaten Bogor

1748,91

125,95

159,51

2034,37

2997,13

4857,612

5

Kabupaten Bekasi

847,56

25,20

30,85

903,61

1269,51

2677,631

6

Kabupaten Karawang

1538,99

49,19

45,24

1633,42

1914,16

2165,996

7

Kabupaten Purwakarta

738,05

58,81

42,91

839,77

989,89

867,828

Sumber : Website Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat, 2013

Untuk wilayah kabupaten, grafik kepadatan jalan berdasarkan luas wilayah kurang
merepresentasikan kepadatan jalan ideal karena luas wilayah kabupaten yang
cukup luas dan tidak seluruhnya merupakan kawasan terbangun. Namun, grafik
kepadatan jalan berdasarkan jumlah penduduk dapat digunakan untuk
membandingkan kepadatan jalan di keempat kabupaten di Metropolitan Bodebek
Karpur. Grafik tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Bekasi memiliki kepadatan
jalan terendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang,
dan Kabupaten Purwakarta. Hal ini menunjukkan diperlukannya pengembangan
sistem jaringan dapat berupa jaringan jalan atau jaringan sistem angkutan umum
massal.

10

Rasio Panjang Jalan/ Luas Wilayah

Rasio Panjang Jalan/ Jumlah Penduduk

0,85
0,85
0,71
0,68
1,59
2,73

Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bogor
Kota Bekasi
Kota Depok

Kab. Karawang
Kab. Bogor
Kota Bekasi
Kota Depok

6,81
2

4

0,34
0,42
0,14
0,31

Kab. Bekasi

Kota Bogor

0

0,97
0,75

Kab. Purwakarta

6

8

0,79

Kota Bogor

0

1

1

2

GAMBAR 8 KEPADATAN JALAN
GAMBAR 9 KEPADATAN JALAN
BERDASARKAN LUAS WILAYAH DI
BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK DI
BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
BODEBEK KARPUR TAHUN 2011
Sumber : Analisis Tim WJPMDM, 2013

Mengacu kepada proyeksi yang dilakukan dalam SITRAMP, jika kondisi transportasi
tetap dibiarkan seperti saat ini, maka hampir seluruh ruas jalan di The Greater
Jakarta akan mengalami kemacetan lalu lintas. Hal tersebut diindikasikan dengan
nilai VCR (Volume Capacity Ratio) yang lebih besar dari satu. Nilai VCR diatas 1
menunjukkan bahwa volume kendaraan yang melalui jaringan jalan sudah
melampaui kapasitas jaringan jalan.

GAMBAR 10 PROYEKSI KONDISI TRANSPORTASI DI GREATER JAKARTA
Sumber: SITRAMP, 2004

Dari ilustrasi diatas dapat diamati bahwa jika tidak dilakukan upaya penyelesaian
masalah kemacetan lalu lintas, maka pada tahun 2020 ruas-ruas jalan di
11

Metropolitan Bodebek Karpur akan mencapai tingkat yang jenuh. Sebagai
perbandingan, berikut akan disajikan kondisi infrastruktur transportasi di
Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010 (eksisting) dibandingkan dengan
perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025 hasil proyeksi.
Pada tahun 2010, kondisi infrastruktur transportasi di Wilayah Metropolitan
Bodebek Karpur ditunjukkan pada Gambar 11. Infrastruktur transportasi ini
membentuk kesatuan dengan wilayah di sekitarnya. Pada dasarnya kondisi
infrastruktur transportasi eksisting di Wilayah Bodebek Karpur memanjang dari
barat ke timur serta dari utara ke selatan dengan poros utamanya yaitu DKI
Jakarta.

GAMBAR 11 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI EKSISTING
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010

Sistem infrastruktur transportasi Metropolitan Bodebek Karpur sangat
mempengaruhi bentuk metropolitan ini. Bentuk Metropolitan Bodebek Karpur
mengikuti bentuk jaringan jalan, terutama jalan tol. Jalan tol ini memanjang dari
arah Bandung menuju DKI Jakarta yang melalui Bekasi, serta jalan tol dari arah
Kota Bogor menuju DKI Jakarta yang melalui Depok.

12

Apabila dibandingkan dengan proyeksi perkembangan urban dan sub urban di
Metropolitan Bodebek Karpur tahun 2025, maka dapat diketahui bahwa hingga
tahun 2025, kawasan urban dan suburban di Wilayah Metropolitan Bodebek
semakin mengalami perkembangan, terutama ke arah selatan. Dibandingkan
dengan kondisi infrastruktur transportasi eksisting, dapat diamati bahwa kondisi
transportasi eksisting akan kurang dapat mengakomodir pertumbuhan kawasan
urban di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur kedepan. Melihat kecenderungan
tersebut maka diperlukan dukungan ketersediaan infrastruktur transportasi seiring
pertumbuhan kawasan urban di Wilayah Metropolitan Bodebek tersebut.

GAMBAR 12 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI EKSISTING DIBANDINGKAN DELINEASI
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2025
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010

Sistem Pergerakan: Kemacetan lalu lintas di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
salah satunya diakibatkan oleh pola pergerakan komuter yang bekerja di DKI
Jakarta dan tinggal di Wilayah Bodebek Karpur. Berdasarkan hasil studi JAPTraPIS
Tahun 2012, jumlah perjalanan komuter telah meningkat sekitar 50% dalam kurun
tahun 2002 hingga tahun 2010. Studi JAPTraPIS juga menyebutkan bahwa lebih
dari 1.100.000 jiwa penumpang melakukan perjalanan di daerah Jabodetabek
dapadari Bodetabek menuju DKI Jakarta. Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu
lintas bisa mencapai Rp 5,5 triliun per tahun dalam hal biaya operasi dan kerugian
perjalanan waktu.
13

GAMBAR 13 PERJALANAN LALU LINTAS KOMUTER DARI BODETABEK KE DKI JAKARTA
TAHUN 2002 – 2010
Sumber : Analisis Tim JICA dalam Studi JAPTraPIS, 2013

Semakin tingginya jumlah perjalanan komuter ini tentu saja akan membebani
jaringan jalan sebagai salah satu infrastruktur transportasi. Akibatnya terjadi
kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama yang menghubungkan DKI
Jakarta dengan Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur. Pada ruas-ruas jalan
penghubung DKI Jakarta dan sekitarnya, Volume Capacity Ratio (VCR) telah bernilai
lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa ruas-ruas jalan tersebut telah
sangat jenuh dengan kapasitas yang telah terlampaui.
Dalam Peraturan Presiden No 54 Tahun 2008, kawasan Bogor, Depok dan Bekasi
ditetapkan sebagai kawasan satelit yang menyangga DKI Jakarta. DKI Jakarta yang
berfungsi sebagai kota inti merupakan center berbagai kegiatan. Dengan banyak
berlokasinya headquarters perusahaan di wilayah ini, DKI Jakarta menjadi salah
satu lokasi tujuan bekerja penduduk. Disamping itu, berbagai sarana prasarana
berstandar metropolitan di kawasan ibu kota menjadikan kawasan ini sebagai
lokasi tujuan kegiatan lain, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan
sebagainya.
2. Permukiman dan Perumahan
Berdasarkan revisi SITRAMP dalam JUTPI Project Tahun 2010, urbanisasi terus
terjadi di DKI Jakarta dan kota-kota di sekitarnya. Jika dibandingkan antara tahun
2000 hingga 2010, permukiman dengan kepadatan rendah di Jabodetabek telah
berkembang pesat dan berubah guna lahannya menjadi permukiman dengan
kepadatan tinggi. Sementara itu, lahan pertanian dan ruang terbuka hijau telah
berubah menjadi lahan perumahan yang telah dikembangkan oleh berbagai
14

pengembang perumahan.Gambar 14 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010
yang dikonversi dari guna laha pertanian dan ruang terbuka hijau, sedangkan
Gambar 15 menunjukkan lahan permukiman tahun 2010 yang dikonversi dari guna
lahan perumahan kepadatan rendah.

GAMBAR 14 GUNA LAHAN PERMUKIMAN YANG DIKONVERSI DARI
LAHAN PERTANIAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU, TAHUN 2000 – 2010
Sumber : JUTPI, 2010

15

GAMBAR 15 GUNA LAHAN PERMUKIMAN YANG DIKONVERSI DARI
GUNA LAHAN PERUMAHAN KEPADATAN RENDAH, TAHUN 2000 – 2010
Sumber : JUTPI, 2010

Jika dilihat dalam konteks perkembangan Metropolitan Bodebek Karpur, Gambar
14 menunjukkan kecenderungan pengembangan perumahan oleh developer dari
tahun 2000 hingga 2010 berada di wilayah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan
Kabupaten Bogor bagian Utara. Sementara itu, Gambar 15 menunjukkan
perubahan guna lahan perumahan yang awalnya berkepadatan rendah menjadi
berkepadatan tinggi dari tahun 2000 hingga 2010 berada di Kota Depok dan Kota
Bekasi.
Berdasarkan kedua gambar di atas, konversi lahan di Metropolitan Bodebek Karpur
yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, didominasi oleh perubahan guna
lahan menjadi perumahan baik yang dikembangkan oleh developer maupun
swadaya. Di sisi lain, hingga tahun 2010 guna lahan untuk kegiatan perkantoran
serta perdagangan dan jasa masih belum berkembang secara signifikan di wilayah
Metropolitan Bodebek Karpur. Hal ini menjadi persoalan karena artinya

16

pergerakan sebagian besar penduduk yang tinggal di Metropolitan Bodebek Karpur
masih berorientasi ke DKI Jakarta.
Selain itu, guna lahan perumahan di Metropolitan Bodebek Karpur telah
berkembang sangat pesat, namun di metropolitan ini masih terdapat gap antara
jumlah rumah tangga dan jumlah rumah yang tersedia. Selain itu, ketersediaan air
bersih dan fasilitas persampahan yang belum memadai di Metropolitan Bodebek
Karpur juga masih menjadi persoalan.
Prediksi Kebutuhan Perumahan: Prediksi ini dilakukan berdasarkan jumlah
penduduk eksisting di Metropolitan Bodebek Karpur. Komponen- komponen yang
digunakan dalam proses prediksi antara lain sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Jumlah rumah tangga yang terdapat di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
Jumlah penduduk di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
Jumlah rata-rata anggota keluarga di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
Jumlah rumah yang sudah tersedia di Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur

Adapun formula yang digunakan dalam proses perhitungan adalah sebagai berikut:

Jumlah Rumah
Yang Dibutuhkan

=

Jumlah penduduk – Jumlah rumah yang tersedia
4

Dengan mengasumsikan bahwa satu rumah tangga terdiri atas 4 jiwa, maka
berdasarkan data jumlah penduduk eksisting akan dapat diketahui perkiraan
jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur. Berikut adalah hasil
perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Bodebek Karpur:

17

TABEL 3
JUMLAH RUMAH TANGGA DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010

Kota/Kabupaten

Jumlah Rumah Tangga

Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kabupaten Bogor
Kota Depok
Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Karawang
Jumlah

584.122
589.642
237.267
698.656
434.141
109.896
271.159
2.924.883

Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Dengan membandingkan perkiraan jumlah rumah tangga di metropolitan dengan
jumlah rumah yang tersedia pada tahun 2010, maka akan dapat diketahui kondisi
ketersediaan permukiman, apakah memadai atau perlu ditingkatkan. Berikut
adalah hasil perbandingan antara perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan
Bodebek Karpur pada tahun 2010 dengan jumlah rumah yang tersedia pada tahun
yang sama.
TABEL 4
JUMLAH RUMAH YANG TERSEDIA DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010

Kab./Kota

Jumlah Rumah
di Jawa Barat*)

Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kota Depok
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang

8.133.251

Persentase
Jumlah
Penduduk
5,43
5,49
2,21
6,50
4,04
1,02
2,52

Jumlah Rumah Yang
Tersedia di Bodebek
Karpur
442.005
446.182
179.540
528.673
328.515
83.158
205.186

*) 75,67%*jmlh rumah tangga di Jawa Barat
Rumah tangga di Jawa Barat = 42.993.267/ 4
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

18

TABEL 5
BACKLOG RUMAH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR TAHUN 2010

Kab./Kota
Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kota Depok
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang

Jumlah Rumah
Kebutuhan
Rumah
584.122
589.642
237.267
698.656
434.141
109.896
271.159

Jumlah
Rumah Yang
Tersedia
442.005
446.182
179.540
528.673
328.515
83.158
205.186

Backlog
142.117
143.460
57.727
169.983
105.626
26.738
65.973

711.624

Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Berdasarkan perbandingan antara jumlah ketersediaan rumah dengan jumlah
kebutuhan rumah pada Tabel 5 diatas, dapat diamati bahwa jumlah kebutuhan
rumah lebih tinggi dari jumlah rumah yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa
masih ada kebutuhan rumah yang harus dipenuhi. Dengan menghitung selisih
antara jumlah permukiman eksisting dengan jumlah kebutuhan rumah makan akan
dapat dilakukan analisis lanjutan terhadap luas kebutuhan lahan yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan permukiman di Metropolitan Bodebek Karpur.
Dalam perhitungan ini, digunakan asumsi bahwa luas lahan minimum yang
dibutuhkan untuk membangun satu unit rumah adalah 36 m2. Dasar perhitungan
yang digunakan dalam asumsi tersebut yaitu bahwa satu orang membutuhkan 9
m2 lahan. Nilai ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) pasal 2 ayat (1) serta dalam UndangUU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/1999 Standar Nasional
Indonesia (03-1733-2004) tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di
perkotaan.
Berdasarkan hasil pengalian antara besaran kebutuhan rumah di Wilayah
Metropolitan Bodebek Karpur dengan kebutuhan lahan (minimum) untuk
membangun satu unit rumah, diperoleh angka sebesar 25.618.464 m2. Artinya,
untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah di Wilayah Metropolitan Bodebek

19

Karpur pada tahun 2010, diperlukan lahan (minimal) seluas 25.618.464 m2 atau
2.561, 85 Ha.
Prediksi Kebutuhan Air Bersih: Infrastruktur perumahan dan permukiman tidak
dapat dilepaskan dari infrastruktur penunjang seperti infrastruktur air bersih.
Infrastruktur air bersih memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup
penduduk yang mendiami suatu kawasan permukiman dan perumahan.
Terkait hal tersebut, Tim WJPMDM melakukan analisis terhadap kondisi
infrastruktur air bersih serta melakukan prediksi, baik terhadap kondisi eksisting,
maupun terhadap kebutuhan pada masa mendatang.
Dalam proses prediksi ini, digunakan tiga standar perhitungan kebutuhan
minimum. Standar pertama yaitu didasarkan kepada kesepakatan konferensi air
PBB yang berlangsung di Mal Del Plata, Argentina, pada tahun 1977. Mengacu
pada standar ini, kebutuhan dasar air bersih yang disarankan bagi setiap orang
yaitu sebanyak 50 liter/hari. Standar kedua yang digunakan yaitu standar
berdasarkan Permendagri No 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis dan Tata
Cara Pengaturan Tarif Air Minimum pada Perusahaan Air Minum. Mengacu pada
standar ini, kebutuhan dasar air bersih per jiwa yaitu sebesar 60 liter/hari. Standar
ketiga yang digunakan yaitu standar kebutuhan air bersih menurut DPU Cipta
Karya. Mengacu pada standar ini, kebutuhan dasar air bersih yang disarankan bagi
setiap orang di Wilayah Metropolitan yaitu sebesar 160 liter/ hari.
Variabel dasar yang digunakan untuk mengetahui prediksi kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur yaitu variabel jumlah penduduk. Dengan mengalikan
jumlah penduduk di metropolitan ini dengan standar-standar yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka akan diketahui prediksi jumlah kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa kebutuhan air
bersih di Metropolitan Bodebek Karpur pada tahun 2010 yaitu sekitar 584.976.600
liter/hari. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan standar berdasarkan konferensi
air PBB. Jika mengacu pada standar berdasarkan permendagri no 23 thun 2006,
maka jumlah kebutuhan air di Metropolitan Bodebek Karpur yaitu 701.971.920
liter/ hari. Sedangkan jika mengacu pada standar pekerjaan umum cipta karya,
maka kebutuhan air bersih di Metropolitan Bodebek Karpur yaitu sebesar

20

1.871.925.120 liter/ hari. Nilai prediksi detail mengenai kebutuhan air bersih di
Metropolitan Bodebek Karpur dapat dilihat pada Tabel 6.
TABEL 6
PREDIKSI JUMLAH KEBUTUHAN AIR BERSIH DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010

Kab./ Kota
Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kota Depok
Kab.
Purwakarta
Kab. Karawang
JUMLAH

Kebutuhan Air Bersih (L/Hari)
Konferensi Air
Permendagri No.
Standar PU Cipta
PBB
23/2006
Karya
116.824.450
140.189.340
373.838.240
117.928.450
141.514.140
377.371.040
47.453.300
56.943.960
151.850.560
139.731.150
167.677.380
447.139.680
86.828.250
104.193.900
277.850.400
21.979.150

26.374.980

70.333.280

54.231.850
584.976.600

65.078.220
701.971.920

173.541.920
1.871.925.120

Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Untuk selanjutnya perhitungan prediksi kebutuhan air bersih dilakukan dengan
menggunakan standar menurut DPU Cipta Karya, yaitu sebesar 160 liter untuk
setiap orang pada setiap harinya.
Berdasarkan standar tersebut, dilakukan perhitungan prediksi kebutuhan air bersih
pada tahun 2015, 2020, dan 2025. Berdasarkan perhitungan tersebut, pada tahun
2025, jumlah kebutuhan air domestik di Metropolitan Bodebek Karpur mencapai
3.705.709.662 liter per hari. Hasil perhitungan secara rinci dapat dilihat pada Tabel
7.

21

TABEL 7
KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
BERDASARKAN DPU CIPTA KARYA (160 LITER/ ORANG/ HARI)

Kebutuhan Air Bersih Domestik Berdasarkan DPU Cipta Karya
(liter/ orang/ hari)
Kabupaten/ Kota
2010
2015
2020
2025
Kab. Bekasi
377.369.600
462.548.173
596.960.033
716.693.622
Kab. Bogor
432.739.680
530.416.198
712.793.340
949.399.927
Kab. Karawang
173.541.920
212.713.207
350.730.737
435.275.544
Kota Bekasi
373.838.240
458.219.726
541.291.849
649.859.947
Kota Bogor
151.850.560
186.125.748
219.869.081
263.968.707
Kota Depok
277.850.400
340.565.840
402.308.112
482.999.936
Kab. Purwakarta
62.774.080
89.390.627
141.627.310
207.511.980
TOTAL
1.849.964.480 2.279.979.520 2.965.580.463 3.705.709.662
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Selain kebutuhan air domestik, dilakukan pula perhitungan kebutuhan air untuk
kegiatan non domestik. Standar perhitungan ini menggunakan asumsi kegiatan
non domestik membutuhkan air sebesar 20 persen dari kebutuhan air domestik.
Hasil perhitungan kebutuhan air bersih non domestik dapat dilihat pada Tabel 8.
TABEL 8
KEBUTUHAN AIR BERSIH NON DOMESTIK
DI WILAYAH METROPOLITAN BODEBEK KARPUR

Kabupaten/ Kota
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Bogor
Kabupaten Karawang
Kota Bekasi
Kota Bogor
Kota Depok
Kabupaten Purwakarta
TOTAL

Kebutuhan Air Bersih Non Domestik Proxy 20 Persen
(liter/ orang/ hari)
2010
2015
2020
2025
75.473.920
92.509.635 119.392.007 143.338.724
86.547.936 106.083.240 142.558.668 189.879.985
34.708.384
42.542.641
70.146.147
87.055.109
74.767.648
91.643.945 108.258.370 129.971.989
30.370.112
37.225.150
43.973.816
52.793.741
55.570.080
68.113.168
80.461.622
96.599.987
12.554.816
17.878.125
28.325.462
41.502.396
369.992.896 455.995.904 593.116.093 741.141.932
Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Penjumlahan kebutuhan air domestik dan non domestik dapat dilihat pada Tabel 9.
22

TABEL 9
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DI WILAYAH
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Total Kebutuhan Air Bersih Domestik Dan Non Domestik Proxy 20 Persen
Kabupaten/
(liter/ orang/ hari)
Kota
2010
2015
2020
2025
Kab. Bekasi

452.843.520

555.057.808

716.352.040

860.032.346

Kab. Bogor

519.287.616

636.499.437

855.352.008

1.139.279.912

Kab. Karawang

208.250.304

255.255.849

420.876.885

522.330.652

Kota Bekasi

448.605.888

549.863.672

649.550.219

779.831.936

Kota Bogor

182.220.672

223.350.898

263.842.897

316.762.448

Kota Depok

333.420.480

408.679.008

482.769.735

579.599.924

Kab.
Purwakarta

75.328.896

107.268.753

169.952.772

249.014.376

2.219.957.376

2.735.975.424

3.558.696.556

4.446.851.595

TOTAL

Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa Metropolitan Bodebek Karpur
membutuhkan penyediaan air bersih yang besar. Dengan demikian, perlu
pengembangan sumber daya air bersih yang mencukupi bagi seluruh penduduk di
Metropolitan Bodebek Karpur serta untuk memenuhi kegiatan non domestik.
Prediksi Kebutuhan Fasilitas Pengelolaan Sampah: Prediksi kebutuhan fasilitas
pengelolaan sampah yang dijelaskan dalam laporan ini merupakan prediksi
kebutuhan fasilitas pengelolaan sampah yang didasarkan pada perkiraan volume
produksi sampah perhari yang dihasilkan di Kawasan Bodebek Karpur pada tahun
2010. Nilai tersebut merupakan nilai pendekatan yang diperoleh melalui kalkulasi
antara jumlah penduduk eksisting dengan nilai rata-rata produksi sampah per jiwa
per hari. Adapun nilai rata-rata standar yang digunakan yaitu nilai standar yang
dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, dimana
mengacu pada standar ini ditentukan bahwa setiap orang rata-rata menghasilkan
0,8 kg sampah domestik perhari.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh prediksi volume
sampah per hari di Metropolitan Bodebek Karpur sebagai berikut.

23

TABEL 10
PREDIKSI PRODUKSI SAMPAH PER HARI DI METROPOLITAN BODEBEK KARPUR 2010

Kab./Kota

Volume Sampah (Ton/Hari)

Kota Bekasi
Kab. Bekasi
Kota Bogor
Kab. Bogor
Kota Depok
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang

1.869,2
1.886,9
759,3
2.235,7
1.389,3
351,7
867,7

9.359,6

Sumber: Analisis WJPMDM, 2012

Dengan melihat hasil prediksi tersebut, maka untuk pengelolaan sampah di
Metropolitan Bodebek Karpur diperlukan pengelolaan sampah untuk memenuhi
kapasitas minimum 9.359, 6 ton/hari.
3. Sosial Kependudukan
Metropolitan Bodebek Karpur juga dihadapkan pada isu dan permasalahan dalam
hal sosial dan kependudukan. Permasalahan tersebut antara lain kemiskinan,
kriminalitas, dan pengangguran.
4. Lingkungan
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Metropolitan Bodebek Karpur
antara lain:








Kualitas lingkungan
Pengelolaan air kotor/limbah
Kawasan banjir
Kawasan rawan bencana
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Kawasan lindung dan konservasi
Wilayah sungai

24

KEUNGGULAN WILAYAH
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Meskipun menghadapi berbagai isu dan permasalahan, Wilayah Metropolitan
Bodebek Karpur juga memiliki berbagai keunggulan. Keunggulan-keunggulan
tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori: 1) keunggulan absolut (absolute
advantage), 2) keunggulan komparatif (comparative advantage) serta 3)
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Absolute advantage atau
keunggulan absolut dapat diartikan sebagai keunggulan yang dimiliki suatu wilayah
dari keberadaan sumber daya alam dan sejarah yang dimilikinya dibandingkan
dengan yang dimiliki wilayah lain. Sedangkan comparative advantage atau
keunggulan komparatif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena
memiliki sumber daya produksi yang lebih banyak/unggul dibandingkan dengan
yang dimiliki wilayah lain. Adapun yang dimaksud dengan competitive advantage
atau keunggulan kompetitif yaitu keunggulan yang dimiliki suatu wilayah karena
sudah berpengalaman atau karena penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga menciptakan keunggulan dalam persaingan antar wilayah.
Absolute Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Metropolitan Bodebek Karpur memiliki beragam absolute advantage. Salah
satunya adalah dalam hal lokasi geografis. Bagi Metropolitan Bodebek Karpur, area
yang luas serta berdekatan dengan daerah khusus ibu kota menjadi suatu absolute
advantage bagi wilayah ini karena sedikit banyak posisi ini turut memberikan
eksternalitas positif bagi kegiatan ekonomi Wilayah Bodebek Karpur. Kondisi ini
secara tidak langsung dapat menimbulkan tumbuhnya bentuk-bentuk keunggulan
lainya. Disamping memiliki lokasi yang strategis, Metropolitan Bodebek Karpur
memiliki lokasi yang relatif dekat dengan pelabuhan, diantaranya yaitu Pelabuhan
Cilamaya yang akan dibangun dan Tanjung Priok (Jakarta Utara). Bagi kegiatan
industri yang banyak berlokasi di Metropolitan Bodebek Karpur, kedekatan akses
dengan pelabuhan akan dapat menekan biaya transportasi.
Selain itu, kawasan ini juga memiliki lokasi yang relatif dekat dengan Bandara
International Soekarno-Hatta. Metropolitan Bodebek Karpur juga memiliki potensi
berupa keindahan pemandangan alam. Potensi berupa keindahan alam ini tersebar
di beberapa kabupaten/kota. Keberadaannya dapat menjadi potensi pariwisata
bagi Metropolitan Bodebek Karpur.
25

Comparative Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Salah satu comparative advantage yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur
antara lain adanya ketersediaan lahan yang relatif luas dengan kontur yang relatif
datar dan ditunjang oleh keberadaan infrastruktur. Keberadaan lahan ini menjadi
salah satu faktor produksi yang menopang keberlangsungan kegiatan di wilayah
ini, seperti kegiatan industri. Disamping lahan yang luas, Metropolitan Bodebek
Karpur juga ditunjang oleh ketersediaan tenaga kerja. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk di kawasan ini mencapai kurang lebih 11,6 juta jiwa, dimana hal
tersebut potensial apabila dilihat dari segi kuantitas.
Dalam sektor ekonomi, Metropolitan Bodebek Karpur memiliki potensi ekonomi
cepat tumbuh. Potensi ekspor dari wilayah ini tergolong potensial. Saat ini
Metropolitan Bodebek Karpur memiliki klaster-klaster industri manufaktur yang
berkembang pesat. Tujuh klaster industri yang berada di Cikarang-Bekasi bahkan
ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Metropolitan Bodebek Karpur juga ditunjang oleh adanya sumber daya air dan
energi. Debit aliran air dari Waduk Jati Luhur di Kabupaten Purwakarta disamping
sebagai sumber air bagi irigasi juga berperan sebagai pembangkit listrik.
Kabupaten Bekasi memiliki sumber daya energi yang tidak kalah potensial. Di
kabupaten ini terdapat panas bumi serta gas alam yang banyak dimanfaatkan
sebagai LPG (Liquified Petroleum Gas).
Competitive Advantage Metropolitan Bodebek Karpur
Salah satu competitive advantage yang dimiliki Metropolitan Bodebek Karpur yaitu
menjadi salah satu pusat pendidikan tinggi. Saat ini Metropolitan Bodebek Karpur
memiliki perguruan tinggi berbasis pertanian yang berkelas internasional. Selain
itu, di lokasi ini juga terdapat perguruan tinggi berbasis science dan teknologi yang
juga berkelas internasional. Hal tersebut merupakan daya tarik tersendiri yang
menciptakan bangkitan pada sektor lain baik di sektor formal maupun sektor
informal.
Metropolitan Bodebek Karpur juga memiliki pusat riset dan pengembangan
(Research and Development). Pusat-pusat riset tersebut tidak hanya berupa pusat
riset yang dikelola oleh pemerintah, tetapi terdapat pula pusat- pusat riset dan

26

pengembangan yang dikelola oleh industri-industri yang berada di kawasan
tersebut.
Keberadaan 7 klaster industri di Cikarang juga merupakan keunggulan kompetitif.
Klaster-klaster industri tersebut merupakan salah satu kawasan industri terbesar di
Indonesia dan telah menjadi pertumbuhan ekonomi di Metropolitan Bodebek
Karpur.
Competitive Advantage lainnya yaitu berbagai pembangunan yang berlangsung di
Metropolitan Bodebek Karpur yang telah berbasiskan teknologi. Metropolitan
Bodebek Karpur memiliki kota-kota baru yang disamping menciptakan pencitraan
kota juga menjadi suatu daya tarik tersendiri, baik bagi pendatang maupun bagi
kegiatan perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Metropolitan Bodebek Karpur
juga memiliki beberapa hasil pengembangan berbasis ilmu pengetahuan lainnya
seperti Masjid Kubah Mas di Kota Depok, Taman Buah Mekarsari dan Taman Safari
Indonesia di Kabupaten Bogor, bendungan/ waduk serta kilang pengolahan gas.
TABEL 11
KEUNGGULAN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Absolute Advantage
Comparative Advantage
Competitive Advantage
(Keunggulan Absolut)
(Keunggulan Komparatif)
(Keunggulan Kompetitif)
 Area yang strategis,
 Lahan yang luas dengan  Sumber daya air dan energi
dekat dengan Ibu Kota
kontur yang relatif datar  7 klaster industri di Cikarang
Pemerintahan
serta ditunjang oleh
(Kabupaten Bekasi) serta
keberadaan infrastruktur
industri berteknologi lainnya
 Dekat dengan
 Ketersediaan jumlah
 Tenaga kerja di bidang industri
pelabuhan dan
tenaga kerja (SDM)
yang terampil
bandara internasional
 Perguruan tinggi berbasis
 Memiliki potensi alam  Sumber daya air dan
energi
pertanian yang berkelas dunia
serta kekhasan
tersendiri yang
 Perguruan tinggi berbasis
menjadi daya tarik
science & technology yang
pariwisata
berkelas dunia
 Pusat research and development
(R & D)
 Memiliki hasil pembangunan
berbasis teknologi yang menjadi
daya tarik wisata
Sumber: Hasil Analisis WJP MDM, 2011

27

KONSEP AWAL PENGEMBANGAN
METROPOLITAN BODEBEK KARPUR
Dalam rangka merespon isu dan permasalahan yang dihadapi serta dengan
mempertimbangkan berbagai keunggulan yang terdapat di Wilayah Metropolitan
Bodebek Karpur, tim WJPMDM mengusulkan agar Wilayah Metropolitan ini
dikembangkan sebagai Metropolitan Mandiri Dengan Sektor Unggulan Industri
Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
Pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur sebagai Metropolitan Mandiri
Selama ini, kawasan Bodebek-Karpur lebih berperan sebagai 2nd tier metropolitan
dengan 1st tier metropolitannya yaitu DKI Jakarta. Dengan kondisi tersebut,
kedudukan Bodebek Karpur saat ini cenderung lebih bersifat sebagai hinterland
bagi DKI Jakarta. Disamping itu, kawasan Bodebek Karpur saat ini juga cenderung
sering dikonotasikan sebagai dormitory town, sedangkan berbagai kegiatan yang
memberikan nilai tambah berlokasi di DKI Jakarta.
Sebagian besar kantor kementerian, departemen, lembaga nasional serta kantorkantor pusat perusahaan berlokasi di DKI Jakarta. Implikasinya, berbagai nilai
tambah lebih terserap ke DKI Jakarta. Disisi lain berbagai kegiatan yang
berkembang di DKI Jakarta tersebut menciptakan bangkitan pergerakan penduduk
dari sekitar DKI Jakarta. Adanya perbedaan yang kontras antara jumlah penduduk
siang dan penduduk malam DKI Jakarta menunjukkan tingginya pergerakan
komuter menuju DKI Jakarta. Mereka tinggal di daerah sekitar Bodebek Karpur
tetapi bekerja dan menciptakan nilai tambah bagi DKI Jakarta. Menurut data Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2010
jumlah penduduk malam DKI Jakarta sekitar 9,59 juta jiwa. Sedangkan pada siang
hari jumlah penduduk tersebut diperkirakan mencapai 10,5 juta jiwa.
Meskipun Bodebek Karpur merupakan salah satu kawasan dengan kegiatan
industri yang tinggi, namun sebagian besar bersifat foot loose, tidak memberikan
nilai tambah yang signifikan bagi pertumbuhan Bodebek Karpur itu sendiri. Nilai
tambah terbesar justru berada di 1st tier metropolitan. Padahal apabila ditinjau
lebih jauh, kawasan Bodebek Karpur merupakan kawasan yang potensial. Tahun
2010, luas wilayah DKI Jakarta adalah 66.152 Ha. Pada tahun yang sama luas lahan
kawasan Bodebek Karpur telah mencapai 300.496 Ha. Secara spasial hampir 5 kali
28

lipat luas lahan DKI Jakarta. Dan tidak seperti luas DKI Jakarta yang sifatnya
terbatas, luas Bodebek Karpur masih memungkinkan untuk mendukung
perkembangan berbagai kegiatan metropolitan.
Sebagai upaya untuk mengembangkan Kawasan Bodebek Karpur sebagai
metropolitan mandiri, maka pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur
memerlukan perhatian dan penanganan secara serius. Dalam prosesnya, perlu
diupayakan untuk mendorong percepatan pertumbuhan Metropolitan Bodebek
Karpur agar dapat menjadi 1st tier metropolitan, sejajar dengan DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menamakan konsep tersebut sebagai Konsep Twin
Metropolitan Bodebek Karpur- DKI Jakarta.
Konsep Twin Metropolitan tersebut merupakan konsep baru yang digagas oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui tim WJPMDM. Munculnya konsep ini
didasari oleh belum optimalnya konsep-konsep pengembangan metropolitan
terdahulu. Selama ini pendekatan Jabodetabek kurang dapat memberikan solusi
terhadap masalah perkotaan dikawasan tersebut. Hal ini terbukti dari masih
banyaknya persoalan perkotaan yang tidak terselesaikan, seperti misalnya
kemacetan lalu lintas serta persoalan- persoalan perkotaan lainnya berupa
kemiskinan, permukiman kumuh (slum) dan permukiman liar (squatter).
Dilatar belakangi oleh kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencoba
memberikan suatu terobosan baru melalui konsep Twin Metropolitan Bodebek
Karpur- DKI Jakarta. Inti dari konsep Twin Metropolitan Bodebek Karpur – DKI
Jakarta yaitu mengembangkan Bodebek Karpur sebagai 1st tier metropolitan
berdampingan dengan DKI Jakarta yang juga berperan sebagai 1st tier
metropolitan. Pengembangan sebagai 1st tier tersebut akan memungkinkan,
mengingat Kawasan Bodebek Karpur telah tumbuh sebagai metropolitan yang
potensial dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya. Untuk mendukung konsep
tersebut, maka berbagai kegiatan berskala metropolitan perlu diundang masuk ke
kawasan ini. Kantor-kantor pusat, kegiatan jasa, hukum, penelitian dan
pemerintahan perlu dikembangkan. Sehingga dapat lebih memantapkan peran
Bodebek Karpur sebagai 1st tier metropolitan, berdampingan dengan DKI Jakarta.
Pembangunan Metropolitan Bodebek Karpur melalui konsep Twin Metropolitan
Bodebek Karpur – DKI Jakarta ini dinilai dapat meningkatkan nilai tambah bagi
kawasan ini. Melalui pengembangan cluster-cluster kantor pusat perusahaan,
perbankan, jasa pelayanan, asuransi, hukum, penelitian dan pemerintahan

29

berskala metropolitan di Kawasan Bodebek Karpur, secara mikro dapat
menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk yang ada di kawasan tersebut.
Sedangkan secara makro, pembangunan Metropolitan Bodebek Karpur dapat
menjadi salah satu penghela bagi ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan
keberlanjutan di Provinsi Jawa Barat.
Tidak hanya itu, disamping akan memberikan nilai tambah bagi Metropolitan
Bodebek Karpur pada khususnya dan Provinsi Jawa Barat pada umumnya,
pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur melalui konsep Twin Metropolitan
Bodebek Karpur – DKI Jakarta ini juga akan dapat mengurangi beban
pembangunan di DKI Jakarta, sehingga diharapkan dapat berpengaruh positif bagi
wilayah di sekitarnya.

GAMBAR 16 TWIN METROPOLITAN BODEBEK KARPUR – DKI JAKARTA
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda WJP 2010.

30

Pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur dengan Sektor Unggulan Industri
Manufaktur, Jasa, Keuangan, serta Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Dalam hal arah pengembangan, Metropolitan Bodebek Karpur akan diarahkan
sebagai metropolitan yang memiliki sektor unggulan industri manufaktur, jasa,
keuangan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal tersebut didasari oleh isu
dan keunggulan eksisting serta mempertimbangkan perkembangan kawasan ini
kedepan.
Saat ini, beberapa kawasan di Metropolitan Bodebek Karpur tumbuh sebagai
kawasan industri manufaktur. Beberapa kawasan industri di metropolitan ini
berpotensi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Adanya dukungan faktor
produksi berupa ketersediaan lahan semakin memperkuat posisi arahan
pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur sebagai metropolitan dengan salah
satu sektor unggulan industri manufaktur.
Seperti halnya pengembangan sektor unggulan industri manufaktur, arahan
pengembangan sektor unggulan perdagangan, keuangan dan jasa di Metropolitan
Bodebek Karpur juga didasari oleh kondisi eksisting serta pertimbangan
perkembangan kawasan ini kedepan. Kegiatan ekonomi sektor jasa, keuangan
serta perdagangan, hotel, dan restoran saat ini cukup berkembang di Metropolitan
Bodebek Karpur. Meskipun kawasan ini telah menampakkan kawasan
metropolitan, isu saat ini, kawasan ini belum memiliki infrastruktur pendukung
kegiatan jasa, keuangan serta perdagangan, hotel, dan restoran yang berskala
metropolitan.
Kondisi kedepan, dengan diterapkannya konsep Twin Metrolitan Bodebek Karpur –
DKI Jakarta, maka diperkirakan kegiatan perkotaan dikawasan ini akan
berkembang. Terlebih lagi dengan adanya berbagai keunggulan yang dimiliki
Metropolitan Bodebek Karpur yang dapat memacu tumbuh kembangnya kegiatan
perdagangan, keuangan dan jasa. Oleh karena itu untuk mendukung terwujudnya
konsep pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur, maka kawasan ini perlu
ditunjang oleh infrastruktur pendukung kegiatan jasa, keuangan serta
perdagangan, hotel, dan restoran yang memiliki skala metropolitan.
Konsep pengembangan Metropolitan Bodebek Karpur sebagai metropolitan
mandiri dengan sektor unggulan industri manufaktur, jasa, keuangan, serta
perdagangan, hotel, dan restoran tersebut dinilai potensial dan dapat menjadi

31

salah satu penghela ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan bagi
Provinsi Jawa Barat.
Konsep Pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah
Untuk dapat mewujudkan pengembangan Wilayah Metropolitan Bodebek Karpur
sebagai metropolitan mandiri yang bisa berdampingan dengan DKI Jakarta,
diperlukan pengembangan infrastruktur dan prasarana wilayah yang memadai.
Berikut ini merupakan konsep pengembangan infrastruktur wilayah yang
mencakup infrastruktur transportasi, perumahan, jaringan air bersih, jaringan air
kotor, fasilitas persamapahan, jaringan drainase, dan jaringan energi.
1. Konsep Pengembangan Infrastruktur Transportasi
Transportasi adalah pergerakan orang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain
atau dari satu pusat kegiatan ke pusat kegiatan lain. Transportasi dapat dikatakan
pula suatu pergerakan untuk melakukan kerja, rekreasi, pengumpulan bahan baku,
distribusi barang produk, dan lain-lain. Dalam skala metropolitan, tujuan akhir dari
transportasi adalah terpenuhinya permintaan pergerakan orang/barang dalam
rangka menunjang kesejahteraan masyarakat metropolitan yaitu terwujudnya
metropolitan yang nyaman sebagai tempat tinggal, tempat kerja, dan tempat
rekreasi (Kusbiantoro, 1996).
Menurut Manheim (1979), sistem transportasi memiliki banyak komponen.
Beberapa diantaranya merupakan komponen fisik, dan lainnya komponen
institusional. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah sistem angkut
muatan, fasilitas transfer, sistem pemeliharaan, sistem pengelolaan, serta
guideway yang terdiri dari sistem pendukung, sistem tenaga dan pendorong, dan
sistem pengendali.
Selain itu, menurut Allan (1981), unsur fisik dalam sistem transportasi adalah jalan,
terminal, unit pengangkutan dan motive power. Jalan dapat menggunakan sesuatu
yang dibangun atau yang menggunakan ketersediaan alam. Untuk transportasi
darat, Jalan dapat berupa jalan raya dan jalur pasti (fixed tracks). Fixed tracks
sendiri dapat berupa standard duo-rail, rack railway, cable lines, monorail,
pneumatic tyred trains, street tramways, dan pipelines.
Unsur fisik selanjutnya menurut Allan (1981) adalah terminal. Terminal dapat
dideskripsikan sebagai titik paling jauh dari jaringan untuk perpanjangan

32

selanjutnya. Sejauh ini, pengguna transportasi memperhatikan kenyamanannya,
sehingga terminal ini harus disesuaikan dengan kebutuhan.
Transportasi dapat menunjang terwujudnya suatu wilayah metropolitan yang
sejahtera tergantung dari karakteristik wilayah terkait. Misalnya, kebutuhan
fasilitas dan layanan transportasi untuk wilayah kota industri berbeda dengan
untuk kota pendidikan. Menurut Kusbiantoro (2007), hubungan antara fasilitas dan
layanan transportasi dengan wilayah terkait merupakan suatu sistem yang terdiri
atas beberapa sistem/subsistem sebagai berikut:
1. Sistem Kegiatan, yakni pusat-pusat penduduk dengan kegiatannya, misalnya
wilayah metropolitan, kawasan perumahan, kawasan perdagangan, dan
sebagainya; Sistem / Sub-sistem Kegiatan ini membangkitkan (produksi dan
tarikan) pergerakan yang membutuhkan fasilitas dan layanan transportasi
2. Sistem Jaringan, yakni jaringan dan simpul-simpul fasilitas & layanan
transportasi, misalnya jaringan jalan raya (arteri, kolektor, lokal), jaringan rel
kereta-api, jaringan layanan transportasi umum, bandara udara, pelabuhan
laut, dan lain-lain. Sistem/Sub-Sistem Jaringan melayani pergerakan Sistem
Kegiatan sebagai suatu sistem, misalnya longsornya sebagian kecil jalan tol
Cipularang praktis melumpuhkan fungsi utama jalan tol tersebut, yakni jalan
tol Jakarta-Bandung; dengan tidak terpenuhinya tujuan akhir transportasi
Jakarta-Bandung tersebut, maka hal ini selanjutnya juga berdampak terhadap
peran sistem/subsistem jaringan lainnya, misalnya peningkatan peran jaringan
layanan kereta api dan jaringan jalan alternatif lainnya.
3. Sistem Pergerakan, yakni pergerakan orang dan/atau barang berdasar jumlah,
tujuan, lokasi asal-tujuan, waktu perjalanan, jarak atau lama perjalanan,
kecepatan, frekuensi, moda yang digunakan, dan sebagainya. Sistem
Pergerakan adalah bangkitan pergerakan yang dihasilkan Sistem Kegiatan
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan merupakan suatu sistem