Hubungan antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak awal.
PARENTS WITH THE PERCEPTION OF QUALITY INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND CHILDREN IN EARLY
CHILDHOOD
Annety Lensiana Putri
ABSTRACT
This study aimed to measured the correlation between intensity of using smartphone on parents with the perception about quality of interpersonal communication between parents and children in early childhood. Quantitative research methods applied to 104 parents that has smartphone and children on early chilhood. This study used the Spearman correlation to analysis. Correlation coeficient of this reasearch was -0,585 with a significant value 0,000 p < 0,05). This findings means that there was a negative correlation between intensity of using smartphone on parents with the perception about quality of interpersonal communication between parents and children in early childhood.
(2)
ANTARA ORANG TUA DAN ANAK PADA MASA KANAK-KANAK AWAL
Annety Lensiana Putri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak awal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif bersifat korelasional yang dilakukan terhadap 104 subjek yang merupakan orang tua yang menggunakan smartphone serta memiliki anak yang berada pada masa kanak-kanak awal. Analisis data yang digunakan adalah teknik uji korelasi Spearman. Koefisien korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar -0,585 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak awal.
(3)
PADA ORANG TUA DENGAN PERSEPSI KUALITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DAN ANAK PADA MASA
KANAK-KANAK AWAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Annety Lensiana Putri NIM : 119114009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada
pada-Ku mengenai kamu.
(Yer 29:11)
Tuhan telah mendengar permohonanku, Tuhan menerima doaku.
(Mzm 6:10)
Karya ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yang Maha Esa, Orang Tua terkasih Bapak Suwito dan Ibu Anita,
Adikku tersayang Bramantya Surya, Teman-teman seperjuangan, dan Almamaterku, Universitas Sanata Dharma.
(7)
(8)
(9)
vii
SMARTPHONE ON PARENTS WITH THE PERCEPTION OF QUALITY INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS AND
CHILDREN IN EARLY CHILDHOOD
Annety Lensiana Putri
ABSTRACT
This study aimed to measured the correlation between intensity of using smartphone on parents with the perception about quality of interpersonal communication between parents and children in early childhood. Quantitative research methods applied to 104 parents that has smartphone and children on early chilhood. This study used the Spearman correlation to analysis. Correlation coeficient of this reasearch was -0,585 with a significant value 0,000 p < 0,05). This findings means that there was a negative correlation between intensity of using smartphone on parents with the perception about quality of interpersonal communication between parents and children in early childhood.
(10)
viii
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN SMARTPHONE PADA ORANG TUA DENGAN PERSEPSI KUALITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DAN ANAK PADA MASA
KANAK-KANAK AWAL
Annety Lensiana Putri
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak awal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif bersifat korelasional yang dilakukan terhadap 104 subjek yang merupakan orang tua yang menggunakan smartphone serta memiliki anak yang berada pada masa kanak-kanak awal. Analisis data yang digunakan adalah teknik uji korelasi Spearman. Koefisien korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar -0,585 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak awal.
Kata kunci : smartphone, komunikasi interpersonal, orang tua, masa kanak-kanak
(11)
ix
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, karunia dan
berkat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Hubungan antara Intensitas Penggunaan Smartphone Pada Orang Tua dengan Persepsi Kualitas Komunikasi Interpersonal antara Orang Tua dan
Anak Pada Masa Kanak-kanak Awal” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tugas Akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan, bantuan, dan doa
dari banyak pihak. Maka dari itu, melalui tulisan ini penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak, Ibu, dan Adikku yang telah memberikan semangat, dukungan moral
maupun materi, kasih sayang, serta doa yang tak pernah henti kepada penulis
dalam menyelesaikan pendidikan.
2. Eyang Kakung dan Eyang Putri yang selalu mendoakan penulis demi
kedamaian jiwa dan semangat untuk meraih gelar sarjana.
3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen penguji skripsi. Terimakasih atas
kepemimpinan selama saya menjadi mahasiswa dan telah memberi saran dan
kritik dalam pengerjaan skripsi ini.
4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku kepala progam studi sekaligus dosen
pembimbing skripsi. Terimakasih atas kesedian Ibu dalam mendampingi serta
(12)
x bertanggung jawab.
5. Sylvia Carolina, M. Psi. selaku dosen penguji. Terimakasih atas dukungan,
semangat, dan saran yang membangun dalam proses pengerjaan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang memberi
bimbingan dan pengetahuan yang sangat berguna.
7. Ibu Nanik Pitarso, Mas Gandung, dan Pak Giyono selaku staff sekretariat dan
keluarga baru saya yang selalu memberi semangat serta dukungan untuk
segera menyelesaikan skripsi ini. Selalu memberi canda tawa dan kemudahan
dalam administrasi di sekretariat.
8. Sahabat paling gondes Albertus Juannino Prabowo yang selalu nemenin suka
duka dan sabar menghadapi penulis. Selalu menyempatkan waktu untuk
nemenin ngerjain skripsi. Membantu menyiapkan segala sesuatu dalam
pengambilan data, serta selalu mendukung penulis. Orang yang jadi
pelampiasan saat penulis sedang stress mengerjakan skripsi. Semangat buat
profesi Apt-nya. Tuhan memberkati.
9. Sahabat-sahabatku yang luar biasa, Yohanna Viscanesia Sinaga; Bernadheta
Ken Sulanjari; Sadriyah Pratiwi; Yosi Dian Permata Pertiwi; Nining Widya
Handayani; dan Olga Sancaya Dyah Permatasari yang selalu memberi
dukungan, semangat, bantuan, dan doa dari awal hingga akhir penyelesaian
skripsi ini. Saling berbagi suka dan duka baik urusan pribadi maupun tentang
skripsi.
10.Teman-teman Student Staff Sekretariat dan Wakaprodi sekaligus staff
(13)
xi
pembuatan skripsi ini. Selalu kompak dan gak jelas di setiap momennya. I
love you to the moon and back guys!
11.Kakak tingkat yang selalu memberi bantuan baik pengetahuan dan
pengalaman, Mbak Nani; Ko Engger; dan Mbak Tyas. Terima kasih banyak
tanpa kalian aku mah apa atuh.
12.Anggota kelompok KKN XLVIII 30 “cen angel og” Olga; Randy; Iyah; Nino; dan Dini. Kita emang kelompok blong. Makasih atas keluarga baru selama 39
hari lebih yang selalu mendukung, saling sayang sebagai diri sendiri, ayo yang
lain semangat skripsinya dan pakai toga bareng.
13.Teman-teman DPMF periode 2013/2014, Lala; Mitha; Risca; Elga; Felinsa;
Edwin; Rio; Chopie; Vita; Benny; Vero; David; dan Praba. Makasih atas
kebersamaan selama setahun dengan penuh canda tawa dan rasa kekeluargaan.
14.Teman-teman angkatan seperjuangan 2011, terima kasih atas pertemanan yang
tak terlupakan selama empat tahun (lebih) ini dan semangat ya!
15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman. Tak ada gading
yang tak retak. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bidang psikologi dan bagi masyarakat
pada umumnya.
Penulis
(14)
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
PRAKATA ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
1. Manfaat Teoritis ... 13
2. Manfaat Praktis ... 13
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
(15)
xiii
2. Pengertian Intensitas Penggunaan Smartphone ... 15
3. Dampak Penggunaan Smartphone ... 16
B. Komunikasi Interpersonal ... 19
1. Pengertian Komunikasi ... 19
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 22
3. Pentingnya Komunikasi Interpersonal ... 24
4. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak ... 25
5. Persepsi ... 26
6. Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak ... 27
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak ... 30
8. Peran Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak pada Masa Anak-anak Awal ... 32
C. Perkembangan Masa Anak-anak Awal ... 36
1. Karakteristik Perkembangan ... 37
D. Dinamika Antar Variabel ... 42
E. Hipotesis ... 46
F. Skema ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
A. Jenis Penelitian ... 48
B. Variabel Penelitian ... 48
C. Definisi Operasional ... 49
(16)
xiv
D. Subjek Penelitian ... 51
1. Populasi ... 51
2. Sampel ... 51
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 52
1. Skala Intensitas Penggunaan Smartphone ... 53
2. Skala Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak ... 54
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 57
1. Validitas ... 57
2. Seleksi Item ... 58
3. Reliabilitas ... 62
G. Analisis Data ... 62
1. Uji Normalitas ... 63
2. Uji Linearitas ... 63
3. Uji Hipotesis ... 63
H. Pelaksanaan Uji Coba ... 64
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65
A. Pelaksanaan Penelitian ... 65
B. Deskripsi Subjek ... 66
C. Deskripsi Data Penelitian ... 68
D. Kategorisasi ... 70
E. Analisis Data Penelitian ... 73
1. Uji Asumsi ... 73
(17)
xv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 89
(18)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pemberian Skor Skala Intensitas Penggunaan Smartphone pada
Orang Tua ... 54
Tabel 3.2 Blueprint dan Distribusi Item Skala Intensitas Penggunaan Smartphone pada Orang Tua Sebelum Uji Coba ... 54
Tabel 3.3 Pemberian Skor Skala Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak ... 56
Tabel 3.4 Blueprint dan Distribusi Item Skala Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Sebelum Uji Coba ... 56
Tabel 3.5 Blueprint dan Distribusi Item Skala Intensitas Penggunaan Smartphone pada Orang Tua Setelah Uji Coba ... 60
Tabel 3.6 Blueprint dan Distribusi Item Skala Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Setelah Uji Coba ... 61
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 66
Tabel 4.2. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 66
Tabel 4.3 Deskripsi Subjek Berdasarkan Kepemilikan Smartphone ... 68
Tabel 4.4 Deskripsi Data Penelitian ... 68
Tabel 4.5 Norma Kategorisasi ... 70
Tabel 4.6 Norma Kategorisasi Intensitas Penggunaan Smartphone pada Orang Tua... 71
Tabel 4.7 Norma Kategorisasi Kualitas Komunikasi Interpersonal antara Orang Tua dan Anak ... 72
Tabel 4.8.1 Hasil Uji Normalitas ... 73
Tabel 4.8.2 Hasil Uji Linearitas ... 75
(19)
xvii
Lampiran 1. Bentuk Skala Intensitas Penggunaan Smartphone dan Skala
Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak ... 95
Lampiran 2. Hasil Seleksi Item Skala... 105
Lampiran 3. Reliabilitas Skala ... 111
Lampiran 4. Uji Deskriptif Mean Empirik ... 113
Lampiran 5. Uji Normalitas ... 114
Lampiran 6. Uji Linearitas ... 116
(20)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi, teknologi merupakan salah satu produk ilmu
pengetahuan yang saat ini berkembang sangat pesat. Teknologi digunakan
oleh berbagai kalangan usia, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak.
Teknologi dapat ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan dengan harapan
mampu mempermudah dan menunjang aktifitas manusia yang kini telah
menjadi gaya hidup (Sulistyaningtyas, Jaelani, & Waskita 2012). Salah satu
teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi informasi.
Teknologi informasi adalah salah satu teknologi yang digunakan dalam
mengolah, memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, dan
memanipulasi data dengan berbagai cara (Subadri, 2008). Teknologi informasi
termasuk di dalamnya adalah telepon pintar atau smartphone.
Smartphone atau telepon pintar adalah salah satu perangkat teknologi
yang memiliki fungsi seperti komputer. Smartphone memiliki fitur berupa
akses internet, dan sistem operasi yang mampu mengunduh berbagai macam
aplikasi seperti games, media sosial, email, dan aplikasi lain
(www.oxforddictionaries.com).
Pada jaman sekarang, teknologi informasi khususnya smartphone
dapat dengan mudah ditemui. Saat ini, hampir setiap orang dan sebagian besar
(21)
(Sulistyaningtyas dkk., 2012). Berdasarkan hasil survei dari lembaga survei
dunia yaitu Mobility Report Ericsson, menunjukkan bahwa pengguna
perangkat mobile di dunia pada tahun 2019 akan mencapai 5,6 miliar dengan
60% diantaranya adalah pengguna smartphone (www.biskom.web.id). Survei
yang dilakukan oleh APIJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia)
pada tahun 2012 menemukan bahwa jumlah pengguna smartphone di
Indonesia mencapai 65,7%.
Survei yang dilakukan oleh APIJI (2012) juga menemukan bahwa
sebagian besar penduduk Indonesia yang menggunakan smartphone
merupakan kalangan usia dewasa. APIJI (2012) menyebutkan bahwa 15,3%
pengguna internet merupakan ibu rumah tangga dan 53,3% merupakan orang
tua yang bekerja. APIJI juga menemukan bahwa sebesar 92% masyarakat
Indonesia menggunakan smartphone pada saat mereka berada di rumah.
Secara garis besar dapat dilihat bahwa rata-rata pengguna smartphone yang
memiliki jaringan internet merupakan orang dewasa khususnya ibu rumah
tangga dan orang tua bekerja. Mereka menggunakan perangkat smartphone
mereka rata-rata saat mereka berada di rumah.
Melalui fitur yang dimiliki smartphone, orang tua memanfaatkan
smartphone yang mereka miliki untuk menunjang aktivitas mereka dalam
berkomunikasi dengan teman, keluarga, dan juga rekan bisnis. Orang tua
menggunakan smartphone mereka dalam berkomunikasi dengan anak mereka
seperti menanyakan keberadaan dan juga memantau anak-anak mereka apabila
(22)
digunakan untuk meningkatkan mobilitas pekerjaan mereka. Mereka dapat
dengan mudah mengakses berkas-berkas dengan cepat melalui email serta
berkomunikasi secara cepat dengan kolega yang berada pada jarak jauh
(Sulistyaningtyas dkk, 2012).
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei Nielsen
(2014) yang berjudul “Nielsen on Device Meter” menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan smartphone selama 189 menit
per hari atau setara dengan 3 jam. Sebagian besar masyarakat Indonesia
menggunakan smartphone untuk berkomunikasi jarak jauh, media hiburan,
menggunakan aplikasi, dan penggunaan akses internet. Hal ini juga didukung
oleh hasil survei yang dilakukan oleh seorang analis yaitu Meeker (2014) yang
melaporkan bahwa penduduk Indonesia menghabiskan waktu selama 181
menit atau setara dengan 3 jam untuk menggunakan smartphone
(www.kompas.com). Masyarakat cenderung terus-menerus menatap perangkat
mobile mereka dimana pun dan kapan pun mereka berada. Sulistyaningtyas
dkk. (2012) menemukan bahwa sebagian besar masyarakat terdorong untuk
segera membalas sms, melihat notifikasi di media sosial, membalas chatting,
internet, dan telepon.
Munculnya smartphone memberikan perubahan-perubahan pada
elemen masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh University of Maryland
menemukan bahwa seseorang dapat berubah menjadi lebih egois dan
antisosial saat sedang menggunakan ponsel. Faktanya, disaat para pengguna
(23)
lain yang berada di jarak jauh, justru mereka lebih mengabaikan orang-orang
yang berada di jarak yang lebih dekat dengan mereka
(www.tabloidbintang.com). Turkle dari Institute Technology Massachusset
(MIT) mengatakan bahwa individu akan terus menerus menggunakan ponsel
mereka sehingga individu tidak merasa kesepian. Namun ternyata mereka
justru mengabaikan orang-orang dan dunia di sekitarnya
(www.tabloidpulsa.com).
Smartphone sangat berguna untuk menunjang kehidupan manusia di
era modern. Smartphone telah mengubah gaya hidup seseorang dalam
kehidupan mereka di lingkungan masyarakat (Sulistyaningtyas dkk., 2012).
Akan tetapi, smartphone menimbulkan perubahan yang signifikan terjadi pada
sikap, mental, dan cara pandang seseorang. Salah satunya merupakan
perubahan sikap sosial. Perubahan sosial yang terjadi pada lingkungan
masyarakat berkaitan dengan cara individu berkomunikasi secara interpersonal
dengan lingkungannya (Putra, 2014). Fuad (dalam Putra, 2014)
mengemukakan bahwa teknologi cenderung memungkinkan terjadinya
transformasi dalam masyarakat. Transformasi tersebut memunculkan berbagai
perubahan dalam hubungan antar manusia, khususnya pada komunikasi antar
pribadi.
Merujuk pada hasil survei yang dilakukan oleh APIJI (2012) yang
menyebutkan bahwa sebagian besar pengguna smartphone merupakan
kalangan usia dewasa yang merupakan orang tua, maka perubahan sikap sosial
(24)
mempengaruhi perubahan komunikasi antar pribadi diantara orang tua dengan
anak mereka. Hasil penelitian dari Radesky (Boston Medical Center) pada
tahun 2014 mengungkapkan bahwa orang tua yang cenderung sibuk dengan
email, games, atau aplikasi lain memiliki interaksi negatif dengan anak-anak
mereka. Hasil dari penelitian Radesky tersebut mengungkapkan bahwa 40 dari
55 kelompok orangtua selalu menatap gadget selama makan, dan mereka lebih
banyak menaruh perhatian ke perangkat mobile ketimbang anak-anak mereka
(www.liputan6.com). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saat ini
perilaku orang tua dalam menggunakan smartphone tersebut tidak menutup
kemungkinan mempengaruhi perubahan komunikasi interpersonal antara
orang tua dan anak mereka.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Panji & Mahardeka (2014)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan smartphone
dengan interaksi anak kepada orang tua. Subjek pada penelitian ini merupakan
anak Sekolah Dasar usia 10 hingga 12 tahun. Anak menggunakan smartphone
pada umumnya untuk bermain atau sebagai media hiburan. Penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan smartphone oleh anak, maka
semakin rendah interaksi anak dengan orang tua, demikian pula sebaliknya
jika penggunaan smartphone pada anak semakin rendah maka interaksi anak
kepada orang tua semakin tinggi (r = -0,522). Penelitian yang sama
menemukan bahwa terdapat pengaruh menggunakan smartphone dengan
(25)
Seiring dengan meningkatnya penggunaan smartphone di kalangan
masyarakat termasuk pada orang tua, banyak perubahan-perubahan sikap yang
terjadi di kalangan masyarakat (Sulistyaningtyas dkk., 2012). Saat ini
masyarakat cenderung lebih suka untuk berkomunikasi dengan orang lain
melalui jaringan internet yang terdapat pada smartphone (Veronika, 2013).
Fenomena ini dapat terjadi di kalangan orang tua yang menggunakan
smartphone untuk menunjang pekerjaan mereka. Orang tua cenderung
memperhatikan gadget mereka dibandingkan berkomunikasi dengan
anak-anak mereka disaat mereka sedang melakukan aktivitas bersama (Radesky,
2014). Hasil survei APIJI (2012) juga menyebutkan bahwa sebagian besar
pengguna smartphone menggunakan perangkat mereka pada saat berada di
rumah. Hal ini tentu saja berkaitan dengan komunikasi orang tua dengan anak
saat mereka sedang melakukan aktivitas bersama di rumah.
Komunikasi merupakan suatu proses tindakan memperoleh dan
mendapatkan informasi. Seseorang berbicara tentang sesuatu maupun
menanggapi pemikiran orang lain atau melakukan sesuatu sebagai respon atas
apa yang dipahami (Beebe, Beebe, & Redmond, 1996). Komunikasi
interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan bentuk khusus dari
human communication dimana dapat terjadi ketika kita berinteraksi secara
bersamaan dengan orang lain dan saling mempengaruhi satu sama lain (Beebe
et al., 1996).
Komunikasi tidak hanya terjadi antar orang dewasa. Komunikasi
(26)
suatu keluarga tidak terlepas dari komunikasi interpersonal yang terjadi di
dalam keluarga tersebut (Djamarah, 2004). Komunikasi dalam keluarga terjadi
dalam berbagai cara diantaranya isyarat, ungkapan emosional, bicara, dan
bahasa tulisan. Tetapi komunikasi yang paling efektif umumnya berorientasi
pada percakapan atau bicara (Hurlock, 1978). Komunikasi interpersonal pada
keluarga umumnya merupakan komunikasi langsung atau tatap muka dimana
pesertanya dapat langsung memberi tanggapan (Effendy,1986).
Komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak tidak hanya
diukur berdasarkan kuantitas terjadinya komunikasi diantara kedua belah
pihak, melainkan kualitas dari komunikasi yang terjadi (DeVito, 2011).
Kualitas komunikasi interpersonal dapat diidentifikasikan berdasarkan lima
karakteristik yaitu : keterbukaan (openness), empati (emphaty), sikap
mendukung (supportive-ness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan
(equality).
Komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak menunjukkan
bagaimana hubungan antar pribadi dalam suatu keluarga. Hubungan antar
pribadi dalam keluarga sebagai salah satu faktor dalam mempengaruhi dasar
hidup anak pada masa kanak-kanak awal dan berpengaruh terhadap kehidupan
anak di masa mendatang (Berk, 2006; Santrock, 2007). Anak-anak yang
berada pada tahap masa kanak-kanak awal atau prasekolah adalah anak-anak
yang memiliki usia sekitar dua tahun hingga enam tahun (Hurlock, 1978;
Bukatko, 2008). Menurut Bijou (dalam Hurlock, 1978), anak-anak pada usia
(27)
kompleks diletakkan dan akan dibangun sepanjang hidup anak. Dasar hidup
anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat anak tinggal selama
tahun-tahun pembentukan awal hidupnya. White (dalam Hurlock, 1978)
mengemukakan bahwa pada masa ini, adalah penting dalam meletakkan pola
untuk penyesuaian pribadi dan sosial anak. Memberi kehidupan sosial yang
kaya pada anak adalah hal yang dapat dilakukan guna menjamin pikiran baik
pada anak. Penyesuaian pribadi dan sosial anak dapat ditanamkan melalui
komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak.
Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak mulai mengembangkan
kemampuan sosialnya terhadap lingkungan sosial (McDEvitt, 2010). Seiring
dengan perkembangan sosial anak, hubungan antara orang tua dan anak
menjadi penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut dapat dilihat melalui
komunikasi interpersonal yang terjalin diantara mereka. Anak-anak berusaha
untuk memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa khususnya
orang tua mereka. Apabila mereka telah memperoleh kepuasan terhadap
hubungan mereka dengan orang tua, mereka akan tetap berusaha untuk
menjalin hubungan yang bersahabat dengan keluarga terutama orang tua
mereka. Selain itu, pada masa kanak-kanak awal, lingkungan keluarga
merupakan figur paling penting dalam pembentukan sosialisasi anak
(McDevitt, 2010)
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengalami berbagai perkembangan
diantara perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa,
(28)
Berdasarkan beberapa penelitian menemukan bahwa komunikasi orang tua
dengan anak mereka mempengaruhi perkembangan anak pada usianya dan
pada perkembangan selanjutnya (Hastuti, 2014; Setyowati, 2005; Ramadhani,
2013; Hodijah, 2008; Hillaker, 2008). Komunikasi antara orang tua dengan
anak juga mempengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi pada saat
dewasa (Beebe et al., 2009).
Beberapa penelitian menemukan bahwa hubungan yang bermakna
antara komunikasi dalam keluarga dengan perkembangan anak. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2014) yang menyatakan bahwa
terdapat korelasi positif antara komunikasi dalam keluarga dengan
perkembangan anak khususnya perkembangan bahasa. Selain itu, penelitian
yang dilakukan oleh Setyowati (2005) menemukan dalam penelitian kualitatif
bahwa penerapan pola komunikasi keluarga sebagai bentuk interaksi antara
orang tua dengan anak maupun antar anggota keluarga memiliki implikasi
terhadap proses perkembangan emosi anak. Dalam proses komunikasi
tersebut, anak akan belajar mengenal dirinya maupun orang lain, serta
memahami perasaannya sendiri maupun orang lain. Ramadhani (2013)
menemukan dalam sebuah penelitian kualitatif interaktif bahwa efektifitas
komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak dapat membentuk sikap
positif pada anak. Hodijah (2008) turut menemukan bahwa intensitas
komunikasi antara orang tua dan anak secara signifikan memiliki korelasi
(29)
bahwa komunikasi yang positif dalam keluarga memiliki hubungan yang
positif terhadap kompetensi sosial dan nilai-nilai positif pada anak.
Perkembangan anak tidak lepas dari keluarga dimana mereka
dibesarkan. Hurlock (1978) mengemukakan sumbangan keluarga pada
perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan
dengan anggota keluarganya. Hubungan yang baik di dalam keluarga dapat
dilihat melalui komunikasi antara orang tua dan anak (Djamarah, 2004).
Hubungan ini dipengaruhi oleh pola kehidupan keluarga dan juga sikap serta
perilaku dari berbagai anggota keluarga khususnya orang tua terhadap anak
dalam keluarga tersebut. Sikap orang tua tidak hanya mempengaruhi
hubungan di dalam keluarga melainkan juga mempengaruhi sikap dan
perilaku anak. Hubungan antara orang tua dan anak yang sehat dan positif
akan mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosialnya. Hubungan yang sehat
dan positif dengan orang tua akan menghasilkan anak yang bahagia,
ramah-tamah, dianggap menarik oleh orang lain, relatif bebas dari kecemasan, dan
menjadi anggota kelompok yang pandai bekerja sama.
Sebaliknya apabila anak memiliki hubungan yang tidak baik dengan
orang tuanya, mereka cenderung memiliki penyesuaian pribadi dan sosial
yang cenderung buruk. Hubungan yang tidak baik dengan orang tua akan
menghasilkan anak yang haus akan kasih sayang, takut dikesampingkan,
terlampau ingin menyenangkan orang lain, dan melakukan apapun untuk
orang lain. Hal ini sebagai kompensasi dan usaha untuk mencari perhatian
(30)
Komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa
kanak-kanak dilihat melalui bagaimana orang tua mempersepsikan
kualitas komunikasi interpersonal diantara keduanya yang diukur melalui
lima aspek kualitas komunikasi DeVito. Persepsi merupakan cara
pandang seseorang terhadap sesuatu hal dengan menginterpretasi dan
memproses stimulus yang diterima. Persepsi kualitas komunikasi
interpersonal antara orang tua dan anak merupakan cara pandang orang
tua terhadap kualitas komunikasi yang terjalin antara mereka dan anak
mereka.
Munculnya smartphone di kalangan masyarakat memicu
meningkatnya intensitas penggunaan smartphone di masyarakat.
Penggunaan smartphone pada masyarakat menimbulkan
perubahan-perubahan khususnya pada sikap sosial (Sulistyaningtyas dkk., 2012;
Veronika, 2013). Perubahan sikap sosial juga terjadi pada orang tua yang
memiliki smartphone (Radesky, 2014). Perubahan sikap pada orang tua
ini turut mempengaruhi hubungan antar pribadi dalam keluarga (Hurlock,
1978). Hubungan antar pribadi dalam keluarga dapat dilihat berdasarkan
komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak khususnya pada
masa kanak-kanak awal. Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan
anak pada masa kanak-kanak awal merupakan komunikasi yang pada
dasarnya dibentuk oleh orang tua. Pada komunikasi ini, orang tua sebagai
penentu dasar pola komunikasi yang terjalin diantara keduanya. Hal ini
(31)
diantara kedua belah pihak telah memiliki pola komunikasi
masing-masing. Selain itu, komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak
pada masa kanak-kanak awal penting dalam peletakkan dasar hidup anak
(Bijou dalam Hurlock, 1978). Komunikasi interpersonal antara orang tua
dan anak juga mempengaruhi perkembangan anak pada usianya dan pada
perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1978; Hastuti, 2014; Setyowati,
2005; Ramadhani, 2013; Hodijah, 2008; Hillaker, 2008) dan menentukan
perilaku anak yang mengarah pada perilaku sosial dan tidak sosial pada
masa kanak-kanak awal (Hurlock, 1978). Hal ini selanjutnya
mempengaruhi kemampuan komunikasi anak pada saat dewasa (Beebe et
al., 2009). Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara
intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi
kualitas komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa
kanak-kanak awal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu apakah terdapat hubungan antara intensitas
penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi
(32)
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan antara intensitas penggunaan smartphone pada
orang tua dengan persepsi kualitas komunikasi interpersonal orang tua dan
anak pada masa kanak-kanak awal.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai hubungan
antara intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan
persepsi kualitas komunikasi interpersonal orang tua dan anak pada
masa kanak-kanak awal.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
penelitian-penelitian lain terutama pada ranah psikologi perkembangan
khususnya terhadap pentingnya komunikasi interpersonal antara orang
tua dan anak.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi
tentang pentingnya komunikasi interpersonal orang tua dan anak pada
masa kanak-kanak awal.
b. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberikan informasi
kepada orang tua terkait bagaimana membangun kualitas komunikasi
(33)
14
BAB II
LANDASAN TEORI
B. Penggunaan Smartphone
1. Pengertian Smartphone
Menurut Oxford Dictionaries, smartphone atau telepon pintar
adalah salah satu perangkat teknologi yang memiliki fungsi seperti
komputer. Smartphone memiliki fitur berupa akses internet, dan sistem
operasi yang mampu mengunduh berbagai macam aplikasi seperti games,
media sosial, email, dan aplikasi lain (www.oxforddictionaries.com).
Hernawati (2012) mengemukakan bahwa smartphone adalah
suatu perangkat yang memungkinan untuk melakukan komunikasi
(telepon dan sms) serta memiliki kemampuan layaknya komputer.
Smartphone memiliki software aplikasi yang mampu menjalankan
berbagai fungsi dan mampu meningkatkan produktifitas dan mendukung
kegiatan sehari-hari.
Smartphone atau telepon pintar adalah telepon seluler yang
memiliki fungsi-fungsi seperti komputer pribadi dengan tampilan layar
sentuh dan memiliki akses internet nirkabel (DepDikNas, 2011).
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai smartphone di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa smartphone atau telepon pintar
merupakan salah satu perangkat teknologi yang memiliki fungsi seperti
(34)
media hiburan, games, media sosial, email, dan aplikasi lain serta akses
internet yang mampu meningkatkan produktifitas dan mendukung
kegiatan sehari-hari.
2. Pengertian Intensitas Penggunaan Smartphone
Tubbs & Moss (1983) mengemukakan bahwa intensitas
dipengaruhi oleh waktu. Intensitas dapat dilihat berdasarkan frekuensi
dan durasi yang digunakan untuk melakukan kreatifitas tersebut
(Marhaeni, 2012). Frekuensi (DepDikNas, 2011) adalah kekerapan
pemakaian suatu unsur dalam kurun waktu tertentu. Frekuensi dilihat dari
seberapa sering orang melakukan aktifitas. Sedangkan durasi
(DepDikNas, 2011) adalah lamanya sesuatu berlangsung atau rentang
waktu. Durasi dapat dilihat dari seberapa lama orang melakukan suatu
aktifitas.
Definisi intensitas menurut Kamus Psikologi (Reber Arthur S. &
Reber Emili S., 2010: 481) adalah suatu pengukuran kuantitas dari
sebuah energi yang dilihat berdasarkan stimulus fisik. Derajat intensitas
dilihat dari jumlah dari stimulus fisik yang dirasakan.
Intensitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (DepDikNas,
2011: 542) adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Intens dapat
berarti kuat, tinggi, bergelora, penuh semangat, bergelora, berapi-api, dan
berkobar-kobar. Sedangkan tingkatan menggambarkan ukuran kuantitas
(35)
hal ini adalah smartphone. Penggunaan adalah proses, pembuatan, cara
memakai, dan pemakaian (DepDikNas, 2011)
Merujuk pada beberapa pengertian intensias di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa intensitas adalah suatu pengukuran kuantitas
tingkatan dari sebuah energi yang merupakan keadaan tingkatan dimana
dapat diukur berdasarkan frekuensi dan durasi terjadinya stimulus fisik.
Berdasarkan pengertian intensitas, maka yang dimaksudkan
dengan intensitas penggunaan smartphone adalah kuantitas tingkatan
penggunaan smartphone yang diukur dengan frekuensi dan durasi
penggunaannya. Frekuensi dilihat dari seberapa sering orang melakukan
aktifitas. Durasi dapat dilihat dari seberapa lama orang melakukan suatu
aktifitas.
3. Dampak Penggunaan Smartphone
Everett M. Rogers (dalam Hendrastomo, 2008) membuat tipologi
dampak sosial kehadiran teknologi komunikasi yaitu :
a. Dampak yang diinginkan atau tidak diinginkan
Dampak ini berkaitan dengan efek fungsional dan disfungsional
secara individu maupun sistem sosial yang diharapkan dengan adanya
inovasi. Smartphone mampu memberikan fungsi sebagai alat
komunikasi yang efektif dan efisien untuk saling berkomunikasi
(36)
b. Dampak langsung atau tidak langsung
Dampak ini berkaitan dengan perubahan terhadap individu
maupun sistem sosial yang muncul sebagai akibat dari respon yang
cepat atas kehadiran suatu inovasi. Secara langsung smartphone
mengubah tatanan komunikasi tatap muka yang kemudian digantikan
dengan teknologi dan secara tidak langsung terjadi perubahan pola
komunikasi intimacy dalam komunikasi antarpribadi.
c. Dampak antisipatif atau tidak antisipatif
Dampak ini berkaitan dengan perubahan yang terjadi akibat dari
inovasi yang disadari dan ditujukan kepada anggota masyarakat.
Komunikasi via smartphone mereduksi proses komunikasi tatap muka
dan degradasi perilaku akibat menurunnya interaksi secara langsung.
Veronika (2013) mengungkapkan bahwa smartphone
memberikan dampak terhadap orang dewasa yaitu:
a. Mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka
berhubungan melalui internet diandingkan bertemu secara langsung
(face to face).
b. Smartphone mampu memberikan perubahan pola masyarakat dalam
berinteraksi. Orang dewasa cenderung malas untuk bersosialisasi
dengan teman, keluarga, atau lingkungan di sekitar mereka. Dengan
menggunakan smartphone, segala sesuatu dapat dilakukan dengan
berada pada satu tempat. Hal ini mengakibatkan orang dewasa
(37)
Ngafifi (2014) menerangkan pengaruh kemajuan teknologi bagi
kehidupan sosial budaya masyarakat masa kini yaitu :
a. Adanya kemerosatan moral di kalangan masyarakat khususnya bagi
remaja dan pelajar. Mereka cenderung menekankan pada pemenuhan
keinginan-keinginan materi dibandingkan kekayaan moral.
b. Berubahnya pola interaksi antarmanusia. Kehadiran teknologi
dirumah mengakibatkan berubahnya pola interaksi dalam keluarga.
Teknologi di dalam rumah memberikan peluang bagi setiap anggota
keluarga untuk berhubungan dengan dunia luar. Hal ini
mengakibatkan orang cenderung asyik sendiri menghabiskan
waktunya sendiri dengan teknologi.
Piliang (dalam Sulistyaningtyas., dkk 2012) menyebutkan bahwa
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan sosial. Piliang menyatakan bahwa teknologi
membentuk suatu ruang virtual antara satu orang dengan yang lainnya.
Hal ini mengakibatkan masyarakat cenderung mengabaikan realitas
sosial yang sebenarnya.
Berdasarkan tipologi dampak yang diungkapkan oleh Everett M.
Rogers (dalam Hendrastomo, 2008) serta berdasarkan hasil penelitian
terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa smartphone memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak positif smartphone adalah untuk membantu
komunikasi yang efektif dan efisien antar pribadi dengan jarak yang jauh.
(38)
interpersonal tatap muka antara pengguna smartphone dengan orang
disekitar mereka. Pengguna smartphone cenderung mengalami
perubahan sikap sosial di lingkungannya. Mereka lebih suka
berkomunikasi dengan menggunakan smartphone atau jaringan internet
dibandingkan melalui komunikasi langsung atau tatap muka
(Sulistyaningtyas dkk., 2012; Veronika, 2013). Komunikasi via
smartphone mereduksi proses komunikasi tatap muka dan degradasi
perilaku akibat menurunnya interaksi secara langsung (Rogers dalam
Hendrastomo, 2008).
C. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi
berasal dari bahasa latin “communicatio” yang bersumber dari kata kerja
“communis”. Arti dari kata “communis” sendiri adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi,
komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.
Komunikasi berlangsung ketika saling mengerti apa yang dibicarakan
oleh orang lain (Effendy, 1986).
Komunikasi secara terminologis merupakan proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi
(39)
kepada orang lain. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang
melibatkan manusia di dalamnya atau disebut dengan human
communication (Effendy, 1986).
Menurut DeVito (2011), komunikasi mengacu pada tindakan,
oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
dapat terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks
tertentu, memiliki pengaruh tertentu, dan terdapat kesempatan untuk
melakukan umpan balik (feedback).
Komunikasi menurut Dictionary of Behavioral Science (dalam
Rakhmat, 2008) adalah penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak,
penerimaan dan pengolahan informasi dan proses saling mempengaruhi
diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu
pertukaran pikiran dan perasaan yang dapat dilaksanakan dengan setiap
bentuk bahasa seperti : isyarat, ungkapan, emosional, bicara, atau bahasa
tulisan. Tetapi, komunikasi yang paling umum dan paling efektif
digunakan dilakukan dengan menggunakan bahasa.
Berdasarkan berbagai pengertian komunikasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan
atau informasi dengan menggunakan isyarat, ungkapan, emosional,
bicara, atau bahasa dari satu orang ke orang yang lain dimana dapat
mempengaruhi, mengubah sikap seseorang, dan terdapat kesempatan
(40)
Effendy (1986) mengemukakan bahwa proses komunikasi terjadi
atas beberapa komponen yang berperan di dalamnya meliputi :
komunikator sebagai orang yang menyampaikan pesan, pesan berupa
pernyataan yang didukung oleh lambang yang pada umumnya adalah
bahasa, komunikan sebagai orang yang menerima pesan, media sebagai
sarana atau saluran yang mendukung pesan apabila komunikan berada
pada jarak yang jauh atau jumlah yang banyak, dan efek yang merupakan
dampak atau pengaruh dari pesan.
Menurut Effendy (1986), proses komunikasi terdiri atas proses
komunikasi tidak langsung dan proses komunikasi langsung. Proses
komunikasi tidak langsung (indirect) atau disebut juga dengan proses
komunikasi bermedia merupakan komunikasi yang menggunakan saluran
atau sarana untuk meneruskan atau menyampaikan pesan kepada
komunikan yang berada pada jarak jauh, atau jumlah komunikan yang
banyak.
Proses komunikasi langsung (direct) atau disebut juga proses
komunikasi tatap muka merupakan komunikasi yang terjadi dimana
komunikator dan komunikan saling berhadapan dan saling menatap.
Komunikator dapat secara langsung mengamati komunikan dan
mengetahui efek dari komunikasi pada saat itu juga. Pesan, tanggapan,
dan juga respon diperoleh secara langsung saat berlangsungnya proses
komunikasi. Oleh sebab itu, sering dikatakan bahwa dalam komunikasi
(41)
jumlah komunikan yang dihadapi oleh komunikator, komunikasi
langsung (tatap muka) diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunikasi
interpersonal dan komunikasi kelompok.
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut Beebe (1996), Komunikasi interpersonal atau
komunikasi antarpribadi merupakan bentuk khusus dari human
communication dimana dapat terjadi ketika kita berinteraksi secara
bersamaan dengan orang lain dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Interaksi bersamaan berarti bahwa kita dan pasangan bicara kita saling
bertukar informasi di waktu dan tempat yang sama. Sedangkan yang
dimaksud dengan saling mempengaruhi adalah ketika kita dengan
pasangan bicara kita mendapatkan pengaruh dari interaksi tersebut.
Interaksi tersebut dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan, dan cara
pandang orang lain dalam menginterpretasikan apa yang sedang
diterimanya dalam interaksi tersebut.
Effendy (1986) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal
bersifat dialogis dimana terjadi saling menanggapi antara komunikator
dan komunikan. Komunikasi interpersonal dapat terjadi secara langsung
(tatap muka) atau tidak langsung antara komunikator dan komunikan.
Komunikasi tatap muka terjadi penyampaian umpan balik (feedback)
(42)
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang
berlangsung secara tatap muka yang terjadi antara dua orang atau lebih,
baik secara terorganisasi maupun pada suatu kerumunan (Wiryanto,
2004). Laing, Phillipson, dan Lee (dalam Wiryanto, 2004)
mengungkapkan adanya komunikasi interpersonal berdasarkan hubungan
diadik. Hubungan diadik yang dimaksudkan merupakan suatu hubungan
yang didalamnya menggambarkan interaksi dan pengalaman bersama
orang tersebut. Hubungan ini terjadi pada suatu hubungan yang mantap
dan jelas.
Trenholm dan Jensen (dalam Wiryanto, 2004) mendefinisikan
komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang terjalin antara dua
orang yang berlangsung secara tatap muka. Komunikasi diadik bersifat
spontan dan informal dimana peserta komunikasi dapat saling memberi
umpan balik (feedback) secara maksimal dan fleksibel. Trenholm dan
Jensen (dalam Wiryanto, 2004) juga mengungkapkan bahwa komunikasi
interpersonal secara diadik dapat dilihat pada struktur jaringan keluarga.
Dimana komunikasi yang terjalin didalam keluarga berlangsung secara
bebas.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian komunikasi
interpersonal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi
interpesonal adalah salah satu bentuk human communication dimana
terjadi pertukaran informasi dan saling mempengaruhi antara
(43)
atau tidak langsung dan dapat saling memberikan umpan balik
(feedback). Komunikasi interpersonal juga dapat berlangsung secara
diadik yang terjalin pada hubungan yang jelas dan mantap seperti pada
struktur keluarga.
3. Pentingnya Komunikasi Interpersonal
Supratiknya (1995) mengungkapkan bahwa komunikasi penting
untuk meningkatkan kebahagiaan hidup seseorang. Johnson (dalam
Supratiknya, 1995) menjabarkan beberapa peranan komunikasi
interpersonal bagi kebahagiaan hidup individu. Diantaranya adalah:
a. Membantu Perkembangan Intelektual dan Sosial
Perkembangan dimulai sejak individu berada pada masa bayi.
Pada masa itu individu mulai membangun komunikasi yang intens
dengan orang tua khususnya ibu. Sejak saat itu, lingkaran
ketergantungan individu mulai meluas seiring dengan bertambahnya
usia. Bersama dengan hal tersebut, perkembangan intelektual dan
sosial individu sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi individu
tersebut dengan orang lain.
b. Membentuk Identitas dan Jati Diri
Melalui komunikasi dengan orang lain, individu mampu
menemukan identitas dan jati dirinya. Ketika individu
berkomunikasi, secara sadar maupun tidak sadar individu dapat
(44)
diberikan oleh orang lain. Hal ini membantu individu melihat
bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya. Komunikasi
interpersonal membantu individu untuk mengenal dan mengetahui
siapa diri mereka sebenarnya.
c. Memahami Realitas
Melalui komunikasi individu dapat memahami bagaimana
realitas dan kesan-kesan serta pengertian terhadap dunia.
Komunikasi membantu individu melihat cara pandangnya dan
mampu mebandingkannya dengan cara pandang orang lain.
d. Menentukan Kesehatan Mental
Kesehatan mental seseorang dapat ditentukan berdasarkan
kualitas komunikasi interpersonal dan hubungan individu tersebut
dengan orang lain. Kualitas komunikasi dan hubungan dengan orang
lain yang tidak baik tentu akan berdampak terhadap kesehatan
mental individu.
4. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak
Komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak berada dalam
ruang lingkup komunikasi dalam keluarga. Menurut Beebe (1996),
komunikasi dalam keluarga merupakan suatu proses dalam memberi,
menerima, dan menginterpretasikan pesan dalam ruang lingkup keluarga.
Effendy (1986) menyatakan bahwa komunikasi dalam keluarga
(45)
intinya merupakan komunikasi langsung dimana masing-masing peserta
komunikasi dapat beralih fungsi baik sebagai komunikator maupun
komunikan
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal
antara orang tua dan anak dimaksudkan untuk memenuhi fungsi
pertukaran pikiran dan perasaan. Pada umumnya komunikasi yang efektif
dilakukan dengan berbicara tatap muka antara anak dengan orang tua
mereka. Mereka saling memahami makna dari apa yang dibicarakan oleh
kedua belah pihak.
Komunikasi interpersonal orang tua dan anak pada masa
anak-anak awal tidak terlepas dari perkembangan bahasa pada anak-anak. Bahasa
berperan penting sebagai dasar terbentuknya suatu komunikasi (Bee,
1997; Vygotsky, 1978).
Komunikasi interpersonal orang tua dan anak pada masa
anak-anak awal adalah proses dari komunikasi yang pada umumnya terjadi
secara tatap muka antara orang tua dan anak yang memberi, menerima,
dan menginterpretasikan pesan secara langsung atau tatap muka untuk
memenuhi fungsi pertukaran pikiran dan perasaan yang berlangsung
dengan berbicara menggunakan bahasa.
5. Persepsi
Menurut Halonen & Santrock (1999), persepsi adalah proses otak
(46)
memberikan arti. Persepsi bekerja ketika reseptor sesori menerima
stimulus dari luar dan organ sensori memproses dan mengubahnya
menjadi informasi yang disalurkan ke otak. Informasi tersebut
merupakan dasar individu menginterpretasikan atau memandang sesuatu.
Feldman (2011) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses
menyortir, menginterpretasikan, menganalisis, dan mengintegrasikan
rangsangan yang dibawa oleh organ indera dan otak.
Sehingga dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan cara
pandang seseorang terhadap sesuatu hal dengan menginterpretasikan dan
memproses stimulus yang diterima.
Persepsi komunikasi interpersonal merupakan cara pandang orang
tua dengan menginterpretasi dan memproses informasi mengenai
komunikasi yang terjadi antara diri dan anak mereka.
6. Kualitas Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak
Baik atau buruknya komunikasi interpersonal tidak dipandang
dari seberapa sering orang tua dan anak saling berbicara satu sama lain.
Melainkan dilihat berdasarkan kualitas dari apa yang sedang dibicarakan
oleh kedua belah pihak (DeVito, 2011). Komunikasi interpersonal antara
orang tua dan anak pun juga dilihat berdasarkan kualitas komunikasi
yang terjadi (Hopson dalam Pitriawanti, 2010). Hopson (dalam
Pitriawanti, 2010) mengungkapkan bahwa komunikasi yang berkualitas
(47)
pihak memiliki rasa saling memahami, mengerti, mempercayai, dan
saling menyayangi satu sama lain. Sebaliknya, komunikasi yang kurang
baik antara orang tua dan anak menunjukkan bahwa kurangnya rasa
memahami, mengerti, mempercayai, dan kurangnya kasih sayang
diantara kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat melalui persepsi orang
tua terhadap kualitas komunikasi interpersonal dengan anak mereka.
Untuk mencapai kualitas komunikasi yang baik, DeVito (2011)
mengemukakan bahwa terdapat lima aspek kualitas umum komunikasi
interpersonal. Lima aspek kualitas umum tersebut meliputi:
a. Keterbukaan (openness)
Kualitas komunikasi berdasarkan keterbukaan mengacu pada tiga
aspek dalam komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator harus
bersedia untuk membuka diri dan terbuka dalam mengungkapkan
informasi kepada orang yang diajaknya berbicara. Kedua, aspek
keterbukaan mengacu pada kesediaan komunikator untuk bersikap dan
bereaksi secara jujur dan spontan terhadap stimulus yang datang.
Aspek ketiga mengacu pada “kepemilikan” atas suatu pikiran dan
perasaan (Bochner & Kelly dalam DeVito, 2011). Dalam pengertian
bahwa seorang komunikator mengakui bahwa apa yang diutarakannya
merupakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya yang ia miliki
(48)
b. Empati (emphaty)
Henry Backrack (dalam DeVito, 2011) mendefinisikan empati
sebagai “kemampuan seseorang untuk „mengetahui‟ apa yang sedang
dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang
lain itu, melalui kacamata orang lain itu”. Dalam arti bahwa berempati
adalah merasakan sesuatu seperti apa yang dirasakan oleh orang lain.
c. Sikap mendukung (supportive-ness)
Jack Gibb (dalam DeVito, 2011) mengungkapkan bahwa
komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung begitu
saja tanpa adanya suasana yang mendukung. Maka dari itu perlu
dikembangkan sikap mendukung dalam suatu komunikasi. Terdapat
tiga sikap yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk menunjukkan
sikap mendukung dalam suatu komunikasi interpersonal. Ketiga sikap
tersebut merupakan (1) deskriptif, bukan evaluatif, yaitu
berkomunikasi tanpa memberi penilaian terhadap apa yang
dikemukakan oleh lawan bicara. 2) spontan, bukan strategik, yaitu
berterus terang dalam mengutarakan pikiran tanpa menyembunyikan
perasaan yang sebenarnya. dan (3) provisional, bukan sangat yakin,
yaitu mampu bersikap tentatif (sementara) dan berpikiran terbuka
serta bersedia mendengarkan pandangan lawan bicara dan bersedia
mengubah posisi jika keadaan mengharuskan tanpa memiliki
keyakinan yang kuat untuk menciptakan suasana yang mendukung.
(49)
DeVito (2011) mengungkapkan bahwa terdapat dua cara untuk
mengomunikasikan sikap positif dalam suatu komunikasi
interpersonal. Cara tersebut adalah dengan (1) menyatakan sikap
positif dan (2) secara positif mendorong orang lain untuk berinteraksi
bersama kita, yaitu mampu mendorong menghargai keberadaan dan
pentingnya lawan bicara. Dorongan positif dapat ditunjukkan secara
verbal dan nonverbal.
e. Kesetaraan (equality)
Pengertian kesetaraan dalam komunikasi interpersonal
dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana kedua belah pihak yang
sedang berkomunikasi memiliki pengakuan bahwa kedua pihak
sama-sama bernilai dan berharga serta memiliki sesuatu hal yang penting
untuk disumbangkan dalam komunikasi tersebut. Carl Rogers (dalam
DeVito, 2011) memberi istilah kesetaraan merupakan pemberian
“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang yang sedang kita
ajak berkomunikasi.
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Orang Tua
dan Anak
Djamaludin (dalam Marhaeni, 2012) mengungkapkan bahwa
dalam kaitannya komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak
(50)
(pandangan) terhadap orang tua dan bagaimana kemampuan orang tua
menjadi orang tua yang baik di mata anak.
a. Persepsi anak terhadap orang tua
Kualitas komunikasi interpersonal antara anak dan orang tua
dimulai dari bagaimana persepsi anak terhadap orang tua. Anak
cenderung memiliki hubungan yang baik dengan orang tua mereka
saat mereka memiliki persepsi atau pandangan positif kepada orang
tuanya. Komunikasi interpersonal yang baik terjalin ketika anak
memiliki pandangan bahwa orang tua mereka memiliki sifat-sifat
yang baik, menyayangi mereka, dan bertanggung jawab.
b. Kemampuan menjadi orang tua yang baik
Kesan orang tua yang dimiliki oleh anak sangat menentukan
keberhasilan komunikasi diantara keduanya. Orang tua yang baik
adalah mereka yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak
seperti kasih sayang, perhatian, pendidikan, dan sebagainya. Selain
itu, kemampuan menjadi orang tua yang baik dapat dilihat dari sikap
orang tua terhadap anak saat mereka berkomunikasi. Sikap orang tua
yang baik adalah memperlakukan anak sebagai partner dalam
berkomunikasi.
Kedua faktor di atas merupakan landasan untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik. Hubungan-hubungan yang telah
terbentuk tersebut berlangsung secara baik atau tergantung kepada
(51)
Djamarah (2004) megungkapkan bahwa hubungan yang baik di
dalam keluarga dapat dilihat melalui komunikasi antara orang tua dan
anak. Hubungan ini dipengaruhi oleh pola kehidupan keluarga dan juga
sikap serta perilaku dari berbagai anggota keluarga khususnya orang tua
terhadap anak dalam keluarga tersebut. Hurlock (1978) juga
mengemukakan bahwa sikap orang tua mempengaruhi cara mereka
memperlakukan anak, dan perlakuan mereka terhadap anak akan
mempengaruhi sikap anak kepada mereka dan perilaku mereka. Pada
dasarnya hubungan orang tua dan anak tergantung kepada sikap orang
tua terhadap anak.
Kaitannya dengan komunikasi antara orang tua dan anak,
penekanan berada pada sikap orang tua dalam menjalin komunikasi
dengan anak. Bagaimana orang tua mampu menjalin komunikasi yang
baik dan akrab serta terdapat pemenuhan-pemenuhan kebutuhan anak.
8. Peran Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Pada Masa
Kanak-kanak Awal
White (dalam Hurlock, 1978) mengemukakan bahwa pada masa
prasekolah, dua tahun pertama adalah penting dalam meletakkan pola
untuk penyesuaian pribadi dan sosial anak. Memberi kehidupan sosial
yang kaya pada anak adalah hal yang dapat dilakukan guna menjamin
pikiran baik pada anak. Penyesuaian pribadi dan sosial anak dapat
(52)
Hubungan antar pribadi yang menyenangkan dalam keluarga
sebagai salah satu faktor dalam mempengaruhi dasar hidup anak pada
masa kanak-kanak awal (Berk, 2006; Santrock, 2007). Hubungan
tersebut dapat diamati berdasarkan komunikasi yang terjalin di dalam
suatu keluarga khususnya pada komunikasi orang tua dan anak.
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak pada masa
kanak-kanak awal diharapkan memiliki kualitas yang baik. Kualitas komunikasi
yang baik antara orang tua dan anak dapat turut mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya.
Perkembangan anak tidak lepas dari keluarga dimana mereka
dibesarkan. Hurlock (1978) mengemukakan sumbangan keluarga pada
perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan
dengan anggota keluarganya. Hubungan ini dipengaruhi oleh pola
kehidupan keluarga dan juga sikap serta perilaku dari berbagai anggota
keluarga khususnya orang tua terhadap anak dalam keluarga tersebut.
Hurlock (1978) juga mengemukakan bahwa sikap orang tua
mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan mereka
terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak kepada mereka dan
perilaku mereka. Pada dasarnya hubungan orang tua dan anak tergantung
kepada sikap orang tua anak. Sikap orang tua tidak hanya mempengaruhi
hubungan di dalam keluarga melainkan juga mempengaruhi sikap dan
perilaku anak. Hubungan antara orang tua dan anak yang sehat dan
(53)
Hubungan yang sehat dan positif dengan orang tua akan menghasilkan
anak yang bahagia, ramah-tamah, dianggap menarik oleh orang lain,
relatif bebas dari kecemasan, dan menjadi anggota kelompok yang
pandai bekerja sama.
Sebaliknya apabila anak memiliki hubungan yang tidak baik
dengan orang tuanya, mereka cenderung memiliki penyesuaian pribadi
dan sosial yang cenderung buruk. Hubungan yang tidak baik dengan
orang tua akan menghasilkan anak yang haus akan kasih sayang, takut
dikesampingkan, terlampau ingin menyenangkan orang lain, dan
melakukan apapun untuk orang lain. Hal ini sebagai kompensasi dan
usaha untuk mencari perhatian dengan cara apapun (Hurlock, 1978).
Hurlock (1978) menjelaskan bahwa peran komunikasi
interpersonal dengan berbicara antara orang tua dan anak dapat
berpengaruh terhadap penyesuaian sosial dan pribadi anak. Adapun
pengaruhnya sebagai berikut :
a. Pemenuhan kebutuhan dan keinginan
Melalui komunikasi dengan bicara, anak mampu menjelaskan
tentang kebutuhan dan keinginan mereka kepada orang lain
khususnya kepada orang tua mereka.
b. Perhatian dari orang lain
Dengan berbicara kepada orang tua mereka, anak-anak dapat
merasa senang apabila mereka mendapatkan perhatian dengan saling
(54)
c. Hubungan sosial
Bila diantara orang tua dan anak terjalin komunikasi yang baik,
maka hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam
berkomunikasi di lingkungannya. Kemampuan berkomunikasi yang
baik pada anak akan membantu anak dalam menjalin hubungan
sosial yang baik dengan lingkungannya serta dapat membantu
menjadi anggota dari kelompok. Menjadi anggota kelompok dapat
memberi kesempatan anak dalam memainkan peran
kepemimpinannya.
d. Penilaian sosial
Penilaian sosial terhadap diri anak juga dapat dinilai berdasarkan
kemampuan komunikasi anak dengan lingkungannya. Komunikasi
orang tua dan anak menjadi tolak ukur bagaimana kemampuan anak
dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
e. Penilaian diri
Melalui komunikasi, khususnya komunikasi antara orang tua dan
anak turut mempengaruhi bagaimana anak menilai diri mereka.
Mereka dapat mengetahui bagaimana tanggapan dan kesan yang
diberikan oleh orang tua kepada dirinya dan hal tersebut mampu
(55)
D. Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa anak yang berada pada masa
kanak-kanak awal adalah anak dengan rentang usia dua sampai enam tahun.
Pada masa ini anak disebut juga berada pada masa prasekolah.
Sependapat dengan Hurlock, Bukatko (2008) juga mengatakan bahwa
masa kanak-kanak awal adalah anak-anak dengan usia dua hingga enam
tahun.
Menurut Hurlock (1978), masa pada tahun-tahun awal kehidupan
merupakan saat kritis bagi perkembangan anak. Erikson (dalam Hurlock,
1978) menarik kesimpulan bahwa masa kanak-kanak merupakan gambaran
awal manusia sebagai manusia. Erikson (dalam Hurlock, 1978) juga
menerangkan bahwa apa yang akan dipelajari oleh seorang anak bergantung
kepada bagaimana orang tua memenuhi kebutuhan anak akan makanan,
perhatian, dan cinta kasih.
Bijou (dalam Hurlock, 1978) menyimpulkan bahwa pada tahun-tahun
awal kehidupan atau masa prasekolah adalah tahap paling penting dari
seluruh tahapan perkembangan manusia. Tidak dipungkiri lagi bahwa periode
ini adalah periode dimana dasar struktur perilaku kompleks yang dibangun
sepanjang kehidupan anak.
White (dalam Hurlock, 1978) mengemukakan bahwa pada masa
prasekolah, dua tahun pertama adalah penting dalam meletakkan pola untuk
penyesuaian pribadi dan sosial anak. Memberi kehidupan sosial yang kaya
(56)
anak. Penyesuaian pribadi dan sosial anak dapat ditanamkan melalui
komunikasi antara orang tua dan anak.
Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh perkembangan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa masa kanak-kanak awal adalah masa ketika anak-anak
berada pada rentang usia dua hingga enam tahun dimana merupakan tahap
paling penting dari seluruh tahap perkembangan manusia. Masa kanak-kanak
awal merupakan gambaran awal manusia dan merupakan periode dasar
peletakkan struktur perilaku kompleks dalam penyesuaian pribadi dan sosial
di masa mendatang.
1. Karakteristik Perkembangan
a. Perkembangan Fisik
Pada masa kanak-kanak awal, perkembangan fisik terjadi lebih
cepat dibandingkan pada masa bayi. Anak yang berada pada masa
anak-anak awal mengalami pertumbuhan yang pesat. Mereka
menalami peningkatan berat badan dan juga tinggi badan. Selain itu,
ukuran otak mereka telah mencapai 80% dari ukuran otak orang
dewasa (Bukatko, 2008). Perkembangan motorik kasar dan halus juga
meningkat pada masa ini. Anak-anak telah mampu berjalan tanpa
bantuan orang lain, mampu mengendalikan keseimbangan, mampu
mengendarai sepeda roda tiga, mampu menangkap, melempar, dan
(57)
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognisi pada masa kanak-kanak awal tidak
terlepas dari teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurut teori
perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget (dalam
Bukatko, 2008), anak pada masa kanak-kanak awal berada pada tahap
praoperasional kongkrit. Pada tahap ini mereka mampu berpikir
tentang hal kemarin dan akan datang yang mampu membantu mereka
dalam menggunakan bahasa. Menurut Piaget (dalam Bukatko, 2008 :
278), bahasa tidak akan mampu berkembang tanpa karakteristik
pemikiran pada tahap ini. Anak harus memiliki kemampuan kognitif
secara umum untuk menggunakan suatu hal sebelum hal yang lain
untuk memungkinkan anak dalam menggunakan kata-kata untuk
menunjukkan suatu objek, kejadian, dan suatu hubungan.
c. Perkembangan Bahasa dan Komunikasi
Menurut Meggit (2013), perkembangan bicara dan komunikasi
berkembang sangat cepat pada masa ini. Anak pada masa kanak-kanak
awal telah mengenal berbagai kosakata dan mampu berbicara dengan
kalimat yang utuh yang terdiri atas kata benda, kata sifat, dan kata
kerja. Pada masa ini, anak-anak berusaha untuk mengungkapkan
pemikiran mereka walaupun kata-kata yang diucapkan tidak lengkap.
Hal ini dikarenakan mereka berpikir lebih cepat dari menggerakkan
(58)
Meggitt (2013) juga mengungkapkan bahwa orang tua
diharapkan untuk memperlihatkan ketertarikan dan memberi respon
atas apa yang telah diungkapkan oleh anak. Hal ini dilakukan untuk
menstimulasi perkembangan bahasa dan komunikasi anak.
Vygotsky (1978) mengungkapkan bahwa pada masa
kanak-kanak, anak-anak mulai belajar berbicara dan berkomunikasi dengan
orang disekitarnya. Mereka berbicara untuk mencapai tujuan atau
menyelesaikan tugas mereka. Anak-anak berbicara tidak hanya
tentang apa yang mereka lakukan, melainkan sebagai bagian dari
fungsi psikologis yang lebih kompleks. Pembicaraan mereka terarah
terhadap solusi dari masalah mereka. Menurut Vygotsky (1978),
anak-anak menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan berbicara dan
berkomunikasi.
d. Perkembangan Emosi
Pada masa kanak-anak kawal, anak-anak mulai memahami
perasaan dan juga emosi yang mereka alami (Bukatko; 2008,
Santrock; 2007). Emosi yang pertama kali muncul pada masa ini
adalah bangga, malu, dan rasa bersalah (Santrock; 2007). Ekspresi
dari emosi-emosi ini menunjukkan bahwa anak sudah mulai
memahami peraturan dan norma sosial disekitarnya untuk menilai diri
mereka sendiri. Bukatko (2008) mengungkapkan bahwa pada tahun
(59)
lingkup sosialnya. Campos & Lewis (dalam Bukatko, 2008 : 309)
menyatakan bahwa anak-anak mulai menyadari emosi yang mereka
alami dan hubungannya dengan orang lain. Emosi yang berhubungan
dengan orang lain diantaranya perasaan bersalah, iri, malu, dan
bangga (Lewis dalam Santrock, 2007)
e. Perkembangan Sosial
Hurlock (1978) mengungkapkan bahwa anak-anak pada masa
kanak-kanak awal mulai mengenal lingkungan disekitarnya. Mereka
mulai memiliki teman-teman baru di lingkungan mereka. Seiring
dengan itu, minat sosial mereka terhadap teman sebayanya semakin
kuat. Anak-anak mulai menginginkan kebebasan dan mulai melawan
otoritas orang dewasa. Meski demikian, anak-anak juga berusaha
untuk memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa
khususnya orang tua mereka. Apabila mereka telah memperoleh
kepuasan terhadap hubungan mereka dengan orang tua, mereka akan
tetap berusaha untuk menjalin hubungan yang bersahabat dengan
keluarga terutama orang tua mereka.
Berhubungan perilaku sosial anak dalam bergaul dengan
teman-temannya, perlu ditinjau perihal landasan yang diletakkan pada
masa anak-anak awal mengenai cara berkomunikasi dan
(60)
perkembangan perilaku sosial anak selanjutnya mengarah pada
perilaku sosial atau tidak sosial (Hurlock, 1978).
Pengalaman sosial pada anak meliputi kemampuan anak dalam
berprilaku sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1978).
Perkembangan sosial berjalan seiring dengan berkembangnya
kemampuan komunikasi pada anak. Seiring dengan perkembangan
emosinya, anak-anak ini telah mampu mengkomunikasikan perasaan
dan pikiran-pikiran mereka terhadap orang lain (Santrock, 2007;
Bukatko, 2008). Komunikasi penting dibangun pada masa awal
kehidupan anak karena menentukan kemampuan sosialisasi anak di
masa mendatang (Hurlock, 1978). Selain itu, pada masa kanak-kanak
awal, lingkungan keluarga merupakan agen sosialisasi yang terpenting
bagi anak (Hurlock, 1978 : 252).
Meggit (2013) mengungkapkan bahwa anak-anak pada masa
ini telah mampu mengekspresikan diri mereka melalui kata-kata.
Mereka mulai memahami apa yang dirasakan oleh orang lain dan
mengambil bagian untuk membantu atau terlibat dengan orang lain.
Anak-anak juga telah mampu mendebat, menbantah, dan
menunjukkan sikap agresi mereka. Pada masa ini, anak-anak telah
menunjukkan ketertarikan mereka terhadap orang disekitarnya serta
mulai belajar untuk meniru orang lain atau teman-temannya. Akan
tetapi, anak-anak pada masa ini juga sangat memerlukan perhatian
(61)
E. Dinamika Hubungan antara Intensitas Penggunaan Smartphone pada Orang Tua dengan Persepsi Kualitas Komunikasi Interpersonal antara Orang Tua dan Anak pada Masa Kanak-kanak Awal
Pada era globalisasi, penggunaan teknologi telah menjadi suatu gaya
hidup baru di masyarakat. Salah satu teknologi yang sedang berkembang di
masyarakat saat ini adalah teknologi informasi. Teknologi informasi yang
sedang marak digunakan saat ini adalah smartphone. Smartphone atau
telepon pintar adalah salah satu perangkat teknologi yang memiliki fungsi
seperti komputer dimana dapat digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh,
media hiburan, games, email, media sosial, dan akses internet yang mampu
meningkatkan produktifitas dan mendukung kegiatan sehari-hari. Saat ini
pengguna smartphone berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Namun,
pengguna smartphone terbanyak adalah orang tua. Orang tua lebih sering
menggunakan smartphone ketika mereka berada di rumah.
Maraknya penggunaan smartphone saat ini dapat dilihat berdasarkan
intensitas masyarakat menggunakan smartphone. Intensitas dapat secara
kuantitatif dengan melihat frekuensi dan durasi dari penggunaan (Tubbs &
Moss (1983). Frekuensi adalah seberapa sering orang melakukan aktifitas dan
durasi merupakan seberapa lama orang melakukannya (DepDikNas, 2011).
Penggunaan smartphone (teknologi) berdampak terhadap perubahan
sikap sosial yang terjadi pada masyarakat tidak terkecuali pada orang tua.
Perubahan sikap pada orang tua berdampak terhadap kualitas komunikasi
(62)
salah satu bentuk human communication dimana terjadi pertukaran informasi
dan saling mempengaruhi antara komunikator dan komunikan yang terjadi
secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung dan dapat saling
memberikan umpan balik. Komunikasi interpersonal orang tua dan anak
adalah proses dari komunikasi interpersonal yang terjadi antara orang tua dan
anak yang memberi, menerima, dan menginterpretasikan pesan yang pada
umumnya dilakukan secara langsung atau tatap muka untuk memenuhi fungsi
pertukaran pikiran dan perasaan yang berlangsung dengan berbicara
menggunakan bahasa.
Penggunaan smartphone mampu mengubah sikap orang tua terhadap
anak pada saat mereka berkomunikasi secara langsung ketika berada di
rumah. Orang tua yang menggunakan smartphone dengan intensitas tinggi
cenderung malas untuk bersosialisasi dengan teman, keluarga, atau
lingkungan di sekitar mereka. Dengan menggunakan smartphone, segala
sesuatu dapat dilakukan dengan berada pada satu tempat. Hal ini
mengakibatkan orang dewasa cenderung tidak peduli dengan rasa sosial
(Veronika, 2013). Orang dewasa cenderung lebih suka berhubungan melalui
internet dibandingkan berkomunikasi secara langsung (face to face).
Perubahan perilaku pada orang tua ini mengakibatkan berubahnya pola
interaksi dalam keluarga. Teknologi di dalam rumah memberikan peluang
bagi setiap anggota keluarga untuk berhubungan dengan dunia luar (Ngafifi,
2014). Hal ini mengakibatkan orang cenderung asyik sendiri menghabiskan
(63)
langsung (tatap muka) dan adanya degradasi perilaku akibat menurunnya
interaksi secara langsung sehingga berdampak pada kualitas komunikasi
interpersonal antara orang tua dan anak (Rogers dalam Hendrastomo, 2008).
Sikap orang tua terhadap anak menunjukkan bagaimana kemampuan
orang tua menjadi orang tua yang baik (Djamaludin dalam Marhaeni, 2012).
Kemampuan menjadi orang tua yang baik dapat berdampak terhadap
komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak. Komunikasi
interpersonal yang baik antara orang tua dan anak ialah komunikasi yang
menunjukkan rasa saling memahami, mengerti, mempercayai, dan saling
menyayangi. Sedangkan komunikasi yang tidak baik ialah komunikasi yang
menunjukkan kurangnya rasa saling memahami, mengerti, mempercayai, dan
kurangnya kasih sayang di kedua belah pihak. Kualitas komunikasi antara
orang tua dan anak dapat ditinjau melalui lima kualitas umum komunikasi
interpersonal menurut DeVito (2011) yaitu keterbukaan, empati, sikap
mendukung, sikap positif, dan kesetaraan.
Perubahan sikap yang terjadi pada orang tua pada masa ini berdampak
terhadap hubungan antar pribadi orang tua dan anak. Hubungan antar pribadi
antara orang tua dan anak dapat ditinjau melalui kualitas komunikasi
interpersonal antara orang tua dan anak. Kualitas komunikasi yang baik
penting untuk penyesuaian sosial dan pribadi anak pada masa anak-anak
awal. Masa kanak-kanak awal adalah masa ketika anak-anak berada pada
rentang usia dua hingga enam tahun. Pada masa ini, anak-anak mulai
(64)
memerlukan kondisi lingkungan yang mendukung dan mendorong anak
untuk berkomunikasi. Sikap orang tua dalam mendorong dan mendukung
anak dalam komunikasi menjadi dasar karena orang tua adalah agen
sosialisasi utama bagi anak pada masa kanak-kanak awal. Apabila orang tua
asyik dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar mereka, ini akan
menghambat kesempatan anak untuk menjalin komunikasi dengan orang tua
mereka. Sebaliknya apabila orang tua memiliki waktu lebih banyak bersama
anak, akan memberi peluang anak untuk berkomunikasi dengan orang tua
mereka. Selain itu, masa kanak-kanak awal merupakan gambaran awal
manusia dan merupakan periode dasar peletakkan struktur perilaku kompleks
dalam penyesuaian pribadi dan sosial di masa mendatang sehingga penting
dalam membentuk kualitas komunikasi yang baik.
Pada dasarnya komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak
mampu menunjukkan hubungan antar pribadi antara orang tua dan anak
(Hurlock, 1978). Komunikasi interpersonal yang terjalin baik antara orang tua
dan anak akan menghasilkan hubungan antar pribadi yang sehat dan positif.
Hubungan antar pribadi yang sehat dan positif akan membentuk penyesuaian
pribadi dan sosial yang baik dimana anak tumbuh menjadi anak yang bahagia,
ramah, dianggap menarik, relatif bebas dari kecemasan, dan menjadi anggota
kelompok yang pandai bekerja sama. Sebaliknya bahwa hubungan antar
pribadi yang tidak baik antara orang tua dan anak akan membentuk
penyesuaian pribadi dan sosial yang cenderung buruk dimana anak tumbuh
(65)
ingin menyenangkan orang lain, dan melakukan apapun untuk orang lain. Hal
ini sebagai kompensasi dan usaha untuk mencari perhatian dengan cara
apapun.
F. Hipotesis
Berlandaskan kepada landasan teori terkait dengan hubungan antara
intensitas penggunaan smartphone pada orang tua dengan persepsi kualitas
komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak pada masa kanak-kanak
awal maka diperoleh hipotesis sebagai berikut :
Terdapat hubungan negatif antara intensitas penggunaan smartphone
pada orang tua dan persepsi kualitas komunikasi interpersonal orang tua dan
(66)
SKEMA HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN SMARTPHONE PADA ORANG TUA DENGAN KUALITAS
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA ORANG TUA DAN ANAK PADA MASA KANAK-KANAK AWAL
Penggunaan Smartphone
Meningkatnya kualitas
komunikasi interpersonal orang tua dan anak.
-Intensitas penggunaan rendah -Frekuensi penggunaan rendah
Reduksi proses komunikasi tatap muka dan degradasi perilaku akibat menurunnya interaksi secara langsung.
-Intensitas penggunaan tinggi -Frekuensi penggunaan tinggi
Menurunnya kualitas
komunikasi interperonal orang tua dan anak.
Berlangsungnya komunikasi tatap muka dan meningkatnya interaksi secara langsung.
Perilaku :
- Malas untuk bersosialisasi. - Tidak peduli dengan rasa
sosial.
- Asyik sendiri
menghabiskan waktunya dengan teknologi. - Lebih suka berhubungan
melalui internet diandingkan
berkomunikasi secara langsung.
Perilaku :
- Memiliki keinginan untuk bersosialisasi.
- Peduli terhadap rasa sosial. - Mampu memanfaatkan
waktu bersama dengan orang lain.
- Lebih suka berhubungan secara langsung.
Menunjukkan rasa saling memahami, mengerti, mempercayai, dan saling menyayangi.
Kurangnya rasa saling memahami, mengerti, mempercayai, dan kurangnya kasih sayang di kedua belah pihak.
(1)
2.
Skala Persepsi Kualitas Komunikasi Iterpersonal antara Orang Tua dan
Anak pada Masa Kanak-kanak Awal
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 53 97.2
Excludeda 1 1.8
Total 54 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
(2)
Uji Deskriptif Mean Empirik
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Smartphone 104 33.41 6.826 .669
One-Sample Test
Test Value = 50
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Smartphone -24.780 103 .000 -16.587 -17.91 -15.26
One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Komunikasi 104 170.14 16.751 1.643
One-Sample Test
Test Value = 125
t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
(3)
Lampiran 5
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Smartphone .104 104 .007 .970 104 .018
Komunikasi .087 104 .049 .962 104 .005
(4)
(5)
Lampiran 6
Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of Squares df
Mean
Square F Sig. Smartphone *
Komunikasi
Between Groups
(Combined) 3075.754 50 61.515 1.892 .012 Linearity 1723.764 1 1723.764 53.009 .000 Deviation from
Linearity 1351.991 49 27.592 .848 .719
Within Groups 1723.467 53 32.518
(6)
Uji Hipotesis
Correlations
Smartphone Komunikasi Spearman's rho Smartphone Correlation Coefficient 1.000 -.585**
Sig. (1-tailed) . .000
N 104 104
Komunikasi Correlation Coefficient -.585** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 104 104