Hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan tingkat empati pada remaja - USD Repository

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT EMPATI PADA REMAJA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Hetty Yusmaida Barasa

  NIM: 049114047

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG

TUA DENGAN TINGKAT EMPATI PADA REMAJA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  Oleh : Hetty Yusmaida Barasa

  NIM: 049114047

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

  

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG

TUA DENGAN TINGKAT EMPATI PADA REMAJA

  Disusun oleh: Hetty Yusmaida Barasa

  NIM : 049114047 Telah disetujui oleh:

  Dosen Pembimbing, Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M. Si. Tanggal:

  

Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun

yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.

  

(Yohanes 14:6)

“Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

(Mazmur 16 : 2)

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,

demikianlah firman Tuhan,

yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan,

untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan

(Yeremia: 29:11)

  

Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu

(mazmur 56:4)

Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan

Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah

firman Tuhan..

(Yeremia 29: 13-14a)

Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah namaNya yang kudus, hai segenap batinku!

  

(Mazmur 103 : 1)

Skripsi ini kupersembahkan untuk keluargaku tercinta

  My Beloved Parents

  

M. Barasa - N.Tumanggor

  My Lovely sisters

  

Titin, Liza, Riris, Anna, Mimi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

  Yogyakarta, 15 Desember 2008 Penulis Hetty Yusmaida Barasa

  

ABSTRAK

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Dengan

Tingkat Empati Pada Remaja

  

Hetty Yusmaida Barasa

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2009

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan tingkat empati pada remaja. Persepsi terhadap penerimaan orang tua yang dimaksud adalah persepsi remaja terhadap penerimaan kedua orang tua. Empati berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain, dimana terjadi proses pengambilalihan perspektif orang lain untuk memahami kondisi dan keadaan pikiran orang lain, sehingga individu seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain tersebut. Penerimaan orang tua akan mempengaruhi bagaimana empati pada individu.

  Subjek dalam penelitian ini berjumlah 80 individu usia remaja akhir yang diasuh atau bertempat tinggal dengan orang tuanya. Alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah skala persepsi terhadap penerimaan orang tua dan skala empati. Data dari hasil uji coba diperoleh reliabilitas 0,970 pada skala persepsi terhadap penerimaan orang tua, serta reliabilitas 0,897 untuk skala empati. Hasil analisa data menyatakan bahwa sebaran data normal dan memiliki korelasi linear. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product

  

Moment dari Pearson dengan taraf signifikansi 0,01 dan menghasilkan koefisien

korelasi sebesar 0,332 dengan probabilitas 0,01 (one-tailed).

  Berdasarkan analisis data tersebut, maka dapat disimpulkan ada hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan tingkat empati pada remaja. Dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin tinggi remaja mempersepsi penerimaan orang tua terhadap dirinya, maka semakin tinggi tingkat empati pada remaja tersebut. Semakin rendah remaja mempersepsi penerimaan orang tua, maka semakin rendah pula tingkat empati yang dimilikinya.

  Kata kunci: persepsi terhadap penerimaan orang tua, empati, remaja

  

ABSTRACT

Correlation of Perceived Parental Acceptance and Empathy in Adolescence

Hetty Yusmaida Barasa

  

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2009

  The purpose of this research was to know about the correlation of Perceived Parental Acceptance and Empathy in adolescence. Perceived Parental Acceptance in this research was how adolescence perceived about their parent acceptance. Empathy was involves experiencing the same feelings as someone else. Parental acceptance would influence empathic development on a child.

  The subjects of this research were 80 late adolescences who had living with their parents. The method that has been used in this research was scale method. Perceived parental acceptance measured by perceived parental acceptance scale and empathy measured by empathy scale. Those scales were made by researcher. The reliability coefficient of perceived parental acceptance scale was 0,970 and the reliability coefficient of empathy scale was 0,897. The result of data analysis showed that the data distribution is normal and had linear correlation. The data analysis used product moment Pearson with significant standard 0,01 and the resulted correlation coefficient between perceived parental acceptance and empathy 0, 332 with 0, 01 probability.

  Depends from analysis, it can be concluded that there was positive correlation between perceived parental acceptance and empathy in adolescence. The higher perceived parental acceptance, the higher empathy in adolescence was. The lower perceived parental acceptance, the lower empathy in adolescence was.

  Keywords: perceived parental acceptance, empathy, adolescence

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Hetty Yusmaida Barasa Nomor Mahasiswa : 049114047

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:

  

“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Dengan

Tingkat Empati Pada Remaja”

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 20 Februari 2009 Yang menyatakan, (Hetty Yusmaida Barasa)

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap kebaikan, kasih karunia, kesetiaan, berkat-berkat, dan mukjisat yang selalu baru sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Skripsi “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Dengan Tingkat Empati Pada Remaja” dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak. Banyak bantuan yang diperoleh selama penulisan skripsi ini, baik yang didapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis haturkan terima kasih kepada:

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yoygakarta.

  2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi.

  3. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dan mengajarkan banyak hal kepada penulis.

  4. Seluruh staf karyawan di Fakultas Psikologi.

  5. Berbagai pihak yang telah membantu penyebaran skala penelitian: bu Yetty, pak Sriyono, bu Kistiyanti, bu Rismiyati, pak Eka, bu Nuraini, Rhenya’, Via, Jessica, dan Anna.

  6. Orang tuaku terkasih yang selalu mendukung dan mendoakan.

  7. My lovely sizta: Kak Titin, Liza, Riris, Anna, dan Mimi.

  8. Teman-teman ‘kelompok diskusi skripsi’ dan juga teman seperjuangan: Frenky, Galih, Yoan, Nico, dan Aji. Juga Ronald dan Nana.

  9. Teman-teman di Psikologi USD dan dimanapun berada yang tidak dapat disebutin satu-satu. Juga teman-teman di kost Chintya yang selalu bersabar dengan waktu tidur penulis yang aneh.

  10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima setiap kritik dan masukan yang membangun. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta, 15 Desember 2008 Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman Halaman Judul ..................................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing ....................................................................... ii Halaman Pengesahan............................................................................................ iii Halaman Persembahan.......................................................................................... iv Pernyataan Keaslian Karya ................................................................................... v Abstrak ...............................................................................................................vi Abstract..................................................................................................................vii Pernyataan Persetujuan Publikasi ....................................................................... viii Kata Pengantar ...................................................................................................... ix Daftar Isi ............................................................................................................... xi Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv Daftar Lampiran ...................................................................................................xvi

  BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8 A. Empati.................................................................................................

  8

  1. Definisi......................................................................................... 8

  2. Aspek Empati............................................................................... 9

  b. Perkembangan Sosial............................................................. 23

  D. Subjek Penelitian .............................................................................. 35

  C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian .......................... 32

  B. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ......................................... 32

  A. Jenis Penelitian ................................................................................. 32

  31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 32

  E. Hubungan Penerimaan Orang Tua dengan Empati .......................... 28 F. Hipotesis............................................................................................

  D. Persepsi Remaja Terhadap Penerimaan Orang Tua........................... 26

  c. Perkembangan Kognitif......................................................... 24

  a. Perkembangan Fisik............................................................... 22

  3. Proses Pembentukan Empati........................................................ 11

  2. Perkembangan pada Remaja........................................................ 22

  1. Definisi dan Batasan..................................................................... 21

  C. Remaja................................................................................................ 21

  4. Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua.................. 20

  3. Pengaruh Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak ...................... 18

  2. Aspek Penerimaan Orang Tua.. ................................................... 16

  1. Definisi......................................................................................... 14

  B. Penerimaan Orang Tua..................... ................................................. 14

  4. Faktor yang Mempengaruhi Empati ............................................ 13

  E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 35

  F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data .............................. 39

  G. Pelaksanaan Uji Coba Alat Pengumpalan Data ................................. 40

  H. Hasil Uji Coba Alat Pengumpulan Data............................................. 40

  I. Teknik Analisis Data.......................................................................... 49

  BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN................................... 50 A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 50 B. Deskripsi Penelitian .......................................................................... 50 C. Analisis Hasil Penelitian ................................................................... 53

  1. Uji Asumsi Penelitian.................................................................. 53

  a. Uji Normalitas....................................................................... 53

  b. Uji Linearitas......................................................................... 54

  2. Uji hipotesis ................................................................................ 55

  D. Pembahasan ....................................................................................... 56

  BAB V PENUTUP.............................................................................................. 60 A. Kesimpulan ....................................................................................... 60 B. Saran ..................................................................................................60 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xvii LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1 Perkembangan Atau Perubahan Empati Secara Alami

  Pada Anak-Anak ................................................................................ 12 Tabel 2 Blue Print Skala Persepsi terhadap Penerimaan Orang Tua .............. 38 Tabel 3 Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Persepsi terhadap Penerimaan

  Orang Tua Menurut Aspek dan Sifat Favorable / Unfavorable......... 38 Tabel 4 Blue Print Skala Empati .................................................................... 38 Tabel 5 Distribusi Aitem Pra Uji Coba Skala Empati Menurut

  Aspek dan Sifat Favorable / Unfavorable.......................................... 38 Tabel 6 Butir Yang Sahih Dan Gugur Pada Skala Persepsi Terhadap

  Penerimaan Orang Tua ....................................................................... 43 Tabel 7 Distribusi Butir-Butir Pernyataan Skala Persepsi Terhadap

  Penerimaan Orang Tua ....................................................................... 44 Tabel 8 Penomoran Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan

  Orang Tua ............................................................................................45 Tabel 9 Butir Yang Sahih Dan Gugur Pada Skala Empati................................ 46 Tabel 10 Distribusi Butir-Butir Pernyataan Skala Empati Setelah Uji Coba.... 47 Tabel 11 Penomoran Distribusi Item Skala Empati.......................................... 47 Tabel 12 Deskripsi Umur dan Jenis Kelamin Subyek...................................... 51 Tabel 13 Deskripsi Tingkat Pendidikan, usia dan Jenis Pekerjaan Orang

  Tua Subyek......................................................................................... 51

  Tabel 14 Deskripsi Statistik Data Penelitian...................................................... 52 Tabel 15 Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik................................... 52 Tabel 16 Hasil Uji Normalitas............................................................................54 Tabel 17 Hasil Uji Linieritas ............................................................................. 55 Tabel 18 Hasil Uji Hipotesis.............................................................................. 55

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Skala Uji coba Lampiran 2 Relibilitas Skala 1 dan Skala 2 Uji coba Lampiran 3 Skala Penelitian Lampiran 4 Analisis Data Skala Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala

  permasalahan yang timbul dalam interaksinya dengan lingkungan sosial dan menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu setiap individu sebaiknya menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995) keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain.

  Namun belakangan ini media pemberitaan justru banyak menyoroti kekerasan yang terjadi di masyarakat. Bahkan beberapa televisi membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Misalnya tawuran antara siswa SMU Negeri 1 dan SMU Negeri 2 Makassar yang menyebabkan dua siswa tewas (www.detikcom.com, 28 November 2006).

  Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Keterampilan sosial menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial menjadi faktor yang sangat menentukan baginya. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, dan cenderung berperilaku yang kurang normatif.

  Perkembangan keterampilan sosial sendiri dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitifnya, yaitu keterampilan memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial. Salah satu kemampuan sosial kognitif yang cukup penting adalah kemampuan melihat dari perspektif orang lain (perspective

  taking ) dan kemampuan berempati (Robinson & Garber, 1995).

  Johnson dkk (1983) mengemukakan bahwa empati berupa kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seorang yang empati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik. Kemampuan mengindera perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari dari empati. Tanpa kemampuan berempati, seseorang dapat menjadi terasing, salah menafsirkan perasaan sehingga mati rasa atau tumpulnya perasaan yang mengakibatkan rusaknya hubungan dengan orang lain. Hal tersebut tentu saja akan sangat berdampak buruk pada hubungan sosial individu.

  Goleman (2000) mengemukakan prasyarat untuk dapat melakukan empati adalah kesadaran diri dan mengenali sinyal-sinyal perasaan yang tersembunyi dalam reaksi-reaksi tubuh sendiri. Dengan kata lain, seseorang hanya dapat berempati apabila mereka sudah terlebih dahulu mengenali diri sendiri (Boyatzis. 1998). Dengan demikian, keluarga merupakan faktor penting yang mempengaruhi dalam perkembangan sosial emosi individu. Hal ini dikarenakan, keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat, baik secara fisik maupun sosial. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Seyogyanya, di dalam keluarga seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, yang pada akhirnya membantu dirinya untuk lebih dapat menghargai dirinya sendiri. Namun berlaku juga sebaliknya, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken

  

home dan anak tidak mendapatkan kepuasan psikis akan membuat anak sulit

mengembangkan keterampilan sosialnya.

  Berdasarkan penjabaran diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan dasar sosial emosi individu ada di bawah arahan orang tua.

  Menurut penelitian Henker (1999), segala sesuatu yang terjadi dalam hubungan orangtua - anak (termasuk emosi, reaksi dan sikap orang tua) akan membekas dan tertanam secara tidak sadar dalam diri seseorang. Kurangnya perhatian orang tua yang konsisten, stabil dan tulus, seringkali menjadi penyebab kurang terpenuhinya kebutuhan anak akan kasih sayang, rasa aman, dan perhatian. Dengan demikian, orang tua juga berperanan dalam pembentukan empati anak, terkait dengan pentingnya penerimaan diri dalam perkembangan empati pada individu (Boyatzis, 1998).

  Ironisnya beberapa tahun belakangan, di media cetak maupun elektronik banyak ditemukan kasus-kasus penganiayaan dan perlakuan yang tidak sewajarnya pada anak. Pada harian Surabaya Post (6 Februari 1997), dikutip penelitian YKAI yang memperlihatkan bahwa hingga Oktober 1996 terdapat 562 kasus perlakuan salah terhadap anak yang terjadi karena adanya konsep kepemilikan yang melihat anak sebagai milik orangtua, sehingga orang lain tidak bisa mencampuri perlakuan orangtua terhadap anaknya.

  Selain itu dalam bentuk non-fisik, di keluarga Indonesia didapati anak mengalami kurang perhatian dan kasih sayang, orang tua yang memarahi anak hampir setiap saat, mengkomersialkan anak sebagai pelacur, sebagai pengamen jalanan, bahkan diusir keluar rumah, dan banyak kasus lainnya.

  Belum lagi, tingkat perceraian yang terus meningkat di Indonesia juga membuat banyak anak tidak lagi mendapatkan situasi tumbuh kembang yang ideal. Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Depag Prof. Dr. Nazaruddin Umar, MA mengatakan bahwa setiap tahun ada sekitar dua jutaan orang yang menikah, namun justru dalam kurun waktu yang sama tingkat perceraian bertambah dua kali lipat setiap tahunnya (http://balitbang. depkominfo.go.id, pada Juni 2008).

  Peristiwa-peristiwa di atas memperlihatkan bahwa keluarga yang seharusnya menjadi tempat aman untuk tumbuh kembang seorang individu justru menjadi pembuat dampak buruk pada psikologis individu. Sebuah penelitian yang dilakukan Henker (1999) menemukan bahwa, ibu yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan penjelasan, pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan kekecewaan mereka terhadap si anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial si anak. Orang tua yang menggunakan hukuman keras sebagai bagian dari disiplin dalam mendidik anak mereka, memiliki kemungkinan untuk menyebabkan masalah yang lebih dari sekedar hubungan orangtua-anak yang kurang mesra.

  Penelitian tersebut juga menyimpulkan anak-anak akan mengartikan perilaku keras tersebut sebagai tidak adanya kasih sayang dari orang tua mereka. Kebalikannya, para ibu yang bersikap hangat, menggunakan penjelasan dan tidak mengandalkan hukuman keras dalam mendisiplinkan anak, akan menumbuhkan rasa empati dalam diri anak-anak mereka. Tampak jelas bahwa anak-anak mulai membangun hubungan psikososial dengan orang tuanya sejak lahir.

  Tracy (1996) mengungkapkan bahwa penerimaan orang lain yang benar- benar kita hormati, hargai dan cintai sangatlah berperanan dalam pembentukan diri kita. Hal serupa juga berlaku dalam proses pembentukan empati dalam diri individu. Hasil penelitian yang dilakukan Trommsdorff (1991) memperlihatkan bahwa perkembangan emosional empati pada individu sangat di dukung oleh keadaan keluarga yang mampu memberikan kehangatan, pengasuhan, kasih sayang, dan dukungan serta penerimaan dari orang tua.

  Sebuah penelitian yang dilakukan pada subjek remaja oleh Henry dkk (1996) menemukan bahwa remaja yang mempersepsikan orang tua mereka mendukung dan menerima mereka memiliki tingkat empatik yang lebih tinggi daripada remaja yang merasakan penolakan dari orang tua mereka. Selain itu, penelitian yang dilakukan Straker dan Jacobson (1981) memperlihatkan bahwa anak yang mengalami kekerasan dari orang tuanya memiliki empati yang lebih rendah bila dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta.

  Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti mencoba mengamati keterkaitan persepsi remaja akan penerimaan orang tua terhadap dirinya dengan tingkat empati yang dimiliki remaja tersebut.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah; apakah ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan tingkat empati pada remaja.

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan tingkat empati pada remaja.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat Teoritis: Menambah khasanah ilmu psikologi perkembangan dan sosial, khususnya yang terkait dengan peranan penerimaan orang tua dalam perkembangan empati pada individu usia remaja. Manfaat Praktis:

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah tambahan informasi bagi orang tua atau siapapun yang mencoba memahami keterkaitan penerimaan orang tua dalam kemampuan individu untuk berempati.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Empati

1. Definisi

  Merasakan empati (empathy) berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan respon emosional yang sama dengan respon orang lain tersebut (Damon; 1988 dalam Santrock, 2003). Empati merupakan respon afektif dan kognitif yang kompleks pada disstres emosional orang lain (Baron Byrne, 1997). Menurut Baron Byrne, empati temasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain.

  Menurut APA Dictionary of Psychology (2006: 327), empathy diartikan:

  “Understanding a person from his or her frame of reference rather tahan one’s own, so that one vicariously experiences the person’s feelings, perceptions, and thoughts. Empathy does not, of it self, entail motivation to be of assistance, although it may turn into sympathy or personal disstres, which may result in action.”

  Johnson dkk. (1983) mengemukakan bahwa empati adalah kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain.

  Coke dkk. (1978) mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kemampuan merasakan perasaan ini membuat seseorang yang empati seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain

  (Eisenberg dkk., 1989). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Koestner dan Franz (1990) yang mengartikan empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut.

  Jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjabaran definisi di atas, empati berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan respon emosional yang sama, dimana terjadi proses pengambilalihan perspektif orang lain untuk memahami kondisi dan keadaan pikiran orang lain, sehingga individu seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain tersebut.

2. Aspek Empati Empati meliputi komponen afektif maupun kognitif (Duan, 1996).

  Secara afektif, orang yang berempati merasakan apa yang orang lain rasakan (Darley, 1973).

  a. Komponen afektif dari empati berupa perasaan yang seolah mengalami sendiri apa yang orang lain rasakan. Menurut Hoffman (2000), ada proses psikologis yang terlibat dalam empati yang afektif. Seseorang akan merasakan perasaan yang kurang lebih sama dengan orang lain walaupun ia tidak mengalami situasi yang dirasakan orang lain tersebut. Empati afektif bukan sebuah penularan emosi semata. Empati afektif mensyaratkan seseorang benar-benar mampu membedakan antara dirinya dengan orang lain. Seseorang yang empati minimal harus menyadari bahwa emosi yang dirasakannya adalah akibat dari dirinya yang mempersepsi emosi orang lain sehingga membuatnya menempatkan diri dalam posisi orang lain tersebut. Misalnya, saat melihat seseorang yang berwajah sedih kita merasakan sedih juga karena kita mempersepsi emosi orang tersebut dan menempatkan diri di posisinya dan kita benar-benar menyadari bahwa rasa sedih yang kita rasakan bukanlah reaksi kita sendiri atas apa yang kita alami sendiri.

  b. Komponen kognitif dari empati merupakan kualitas unik manusia yang berkembang setelah kita melewati masa bayi. Secara kognitif, orang yang berempati memahami apa yang orang lain rasakan dan mengapa (Azar, 1999). Komponen kognitif meliputi; kemampuan melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain, atau apa yang disebut

  perspective taking (Santrock, 2003). Mengambil perspektif

  (perspective taking) merupakan kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain. Psikolog sosial telah mengidentifikasikan tiga tipe yang berbeda dari pengambilan perspektif (Batson, Early, & Salvarani, 1997; Stotland, 1969), yaitu: (1).Individu dapat membayangkan bagaimana orang lain mempersepsikan suatu kejadian dan bagaimana dia akan merasakan sebagai akibatnya. Dalam hal ini individu tersebut mengambil perspektif “ membayangkan orang lain”

  (2).Individu dapat membayangkan bagaimana rasanya jika dirinya berada dalam situasi tersebut. Dalam hal ini individu mengambil perspektif “membayangkan diri”

  (3).Individu melibatkan fantasi, dimana dia merasa empati terhadap karakter fiktif. Sebagai akibatnya, terdapat reaksi emosional terhadap kegembiraan, kesedihan, dan ketakutan yang dialami oleh seseorang atau tokoh lain dalam sebuah buku, film, atau program televisi.

3. Proses Pembentukan Empati

  Menurut Damon (dalam Santrock, 1990), empati mencakup bagaimana individu bereaksi dalam emosi yang berbeda sebagai respon menyamai perasaan orang lain. Berikut tabel perkembangan atau perubahan empati secara alami pada anak-anak menurut deskripsi Damon:

  Tabel 1

  Perkembangan Atau Perubahan Empati Secara Alami Pada Anak-Anak

  Usia Perkembangan Empati Bayi Masih berupa empati secara global. Respon individu pada usia bayi bercirikan pengertian akan perasaan dan kebutuhan orang lain. 1-2 tahun Individu mulai mampu merasakan ketidaknyamanan orang lain dan mulai memperhatikannya walau belum dapat memahaminya dengan jelas. Namun individu pada usia ini belum dapat menerjemahkan perasaan tersebut

dalam tingkah laku yang afektif.

Masa Anak menjadi sadar akan adanya perspektif orang lain

kanak-kanak awal yang berbeda dan memahami bahwa orang lain mungkin

saja bereaksi berbeda terhadap suatu situasi. Kesadaran ini memungkinkan anak untuk berespon lebih wajar terhadap kesusahan orang lain. Usia 10- 12 tahun Anak sudah membentuk empati terhadap orang lain yang hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan.

  Bahkan saat remaja, individu sudah memiliki kesensitifan yang memberi pandangan humanistik pada ideologi dan pemahamannya mengenai politik.

  Antara usia satu dan dua tahun, anak-anak masuk ke tahapan empati yang kedua, dimana mereka dapat melihat dengan jelas bahwa kesusahan orang lain bukan kesusahan mereka sendiri. Contohnya, Sarah menunjukkan kebingungan empatik ketika teman bermainnya, Dina, tiba- tiba mulai menangis. Pada mulanya Sarah hampir ikut menangis, tetapi kemudian ia berdiri, meletakkan mainan yang sedang dipegangnya lalu mulai menghibur Dina. Usia enam tahun ditandai dengan dimulainya tahapan empati kognitif, kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain dan berbuat sesuatu dengan itu. Keterampilan memahami sesuatu dengan pandangan orang lain ini memungkinkan seorang anak mengetahui kapan bisa mendekati teman yang sedang sedih dan kapan ia harus membiarkannya sendirian. Empati kognitif tidak memerlukan komunikasi emosi (misalnya menangis), karena dalam usia ini seorang anak mengembangkan acuan atau model tentang bagaimana perasaan seseorang yang sedang dalam situasi yang menyusahkan, entah diperlihatkan atau tidak. Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak, antara usia sepuluh dan dua belas tahun, anak-anak mengembangkan empati mereka tidak hanya kepada orang yang mereka kenal atau mereka lihat secara langsung, namun juga termasuk kelompok orang yang belum pernah mereka jumpai. Dalam tahapan ini, anak-anak sudah bisa mengungkapkan kepeduliannya terhadap orang yang kurang beruntung di banding mereka.

4. Faktor yang Mempengaruhi Empati

  a. Perbedaan genetis. Penelitian Davis, Luce, dan Kraus (1994) menemukan bahwa komponen afektif dalam empati didasari oleh faktor genetik atau keturunan, namun dalam komponen kognitif tidak didapati pengaruh genetik atau keturunan.

  b. Pengalaman spesifik yang dialami individu. Psikolog Jane Strayer (dikutip dalam Azar, 1999 menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan dengan kapasitas biologis dan kognitif untuk merasakan empati, tetapi pengalaman spesifik menentukan apakah potensi bawaan tersebut dihambat atau menjadi bagian penting dari diri. Dapat dikatakan, lingkungan memiliki andil dalam menentukan apakah empati pada seseorang dapat berkembang tinggi atau sebaliknya tidak dipertahankan atau terhambat perkembangannya. Penerimaan orang tua berperanan dalam pengalaman spesifik yang dilami individu selama masa hidupnya.

  c. Perbedaan jenis kelamin. Wanita biasanya mengekspresikan tingkat empati yang lebih tinggi daripada pria, hal ini disebabkan baik oleh perbedaan genetis atau perbedaan pengalaman sosialisasi (Trobst, Collins, & Embree, 1994).

  d. Faktor kemiripan terhadap objek empati sendiri. Umumnya empati yang paling besar ditujukan pada orang lain yang mirip dengan diri sendiri, baik kemiripan secara fisik maupun karakteristik.

B. Penerimaan Orang Tua

1. Definisi

  Penerimaan adalah sikap konsisten dan tidak berpura-pura terhadap kehadiran seseorang. Hal ini ditandai dengan sikap yang tulus dan tanpa harus merasa terpaksa terhadap kehadiran seseorang. Menerima terlihat dalam sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Menerima berarti lebih menerima dan memandang orang lain sebagai pribadi (person), bukan sebagai objek (Rakhmad, 1999).

  Seseorang merasa diterima bila ia merasa kepentingannya diperhatikan, serta merasa adanya hubungan yang erat antara dia dengan orang lain (Darajat dalam Andriani, 2001). Tracy (1996) mengungkapkan bahwa penerimaan orang lain apalagi orang yang benar-benar kita hormati, hargai dan kita cintai terhadap diri kita sangatlah berperan dalam proses pembentukkan diri kita.

  Orang tua adalah hubungan pria dan wanita yang saling mencintai dan saling memiliki satu sama lain dalam suatu ikatan resmi secara hukum maupun agama (pernikahan) untuk belajar hidup bersama, belajar mengelola rumah tangga, serta mengasuh dan merawat anak-anak mereka (Kartono, 1992). Orang tua merupakan komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dimana baik ayah maupun ibu memiliki peranan masing-masing dalam merawat dan mengasuh anak-anak mereka.

  Menurut Haditono (dalam Lestari, 1995) penerimaan orang tua terhadap anaknya adalah sikap yang penuh kebahagiaan dalam mengasuh anak. Orang tua yang menerima anaknya mempunyai sikap yang dapat memberi kebebasan dan keamanan psikologis serta mendorong rasa percaya diri anak, sehingga anak tidak akan merasa ragu-ragu untuk menyatakan pendapatnya, rasa ingin tahunya, menghargai kemampuan dirinya dan berani mengambil resiko (Lestari, 1995). Penerimaan orang tua adalah suatu sikap yang dibentuk melalui perhatian yang kuat dan cinta kasih terhadap anak serta sikap yang penuh kebahagiaan dalam mengasuh anak.

  Menurut Hurlock (1993) orang tua yang menerima anaknya tidak hanya menginginkan dan merencanakan satu bagian masa depan anaknya tetapi juga membiarkan anaknya menemui kesulitan di dalam usaha dan pekerjaannya. Mereka meletakkan anak dalam posisi yang penting di dalam rumah dan mengembangkan hubungan dengan anaknya dengan penuh kehangatan. Orang tua yang menerima anaknya biasanya memperhatikan perkembangan kemampuan dan minat anaknya. Penerimaan merupakan suatu sikap yang dibentuk melalui cinta kasih, perhatian yang kuat, dukungan yang besar serta rasa aman dan nyaman serta kebahagiaan dalam mengasuh anak. Hal ini ditandai dengan sikap orang tua yang mengungkapkan perasaannya dengan tulus dan tidak berpura-pura. Sikap penerimaan orang tua tersebut berpengaruh positif terhadap perkembangan anak.

  Jadi dapat disimpulkan berdasarkan definisi-definisi di atas bahwa penerimaan orang tua terhadap anaknya adalah suatu sikap penuh kebahagiaan dalam mengasuh anak. Orang tua memberi kebebasan bagi anak untuk menjadi dirinya sendiri, memberikan perhatian dan cinta kasih yang kuat, memperhatikan perkembangan anak serta memberikan dukungan dan rasa aman bagi anak untuk dapat berkembang secara positif.

2. Aspek Penerimaan Orang Tua

  Sejak tahun 1890-an, penelitian tentang penerimaan dan penolakan orang tua sudah banyak dilakukan (Stogdill, 1937). Salah satu tokoh yang juga melakukan penelitian mengenai penerimaan dan penolakan orang tua adalah Ronald P. Rohner yang mengemukakan Parental acceptance-

  rejection theory (PARTheory). Menurut Rohner, PARTheory dapat

  menjadi dasar teori dalam melihat proses sosialisasi dan perkembangan masa hidup seseorang, juga dalam memprediksi dan menjelaskan penyebab dan konsekuensi hal-hal yang berkaitan dengan penerimaan dan penolakan pada hubungan interpersonal, khususnya yang terjadi dalam relasi orang tua - anak (Rohner, 1986, 2005; Rohner and Rohner, 1980).

  Teori ini memiliki beberapa dimensi dan sub teori. Teori penerimaan dan penolakan orang tua (Parental Acceptance-Rejection

  

Theory / PARTheory) pada dimensi kehangatan orang tua (Warmth

Dimension of Parenting ) memilah penerimaan orang tua dalam dua aspek

  (Rohner, 2005), seperti yang terlihat pada diagram dibawah ini.

  Gambar 1. Diagram Aspek Warmth Dimension Of Parenting

  Pada diagram di atas, Warmth Dimension of Parenting memilah penerimaan orang tua dalam aspek fisik dan aspek verbal.

  a. Aspek Fisik dapat berupa perilaku fisik seperti pelukan, senyuman, ciuman, belaian, penghiburan, dsb. b. Aspek Verbal terlihat dalam penggunaan kata seperti pujian, mengatakan hal-hal yang baik tentang anak, ungkapan rasa bangga terhadap anak, mendongeng, dsb.

  Wujud nyata dari kedua aspek tersebut tergantung pada budaya dan konteksnya. Apa yang dimaksudkan oleh peneliti bukanlah budaya dalam arti regional ataupun suku bangsa, melainkan budaya yang dipelajari individu sendiri sepanjang rentang hidupnya. Para antropologi yang meneliti mengenai pengasuhan anak, menemukan bahwa pengasuhan yang secara khas dilakukan orang tua pada anaknya akan dapat diduga berasal dari pengalaman-pengalaman sejak masa anak-anak pada sebagian masyarakat dimana orang tua tersebut dibesarkan (Keontjaraningrat, 2000).

  Oleh karena itu, dalam penerimaan itu sendiri akan didapati wujud ekspresi yang lugas dimana orang tua dapat dengan mudah memperlihatkan rasa sayangnya pada anak, namun ada pula orang tua yang cenderung sungkan dalam mengekspresikan rasa sayangnya terhadap anak. Intinya, baik sikap fisik maupun verbal dari orang tua memperlihatkan perasaan sayang, mendukung, merawat, mencintai dan mengasihi, yang mengekspresikan perasaan penerimaan orang tua terhadap anaknya.

3. Pengaruh Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak

  Menurut Bowly: 1989 (dalam Santrock, 2003), anak yang tidak mengalami pengasuhan yang hangat dan melindungi selama tahun-tahun pertama kehidupannya, perkembangannya tidak akan optimal. Pandangan bahwa perkembangan berkesinambungan (continuity view) menekankan pada peran yang dimainkan dalam hubungan awal orang tua- anak terhadap pembentukan dasar untuk berhubungan dengan orang-orang sepanjang rentang hidup (Santrock, 2003). Ahli psikoanalisa mengatakan bahwa kepribadian individu yang hangat dan bersahabat diperoleh dari hubungan yang berlangsung lama dengan orang tua, terutama pengalaman masa kecil mereka (Santrock, 2003). Hubungan awal orang tua anak akan dibawa terus ke titik lanjut perkembangan, dan mempengaruhi semua hubungan selanjutnya. Dalam bentuknya yang ekstrim, pandangan ini menyatakan bahwa komponen dasar dari hubungan sosial diletakkan dan dibentuk oleh rasa aman atau rasa tidak aman mengenai hubungan orang tua anak (Santrock, 2003).

  Menurut Roger (dalam Schultz, 1998) jika penerimaan orang tua terhadap anak terjadi, maka anak tidak akan mengembangkan syarat-syarat penghargaan, mereka akan merasa diri berharga dalam semua syarat, anak tidak akan bertingkah defensif, anak mempunyai keharmonisan antara diri dan persepsinya terhadap kenyataan. Hurlock (1993) mengemukakan bahwa semakin mereka merasa diterima maka semakin besar pula kasih sayang yang akan mereka peroleh.

  Gordon (1995) melihat penerimaan orang tua terhadap anaknya mempunyai dampak bagi perkembangan pribadi seorang anak. Bila ada penerimaan, anak dapat tumbuh dan berkembang untuk membuat perubahan-perubahan yang membangun, belajar memecahkan masalah, secara psikologis semakin sehat, semakin produktif dan kreatif serta mampu mengaktualisasikan potensinya sepenuhnya.

  Berdasarkan penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerimaan orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar pada kepribadian dan kemampuan sosial seorang anak. Melalui penerimaan sepenuhnya anak akan merasa diterima sebagaimana adanya kemudian merasa bebas dan mulai memikirkan perubahan apa yang akan diinginkannya, bagaimana akan mengembangkan diri, bagaimana ia dapat menjadi berbeda dan bagaimana ia dapat menjadi lebih baik.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

  Ronald P. Rohner (1995) dalam teorinya Parental acceptance-

  rejection theory (PARTheory) mengemukakan beberapa faktor yang

  mempengaruhi penerimaan orang tua terhadap anak, yaitu:

  a. Karakteristik personal anak. Temperamen dan tingkah laku anak mempengaruhi kualitas perlakuan dan penerimaan orang tua terhadap diri anak. Seorang anak dalam keluarga bisa saja lebih diterima orang tuanya bila dibandingkan saudaranya yang lain.

  b. Lingkungan alami tempat keluarga berada. Sistem sosial yang berlaku di masyarakat memiliki pengaruh terhadap penerimaan orang tua terhadap anak. Hal ini terkait dengan pengekspresian kasih sayang dari orang tua, misalnya budaya yang kaku akan membuat orang tua bersikap dingin atau menjaga jarak dengan anaknya.

  c. Faktor spiritual. Umumnya orang tua yang religius dan memiliki nilai agama yang kuat akan lebih menyayangi anaknya dan memberikan rasa aman serta penerimaan yang lebih besar bila dibandingkan orang tua yang kurang religius.